Anda di halaman 1dari 17

Oleh:

Dr.H.Asep Ahmad Fathurrohman, Lc.,


M.Ag
 Makhluk Allah Swt diciptakan dari tanah
sebagai khalifah di muka bumi
 Al-Quran menyebut dua nama manusia yang
dijadikan nama surah, yaitu al-Insaan (76)
dan al-Naas (114)
 Ada beberapa kalimat yang mewakili makna
manusia yang disebutkan dalam Al-Quran,
yaitu: Basyar, Al-Naas, Al-Insaan, Unaas, Insi
 Manusia makhluk mulia
 Manusia makhluk berfikir
 Manusia makhluk unik
 Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau]
artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan
dan peraturan untuk mencapai arah atau
tujuan tertentu. Kata "agama" berasal dari
bahasa Sanskerta, āgama yang berarti
"tradisi".[1].
 Sedangkan kata lain untuk menyatakan
konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata
kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
 Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
 Definisi agama secara umum adalah kepercayaan yang
suci yang terkumpul dalam suatu set prilaku yang
menunjukkan ketundukan pada suatu Dzat, kecintaan,
hinaan keinginan dan kekaguman. (muqoronatul adyan KMI
Gontor)
 Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu
sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita
sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha
untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas
beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
 Mukti Ali berpendapat bahwa ada tiga
argumentasi yang dapat dijadikan alasan dalam
menanggapi statemen “Barangkali tak ada kata
yang paling sulit diberikan pengertian dan
defenisi selain dari kata agama.”.
 Pertama karena pengalaman agama adalah soal
batin dan subjektif. Kedua barangkali tidak ada
orang yang begitu semangat dan emosional
daripada membicarakan agama. Karena itu,
membahas arti agama selalu dengan emosi yang
kuat dan yang ketiga konsepsi tentang agama
akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang
memberikan pengertian agama.
 Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-
tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri
orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan
tertentu [yang supra natural] dan berfungsi agar
dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama
merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan
masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia
[pendiri atau pengajar utama agama] untuk
berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial
tersebut dipercayai merupakan perintah,
hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi
agar manusia mentaatinya. Perintah dan kata-
kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi
sehingga dapat difungsikan untuk mencapai atau
memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-
luasnya] secara pribadi dan masyarakat.
 Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu
hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau
menciptakan agama karena kemajuan dan
perkembangan budaya serta peradabannya.
Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan
kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian,
mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur
kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia
mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan,
dan perkembangan kebudayaan, maka agama
pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal
yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara
penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam
agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan
sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
 Manusia
 Penghambaan
 Tuhan
Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara
yang menyembah [manusia] dan yang disembah
atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang
menyembah [manusia, umat] mempunyai
keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan
itu dibuktikan dengan berbagai tindakan nyata
[misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik,
moral, dan lain-lain] bahwa ia adalah umat sang
Ilahi. Hal itu berlanjut, umat membuktikan
bahwa ia atau mereka beragama dengan cara
menjalankan ajaran-ajaran agamanya.
 Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau
Sesuatu Yang Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God,
Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos
atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan bahasa masyarakat
[bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya.
 Penyebutan tersebut dilakukan karena manusia percaya bahwa Ia yang
disembah adalah Pribadi yang benar-benar ada; kemudian diikuti
memberi hormat dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas
bangsa, suku, dan sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing,
maka nama Ilahi yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain. Nama
yang berbeda itu pun, biasanya diikuti dengan pencitraan atau
penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir manusia yang
menyembahnya. Dalam keterbatasan berpikirnya, manusia melakukan
pencitraan dan penggambaran Ilahi berupa patung, gambar, bahkan
wilayah atau lokasi tertentu yang dipercayai sebagai tempat tinggal.
 Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang tertulis
maupun tidak tidak tertulis]. Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa
Sang Ilahi yang disembah umat beragama; dunia; manusia; hidup setelah
kematian; hubungan antar manusia; kutuk dan berkat; hidup dan
kehidupan moral serta hal-hal [dan peraturan-peraturan] etis untuk para
penganutnya.
 Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini
mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau
orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya
kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan
yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama,
bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam
meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
 Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang
berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini
biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang
berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya
tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara
beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat
yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar
agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang
lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan
amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal
yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
 Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan
rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha
memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan
pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa
berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau
formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
 Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan
penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu.
Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan
menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan
dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu
dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu
agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh
utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul
sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan
bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari
beberapa unsur pokok:
 Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang
dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
 Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut
umatnya.
 Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara
manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal
atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan
ajaran agama
 Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk
pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-
penganut secara pribadi.
 Umat beragama, yakni penganut masing-masing
agama
 Sumber pedoman hidup bagi individu maupun
kelompok
 Mengatur tata cara hubungan manusia dengan
Tuhan dan manusia dengan manusia.
 Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau
salah
 Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
 Pedoman perasaan keyakinan
 Pedoman keberadaan
 Pengungkapan estetika (keindahan)
 Pedoman rekreasi dan hiburan
 Memberikan identitas kepada manusia sebagai
umat dari suatu agama.
 Enam agama besar yang paling banyak dianut di
Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen
(Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia
pernah melarang pemeluk Konghucu
melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun,
melalui Keppress No. 6/2000, Presiden
Abdurrahman Wahid mencabut larangan
tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak
penganut ajaran agama Konghucu yang
mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat
pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi,
Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya,
meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
 Menurut Penetapan Presiden (Penpres)
No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang
No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal
demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang
dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia
adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,
dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti
agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh
tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan
pemerintah berkewajiban mendorong dan
membantu perkembangan agama-agama
tersebut.
 Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan
tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di
Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena
adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri
pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama
pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama
tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah
dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid
karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29
Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan
beragama dan Hak Asasi Manusia.
 Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga
dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya
akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah
satu dari agama mayoritas.

Anda mungkin juga menyukai