Rombel 3B IKM UNNES • Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, menyerang hewan dan manusia, sedangkan zoonosis adalah penyakit yang secara alami dapat di pindahkan dari hewan vertebrata ke manusia ata sebaliknya. (Depkes RI, 2013) • Nama lain : flood fever atau demam banjir, swineherd’s, demam pesawah (rice-field fever), demam lumpur, jaundis berdarah, penyakit stuttgant, atau demam canicola, demam Icterohemorrhage sehingga biasa juga disebut penyakit kuning non-virus, demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd, demam rawa, penyakit weil, demam canicola Hewan yang menjadi sumber penularan utama adalah tikus, sedagkan sumber yang lain pada babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insetivora (landak, kelelawar,tupai), rubah, dapat sebagai pembawa leptospira juga. • ditularkan melalui air (water borne disease). Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan . • Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan) Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi. • Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-barang yang telah tercemar urin penderita. Menurut ditjen PP&PL Kemenkes cara penularan leptospirosis yaitu sebagai berikut: 1. Manusia terinfkesi leptospira melalui kontak langsung dengan air, tanah (lumpur), tanaman, makanan yang tercemar air seni hewan yang terinfeksi leptospira. 2. Masuknya bakteri leptospira ke dalam tubuh manusia melalui selaput lensir (mukosa) mata, hidung atau melalui kulit yang lecet dan kadangkadang melalui pencernaan dari makanan yang tercemar oleh air seni tikus yang terinfeksi leptospira 3. Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi 4. Musim penularan pada musim penghujan, biasanya pasca banjir. • Masa penularan 4-19 hari, rata-rata 10 hari. • Leptospira berada dalam air seni penderita 1 bulan, tetapi menurut pengamatan pada hewan dan manusia yang terinfeksi leptospira, air seninya msih mengandung leptospira sampai 11 bulan dari sakit (Dep.Kes, 2013) • Sakit mendadak, demam, dan sakit kepala berat, skin rash, conjunctival, suffusion (mata merah), nyeri otot yang hebat (juga nyeri tekan) terutama di otot belakan, paha, betis, sehingga kadang-kadang penderita mengeluh sukar berjalan dan sakit kepala (Ditjen PP & PL Kemenkes, 2013). • Jaundis: kulit dan mukosa menjadi kuning • Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. • Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik. • Fase Septisemik : fase awal / fase leptospiremik. mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot. • Fase Imun: fase kedua / leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0- 30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. • Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati. • Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun. • Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul jaundis. • Sindrom Weil : bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. 1. Distribusi dan frekuensi leptospirosis a. Orang b. Tempat c. Waktu 2. Determinan Leptospirosis a. Host b. Agent c. Environment 1) Leptospirosis tidak terjadi pada spesifik umur tertentu. Leptospirosis diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara balita sampai lansia yaitu 1 tahun sampai lebih dari 65 tahun. laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-laki memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi. WHO melaporkan bahwa dari suatu studi domestic yang dilakukan terhadap 107 pasien yang didiagnosa menderita leptospirosis sekitar 90% adalah laki-lak, yang umumnya memiliki resiko lebih besar karena keterpaparan mereka pada air yang terkontaminasi dalam dunia kerja (WHO, 1989) • Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. • Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir. • Kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun . • WHO mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko tinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi. • Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen . Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi . • Bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan. • Pada musim penghujan, peluang terjadinya banjir akan lebih besar sehingga frekuensi penyakit leptospirosis tidak sulit untuk ditemukan. • Jumlah penderita leptospirosis meningkat setelah banjir terlebih lama surutnya air sampai 3 hari atau lebih. 1. Umur: lapisan usia rentan terhadap infeksi leptospirosis. 2. Jenis kelamin: laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Terpapar kotoran rodent lebih besar. 3. Pekerjaan : Kelompok pekerja yang kontak langsung dengan hewan merupakan kelompok yang berisiko terhadap kejadian leptospirosis. 4. Riwayat luka: kulit yang lecet atau luka infeksi dengan leptospira umumnya berlangsung melalui luka atau erosi pada kulit maupun selaput lender. 5. Status pengungsian: Orang yang mengungsi ditempat yang telah ditentukan akan lebih mudah dipantau masalah kesehatannya. 6. Personal hygiene : salah satu upaya untuk mencegah terjadinya leptospirosis yang dapat dilakukan individu adalahdengan menjaga kebersihan. • penyebab penyakit leptospirosis adalah leptospira, anggota dari ordo spirochaertales. 1. Ketinggian genangan air pada saat banjir: Genangan air yang tinggi pada saat banjir akan membuat banjir semakin lama surut sehingga bakteri leptospirosis akan lebih lama berada bersama air genangan banjir tersebut. 2. Keberadaaan sampah : Adanya kumpulan sampah di sekitar rumah akan menjadi tempat yang disenangi tikus. 3. Tatanan Rumah: tumpukan barang-barang bisa mengakibatkan perkembangan habitat tikus. 4. Curah hujan: Hujan deras akan menyebabkan banjir sehingga meningkatkan risiko leptospirosis dengan membawa bakteri dan binatang lebih dekat dengan manusia. Hasil penelitian rejeki, 2005 menunjukkan bahwa tingginya curah hujan berisiko terkena leptospirosis sebesar 37 kali dibandingkan dengan curah hujan rendah. 5. Ketersediaan air bersih : menjaga sumber air bersih yang digunakan dari binatang pengerat (tikus). 6. PH tanah dan PH air: bakteri Leptospira dapat hidup berbulan bulan dalam lingkungan yang hangat (28-30oC) dan PH relative netral (pH 7,2-8). Bila di air dan lumpur yang paling cocok untuk bakteri leptospira adalah dengan PH antara 7,0-7,4 dan temperature antara 28oC-30oC. 7. Selokan / sarana pembuangan air limbah: Peran selokan sebagai media penularan penyakit leptospirosis terjadi ketika air pada selokan terkontaminasi oleh urin tikus atau hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri Leptospira. 8. Keberadaan tikus di dalam maupun di luar rumah: hewan-hewan yang menjadi sumber penularan leptospirosis salah satunya adalah rodent (tikus). 1) Jalur sumber infeksi 2) Jalur penularan 3) Jalur pejamu manusia • Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi. • Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi. • Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida dan predator ronden. • Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian, sumber penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus. • Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan semak berlukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum yang bersih. • Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan. • Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga tidak menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan. • Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron, masker). • Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap air. • Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin, tanah, dan air yang terkontaminasi. • Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metode untuk mencegah atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang,dan jangn menolong persalinan hewan tanpa sarung tangan. • Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit. • Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan lantai kandang, rumah potong hewan dan lain-lain. • Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira. • Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk aau bahan-bahankimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira berkurang. • Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira.. • Manajemen ternak yang baik. • Menumbuhkan sikap waspada • Diperlukan pendekatan penting pada masyarakat umum dan kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira. Masyarakat perlu mengetahui aspek penyakit leptospira, cara-cara menghindari pajanan dan segera ke sarana kesehatan bila di duga terinfeksi kuman leptospira. • Melakukan upaya edukasi • Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara-cara edukasi yang meliputi : Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan, departemen pertanian, institusi militer, dan lain-lain. Di dalamnya diuraikan mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan diagnosis, terapi dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula nomor televon yang dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut. Melakukan penyebaran informasi. • Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti penisilin, streptomisin, tetrasiklin atau erithromisin. Bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetrasiklin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. (Depkes RI, 2013) • Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjadinya leptospirosis. • Pengobatan suportif dapat dilakukan dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal seperti menjaga keseimbangan cairan tubuh. Beberapa pasien membutuhkan dialisis (akibat gagal ginjal) dan EKG (akibat aritmia)