Anda di halaman 1dari 68

Pencegahan Penularan HIV

dikalangan IDU

Klinik Mawar
RSUD Dr Abdul Aziz
Singkawang
Bisnis obat-obatan ilegal internasional
tiap tahunnya menghasilkan paling
tidak US$ 400 miliar untuk
perdagangannya. Itu sama dengan 8%
dari jumlah seluruh perdagangan
internasional dan setara dengan omzet
tahunan industri tekstil dunia.
Source: United Nations Office for Drug Control and Crime Prevention, Economic and Social Consequences of Drug
Abuse and Illicit Trafficking (New York, NY: UNODCCP, 1998), p. 3.
IDU
IDU = Injecting Drug User
Yaitu pengguna narkoba jarum suntik

Mitos tentang pecandu narkoba :


1. Miskin
2. Kriminal, dianggap sampah, dikucilkan
3. Pengangguran
4. Ngemis, Ngompas, Mencuri demi obat
5. Tidak Punya Rumah
6. Kurang Percaya Diri
7. Kurang peduli dengan kesehatan diri
8. Tidak mudah percaya
Siapa IDU (Injecting Drug
Users)/Pengguna Narkoba Suntik?

Anak jalanan; Bapak;


IDU gedongan/rumahan; Ibu;
Pelajar/mahasiswa; Anak;
Narapidana; Sanak saudara;
Tetangga;
Pekerja seks;
Teman.
ODHA IDU.

Jadi Narkoba bisa menyerang siap saja!!!!


Penggunaan Narkoba
Heroin
Opium
Cocaine
Cannabis
Amphetamine
Hallucinogen
Solvent
inhalants
Fakta Narkoba Ilegal

Tren pemakaian yang terus meningkat


Banyak pemberantasan kepemilikan,
peredaran, produksi, dan penanamannya
Narkoba sulit dicari sehingga harganya
meningkat
Kemurniannya tidak terjamin sehingga
membutuhkan dosis lebih untuk ‘high’
Indonesia: Kasus HIV dan penasun
Source: Depkes RI, 2005
2400

2000

1600

1200

800

400

0
*

05
87
88
89

90
91

92
93
94

95
96
97

99
00

01
02

03

Se 4
98

0
p-
19
19
19

19
19

19
19
19

19
19
19

19
20

20
20

20
20
19

Total Kasus HIV Penasun HIV


Prevalens HIV pada pengguna napza suntik naik lebih tajam
(Sumber: Data sentinel P2M, Yayasan Kita)

60

Persen HIV positif

50
48
45
RSKO, Jakarta
41
40 Yayasan Kita, Bogor

30 30

20

16 16
14

10

0 0 0
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Dampak Narkoba

 Infeksi HIV
 Hepatitis dan
lainnya
 Overdosis
 Abses and koreng
 Kriminal
 Masalah Sosial
(keluarga,
masyarakat)
Penjangkauan dan
Pendampingan

adalah strategi efektif untuk


menemu-kenali, melibatkan, dan
memungkinkan IDU mengurangi
risiko tertular HIV
Mengapa Outreach
(penjangkauan) ?

Lebih murah
Sumbangan besar terhadap
pencegahan infeksi HIV pada IDU dan
pasangan seksualnya
Komponen besar dari strategi
komprehensif
Tujuan Penjangkauan Pecandu

• Memperoleh akses ke masyarakat yang


dijangkau
• Meningkatkan kesadaran kelompok
sasaran terhadap penyalahgunaan
narkoba
• Membantu perubahan perilaku dan
menguatkan perubahan tersebut
• Mendorong kelompok sasaran melakukan
advokasi di kalangan mereka sendiri
Hubungan IDU dengan HIV/AIDS
HIV/AIDS ditularkan lewat darah
IDU menggunakan jarum suntik tidak steril yang
terkontaminasi HIV/AIDS
IDU berbagi jarum tidak steril dengan banyak
orang
Berhubungan seks dengan pasangannya
Ex-pasangan IDU bisa berhubungan seks
dengan banyak orang lain
Pasangan IDU yang beresiko melahirkan anak
Jumlah kasus meningkat secara dramatis
Prevalensi di populasi ini adalah yang tertinggi
(Singkawang baru 10%+)
Pencegahan HIV diantara Pengguna
 Dimulai secepatnya (Sebelum prev.
mencapai 5%), Singkawang sudah 10%
 Menyediakan Informasi bagi pengguna
untuk melindungi diri mereka sendiri
 Menyediakan pengertian kepada
pengguna untuk melindungi dirinya
 Pelaksanaan program- program seperti
 Penjangkauan
 Tes dan Konseling HIV
 Pengobatan
 Program Penggantian
 Penukaran dan Distribusi Jarum Suntik
Harm Reduction
Usaha mengurangi dampak buruk
yang diakibatkan oleh penggunaan
atau perbuatan yang salah, dibidang
ini narkoba suntik.
Di bidang kesehatan masyarakat, “Harm
Reduction” digunakan untuk menggambarkan
sebuah konsep yang bertujuan mencegah atau
mengurangi konsekuensi kesehatan negatif
terkait dengan perilaku tertentu – WHO
Tujuan Harm Reduction
Tujuan Jangka Pendek:
– Mencegah penyebaran HIV/AIDS

Tujuan Jangka Panjang:


– Abstinence (berhenti pemakaian)
– Kembali hidup layaknya orang normal
lain (mempunyai pekerjaan, dsb)
Aktivitas Harm Reduction
Harm (Dampak Buruk) Reduction ( Aktivitas Pengurangan)
Kesehatan Pemakaian alat bersih/steril
HIV bleach
Hep C Kesehatan dasar
Overdose VCT
Metadone
Sosial Konselling
Family Program famili
Perkawinan Methadone
Kriminal

Ekonomi Edukasi
kehilangan pendapatan Rehabilitasi
kriminal Destigmatisasi
Kehilangan kerja
Perubahan Perilaku
Harm Reduction
Berhenti pakai;
Kalalu memang terpaksa,
Keberhasilan hanya “chase”  jangan
pakai jarum suntik;
Kalau terpaksa pakai jarum
suntik, pakai jarum suntik
sendiri (jangan bergantian);
Percobaan Kalau terpaksa pakai jarum
bergantian, disterilisasi
(memakai
Motivasi pemutih/bleaching).

Sadar

Tidak Sadar
100
Perilaku selalu bawa jarum dan pakai jarum bekas orang lain dalam seminggu terakhir
SSP IDU Jakarta, Bandung dan Surabaya 2005

80

60
Persen

47 49

40
30
25

20 17 16

0
Selalu bawa jarum ketika keluar rumah Pakai jarum yang digunakan orang lain sebelumnya

Jakarta (n = 402) Bandung (n = 343) Surabaya (n = 496)


Prinsip Program
Pragmatis
Nilai-nilai kemanusiaan
Berpusat pada dampak buruk
Keseimbangan cost and benefit
Prioritas pada sasaran jangka pendek
Kegiatan Program secara
umum
Komunikasi, informasi, dan edukasi
Pengobatan HIV
Penyediaan peralatan suntik steril
Perawatan substitusi napza
Cakupan Program
Cakupan minimal 75% dari populasi target
melalui pelayanan yang komprehensif
akan memastikan sebuah pola perilaku
aman dan keberlanjutan

Jika di sebuah kota/kabupaten populasi penasunnya 2.000,


program harus mencakup minimal 1.500 penasun agar dapat
mengendalikan epidemi
Dampak Program
Pendekatan ini dilaporkan oleh banyak
negara mampu mengendalikan epidemi
Peralihan latar penasun: dari jalanan ke
medis – produktivitas meningkat,
kriminalitas berkurang
Negara dapat menghemat banyak biaya
untuk pengobatan HIV serta dampak
ekonomi atas kematian usia produktif
Contoh dari Cambodia membuktikan bahwa dengan program
1400 pencegahan HIV yang besar, bisa menghindari jutaan kasus HIV

1200
Ribuan orang yang terkenah HIV

1000

800

600 Sampai tahun 2003, sudah dicegah


sebanyak 750,000 kasus HIV, dalam
negara dengan penduduk sebanyak
400 Jabotabek
Epidemi HIV
Jakarta
200 sekarang seperti

0
85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

00

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10
19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20
Situasi dengan intervensi yang berskala besar Kemungkinan epidemi dengan intervensi yang terbatas
Mengapa kita harus memberi
perhatian khusus kepada LAPAS
Indonesia
Keadaan di sebagian besar lapas di kota-kota
besar terutama di Jakarta
Narkoba lebih mudah didapat dengan harga
yang lebih murah
IDU terjadi dalam keadaan jarum yang sulit
didapatkan
Penggunaan jarum suntik bersama tidak
dapat dihindari
Keadaan Lapas di Indonesia
Peredaran narkoba masih berlanjut di lapas,
dalam lapas tertentu peredaran narkoba
diluar malah diatur dari dalam penjara

Lapas adalah tempat yang paling terlindung


termasuk dari polisi
Contoh Lapas Cipinang bisa merupakan
model untuk Lapas ditempat lain di
Indonesia
Lapas Cipinang
– Daya tampung 1700 orang, dihuni hampir 4000
orang
– 60 % tahanan terkait kasus narkoba,sisanya
melakukan tindak pidana lain yang mungkin
berhubuangan dengan narkoba
– 2164 orang pengguna narkoba dan sekitar 1800
orang diantaranya pengguna jarum suntik
– 2004, 117 meninggal, 71 diantaranya terkait
kasus narkoba
– 2005, sampai 11/09 101 meninggal, 69 terkait
kasus narkoba
– Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama
terus berlangsung
Jarum suntik bekas disewakan seharga Rp. 1000
Jarum suntik baru dihargai Rp. 50.000, tapi jarang
tersedia
– Setiap hari 10 orang dibebaskan dari lapas
Cipinang, tanpa cek kesehatan dan dengan
kemungkinan mereka pernah berbagi jarum
suntik dan memiliki resiko tertular HIV/AIDS,
Hep B, Hep C.
– Beberapa napi mempunyai HP, dan bisa
mengendalikan peredaran narkoba diluar lapas
dari dalam lapas
TANTANGAN

SINGKAWANG

TUJUAN WISATA KOTA PENDIDIKAN PUSAT BISNIS JASA

Berkumpulnya berbagai suku dan ragam budaya

Bisnis seks dan lokalisasi pelacuran

Hotel/Penginapan dan Lokalisasi Wisata

Data kepolisian dan lapas : Peredaran Narkoba


Klinik Mawar (sd Januari 2007)
VCT (IDU dan mantan IDU)  177
Reaktif 51 orang
ARV 7 orang
Prosentasi diantara yang masih aktif 20%
Jawa Barat Singkawang
s/d tahun 2005 s/d tahun 2005

IDU
IDU PSK IDU
19 %
11% 19%
IDU
61 % 61% Gay
7%

Hetero
Heterosexual
18%
MSM 13 %
2%
Transexual Unknown Tattoo Heterosexual
0% 19% 0% Hetero
63%
Perinatal
0% 63 %
> 50% infeksi HIV terdapat diusia 20-29 thn

Banyak generasi muda beresiko tinggi :

Narkoba suntik
Mengalami kekerasan seksual
Anak muda dan perdagangan seks, tenaga kerja wanita
Anak jalanan
Lelaki muda yang berhubungan seks dengan sesama
jenis
dll

Menjamin bahwa kaum muda


Menurunkan prevalensi mendapatkan informasi,
dikalangan kaum muda pendidikan, layanan dan kemapuan
hidup untuk mengurangi
kerentanan terhadap HIV AIDS

Fokus penanggulangan : GENERASI MUDA


Tantangan untuk seorang IDU di
Masyarakat Singkawang
Pengguna narkoba merupakan satu populasi
tersendiri (marjinal), sehingga hal yg sama juga
terjadi di IDU
IDU adalah sub kelompok dikalangan pengguna
narkoba yang dianggap lebih “rusak”
Stigma yang sangat besar membuat IDU menjadi
hidden population unreachable bagi kebanyakan
orang
Stigma bagi komunitas ini membuat IDU
‘kehilangan kesempatan mengakses layanan yang
tersedia’
IDU yang sudah berhenti menggunakan,
sebagian besar tidak mendapat dukungan untuk
dapat memberikan kontribusi pada masyarakat
Upaya HARM REDUCTION, sering disalah artikan
sebagai “upaya melegalkan” penggunaan napza
Isue dan tantangan dalam
implementasi program HR
Outreach:
– Pengalaman terbatas, relapse prevention
memungkinkan dilaksanakan,
– kepastian hukum; rasa aman dalam bekerja ( IDU,
masyarakat, aparat)
Support Group
– Pengembangan program  SDM, dan dana
VCT, Case Manajemen, Layanan Kesehatan
– Sistem rujukan yang terjangkau
– Rehabilitasi & Aftercare : pengembangan yang
sudah ada dan pengembangan alternatif lain
Peluang (1)
- Terdapat beberapa LSM yang peduli dan bergerak
pada program HIV/AIDS dan narkoba.
- Klinik Mawar sudah memulai HR walau belum
lengkap
- Dukungan pemerintah sangat besar dalam
mendukung program dan kegiatan LSM-Klinik
Mawar, baik secara koordinasi maupun
pendanaan.
- Pola kegiatan:
- Kerjasama sektor pemerintah dan antar LSM HIV/AIDS.
- Pemanfaatan sumber daya lokal dari masing-masing
LSM maupun pemerintah.
- Pemanfaatan jaringan lokal, nasional maupun
internasional dalam program HR.
Peluang (2)

- Kelompok IDU kota Singkawang sudah


‘dimatangkan’ untuk memulai HR
- Kelompok Kerja :
- Inisiator Pembentukan kelompok kerja
LSM HIV/AIDS untuk penanganan
permasalahan HIV/AIDS di Lapas/Rutan.
- Menjadi embrio pembentukan Pokja AdHoc
Lapas/Rutan KPAD Singkawang
Peluang (3)
Dengan bantuan GF-ATM telah disiapkan :
VCT
Care Support and Treatment
Pelatihan untuk Klinik Mawar dan LSM
yang peduli HIV/AIDS

Untuk dukungan bagi pengguna IDU dengan


HIV (+) yang mengikuti program HR
Kegiatan HR
Penghancuran Pendidikan
alat suntik sebaya
Kesehatan
Perjasun dasar

Perawatan
Pencegahan Pengobatan
infeksi HIV-AIDS
HARM
REDUCTION

Konseling
dengan atau Ganti Narkoba
tanpa disertai Minum
VCT

Terapi Narkoba
Penjangkauan
KIE
Dua yang
Kontroversial

Program Jarum Suntik


Program Substitusi Oral
Rekomendasi
Dukungan penuh terhadap program yang
sudah ada  “Merubah potensi destruktif
menjadi sumberdaya pembangunan”
Pengembangan program HR yang sudah
ada, fokus pada 2, kalau mungkin 4 yang
belum
– Kartu ID dari lembaga pemerintah (KPAD, BNP,
Polda, Depkes)  outreach
– Fasilitasi dari KPAD / Dinkes/ BNP/ Polda/
Dinsos/ Depnaker/Klinik Mawar
Sosialisasi ke masyarakat dan instansi
layanan rujukan (medis)
pengembangan program (HR )
Aftercare program
Kami percaya bahwa…
Kebijakan yang mendukung dari KPAD dan
jajaran kepolisian kota Singkawang
+
Sistem pelayanan berskala luas dari klinik
Mawar
x
Masyarakat bebas stigma berkat komunikasi,
informasi dan edukasi yang luas

Akan membuat program yang efektif dan


berkesinambungan untuk melindungi
masyarakat dari epidemi HIV!
Menimbang

a. bahwa penularan HIV dalam kurun waktu 5 tahun terakhir


telah terjadi peningkatan jumlah yang luar biasa terutama
penularan di kalangan pengguna napza suntik dan telah
mengubah jalannya epidemi AIDS di Indonesia;
b. bahwa program penanggulangan HIV dan AIDS terutama di
kalangan pengguna narkotika suntik perlu dilaksanakan
secara intensif, menyeluruh, terpadu, efektif dan
terkoordinasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan poin a dan b diatas,
dipandang perlu menetapkan Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS khususnya melalui
Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik yang ditetapkan dengan
keputusan menteri Kordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional;
BAB II
KEBIJAKAN NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
MELALUI PENGURANGAN DAMPAK BURUK PENGGUNAAN
NAPZA SUNTIK

Bagian Kesatu

Tujuan dan sasaran

Pasal 3

Tujuan
Tujuan Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui
Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik, adalah :
a. mencegah penyebaran HIV di kalangan penasun dan pasangannya;
b. mencegah penyebaran HIV dari penasun dan pasangannya ke
masyarakat luas;
c. mengintegrasikan pengurangan dampak buruk penggunaan napza
suntik ke dalam sistem kesehatan masyarakat dalam layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS
serta pemulihan ketergantungan napza.
Pasal 4
Sasaran
Sasaran dalam Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui
Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik, adalah :
a. menjangkau dan melayani penasun sedikitnya 80% pada tahun 2010 dan
dilaksanakan secara bertahap;
b. menyediakan paket komprehensif pencegahan, pengobatan, dan perawatan
untuk menjamin perawatan berkelanjutan;
c. menyediakan akses pengobatan yang terjangkau oleh seluruh penasun;
d. menyediakan kegiatan layanan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Napza Suntik di unit pelayanan pemerintah termasuk di LAPAS, RUTAN dan
unit pelayanan non pemerintah di seluruh Indonesia;
e. mengembangkan upaya pembinaan dengan merujuk penasun dari sistem
hukum pidana ke perawatan dan pengobatan dengan asas praduga tak
bersalah.
Pasal 5
(1) Pengguna napza di bawah usia 18 tahun ditangani dengan perlindungan
khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan anak dalam
rangka pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik;
(2) Perlindungan khusus sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
perlakuan yang memungkinkan dilakukannya pelayanan, perawatan,
pengobatan dan pemulihan kesehatan.
Bagian Kedua
Dasar-Dasar Kebijakan
Pasal 6
(1) Pemberian layanan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Napza Suntik tetap menghormati Hak Asasi Manusia dan
menghindarkan terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi.
(2) Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza
Suntik merupakan respon multi sektoral yang melibatkan sektor
kesehatan, penegakan hukum, pengawasan obat-obatan, sektor
pendidikan, sosial, agama, lingkungan hidup, pemberdayaan
perempuan, politik dan keamanan.
(3) Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza
Suntik harus peka dan sesuai pada nilai-nilai agama, budaya
masyarakat dan cocok bagi kondisi masyarakat setempat.
(4) Lingkup pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Napza Suntik meliputi seluruh wilayah Indonesia dengan prioritas
wilayah-wilayah epidemi dengan jumlah penasun yang tinggi termasuk
di dalam LAPAS dan RUTAN serta di fasilitas pemulihan napza
(5) Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik dilaksanakan
oleh Departemen Kesehatan dalam hal pelayanan teknis kesehatan,
Kepolisian Negara RI/Badan Narkotika Nasional melindungi secara hukum
kegiatan pelayanan, dapat merujuk penasun ke layanan kesehatan, serta
didukung oleh Departemen Hukum dan HAM, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Komisi
Perlindungan Anak, serta instansi lainnya yang terkait dibawah koordinasi KPA
Nasional.

(6) Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk


Penggunaan Napza Suntik dilakukan oleh tim Kelompok Kerja yang terdiri dari
unsur terkait yang ditetapkan oleh Menko Kesra selaku Ketua KPA Nasional di
tingkat Pusat sedangkan di tingkat daerah di tetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota, selaku Ketua KPAProvinsi/Kabupaten/Kota..

(7) Sistem data, informasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan


Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik dikelola
secara sistematis, menyeluruh dan terpadu dengan upaya penanggulangan
AIDS lainnya.
I. PENDAHULUAN
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia saat ini sudah
mencapai tingkat epidemi yang lebih berat dan
cenderung meningkat cepat, dipicu oleh peningkatan
penularan HIV dan AIDS pada kelompok penguna napza
suntik (penasun). Penyebaran HIV dan AIDS melalui
pertukaran jarum suntik yang tidak steril pada penasun
memerlukan upaya dan kegiatan penanggulangan yang
lebih intensif, komprehensif, terpadu, terintegrasi ke
dalam layanan sistem kesehatan masyarakat dan
dilaksanakan secara terkoordinasi.

Penasun adalah populasi tersembunyi karena


stigmatisasi terhadap penasun, kurangnya ketersediaan
fasilitas, serta alasan pembiayaan. Untuk itu perlu dicari
jalan keluar bersama dalam menembus hambatan
tersebut.
Dalam menghadapi ancaman epidemi ganda HIV dan AIDS
serta Narkoba tersebut, kita dihadapkan pada 2 (dua) aspek
permasalahan yaitu hukum dan kesehatan. Dari perspektif
hukum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997, tentang Narkotika, Pasal 85, ayat (1), (2) dan (3), dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, tentang Psikotropika,
Pasal 59, ayat (1) dan (2), perbuatan menyalahgunakan
napza tergolong perbuatan melanggar hukum.

Sementara dari perspektif kesehatan, penderitaan dan akibat


buruk yang dihadapi penasun karena penularan HIV dan
AIDS dikalangan penasun, menimbulkan ancaman
penularan kepada antar penasun, mitra, dan orang-orang
bukan pengguna napza merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang sangat serius yang mengancam generasi
muda.
Upaya yang tepat untuk mengatasi hal tersebut di atas
melalui Strategi Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Napza Suntik. Strategi ini berdasar pada Strategi Nasional
HIV/AIDS untuk 2003 – 2007 yang dikembangkan oleh
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Berkaitan dengan hal tersebut maka ditetapkan Peraturan


Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
(Permenko Kesra) tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza
Suntik berikut petunjuk pelaksanaannya yang memuat
secara jelas berbagai hal agar tidak terjadi pelanggaran
hukum di satu sisi dan memberi tindakan penyelamatan
kesehatan masyarakat dan pribadi di lain sisi. Perlindungan
kepada penasun sebagai korban/pasien diberikan sesuai
kriteria. Tahapan lebih lanjut pelayanan bagi penasun
dengan layanan terapi dan rehabilitasi diperlukan fasilitas
yang cukup.
Pasal 4
Sasaran
Sasaran dalam kebijakan ini adalah merupakan target
yang hendak dicapai sebagai berikut:
1. Menjangkau dan melayani penasun sedikitnya 80%
pada tahun 2010 dan dilaksanakan secara bertahap.
2. Menyediakan paket komprehensif pencegahan,
pengobatan, dan perawatan untuk menjamin perawatan
berkelanjutan.
3. Menyediakan akses pengobatan yang terjangkau oleh
seluruh penasun.
4. Menyediakan kegiatan layanan Pengurangan Dampak
Buruk Penggunaan Napza Suntik di unit pelayanan
pemerintah termasuk di Lapas/Rutan dan unit pelayanan
non pemerintah di seluruh Indonesia.
5. Mengembangkan upaya pembinaan dengan merujuk
penasun dari sistem hukum pidana ke perawatan dan
pengobatan dengan asas praduga tak bersalah
Pasal 6
Kebijakan Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan
Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik
A. Dasar-Dasar Kebijakan
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini
ditetapkan dasar-dasar kebijakan yang mengatur tentang Pelaksanaan
Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk
Penggunaan Napza Suntik dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pemberian layanan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Napza Suntik tetap menghormati Hak Asasi Manusia dan
menghindarkan terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi.
a. Setiap penasun yang telah memenuhi kriteria sebagai pasien berhak
mendapatkan layanan yang dibutuhkannya secara berkualitas dan
mendapat perlakuan sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia
diperlakukan tanpa diskriminasi, tidak membeda-bedakan karena
status ekonomi, sosial, pendidikan dan keadaan sakitnya.
b. Penasun yang menjadi pasien mendapat perlindungan semestinya
untuk kerahasiaan status HIV nya.
c. Keluarga, masyarakat sekitar tempat layanan, pihak-pihak terkait
dengan layanan perlu mendapat penjelasan dan infornasi yang
memadai agar dapat menerima, mengerti, memahami layanan
pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik
3. Pelaksanaan pengurangan dampak buruk penggunaan
napza suntik harus peka dan sesuai pada nilai-nilai agama,
budaya masyarakat dan cocok bagi kondisi masyarakat
setempat.
a. Layanan pengurangan dampak buruk berupa
penetapan lokasi, cara pemberian layanan, waktu layanan
dan sebagainya mempertimbangkan dan memperhatikan,
menyesuaikan dan tidak bertentangan dengan nilai agama,
budaya, adat istiadat masyarakat setempat bahkan
hendaknya mendapat dukungan mereka.
b. Mengupayakan mendapat dukungan dan melibatkan
tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dalam
mensosialisasikan program layanan pengurangan dampak
buruk penasun.
5. Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dalam hal
pelayanan teknis kesehatan. Kepolisian Negara RI
melindungi secara hukum kegiatan pelayanan, dapat
merujuk penasun ke layanan kesehatan serta didukung
oleh Departemen Hukum dan HAM, Departemen Dalam
Negeri, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan, pemerintah dan Komisi Penanggulangan AIDS
Provinsi/Kabupaten/Kota serta instansi lainnya yang terkait
dibawah koordinasi KPA Nasional.

Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan


Napza suntik akan berhasil sesuai dengan target/sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan bila secara optimal
masing-masing sektor di bawah ini secara khusus
bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai
bidangnya masing-masing, sebagai berikut :
a. Departemen Kesehatan bertanggungjawab dalam
memberikan layanan Pengurangan Dampak Buruk
Penggunaan Napza Suntik yang komprehensif yaitu:
layanan jarum alat suntik steril (LJASS), layanan terapi
rumatan metadon, perawatan pemulihan kecanduan napza
dan perawatan pengobatan bagi penasun yang HIV.

b. Kepolisian Republik Indonesia bertanggungjawab sesuai


dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara pasal 13 tugas pokoknya adalah:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Menegakan hukum.
3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat.
Salah satu pelayanan yang dapat dilakukan oleh
Kepolisian Republik Indonesia adalah merujuk penasun
sebagai pasien untuk mendapat pengobatan perawatan ke
fasilitas layanan kesehatan yang ditunjuk.
B. Langkah- Langkah Strategis
1. Penjangkauan ...
2. Promosi Kesehatan termasuk penyebarluasan informasi
tentang pengurangan risiko dan konsultasi kesehatan.
a. Menyiapkan materi/bahan dan metoda
pendidikan/promosi kesehatan, informasi, bahan untuk
konsultasi.
b. Merencanakan pendidikan, promosi, konsultasi lisan,
tatap muka atau tertulis berupa poster brosur, bar, taman,
pasar, lokalisasi, balai desa, lapas atau ditempat dimana
penasun biasa berkumpul.
3. Menyediakan layanan jarum dan alat suntik steril
termasuk pembuangan barang bekas pakainya,
penyediaan perawatan pemulihan adiksi napza suntik dan
perawatan/layanan substitusi opioid.
3. Menyediakan layanan jarum dan alat suntik steril
termasuk pembuangan barang bekas pakainya,
penyediaan perawatan pemulihan adiksi napza suntik dan
perawatan/layanan substitusi opioid.
a. Menetapkan/menunjuk tempat tempat layanan jarum alat
suntik steril dan layanan terapi rumatan metadon.
b. Menetapkan/menunjuk tempat/pusat pemulihan
ketergantungan napza.
c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan (Standard
Operational Procedure) layanan jarum alat suntik steril,
layanan terapi rumatan metadon dan pemulihan adiksi
napza.
d. Menyusun mekanisme layanan jarum alat suntik steril,
layanan terapi rumatan metadon dan pemulihan adiksi
napza, termasuk pengawasan dan pengendalian layanan
dengan berkoordinasi dan dukungan POLRI, HUKHAM,
PEMDA.
C. Ketentuan Pelaksanaan
Kriteria Pasien bagi setiap orang yang memenuhi salah satu dari
kriteria di bawah ini ditetapkan sebagai pasien dan perlu mendapatkan
pengobatan.
Kriteria 1: Setiap orang yang ada di masyarakat (1) Dibawa keluarga
atau datang sendiri atau dijangkau oleh petugas lapangan/ kesehatan
dengan riwayat memakai napza suntik, dan (2) Dibuktikan oleh
pemeriksaan dokter atau tenaga kesehatan terlatih ditemukannya
tanda-tanda gangguan mediko psikososial sebagai akibat penggunaan
napza suntik, serta diberi tanda pengenal (ID card).
Kriteria 2: Setiap orang yang dirujuk oleh aparat penegak hukum untuk
mendapatkan pengobatan perawatan kesehatan.
Kriteria 3: Setiap orang yang telah mempunyai identitas (ID card)
sebagai pasien yang sedang mengikuti program jarum suntik steril.
Kriteria 4: Setiap orang yang sedang menjalani hukuman di Lapas
khusus narkotika maupun Lapas umum yang ditetapkan oleh dokter
penanggung jawab.
Penasun yang ada di Lapas dan Rutan.
2. Paket layanan lengkap pengurangan dampak buruk pada penasun
adalah layanan yang harus diberikan dan diperoleh/mendukung
layanan penasun.
Paket layanan lengkap pengurangan dampak buruk napza suntik
meliputi 12 program layanan yang bisa berbasis institusi layanan
kesehatan maupun masyarakat:
Penjangkauan dan Pendampingan
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
Pendidikan Sebaya
Konseling Perubahan Perilaku
Konseling dan Testing HIV Sukarela (Volluntary Counselling and
Testing / VCT)
Program Penyucihamaan
Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril
Pemusnahan Peralatan Suntik Bekas
Layanan Terapi Pemulihan Ketergantungan Narkoba
Program Terapi Rumatan Metadon
Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (Care, Support,
Treatment / CST)
Pelayanan Kesehatan Dasar
3. Ketentuan Layanan Jarum Alat Suntik Steril

LJASS sebagai pendekatan aktif di lapangan berlaku secara


individual, bersifat lokal, dan dijalankan dalam kurun waktu tertentu
paling lama 2 (dua) tahun. Secara periodik dalam kurun waktu setiap 6
bulan melalui pengawasan aspek mediko psikososial dan bila perlu
dilanjutkan dengan program terapi dan pemulihan ketrg napza yang
dilaksanakan berdasarkan petunjuk pelaksanaan atau SOP yang jelas.
a. Wilayah yang ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan LJASS akan
ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
b. Pelaksana kegiatan LJASS dan tata cara pelaksanaan ditetapkan
lebih lanjut dalam petunjuk teknis dari Menteri Kesehatan.
c. Pelaksanaan kegiatan LJASS dilakukan dengan pengawasan dan
supervisi ketat dari pihak-pihak terkait dibawah koordinasi KPA
Nasional.
d. Seluruh pelaksanaan kegiatan LJASS, dilakukan dalam suatu sistim
monitoring dan evaluasi yang baku dan sistematis.

Anda mungkin juga menyukai