Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Baden Powell yang menjadi Bapak

Pramuka Sedunia (Chief Scout of the World)


tidak bisa dipisahkan dari sejarah kepramukaan di
dunia dan di Indonesia. Selain sebagai pendiri
gerakan kepramukaan sedunia, pengalaman Lord
Robert Baden Powell lah yang mendasari
pembinaan remaja di Inggris yang kemudian
berkembang dan diadaptasi sebagai sistem
pendidikan kepramukaan di seluruh dunia.

Robert Stephenson Smyth Baden


Powell atau Baron Baden Powell I yang kemudian
terkenal sebagai Baden Powell, BP, atau Lord
Baden Powell, lahir di Paddington, London pada 22
Februari 1857. Nama kecilnya Robert
Stephenson Smyth Powell. Powell merupakan
nama keluarga dari ayahnya, Baden Powell yang
merupakan seorang pendeta dan dosen Geometri
di Universitas Oxford. Sedangkan Smyth diambil dari nama ibunya, Henrietta Grace Smyth.
Ayah Stephenson (Baden Powell) meninggal dunia saat Stephenson masih berusia 3 tahun.

Karena ditinggal mati oleh ayahnya sejak kecil, Robert Stephenson mendapatkan pendidikan
watak dan aneka keterampilan dari ibu kakak-kakaknya. Peran ibu bagi Baden Powell bahkan
pernah diungkap langsung oleh beliau dengan kalimat, “Rahasia keberhasilan saya adalah ibu
saya.”

Sejak kecil Baden Powell dikenal anak yang cerdas, gembira, dan lucu sehingga banyak
disukai oleh teman-temannya. Di samping itu Baden Powell pun pandai bermain musik (piano
dan biola), teater, berenang, berlayar, berkemah, mengarang, dan menggambar.

Setamat sekolah di Rose Hill School, Tunbridge Wells, Robert Stephenson (Baden Powel)
mendapat beasiswa untuk sekolah di Charterhouse. Dan setelah dewasa, Baden Powell
bergabung dalam ketentaraan Inggris. Beliau sering ditugaskan di luar Inggris seperti
bergabung dengan 13th Hussars di India (1876), dinas khusus di Afrika (1895), memimpin
Pasukan Dragoon V (1897), pemimpin resimen di Zulu Afrika Selatan (1880), Kepala Staf di
Rhodesia Selatan (sekarang dikenal Zimbabwe) tahun 1896, memimpin The Mafeking Cadet
Corps di Mafeking, Afrika Selatan (1899-1900).

Selama menjadi tentara, banyak hal yang dialaminya. Pengalaman itu di antaranya:

1. Saat menjadi pembantu Letnan pada 13th Hussars yang berhasil mengikuti jejak
kuda yang hilang di puncak gunung serta melatih panca indera kepada Kimball
O’Hara.
2. Bersama The Mafeking Cadet Corp, mempertahankan kota Mafeking, Afrika
Selatan, meskipun dikepung bangsa Boer selama 127 hari dalam kondisi
kekurangan makan. Padahal The Mafeking Cadet Corp hanyalah pasukan pembawa
pesan yang tidak berpengalaman menghadapi musuh.
3. Mengadakan latihan bersama dan bertukar kemampuan survival dengan Raja
Dinizulu di Afrika Selatan.
Berbagai pengalaman tersebut ditulis dalam buku berjudul ‘Aids to Scouting’ pada
tahun 1899. Buku ini sebenarnya merupakan panduan bagi tentara muda Inggris
dalam melaksanakan tugas penyelidik. Buku ini kemudian terjual laris di Inggris.
Bahkan tidak hanya dibaca oleh para tentara saja tetapi digunakan juga oleh para
guru dan organisasi pemuda.

Melihat banyaknya pengguna buku ‘Aids to Scouting’, dan atas saran William Alexander
Smith (Pendiri Boys Brigade; salah satu Organisasi Kepemudaan di Inggris) Baden Powell
berniat menulis ulang buku tersebut untuk menyesuaikan dengan pembaca remaja yang
bukan dari ketentaraan. Untuk menguji ide-ide barunya, pada 25 Juli – 2 Agustus 1907
Baden Powell menyelenggarakan perkemahan di Brownsea Island bersama dengan 22 anak
lelaki yang berlatar belakang berbeda. Hingga pada tahun 1908 terbitlah buku ‘Scouting for
Boys’ yang kemudian menjadi acuan kepramukaan di seluruh dunia.

Tahun 1910, atas saran Raja Edward VII, Baden Powell memutuskan pensiun dari
ketentaraan dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal untuk fokus pada pengembangan
pendidikan kepramukaan.

Pada Januari 1912 Baden Powell bertemu dengan Olave St Clair Soames saat di atas kapal
dalam lawatan kepramukaan ke New York. Mereka kemudian menikah pada tanggal 31
Oktober 1912. Mereka tinggal di Hampshire, Inggris dan dianugerahi 3 orang anak (satu
laki-laki dan dua perempuan), yaitu: Arthur Robert Peter (Baron Baden-Powell II), Heather
Grace (Heather Baden-Powell), dan Betty Clay (Betty Baden-Powell).

Tahun 1930-an Baden Powel mulai sakit-sakitan. Pada tahun 1939 Baden-Powell dan Olave
memutuskan pindah dan tinggal di Nyeri, Kenya. Hingga pada tanggal 8 Januari 1941 Baden
Powell meninggal dan dimakamkan di pemakaman St. Peter, Nyeri.

Semasa hidupnya Baden Powell mendapatkan berbagai gelar kehormatan, termasuk gelar
Lord dari Raja George pada tahun 1929. Pun Baden Powell aktif menulis berbagai buku baik
tentang kepramukaan, ketentaraan, maupun bidang lainnya. Beberapa buku tentang
kepramukaan yang ditulisnya antara lain, Scouting for Boys (1908), The Handbook for the
Girl Guides or How Girls Can Help to Build Up the Empire (ditulis bersama Agnes Baden-
Powell; 1912), The Wolf Cub’s Handbook (1916), Aids To Scoutmastership (1919), Rovering
to Success (1922), Scouting Round the World (1935) dll.
Fakta sejarah mencatat, tanggal 14 Agustus 1961, gerakan Pramuka diperkenalkan
secara resmi di Jakarta sekaligus penetapan Sultan Hamengkubuwana IX sebagai Ketua
Kwartir Nasional yang pertama. Sultan HB IX adalah Raja Kasultanan Yogyakarta yang
berperan besar dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Saat situasi Jakarta gawat,
Sultan menawarkan Yogyakarta sebagai ibu kota RI sementara pada awal 1946. Hampir
seluruh biaya selama pusat pemerintahan RI berada di Yogyakarta ditanggung oleh keraton.
Dalam sejarah kepramukaan, Sultan HB IX memiliki andil penting. Ia adalah Wakil Ketua
Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas) Pramuka yang dipimpin Presiden Sukarno.

Sultan HB IX menjabat pula sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka


pertama sejak 1961 dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga tahun 1974.
Baca juga: Sejarah Pindahnya Ibu Kota RI ke Yogyakarta Sejarah Bapak Pramuka Indonesia
Nama kecil Sultan HB IX adalah Raden Mas Dorodjatun, lahir tanggal 12 April 1912 di
Yogyakarta. Ia merupakan salah satu putra Raja Yogyakarta yang bertakhta saat itu,
Sultan Hamengkubuwana VII.

Dikutip dari situs resmi Keraton Yogyakarta, meskipun menyandang status pangeran,
Dorodjatun tidak menghabiskan masa kecilnya di lingkungan istana. Sultan HB VIII
menitipkan putranya itu kepada keluarga Mulder, seorang Kepala Sekolah NHJJS (Neutrale
Hollands Javanesche Jongen School). Baca juga: Dari Pramuka, Mereka Kini Jadi Legenda
Sultan HB VIII berpesan kepada keluarga Mulder supaya tidak mengistimewakan
Dorodjatun dan dididik supaya hidup mandiri. Anggota keluarga Mulder pun menerimanya
dengan senang hati. Dorodjatun punya panggilan kesayangan, yakni Henkie. Dorodjatun
menempuh pendidikan awal di Yogyakarta, dari Frobel School (Taman Kanak-kanak), Eerste
Europe Lagere School B, lalu ke Neutrale Europese Lagere School.

Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan menengah di Hogere Burgerschool (HBS) di


Semarang dan Bandung. Belum sempat lulus dari Bandung, Dorodjatun dikirim ayanhnya ke
Belanda untuk beralih pendidikan ke Universitas Leiden. Dorodjatun mengambil jurusan ilmu
hukum tata negara di perguruan tinggi ini. Ia juga bersahabat dengan Putri Juliana yang
nantinya menjadi Ratu Belanda. Baca juga: Game of Thrones ala Keraton Jawa dan
Yogyakarta Tahun 1939, Sultan HB VIII memanggil Dorodjatun pulang karena tanda-tanda
bakal meletusnya Perang Dunia Kedua mulai terlihat. Setibanya di tanah air, Sultan HB VIII
menyerahkan Keris Kyai Joko Piturun kepada Dorodjatun. Itu artinya, Dorodjatun telah
dipilih oleh ayahnya sebagai putra mahkota. Sultan HB VIII wafat pada 22 Oktober 1939.
Dorodjatun selaku putra mahkota pun naik takhta, meskipun sempat terjadi tarik-ulur yang
alot dengan pihak pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Tanggal 18 Maret 1940, Dorodjatun dinobatkan sebagai Raja Yogyakarta dengan
gelar Sultan Hamengkubuwana IX. Seperti diungkapkan kembali oleh Nurinwa Ki S.
Hendrowinoto dalam buku Pisowanan Ageng Sri Sultan Hamengku Buwono X: Sebuah
Percakapan (1996), setelah resmi dikukuhkan menjadi raja, Sultan HB IX berucap: “Saya
memang berpendidikan Barat, tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa.” Kiprah Sultan di
Kepanduan Sebelum dikenal dengan nama Pramuka, gerakan ini disebut Kepanduan dan sudah
hadir di Nusantara sejak awal abad ke-20. Adalah Sultan HB IX yang mencetuskan nama
Pramuka, terinspirasi dari kata Poromuko atau “pasukan terdepan dalam perang”. Istilah
Pramuka yang diciptakan oleh Sultan Hamengkubuwana IX kemudian diejawantahkan
menjadi Praja Muda Karana yang berarti “Jiwa Muda yang Suka Berkarya”.

Sejak muda, Sultan HB IX sudah aktif sebagai anggota gerakan Kepanduan. Saat itu,
cukup banyak gerakan Kepanduan di Indonesia yang biasanya dikelola oleh organisasi-
organisasi kemasyarakatan atau perhimpunan pemuda. Baca juga: Sejarah Hari Pramuka di
Indonesia dan Internasional Tahun 1960, level Kepanduan Sultan HB IX sudah mencapai
Pandu Agung atau Pemimpin Kepanduan, sehingga ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Majelis
Pimpinan Nasional (Mapinas) Pramuka bersama Brigjen TNI Dr. A. Aziz Saleh. Ketua
Mapinas adalah Presiden Sukarno.

Sebelum Pramuka diresmikan, meskipun sudah dikenal sebelumnya, Bung Karno sering
berkonsultasi dengan Sultan HB IX. Presiden Sukarno ingin menyatukan semua gerakan
Kepanduan atau Pramuka di Indonesia. Dan akhirnya, keinginan itu terwujud pada 14
Agustus 1961. Sultan HB IX pun dipercaya menempati posisi tertinggi sebagai Ketua
Kwartir Nasional, bahkan hingga 4 periode sampai tahun 1974. Baca juga: Hamengkubuwana
IX Melawan Soeharto dengan Diam Dikutip dari buku Sri Sultan Hamengku Buwono IX:
Riwayat Hidup dan Perjuangan (1996), peran Raja Yogyakarta yang nantinya menjadi Wakil
Presiden RI ini dalam membangun Pramuka dari masa transisi dari Kepanduan sangat besar.
Pramuka Indonesia bahkan dikenal hingga ke luar negeri. Pada 1973, Sultan HB IX
menerima penghargaan tertinggi dari World Organization of the Scout Movement (WOSM)
atau Organisasi Kepanduan Internasional, yakni Bronze Wolf Award.

Atas jasa dan sumbangsihnya bagi kancah Kepanduan nasional, Sultan HB IX


dikukuhkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka
1988 yang digelar di Dili, Timor-Timur. Sejarah Kepanduan Indonesia Gerakan Kepanduan di
Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Tahun 1916, Mangkunegara VII di
Surakarta memprakarsai berdirinya Javaansche Padvinders Organisatie. Setelah itu,
bermunculan gerakan-gerakan sejenis yang dikelola oleh organisasi-organisasi pergerakan,
sebut saja Hizbul Wathan (Muhammadiyah), Nationale Padvinderij (Boedi Oetomo, Sarekat
Islam Afdeling Padvinderij (Sarekat Islam), Nationale Islamietische Padvinderij (Jong
Islamieten Bond), dan lain-lain.

Menurut Panduan Museum Sumpah Pemuda (2009), gerakan Kepanduan di Tanah Air
yang berlingkup nasional dimulai pada 1923 dengan berdirinya Nationale Padvinderij
Organisatie (NPO) di Bandung dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO) di
Batavia, lalu dilebur menjadi Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) pada
1926. Baca juga: Sejarah Bapak Pramuka Indonesia Sultan HB IX & Kepanduan Indonesia
Sejarah Lahirnya Pramuka Pasca-kemerdekaan, gerakan kepanduan mulai surut. Pada 1960
pemerintah dan MPRS berupaya untuk membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut, pada 9 Maret 1961 Presiden Soekarno
mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepramukaan Indonesia. Presiden mengatakan,
organisasi Kepanduan yang ada harus diperbaharui, aktivitas pendidikan haruslah diganti,
dan seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu dengah nama Pramuka.
Dalam kesempatan ini juga presiden membentuk panitia pembentukan gerakan Pramuka yang
tediri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh serta Achmadi.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Hari Tunas Gerakan Pramuka. Buah hasil kerja panitia
tersebut yaitu dikeluarkannya lampiran keputusan Presiden nomor 238 tahun 1961 pada 20
Mei 1961 tentang gerakan Pramuka. Istilah Pramuka dicetuskan oleh Sri Sultan
Hamengkubuwana IX, terinspirasi dari kata Poromuko yang berarti pasukan terdepan dalam
perang. Namun, kata Pramuka diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti
“Jiwa Muda yang Gemar Berkarya”.

Sultan HB IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pertama


dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga tahun 1974. Ia berjasa
melambungkan Pramuka Indonesia hingga ke luar negeri. Maka, gelar Bapak Pramuka
Indonesia kemudian disematkan kepada Raja Yogyakarta ini. Adapun istilah Pramuka resmi
digunakan untuk menyebut gerakan Kepanduan nasional baru terjadi cukup lama setelah
Indonesia merdeka, tepatnya pada 14 Agustus 1961. Idenya bermula dari gagasan Presiden
Sukarno yang ingin menyatukan seluruh gerakan Kepanduan di Indonesia. Maka, setiap
tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka. Misi utama gerakan Pramuka adalah
untuk mendidik pemuda dan pemudi Indonesia, dari usia anak-anak, demi meningkatkan rasa
cinta tanah air dan bela negara. Hari-Hari Bersejarah dalam Pramuka Dalam sejarah
kepramukaan di Indonesia, terdapat beberapa momentum yang menjadi penetapan hari
bersejarah dalam Pramuka.

Untuk mengenang tokoh kepanduan dunia, tanggal 22 Februari ditetapkan sebagai


Hari Baden Powell atau Hari Kepanduan Sedunia. Hari Tunas Gerakan Pramuka ditetapkan
berdasarkan hari sewaktu dilakukannya Pidato Presiden/Mandataris MPRS di hadapan
perwakilan berbagai organisasi kepanduan Indonesia, yaitu 9 Maret 1961. Sementara itu,
ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961
bertanggal 20 Mei 1961 tentang penetapan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya
organisasi kepanduan yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan, dijadikan momentum
Hari Permulaan Tahun Kerja. Hari tersebut adalah tonggak untuk pendidikan kepramukaan
selain juga pada 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kemudian, hari
bersejarah dalam Pramuka Indonesia selanjutnya yaitu Hari Ikrar Gerakan Pramuka yang
ditetapkan berdasarkan momentum peleburan berbagai organisasi Gerakan Pramuka pada
30 Juli 1961. Di Istana Olahraga Senayan saat itu, semua organisasi kepanduan menyatakan
ini bersatu dalam wadah Pramuka. Sementara itu, Hari Pramuka ditetapkan setiap 14
Agustus. Peristiwa yang melatarbelakanginya yaitu pada 1 Agustus 1961 dilantik pengurus
Gerakan Pramuka dan sekaligus berlangsungnya defile Pramuka. Tujuan defile ini adalah
memperkenalkan Gerakan Pramuka Indonesia pada khalayak.

Anda mungkin juga menyukai