Anda di halaman 1dari 17

i

MANUSIA DAN AGAMA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Agama Islam
Yang diampu oleh Bapak Hasyim

Disusun Oleh :

Reydita Ratna Damayanti 1932550108

POLITEKNIK NEGERI MALANG


JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI – PSDKU KOTA KEDIRI
SEPTEMBER 2019
ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia dalam Al Qur’an ........................................................ 2
2.2 Hakekat Manusia ........................................................................................ 4
2.3 Pengertian Agama ...................................................................................... 6
2.4 Karakteristik Agama .................................................................................. 9
2.5 Hubungan Agama Dengan Manusia Dalam Kehidupan ............................ 10

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan .................................................................................................... 13
3.2 Saran .......................................................................................................... 13

DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................... 14


iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang


memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan
senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah,
atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan
hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau
implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam
arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-
nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian manusia?
2. Apa Hakekat manusia?
3. Apa pengertian agama?
4. Apa Karakteristik agama?
5. Bagaiamana hubungan agama dengan manusia dalam kehidupan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian manusia
2. Mengetahui hakekat manusia
3. Mengetahui pengertian manusia
4. Mengetahui karakteristik agama
5. Mengetahui hubungan agama dengan manusia dalam kehidupan
2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia dalam Al Qur’an

Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”,
bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia,
karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.

Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian


manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.

Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada
pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya
memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum,
hubungan seksual dan lain-lain.

Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat


dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan
khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan
dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat
keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan
dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS
Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat
manusia psikologis dan spiritual.

Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka
mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)

Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapatdisimpulkan


bahwa manusia adalah mahkluk biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus
dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan
selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).
3

2.1.1. Tujuan Penciptaan Manusia

Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya memperhambakan
diri, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah
agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian
ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata
memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak
dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.

2.1.2. Fungsi dan Kedudukan Manusia

Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar
dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-
Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan
manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan
ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah
[2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi,
semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang
ada dibumi ini. QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab
kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus
selalu menghambakan dirinyakepada Allah Swt.

Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam


ini lebih rendah martabatnya daripada manusia. Oleh karena itu, manusia
diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah
[45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-
Dzarait [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus
membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam.
4

Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat
bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang
memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-
Dzarait [51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah
[2]:30); al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai
kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap
tunduk dan patuh kepada sunnatullah.

2.2 Hakekat Manusia

Hakekat manusia adalah sebagai berikut :

1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya


untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.

3. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.

4. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati

5. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan


ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas

6. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung


kemungkinan baik dan jahat.

7. Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial,


bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa
hidup di dalam lingkungan sosial.
5

8. Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari


jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.

2.2.1. Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an

Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan


mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang
menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan
melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari
surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah
pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk
surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang
suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan
dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah
berpembawaan baik (positif, haniif).

Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar,
dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian
semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik
benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses
pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan
yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam
hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling
mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah,
dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi
sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.

Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas


megingatkan kita pada teorisuperego yang dikemukakan oleh sigmund Freud,
seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan
tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
6

Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang


mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis),
sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah
menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena
superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali
ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan
justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah
dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral.
Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja
ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego
yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.

2.2.2. Hakekat Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)

Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur
biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia
adalah roh atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu
jasmani dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut
maupun udara. Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk
berfikir(kognitif), rasa(affektif), dan perilaku(psikomotorik). Manusia diciptakan
dengan untuk mempunyai kecerdasan.

2.3. Pengertian Agama

Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam
bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa
(etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap
ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara
lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
7

Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulisoleh Anshari bahwa


walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-
sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam
pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang
sama, yaitu:

a. Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata
keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;

b. Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang
dianggapnya Maha Mutlak tersebut.

c. Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga
adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan
manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan
sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.

Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang


dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama
adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey,
menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan
abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya;
agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.

Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita


katakan bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat
ditarima secara universal.
8

2.3.1. Syarat-Syarat Agama

a. Percaya dengan adanya Tuhan

b. Mempunyai kitab suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya

c. Mempunyai tempat suci

d. Mempunyai Nabi atau orang suci sebagai panutan

e. Mempunyai hari raya keagamaan

2.3.2. Unsur-Unsur Agama

Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:

1. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada
keraguan lagi

2. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

3. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-


Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan
ajaran agam.

4. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang


dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.

5. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama


9

2.3.3. Fungsi Agama

· Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok

· Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan
manusia.

· Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah

· Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan

· Pedoman perasaan keyakinan

· Pedoman keberadaan

· Pengungkapan estetika (keindahan)

· Pedoman rekreasi dan hiburan

· Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

2.4 Karakteristik Agama

Karakteristik agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan


yang sempurna. Seperti dalam salah satu sabda nabi Muhammmad,bahwa beliau
adalah penyempurna bangunan agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi
dan rosul sebelum kedatangan beliau.

Layaknya sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh,


tegas, dan jelas. Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan
yang akan dibangun diatasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya.
Komposisi bahan yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu,
kerangka harus memiliki luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai
dengan bangunannnya.

Itulah sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya berperan


sebagai pedoman kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya dibumi.
Manusia akan kehilangan pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan di
10

dunia bila tidak berpedoman pada agama. Dewasa ini agama mengalami beralih
dan berpedoman kepada akal logikanya. Padahal akal dan logika manusia
memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa depan. Sedangkan agama
telah disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi pedoman
sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme ini mnimbulkan gaya hidup baru
bagi kaum muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.

Adapun karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan(keyakinan) terhadap


eksistensi suatu yang absolut(mutlak), diluar diri manusia yang merupakan
pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.

2. Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan(penyembahan) dari manusia


kepada suatu yang absolut.

3. Agama adlah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola
hubungan manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan
lainnya dari yang absolut.

2.5 Hubungan Agama Dengan Manusia Dalam Kehidupan

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan


dari kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya,
agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan,
bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan
perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan
manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan
mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan
kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat
dan sejahtera.
11

Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai sumber
kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon
peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan
adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama,
yang merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya
perilaku keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan
(agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan
manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.

2.5.1. Perkembangan Agama Dan Kehidupan Budaya Manusia

Pada tahap awalnya nampak bahwa agama mendominasi kehidupan


budaya masyarakat, kemudian dengan adanya perkembangan akal dan budidaya
manusia, maka mulai nampak gejala terjadinya proses pergeseran dominasi agama
tersebut, yang pada giliran selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya
suatu masyarakat. Namun demikan dengan tersingkirnya dominasi agama itu,
maka pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia
nampak menjadi kehilangan arah dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka
memerlukan lagi terhadap agama, bukan sebagai yang mendomianasi, tetapi
sebagai petunjuk da pengarah kehidupan mereka.

Perkembangan agama dan kehidupan budaya umat manusia dalam proses


sejarah yang panjang tersebut dapat dilihat secara selintas pada pertumbuhan dan
perkembangan manusia secara individual. Pada tahap awalnya kehidupan manusia
diliputi oleh ketidak-tahuan dan ketidak-berdayaan, sehingga sifat ketergantungan
pada orang tua (yang memelihara) sangat menonjol. Setelah akal fikiran dan
kemampuan budidayanya tumbuh dan berkembang, maka sifat ketergantungan itu
semakin berkurang, dan setelah menginajak dewasa sifat kemandiriannya inilah
manusia memerlukan adanya pedoman hidup, karena tanpa pedoman/tujuan yang
pasti, maka kemandirian akan menimbulkan kekacauan dan malapetaka dalam
kehidupan manusia.
12

Kemudian pada masa tua, dimana kemampuan akal fikiran dan budidaya manusia
sudah mulai berkurang, maka manusia memerlukan kembali tempat bergantung
yang pasti sebagai tempat kembali.

Kalau di hubungkan dengan hukum perkembangan, ketiga tahap


perkembangan jiwa atau masyarakat/budaya manusia itu adalah pada tahap awal
(masa kanak-kanak) disebut dengan tahap teologik, fiktif; masa remaja (masa
tumbuh dan berkembangnya pemikiran abstrak) sebagai tahap metafisik atau
abstrak; dan masa dewasa sebagai tahap positif atau riil. Sedangkan masa tua
sebagai kelanjutan perkembangan lebih lanjut dari tahap positif atau riil tersebut.
13

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang


memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan
fungsinya didunia sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya
untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat
dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku
keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari
kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.

3.2 Saran

Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang manusia dan


agama, semoga bermanfa’at bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada
khususnya. Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki
makalah selanjutnya.
14

DAFTAR RUJUKAN

Fathoni Ahmad Miftah Drs., M.Ag. 2001. Pengantar Studi Islam. Semarang:
Gunung Jati.

Supadie Didiek Ahmad,dkk. 2011. Pengantar Studi Islam. Jakarta: Rajawali


Pers.

Muhaiman dkk. 1994. Dimensi-Dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama

Syukur Amin Prof. Dr. H. M., MA. 2010. Pengantar Studi Islam. Semarang:
Pustaka Nuun

Anda mungkin juga menyukai