Mengadakan latihan bersama dan bertukar kemampuan survival dengan Raja Dinizulu
di Afrika Selatan.
ROBERT BADEN POWWEL
Berbagai pengalaman tersebut ditulis dalam buku berjudul 'Aids to Scouting' pada tahun
1899. Buku ini sebenarnya merupakan panduan bagi tentara muda Inggris dalam
melaksanakan tugas penyelidik. Buku ini kemudian terjual laris di Inggris. Bahkan tidak
hanya dibaca oleh para tentara saja tetapi digunakan juga oleh para guru dan organisasi
pemuda.Melihat banyaknya pengguna buku 'Aids to Scouting', dan atas saran William
Alexander Smith (Pendiri Boys Brigade; salah satu Organisasi Kepemudaan di Inggris) Baden
Powell berniat menulis ulang buku tersebut untuk menyesuaikan dengan pembaca remaja
yang bukan dari ketentaraan.
Untuk menguji ide-ide barunya, pada 25 Juli - 2 Agustus 1907 Baden Powell
menyelenggarakan perkemahan di Brownsea Island bersama dengan 22 anak lelaki yang
berlatar belakang berbeda. Hingga pada tahun 1908 terbitlah buku 'Scouting for Boys' yang
kemudian menjadi acuan kepramukaan di seluruh dunia.Tahun 1910, atas saran Raja
Edward VII, Baden Powell memutuskan pensiun dari ketentaraan dengan pangkat terakhir
Letnan Jenderal untuk fokus pada pengembangan pendidikan kepramukaan.
Pada Januari 1912 Baden Powell bertemu dengan Olave St Clair Soames saat di atas kapal
dalam lawatan kepramukaan ke New York. Mereka kemudian menikah pada tanggal 31
Oktober 1912. Mereka tinggal di Hampshire, Inggris dan dianugerahi 3 orang anak (satu laki-
laki dan dua perempuan), yaitu: Arthur Robert Peter (Baron Baden-Powell II), Heather Grace
(Heather Baden-Powell), dan Betty Clay (Betty Baden-Powell).
ROBERT BADEN POWWEL
Tahun 1930-an Baden Powel mulai sakit-sakitan. Pada tahun 1939 Baden-
Powell dan Olave memutuskan pindah dan tinggal di Nyeri, Kenya. Hingga
pada tanggal 8 Januari 1941 Baden Powell meninggal dan dimakamkan di
pemakaman St. Peter, Nyeri.
Semasa hidupnya Baden Powell mendapatkan berbagai gelar kehormatan,
termasuk gelar Lord dari Raja George pada tahun 1929. Pun Baden Powell
aktif menulis berbagai buku baik tentang kepramukaan, ketentaraan,
maupun bidang lainnya. Beberapa buku tentang kepramukaan yang
ditulisnya antara lain, Scouting for Boys (1908), The Handbook for the Girl
Guides or How Girls Can Help to Build Up the Empire (ditulis bersama
Agnes Baden-Powell; 1912), The Wolf Cub's Handbook (1916), Aids To
Scoutmastership (1919), Rovering to Success (1922), Scouting Round the
World (1935) dll.
Hamengkubuwana IX
Bendara Raden Mas Dorodjatun atau Sri Sultan
Hamengkubuwana IX (bahasa Jawa: Sri Sultan
Hamengkubuwono IX), lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat, 12
April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2
Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah salah seorang
Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta
(1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang
pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat
sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun
1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia,
dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka.
Lahir di Yogyakarta dengan nama Bendoro Raden Mas
Dorodjatun di Ngasem, Hamengkubuwana IX adalah putra dari
Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Di umur 4 tahun Hamengkubuwana IX tinggal pisah dari
keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di
Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada
tahun 1930-an ia berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang
Universiteit Leiden), Belanda ("Sultan Henkie").
Hamengkubuwana IX
Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18
Maret 1940 dengan gelar "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga
Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng
Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat". Ia merupakan sultan
yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus
bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".[1] Sebelum dinobatkan, Sultan
yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan
diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adam mengenai otonomi Yogyakarta. Pada
masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan
proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX
adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik
Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari
Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.
Hamengkubuwana IX
Sejak usia muda Hamengkubuwana IX telah aktif dalam organisasi
pendidikan kepanduan. Menjelang tahun 1960-an, Hamengkubuwana IX
telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan). Pada tahun 1961,
ketika berbagai organisasi kepanduan di Indonesia berusaha disatukan
dalam satu wadah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki peran
penting di dalamnya. Presiden RI saat itu, Ir. Soekarno, berulang kali
berkonsutasi dengan Sri Sultan tentang penyatuan organisasi kepanduan,
pendirian Gerakan Pramuka, dan pengembangannya.
Pada tanggal 9 Maret 1961, Presiden RI membentuk Panitia Pembentukan
Gerakan Pramuka. Panitia ini beranggotakan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Prof. Prijono (Menteri P dan K), Dr.A. Azis Saleh (Menteri
Pertanian), dan Achmadi (Menteri Transmigrasi, Koperasi dan
Pembangunan Masyarakat Desa). Panitia inilah yang kemudian mengolah
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Kepres Nomor 238
Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961
Hamengkubuwana IX
Pada tanggal 14 Agustus 1961, yang kemudian dikenal sebagai Hari
Pramuka, selain dilakukan penganugerahan Panji Kepramukaan dan
defile, juga dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan
Nasional), Kwarnas dan Kwarnari Gerakan Pramuka. Sri Sultan
Hamengku Buwono IX menjabat sebagai Ketua Kwarnas sekaligus Wakil
Ketua I Mapinas (Ketua Mapinas adalah Presiden RI).