Anda di halaman 1dari 28

By Binarti Dwi Wahyuningsih,M.

Kes
Flu burung adalah suatu jenis penyakit influenza yang ditularkan oleh
burung kepada manusia. Dua jenis virus flu burung, yaitu H5N1 dan
H7N9, sampai saat ini menyebabkan wabah di Asia, Afrika, Timur
Tengah, dan beberapa bagian Eropa.
Gejala Flu Burung
Masa inkubasi virus dari masuk ke tubuh manusia sampai menimbulkan
gejala adalah 3-5 hari. Seseorang yang terkena flu burung akan
mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, pegal-pegal, pilek, batuk,
dan sesak. Namun sebelum gejala tersebut muncul, ada juga penderita
flu burung yang terlebih dahulu mengalami:
Muntah.
Sakit perut.
Diare.
Gusi berdarah.
Mimisan.
Nyeri dada.
ETIOLOGI

Sebagian besar kasus influenza A pada manusia (H5N1 dan H7N9)


diasosiasikan dengan kontak dengan unggas terinfeksi atau
lingkungan yang terkontaminasi. Bukti epidemiologis dan virologis
menunjukkan bahwa virus tidak mampu menular dari manusia ke
manusia.
 Flu burung menular melalui kontak langsung dengan unggas yang
sakit atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti:
• Menyentuh unggas yang telah terinfeksi, baik yang masih hidup
maupun yang sudah mati.
• Kontak dengan cairan tubuh unggas yang sakit, misalnya ludah.
Atau tidak sengaja menghirup percikan cairan tubuh tersebut.
• Kontak dengan debu dari kotoran unggas sakit yang telah
mengering atau menghirupnya.
• Menyantap daging atau telurnya dengan tidak dimasak sampai
benar-benar matang. Makan daging dan telur yang matang tidak
akan membuat Anda tertular virus flu burung
 Diagnosis Flu Burung
 Segera temui dokter mengalami gejala-gejala, seperti batuk, demam,
dan pegal-pegal. Terlebih jika gejala-gejala tersebut dirasakan setelah
kontak dengan unggas.
. Swab atau Usapan Hidung
. Foto Rontgen
Pemeriksaan Laboratorium
 Limfopeni dan trombositopeni (ditemukan hampir pada seluruh
kasus)
 Peningkatan enzim hati (SGOT dan SGPT);
 Dapat ditemukan peningkatan urea-N dan kreatinin.
Foto dada
 Gambaran radiologis abnormal ditemukan 3-17 hari setelah timbul
demam (median 7 hari)
• Infiltrat difus multifokal atau berbercak
• Infiltrat interstisial
• Konsolidasi segmental atau lobar
• Progresivitas menjadi gagal napas: infiltrat ground-glass, difus, bilateral
dan manifestasi ARDS (rentang 4-13 hari)
Pemeriksaan postmortem

Ditemukan kerusakan multi organ, koagulasi intravaskular diseminata,


nekrosis dan atrofi jaringan limfoid.
pATOFISIOLOGI
 Virus influensa A suptipe H5N1 masuk kedalam tubuh manusia karena adanya kontak
dengan unggas atau produk (lendir, kotoran, darah dan lain sebagainya) yang terinfeksi
virus flu burung infekai virus masuk ke dalam saluran pernafasan, dan terjadilah
replikasii virus sangat cepat. Terjadinya replikasi virus yang cepat merangsang
pembentukan sitokinin termasuk IL-I, IL-6 TNF Alfa yang kemudian masuk sirkulasi
sistemik yang menimbulkan gejala demam, malaise, myalgia dan sebagainya. Seseorang
yang mengalami penurunan daya tahan tubuh maka virus masuk sirkulasi darah
sistemik dan organ tubuh lain. Pembentukan sitokinin akibat replikasi virus tersebut
juga akan merusak jaringan paru yang luas dan berat yang bisa menyebabkan
pneumonia intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema
intraalveolar, pembentukan hyalin dan fibroblas sel radang akan memproduksi banyak
sel mediator peradangan, keadaan ini akan menyebabkan difusi oksigen terganggu,
terjadilah hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain, keadaan ini bisa terjadi
dengan cepat yang dapat mengakibatkan kematian secara mendadak karena proses
yang irreveraible (Tamher, 2009, p. 6)
Manifestasi Klinis
Hewan
Flu burung menyebabkan beragam manifestasi klinis bergantung pada jenis
virus yang menginfeksi, jenis dan umur hewan terinfeksi, hingga faktor
lingkungan. Virus HPAI mampu menyebabkan kematian mendadak
sedangkan virus LPAI tidak menimbulkan tanda klinis atau hanya menyebabkan
tanda klinis yang ringan.
Tanda klinis yang sering ditemukan antara lain gangguan sistem pernapasan
seperti leleran dari hidung dan mata, batuk, kesulitan bernapas (dispnea),
pembengkakan sinus dan/atau kepala, penurunan nafsu makan dan minum,
sianosis pada kulit yang tak berbulu, pial, dan jengger, diare, hingga
inkoordinasi dan gangguan saraf.[6] Pada ayam petelur, dapat terjadi penurunan
produksi dan kualitas telur.[6] Menurut OIE, masa inkubasi flu burung adalah
21 hari
Manusia
Infeksi flu burung pada manusia dapat menyebabkan infeksi saluran
pernapasan atas yang ringan (demam dan batuk) hingga pneumonia
berat, sindrom gangguan pernapasan akut, syok, bahkan kematian.
Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare lebih sering
dilaporkan pada infeksi virus subtipe H5N1 sedangkan konjungtivitis
dilaporkan pada infeksi subtipe H7.
Pencegahan
Flu burung dapat dicegah dengan pemberian vaksin, penerapan
biosekuriti, pengendalian lalu lintas media pembawa virus influenza A,
pemusnahan unggas secara selektif (depopulasi) di daerah tertular, dan
pemusnahan unggas secara menyeluruh (stamping out) di daerah
tertular baru.

Orang yang sehari-hari bekerja dengan unggas atau orang yang


merespon wabah flu burung disarankan mengikuti prosedur biosekuriti
dan pengendalian infeksi, seperti menggunakan alat pelindung diri yang
sesuai dan memperhatikan higiene tangan
Gejala flu burung pada tahap awal termasuk demam tinggi,
lebih dari 38 derajat Celsius, gejala saluran pernapasan
bawah, dan lebih jarang, gejala saluran pernapasan bagian
atas. Tanda dan gejala flu burung berikut dapat terjadi,
seperti melansir Medical News Today, berikut ini:
 Batuk kering
 Suara serak
 Demam tinggi, lebih dari 38 derajat Celsius
 Hidung tersumbat atau berair
 Sakit tulang, sendi, dan otot
 Pendarahan dari hidung
 Sakit dada
 Keringat dingin dan kedinginan
Kelelahan
Sakit kepala
Kehilangan selera makan
kesulitan tidur
Sakit perut, kadang-kadang melibatkan diare
Pendarahan dari gusi
Dahak berdarah
 Komplikasi Flu Burung
Salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kasus flu burung
adalah pneumonia. Tambahan oksigen dan alat bantu napas atau
ventilator akan dibutuhkan pada pasien yang mengalami pneumonia
dengan kesulitan bernapas
obat-obatan antivirus yang bisa diberikan dalam kasus flu burung
adalah oseltamivir dan zanamivir.
Klasifikasi
Penderita H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit
(MOPH Thailand, 2005)
1.Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
2.Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa
Gagal Nafas
3.Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan
Gagal Nafas
4.Derajat IV: Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory
Distress
Penatalaksanaan :
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung
diantaranya adalah :
a. Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg
(jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu
burung.
b. Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir
sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak
terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian
oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan
workshop “Case Management”
Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
a. Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke
ruang pemeriksaan.
b. Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD
dan melakukan kewaspadaan standar.
c. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
d. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia)
diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada
waktu pasien pulang.
e. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga
perawatan.
f. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap
lima hari.
g. Penatalaksanaan di ruang rawat inap.
Pengobatan
 Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
 a) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
 b) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
 c) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7
hari.
 d) Anti replikasi neuramidase (inhibitor): Tamiflu dan Zanamivir.
 e) Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam
waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB
perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg
diberikan 100 mg 2 kali sehari.
Diagnosa Keperawatan.
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental
akibat influenza.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
c. Ketidakseimbanngan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan dispnea dan anorexia.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi
dada.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental
akibat influenza.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan jalan napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
 1) Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas
kembali normal.
 2) Mengeluarkan atau membersihkan secret secara mandiri dengan
batuk efektif.
Intervensi
1.Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal crackles/rales,
ronkhi, wheezing.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal
penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi
mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding
inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah,
ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu.
R/Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap
proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman.
R/Posisi yang nyaman mempermudah fungsi pernafasan. Namun,
pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah
untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-
lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat
ekspansi dada.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
6. Dorong/bantu melatihan napas dalam.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan.
6. Dorong/bantu melatihan napas dalam.
R/ Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea.

Anda mungkin juga menyukai