Anda di halaman 1dari 19

GANGGUAN ANXIETAS

Dr. Titin, SpKJ

Disampaikan pada :
Pelatihan Pemegang Program Jiwa di Puskesmas
Bandung, 15 Agustus 2019
PENGENALAN GEJALA DAN PENEGAKAN
DIAGNOSIS GANGGUAN ANXIETAS

I. Gejala dan Tanda Gangguan Anxietas


Gejala dan tanda gangguan anxietas secara umum terdiri dari:
(1). komponen psikologik (kognitif, perilaku dan emosi), dan
(2). komponen fisik yaitu keluhan terhadap sistem jantung,
pernafasan, neurologi, muskuloskeletal, gastrointestinal
dll.

Biasanya pasien datang berobat dengan keluhan fisik yang


dikemukakan terlebih dahulu.
Tanda dan gejala yang sering dialami
adalah sebagai berikut:
II. Kriteria Diagnosis Beberapa Gangguan Anxietas

1. Gangguan Anxietas Menyeluruh


• Gejala-gejala biasanya multipel dan mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
(a). Ketegangan mental berupa kecemasan dan rasa khawatir,
sulit berkonsentrasi;
(b). Ketegangan fisik/motorik antara lain gelisah, gemetar,
tidak dapat relaks, ketegangan otot, sakit kepala;
(c). Overaktivitas otonom: palpitasi, berkeringat, sesak nafas,
kepala terasa ringan, keluhan epigastrik, mulut kering,
pusing.

• Catatan : gejala anxietas sebagai gejala primer, berlangsung setiap


hari, untuk minimal beberapa minggu, tidak terbatas pada kondisi
tertentu. Seringkali berkaitan dengan adanya stres lingkungan yang
kronis.
2. Gangguan Panik
a) Serangan anxietas berat atau ketakutan yang tidak dapat
dijelaskan, berulang, timbul mendadak, menghebat
dengan cepat dan sering hanya berlangsung beberapa
menit saja.
b) Sering disertai gejala fisik: palpitasi, sesak atau nyeri dada,
nafas pendek, berkeringat, perasaan seperti tercekik,
pusing, perasaan tidak nyata, takut hilang kendali, takut
akan mati atau menjadi gila.
c) Untuk diagnosis, harus ditemukan adanya beberapa kali
serangan anxietas berat dalam masa waktu kira-kira 1
bulan; pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara
objektif tidak ada bahaya, tidak terbatas pada situasi
tertentu, dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala
anxietas dalam periode antara seranganserangan panik.
Catatan :
• pasien yang mengalami serangan panik mendatangi
instalasi gawat darurat karena keluhan fisik yang hebat,
mengira sedang mengalami gangguan jantung.
• seringkali ketakutan akan kesendirian atau untuk pergi ke
tempat-tempat umum, dan ketakutan yang menetap akan
kemungkinan mengalami serangan lagi (anxietas
antisipatorik).
3. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
• Tanda :
gejala-gejala anxietas dan depresi bersama-sama, dan masing-
masing gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup
berat untuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis tersendiri
Untuk gejala anxietas, beberapa gejala autonomik harus ditemukan,
walaupun tidak terus menerus, di samping rasa cemas atau
khawatir berlebihan.
• Gejala-gejala anxietas antara lain:
a) Kecemasan atau khawatir berlebihan, sulit berkonsentrasi
b) Ketegangan motorik: gelisah, sakit kepala, gemetaran, tegang,
tidak dapat santai
c) Aktivitas autonomik berlebihan: palpitasi, berkeringat
berlebihan, sesak nafas, mulut kering,pusing, keluhan lambung,
diare
• Gejala-gejala depresi antara lain:
a) Suasana perasaan sedih/murung.
b) Kehilangan minat/menurunnya semangat dalam
melakukan aktivitas
c) Mudah lelah
d) Gangguan tidur
e) Konsentrasi menurun
f) Gangguan pola makan
g) Kepercayaan diri yang berkurang
h) Pesimistis
i) Rasa tidak berguna/rasa bersalah
4. Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi memerlukan kriteria semua hal berikut:
a) Banyak keluhan fisik yang bermacam-macam, berulang, tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik (tidak
ditemukan adanya kelainan fisik), dan telah berlangsung
sedikitnya selama 2 tahun;
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhan-keluhannya;
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan
keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan
dampak dari perilakunya.

Catatan :
Perbedaan yang jelas antara somatisasi dengan kondisi psikologik
yang mempengaruhi kondisi medis umum adalah pada somatisasi
tidak ditemukan adanya kelainan fisik meskipun keluhan fisik
banyak dan sering berulang.
III. Langkah-langkah Penegakan Diagnosis Gangguan
Anxietas:
1. Dari keluhan fisik yang diutarakan, singkirkan adanya
penyakit organik dan penyalahgunaan zat, melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang (bila perlu).
2. Nilai komponen fisik dan psikologik (kognitif maupun
perilaku dan emosional)
3. Nilai gejala dan tanda spesifik dari beberapa kriteria
diagnosis gangguan ansietas
4. Singkirkan adanya depresi, terutama tanyakan 3 gejala
utama: sedih/murung, hilang minat dan semangat,
mudah lelah/hilang energi.
5. Singkirkan adanya psikotik, terutama tanyakan gejala
halusinasi dan waham.
PENATALAKSANAAN GANGGUAN ANXIETAS
I. Intervensi Psikososial
• Lakukan konseling dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan, tentang gejala dan riwayat gejala
• Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis,
termasuk bagaimana faktor perilaku, psikologik dan emosi berpengaruh
mengeksaserbasi gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik.
• Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan tindak lanjut, bagaimana
menghadapi gejala, dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal.
• Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas lambat).
Dalam keadaan panik atau cemas, maka bernafas akan lebih cepat. Belajar
mengendalikan pernafasan dengan bernafas lambat akan membantu kita
merasa lebih tenang dan rileks.
• Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang
disenangi serta menerapkan perilaku hidup sehat.
• Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan
baik.
• Gangguan anxietas kadang-kadang memerlukan terapi yang cukup
lama, diperlukan
• dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan
saran terapi dengan benar.
• Perhatian khusus pada gangguan panik; beri saran untuk melakukan
langkah –langkah berikut jika terjadi serangan panik:
a) Tetap tinggal di tempat hingga serangan berlalu
b) Pusatkan perhatian untuk mengendalikan gangguan anxietas,
bukan pada gejala fisik
c) Bernafas dengan lambat dan rileks. Hiperventilasi akan semakin
menambah anxietasnya.
• Relaksasi dan Teknik Nafas Lambat

1. Bernafas dalam, lambat, tenang dari perut.


2. Duduklah dengan nyaman dan punggung tegak
3. Tarik nafas melalui hidung dan hitung sampai 3 dengan
perlahan
4. Tahan nafas hingga hitungan 3 dengan perlahan
5. Hembuskan nafas melalui mulut dan hitung hingga 3 dengan
perlahan, lepaskan sebanyak mungkin udara saat mengontraksi
otot perut, dan katakana rileks.
6. Tarik nafas kembali, ulangi dari awal hingga merasa rileks
7. Berlatihlah 2 x 5-10 menit setiap hari walaupun tidak sedang
cemas, berlatih hingga terbiasa mengendalikan cemas dan
merasa nyaman
II. Intervensi Farmakologis:
• farmakoterapi untuk gangguan anxietas yang dapat diberikan di
FKTP antara lain:
(1). Golongan antidepresan yang memiliki sifat antianxietas,
(2). Golongan antianxietas itu sendiri: benzodiazepin

A. Antidepresan
Antidepresan dosis rendah dinaikkan bertahap 2-3 mg :
Fluoxetin : 1x10-20 mg/hari
Sertralin : 1x25-50 mg/hari
Amitriptilin : amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari
NB :
Amitiptlin jangan diberikan pada penderita jantung
Pada lansia pemberian harus hati-hati
B. Antiansietas
• Pasien yang mendapatkan fluoksetin/sertralin dengan gejala
kecemasan yang lebih dominan dan/atau dengan gejala
insomnia dapat diberikan kombinasi dengan antianxietas
benzodiazepin :
• diazepam 1-2 x 2-5 mg
• lorazepam 1-2x0,5-1 mg
• klobazam 1-2 x 5-10 mg.
• Setelah 2--4 minggu benzodiazepin dapat mulai ditappering-off
perlahan (kurang dari 25% dosis sebelumnya tiap 2 minggu),
sementara antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan sebelum
di tappering-off
• Hati-hati potensi ketergantungan dan penyalahgunaan zat
pada benzodiazepin
RUJUKAN KASUS GANGGUAN ANXIETAS

Pasien dapat dirujuk apabila:


• Gejala menetap, tidak ada perbaikan yang signifikan
dalam 2 bulan terapi
• Gejala progresif dan makin bertambah berat
• Diperlukan tambahan psikoterapi kognitif dan perilaku
sehubungan dengan gangguan yang sudah berlangsung
lama (kronis), adanya kepribadian premorbid tertentu,
atau adanya komorbiditas gangguan psikiatrik lain
• Konfirmasi diagnosis atau meminta second opinion
• Keterbatasan ketersediaan obat
Referensi :
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa (2011) Buku Pedoman
Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar.Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa,
Kementerian Kesehatan RI.
Laporan

Anda mungkin juga menyukai