Anda di halaman 1dari 116

PENYAKIT KULIT DAN

KELAMIN
Vincent Vandestyo
406182102
IMPETIGO KRUSTOSA
Definisi Impetigo krustosa

penyakit infeksi piogenik kulit superfisial,


digambarkan  perubahan vesikel berdinding
tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta
mengering membentuk krusta Honey-colored
dengan tepi yang mudah dilepaskan.
Epidemiologi

• Terutama pada anak-anak usia 2-5


umur tahun

Jenis • Frekuensinya sama pada pria dan


kelamin wanita

Daerah/mus • Lebih sering di daerah tropis


im • cuaca panas dan lembap
etiologi

 penyebab impetigo adalah


Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus

 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45%
kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes.
patogenesis
 trauma kecil pada kulit  terpapar oleh kuman  Kuman berkembang biak dikulit
 menyebabkan lesi dalam 1-2 minggu
 Infeksi Primer  kuman menyebar dari hidung ke kulit normal  berkembang
menjadi lesi pada kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas
setelah trauma
 Infeksi sekunder  telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)
Gejala klinis
 Eritema  2 mm  membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis  vesikel,
bula atau pustul tersebut ruptur  erosi kemudian eksudat seropurulen mengering 
menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored)  meluas lebih
dari 2 cm
 Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa
pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam.
diagnosis

 diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang


vesikel bula/ pustul berdinding tipis.
 Kemudian vesikel, bula atau pustul ruptur menjadi erosi eksudat
seropurulen
 mengering krusta kuning keemasan (honey-colored) Krusta
mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa jaringan scar.
dan tes
serologi

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

pewarnaan , biakan
Gram. kuman
Diagnosis banding
 Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit
kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
 Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
 Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
 Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel
dinding tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke
wajah dan ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi
berbagai stadium).
 Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di
daerah selaput lendir atau daerah lipatan.
Komplikasi
• ektima
• Selulilits dan erisipelas
• Glomerulonefritis
• Rheumatic fever
• Osteomyelitis
• Pneumonia
• meningitis
pengobatan

Umum

• Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
• Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang
terkena untuk mencegah infeksi.
• Mengurangi kontak dekat dengan penderita

khusus

• Terapi sistemik: gol.penisilin (amoksisilin+asam klavulanat), gol.sefalosporin


(sefaleksin, kloksasilin), gol.makrolida (eritromisin, azitromisin)
• Terapi topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari: mupirocin, asam fusidat,
bacitracin, retapamulin
prognosis

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat
membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat
bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa
ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemia. Dapat pula terjadi
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang mengalami
immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi
glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.
IMPETIGO BULLOSA
Impetigo Bullosa

 Definisi : Impetigo bulosa adalah suatu penyakit infeksi piogenik pada kulit yang
superficial dan menular disebabkan oleh staphylococcus aureus. Ditandai oleh lepuh-lupeh
berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, tekadang tampak hipopion. Sinonim dari
impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
 Etiologi : Staphylococcus Aureus
 Epidemiologi : Terutama mengenai anak-anak. Mengenai kedua jenis kelamin, laki-laki
dan perempuan sama banyak.
 Faktor predisposisi terjadinya adalah hygiene yang jelek dan malnutrisi.
Patogenesis

 Bakteri staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak
langsung.

 Mula-mula berupa vesikel, kemudian lama-kelamaan membesar menjadi bula yang


sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relative tebal dari impetigo krustosa. Isinya
berupa cairan yang lama-kelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan
akan mengendap
GAMBARAN KLINIS

 Pada impetigo gambaran klinis berupa vesikel-vesikel yang cepat berubah menjadi bula
yang lunak kemudian pada permukaannya berisi cairan kuning yang kemudain berubah
menjadi kuning pekat dan keruh. Bula dikelilingi oleh eritema dan berbatas tegas. Kadang-
kadang waktu penderita vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret
dan dasarnya masih eritematosa.

 Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung


Pemeriksaan Penunjang

 Pewarnaan gram, untuk mencari staphylococcus aureus. Biasa


ditemukan adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif
berbentuk rantai atau kelompok

 Kultur cairan, menunjukkan adanya staphylococcus aureus atau


dikombinasi dengan staphylococcus beta hemolyticus grup A
(GBHS)atau kadang dapat berdiri sendiri.

 Diagnosis: bula-bula berisi cairan kuning yang disertai kulit yang


eritem disekitarnya
PENATALAKSANAAN

 Topikal
 Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan selanjutnya dibersihkan dengan
betadine dan dioleskan dengan salep antibiotic, seperti kloramfenikol 2 % atau
eritromisin 3 %
Sistemik
 Jika timbul gejala konstitusi seperti demam, berikan antibiotic seperti:
 Amoksisilin
 Anak-anak : 20 mg/kgBB/ hari (3 x /hari)
 Dewasa : 3 x 500 mg / hari
Pada gambar
tampak gambaran
pustula dengan
dasar eritematosa,
bula hipopio, krusta,
dan koleret
EKTIMA
Ektima

 Ulkus superficial dengan krusta di atasnya

 Etiologi :
 Sterptococcus B hemolyticus
 Staphylococcus aureus
Faktor Predisposisi

1. Higiene kurang

2. Daya tahan menurun : kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik,


neoplasma ganas, DM

3. Telah ada penyakit lain di kulit: kerusakan epidermis  fungsi kulit


sbg pelindung terganggu  mudah terjadi infeksi

4. Penggunaan obat-obatan yang bersifat imunosupresif

5. Penggunaan kalung kaki


PATOFISIOLOGI
Infeksi (streptococcus)

Toksin

Merusak jaringan Turun ke lapisan


dibawahnya

Desmosom
Sampai ke dermis

Antar sel tidak


terikat Terjadi inflamasi

Tanda- tanda
Vesikel inflamasi
Pustula Termasuk udema &
rubor
Gejala Klinis

 Umumnya pada anak, tanpa gejala umum (tanpa panas; malaise)


 Individu pada umumnya sehat → gigitan serangga, kutu kepala dan trauma
pada kulit
 Ulkus : “Punched out” - Krusta tebal berwarna kuning
 Lokasi : ektermitas bawah
Diagnosa Banding

 Impetigo Krustosa :
 Krusta berwarna kuning
 Terdapat di muka dengan dasar erosi
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan darah tepi:


Dijumpai leukositosis
 Biopsi kulit dan pewarnaan gram :
Ditemukan coccus gram positif
 Pemeriksaan biakan kuman dan sensitifitas :
Bila terapi tidak menunjukkan respon baik yang menunjukkan
sudah terjadi resistensi kuman.
Penatalaksanaan

 Menjaga kebersihan kulit :


 Mandi
 Ganti pakaian teratur
 Menggunakan alas kaki
Farmakologi
TOPIKAL SISTEMIK
LINI Mupirocin BID Dicloxacilin 250-500 mg
PERTAMA PO, 4x1, 5-7
hari
Fucidic acid BID Amoxicilin + 25 mg/kg,
clavulanic 3x1; 250-500
acid; mg, 4x1
cephalexin
LINI KEDUA Azithromycin 500mgx1,
(alergi lalu 250mgx1
penisilin) selama 4
hari
Clindamycin 15mg/kg/da
y tid
Erythromycin 250-500mg
PO 4x1, 5-
7hari
Prognosis
-Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain
sebelumnya impetigo krustosa dapat membaik
spontan dalam 2-3 minggu
-Prognosis baik bila segera diobati, menghindari atau
menghilangkan predisposisi dan belum terjadi
komplikasi
-Bila tidak diobati, dapat menyebabkan lesi pada
tempat baru serta menyebabkan komplikasi
Furunkel dan Karbunkel
Definisi

 Furunkel nodul inflamatori yg terdapat di sekitar folikel rambut, dan


superfisial letaknya dan sering menimbulkan abses. (Fitzpatrick)
  Peradangan folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. (Ilmu
penyakit kulit dan kelamin UI)

 Karbunkel
  Furunkel yg lebih parah, dalam, saling bergabung & infiltrat lesinya dpt terjadi
karena supurasi (nanah) pd kulit. (Fitzpatrick)
  kumpulan furunkel
Etiologi

 Staphylococcus aureus
Epidemiologi

 Anak-anak dan dewasa muda


 Pria=wanita
 Sumber infeksi S. Aureus
 Nasal:
 10-15 % bayi 1 th
 38 % siswa
 50% paramedis dan tentara militer
Faktor predisposisi

 Paparan zat kimia industri


 Obesitas
 Higienitas buruk
 Hiperhidrosis
 Pakaian ketat
 Anemia
Patogenesis

 Inoculation  colonization  invasion  evasion  metastatic spreading


• Abrasi jaringan
• Staphylococcus masuk jaringan
inoculation

• Replikasi di jaringan dengan bantuan colagen binding protein


Colonization

• Staph mengeluarkan enzim: serine protease, hyaluronidase, therminucleasae, lipase


• Memperluas invasi bakteri dan memfasilitasi pertumbuhan bakteri
Invasion

• Bakteri mengeluarkan polisakarida yang mengganggu mekanisme pertahanan tubuh host spt
• Inhibitor opsonisasi
• Pencegah migrasi PMN
Evasion • Pertahanan intraseluler bakteri dalam fagosit

• Respon inflamasi oleh TNF dan IL 1dan 6


Metastatic
spread
Manifestasi klinis

 Demam
 Malaise
 Pustule
 Eritema
 Sakit dan nyeri pada daerah lesi
 Tempat predileksi: tempat yang banyak friksi, misal aksila dan bokong
 Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil  lama-lama membesar  nodul
eritematosa berbentuk kerucut, pada tempat rambut keluar tampak bintik
putih sebagai mata bisul  nodus melunak  jadi abses
 Rambut rontok/terlepas
 Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan berbentuk fistula
Diagnosis

 Lab Test: leukositosis


 Histopatologi:
 serbukan sel radang PMN di dermis dan subkutan
 Karbunkel: multiple abcess dipisahkan oleh jaringan ikat trabekula
 Pus mengandung gram positif S.aureus
DD

 Sporotrikosis: kelainan jamur sistemik, timbul benjol yang berjejer, sesuai


dengan aliran limfe
 Blastomikosis: benjolan multiple dengan beberapa pustule, daerah
sekitarnya melunak
 Skrofuloderma: berbentuk lonjong, ditemukan jembatan-jembatan kulit
(skin bridge)
Tatalaksana

 Careful evaluation for underlying causes

 Sistemik
 Severe: antibiotik parenteral
 MRSA/serious infection: Vancomycin 1-2 g IV selama 1 minggu
 Antibiotik: eritromisin 4x250 mg
 Perawatan Kulit umum
 Sabun antimikrobial 4% Chlorhexidine
 Handuk dicuci dengan air panas sebelum digunakan
 Methicillin-Susceptible-Of-Resistant S. Aureus
 Salep lokal / ointment di vestibula hidung  intranasal: 2% mupirocin calcium
ointment
 Profilaksis: dengan Fusidic acid ointment di nares 2-4 mg untuk pasien dan
keluarga + antibiotik anti stafilokokus peroral 10-14 hari

 Oral antibiotic
 Rifampin 600 mg oral 10 hari untuk mencegah rekurensi
 2nd drugs untuk resisten rifampin
 Dicloxacilin untuk MSSA
 Trimethopim sulfamethoxazole
 Ciprofloxacin dan minocycline untuk MRSA
 Edukasi
 Pakai baju longgar
 Sering ganti baju
Prognosis

 Faktor penyulit bakteremia, infeksi berulang


Folikulitis
 Folikulitis adalah radang folikel rambut
 Etiologi biasanya staphylococcus aureus

 Klasifikasi
 Folikulitis superfisialis (terbatas di dalam epidermis)
 Folikulitis profunda (sampai subkutan)
Folikulitis superfisialis (impetigo
bockhart)
 Gejala klinis
 Tempat predileksi di tungkai bawah, kelainan berupa papul atau pustul yang
eritematosa dan di tempahnya terdapat rambut, biasanya multipel
Folikulitis profunda

 Gambaran klinis sama dengan folikulitis superfisialis , hanya terdapat infiltrat


di subkutan.

 DD  tinea barbe, lokalisasinya di mandibula/submandibula, unilateral.


Pada tinea barbe sediaan dengan KOH positif

 Pengobatan  antibiotik sistemik/topikal. Cari faktor predisposis


ERITRASMA

Definisi: Gejala klinis:


Penyakit bakteri kronik pada  Lesi kulit dapat berukuran miliar
sampai plakat.
stratum korneum yang
 Lesi eritoskuamoasa, berskuama
disebabkan oleh halus kadang-kadang terlihat
corynebacterium merah kecoklat-coklatan.
Minitussismum, ditandai dg  Tempat predileksi daerah ketiak &
lipat paha.
adanya lesi berupa eritema
 Perluasan lesi terlihat pd pinggir
dan skuama halus tertama yang eritematosa dan serpiginosa.
daerah ketiak dan lipat  Lesi tidak menimbul dan tidak
paha terlihat vesikulasi.
 Penyakit ini terutama menyerang
pria dewasa dan tidak menular.
 Eritrasma tidak menimbulkan
keluhan subyektif, kecuali bila
terjadi ekzematisasi karna keringat
atau maserasi.
Diagnosa •Pemeriksaan dengan lampu wood dan sediaan
langsung.
•Pemeriksaan lampu wood:
oLesi berfluoresensi merah membara ( coral red)
•Pada sediaan langsung
oTerlihat batang pendek halus, bercabang,
berdiameter 1 u atau kurang, yg mudah putus
sebagai bentuk basik kecil atau difteroid
DD •Ptiriasis rosea
•Tinea cruris
•Dermatitis seboroik
•Dermatitis kontak
Pengobatan •Eritromisin
o1 gr sehari ( 4x250mg) untuk 2-3 minggu
•Salep tetrasiklin 3%
•Obat antijamur baru berspektrum luas
Prognosis cukup baik bila semua lesi diobati dengan
menyeluruh dan tekun.
Erisipelas

 Penyakit infeksi akut biasanya disebabkan oleh


streptococcus B haemolitycus ,
 gejala utama : eritema berwarna merah cerah dan
berbatas tegas dan pinggir2nya meninggi degn tanda2
radang akut, disertai gejala konstitusi.
 Gejala konstitusi :
 Demam
 Malese

 Lapisan yg diserang : epidermis dan dermis


 DD: selulitis , pd pnyakit ini trdapat infiltrat di subkutan.
 Pengobatan :
 Istirahat
 Tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), lebih tinggi sedikit
dari ltak kor
 Sistemik: antibiotik
 Topikal : kompres terbuka dgn larutan antiseptik.
 Jika edema  diuretik
Skrofuloderma
 Timbulnya skrofuloderma akibat perjalaran per kontinuitatum dari organ
bawah kulit yang telah diserang penyakit TB, yang tersering berasal dari
kgb dan dapat berasal dari tulang dan sendi
 Predileksi tempat (leher, ketiak dan paha)
 Leher porte d’entrée pada tonsil dan paru
 Ketiak porte d’entrée pada apeks pleura
 Paha porte d’entrée pada ektremitas bawah

 Jika terjadi pada ke tiga tempat tersebut kemungkinan terjadi penyebaran


hematogen
 Gejala klinis skrofuloderma menahun :
 Perbesaran banyak kgb. Dengan konsistensi kenyal dan lunak tanpa tanda-
tanda radang akut lain selain tumor
 Periadenitis
 Abses dan fistel multipel
 Ulkus-ulkus dengan sifat yang khas
 Sikatriks2 yang memanjang dan tidak teratur
 Jembatan kulit
Diagnosis
 Skrofulodermal leher biasanya gambarannya khas,
 Pada stadium limfadenitis tuberkulosis  sukar
didiagnosis  di lakukan biopsi kelenjar getah bening
u/ membedakan dengan penyakin yang menyerang
kelenjar getah bening
 Skrofulodermal ketiak dibedakan dengan hidradenitis
supurativa : infeksi piokokus pd kel. apokrin. Akut :
tanda2 radang akut, gejala konstitusi dan leukositosis
 Skrofulodermal paha kadang mirip penyakit
limfogranuloma venereum(L.G.V). Beda: L.G.V terdapat
coitus suspectus + demam, malese, artralgia + kelima
tanda radang akut.
 Lokasi L.G.V (kgb. Inguinal medial) sedangkan
skrolofudermal (kgb.inguinal lateral dan femoral)
INFEKSI MENULAR SEKSUAL
INFEKSI MENULAR SEKSUAL
SEXUALLY RELATED DISORDERS
GONORRHEA (GO)
Suatu penyakit infeksi akut pada epitelium uretra, cervix dan rectum
yang dapat menjalar ke area lain pada tubuh, dan dapat
meningkatkan terjadinya septichaemi dan komplikasi metastatik

Etiologi
• penyebab: gonococcus Neisseria gonorrhoe
• Dapat ditemukan dari direct smear atau kultur
• kuman bersifat gram negative, tahan asam
• penularan terjadi ok sexual intercourse
• Inkubasi 2- 10 hari
Gonorhea

Patogenesis Gambaran Klinis


 N.GO menghasilkan enzim  Pria: pada urethra anterior
penisilinase yang dapat merusak menimbulkan urethritis anterior
penisilin menjadi senyawa inaktif dan menyebar secara diseminata
sehingga sukar diobati dgn Keluhan biasanya gatal panas,
pada urethra, nyeri saat ereksi,
penisilin dysuria dan keluar duh
mukopurulen dengan darah
 Wanita: awalanya servix uteri dan
menyebabkan rasa nyeri pada
panggul bawah. PF: tampak
merah dengan erosi dan secret
mukopurulen
Gonorhea

Diagnosis Komplikasi
 Sediaan langsung: Fossa navikularis • Pria: Tisonitis, paraurethritis,
(pria), Uretra, kel.Bartholini dan
endoservix (wanita) littritis dan cowperitis
 Kultur Urine • Wanita: Salpingitis, Penyakit
-Transpor: Stuart, Transgrow radang panggul
 Pertumbuhan:
-Thayer Martin: Vankomisin (+), Kolimestat (-
), nystatin(-)
GO
Tatalaksana non farmakologi

 Konseling: mengenai penyakit, cara penularan, pentingnya mengobati

pasangan seksual, risiko tertular penyakit lain (HIV, hepatitis B, hepatitis

C, IMS lain)

 Periksa dan obati pasangan seksual pasien

 Abstinensia hingga terbukti sembuh dari pemeriksaan laboratorium.

Jika terpaksa, gunakan kondom

 Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan ke-8

Tatalaksana farmakologi

1. Terapi gonore untuk daerah dengan insidens NGPP tinggi

berdasarkan CDC: Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014
GO
 Sefiksim 400 mg per oral dosis tunggal + azitromisin 2 x 100 mg per hari
selama 7 hari

 Azitromisin 2 g dosis tunggal

 Terapi alternatif untuk gonore:

- Sefuroksim 1 g per oral + probenesid 1 g

- Sefotaksim 1 g IM + doksisiklin / tetrasiklin eritromisin

2. Terapi gonore untuk daerah dengan insidens NGPP rendah

 Penisilin. Ampisilin, amoksisilin

 Sefalosporin

 Spektinomisin dan kanamisin


Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014
Gonorrhoe
Infeksi Genital Non-Spesifik
Definisi
 Radang pada uretra, rektum, atau serviks akibat kuman
nonspesifik
 Beberapa istilah yang terkait:
- Infeksi genital nongonokokus (IGNG)  radang pada uretra,
rektum, atau serviks akibat kuman nongonokokus
- Uretritis nonspesifik (UNS)  radang pada uretra akibat kuman
nonspesifik yang sulit diketahui
- Uretritis nongonokokus (UNG)  radang pada uretra akibat
kuman nongonokokus

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Infeksi Genital Non-Spesifik
Etiologi
 Chlamydia trakomatis, bakteri gram negatif
 Ureaplasma urealyticum
 Mycoplasma hominis
 Trichomonas vaginalis, yeast, virus herpes simpleks, adenovirus,
Haemophillus sp., Bacteroides ureolyticus, Mycoplasma
genilatum, dan bakteri lain
 Bakteri staphylococcus dan difteroid
 Alergi

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Infeksi Genital Non-Spesifik
Manifestasi klinis
Pada laki-laki  mengeluh disuria ringan, rasa tidak nyaman /
gatal di uretra, poliuria, duh tubuh jernih-keruh, morning drops,
bercak di celana dalam, urgensi (perasaan ingin kencing),
nokturia, urine dapat bercampur darah, demam, pembesaran,
dan nyeri getah bening ingunal
Pada perempuan  infeksi tersering ditemukan pada serviks
dibandingkan vagina, kelenjar Batholin atau uretra, dapat
asimtomatis, menunjukkan gejala berupa duh tubuh vagina,
disuria ringan, poliuria, nyeri pelvis, dan dispareunia
Diagnosis
PF pada laki-laki  sekret uretra serosa / mukoid / seromukosa /
seropurulen serta edema dan eritema pada muara uretra
PF pada perempuan  ditemukan folikel-folikel kecil
(microfolicles) yang mudah berdarah pada serviks, serta sekret
serviks mukkopurulen

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Infeksi Genital Non-Spesifik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab dengan bahan sediaan dari apusan sekrer
uretra / serviks
1. Pemeriksaan sitologi langsung
2. Biakan, baku emas pemeriksaan C. trakomatis dengan
memakai sel McCoy atau Baby Hamster Kidney (BHK)
3. Deteksi antigen
4. Deteksi asam nukleat C. trakomatis
Tatalaksana non farmakologi
 Konseling mengenai penyakit, cara penularan, komplikasi,
pentingnya mengobati oasangan sejsyak, risiko tertuar
penyakit lain (HIV, hepatitis B, hepatitis C, IMS lain)
 Periksa dan obati pasangan seksual pasien

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Infeksi Genital Non-Spesifik
Tatalaksana farmakologi
 Tetrasiklin HCL 4 X 500 mg sehari selama 1 minggu atau 4 X 250
mg sehari selama 2 minggu
 Oksitetrasiklin 4 X 250 mg sehari selama 2 minggu
 Eritromisin 4 X 500 mg sehari selama 1 minggu atau 4 X 250 mg
sehari selama 2 minggu, untuk anak dan ibu hamil atau pasien
yang tidak dapat memakai tetrasiklin
 Sulfametoksazol-trimetroprim 2 X 2 tablet sehari selama 1
minggu
 Azitromisin 1 g dosis tunggal
 Spiramisin 4 X 500 mg sehari selama 1 minggu
 Ofloksasin 2 X 200 mg sehari selama 10 hari

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Infeksi Genital Non-Spesifik
Jika IGNS bercampur dengan infeksi gonore, dapat diberikan:
- Siprofloksasin 500 mg di hari pertama dilanjutkan doksisiklin 2 X
100 mg selama 7 hari tau azitromisin 1 g dosis tunggal
- Azitromisin 2 g dosis tunggal
- Tiamfenikol 2,5 g di hari pertama dlanjutkan dengan 3 X 500
mg selama 5 hari
Komplikasi
 Pada laki-laki: prostitis, vesikulitis, epididimitis, striktur uretra
 Pada perempuan: bartolinitis, prokititis, salpingitis, peritonitis,
dan hepatitis

Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014


Sifilis
Definisi
 Infeksi yang disebabkan oleh Treponema padllidum, penyakit
kronis dan bersifat sistemik yang dapat menyerang seluruh
organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh,
dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.
Etiologi
 Treponema Pallidum mewrupakan sub spesies pallidum yang
menyebabkan sifilis.

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Sifilis
Gambaran Klinik
 Sifilis primer
1. Muncul tukak.
2. Lesi awal berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras
karena terdapat indurasi.
3. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi.
 Sifilis Lanjut
1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tindak, kecuali
kemungkinan pada wanita hamil
2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan
T.Pallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan.

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Sifilis
3. Pada sifilis dini, infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi
pengobatan yang cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat
jarang.
4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pada sifilis
lanjut destruktif.
5. Pada sifilis dini hasil test serologis selalu reaktif dengan titer
tinggi, setelah diberi pengobatan yang adekuat akan
berubah menjadi non reaktif atau titer rendah, sedangkan
pada sifilis lanjut pada umumnya reaktif, selalu dengan titer
rendah dan sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah
diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis lanjut dijumpai
pada gumma dan paresis.

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Sifilis
Penatalaksanaan (primer, sekunder, dan laten
dini tidak lebih dari 2 tahun).
1. Penisilin G prokain dalam
akua, bila diberikan dengan 2. Pengobatan sifilis lanjut
dosis 600.000 u akan
mencapai konsentrasi yang
dibutuhkan dalam serum.
2. PAM (Penisilin G Prokain + 2%
Alumunium monostrearat)
dan Benzathine penisilin G,
dapat diberikan sekali suntik.

Rekomendasi WHO/CDC
(Center for Disease Control)
1. Pengobatan sifilis dini

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Vaginosis Bakterial
Definisi
Suatu sindrom perubahan ekosistem vagina dimana terjadi
pergantian dari lactobasillus yang normalnya memproduksi H202
di Vagina dengan bakteri anaerob yang menyebabkan
peningkatan pH dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0.
Etiologi
Belum diketahui gejala yang timbul pada vaginosis bakterial
berhubungan dengan aktivitas seksual.
 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan dengan vaginosis
bakterial yaitu : Gardnerella Vaginalis, Bacteroides Spp,
Mobiluncus Spp, Mycoplasma hominis.

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Vaginosis Bakterial
Gambaran Klinis
 Bau vagina yang khas seperti bau ikan, terutama waktu
berhubungan seksual. Disebabkan adanya amin yang
menguap bila cairan vagina menjadi basa.
 Sebagian besar wanita dapat asimtomatik.
 Terdapat sekret yang homogen dan cair
 Sekret Vaginosis bakterial berwarna putih atau keabu-abuan
 Tidak ditemukan adanya inflamasi pada vagina dan vulva
 Dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti
trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala
genital yang tidak spesifik

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


“CLUE CELL”
Vaginosis Bakterial
Komplikasi
 Korioamnionitis, infeksi cairan ammion, infeksi pada masa nifas,
penyakit radang panggul, kelahiran prematur dan his
prematur
Diagnosis
 Diagnosis klinik vaginosis bacterial,berdasarkan pada adanya
tiga dari empat tanda tanda berikut:
 Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan melekat
pada dinding vagina
 PH vagina lebih besar dari 4,5
 Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah
penambahan KOH 10% (Whiff test)
 Adanya clue cells pada pemeriksaan mikroskop

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Vaginosis Bakterial
Penatalaksanaan
 Metronidazol 500 mg 2 kali sehari oral selama 7 hari atau
 Metrodinazol 2 gran dosis tunggal atau
 Timidazol 2 gram dosis tunggal
Regimen alternatif
 Kindamisin 300mg oral 2 kali sehari selama 7 hari

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Vaginosis Bakterial
Regimen yang direkomendasikan untuk wanita hamil
 Metrodinazol 500 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari atau
 Klindamisin 300 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
 Dengan HIV lebih persisten dan dapat meningkatkan resiko
terjadinya PRP, oleh karena itu VB dengan infeksi HIV yang
asimtomatik direkomendasikan untuk diberikan terapi

Pencegahan
 Abstinensia
 Tidak direkomendasikan memberi terapi pada pasangan seks

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Ulkus Mole
Definisi
 Chancroid  penyakit infeksi genitalia akut, setempat, dapat
inokulasi sendiri (autoinoculable), disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi
 Gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat masuk dan
seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional
Etiologi
 Penyebab  Haemophilus ducreyi
 Sifat khas  bisa mereduksi nitrat menjadi nitrit, memberikan hasil positif
pada tes oksidase, negatif katalasem dan menghasilkan fosfatase alkali

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Ulkus Mole
Gambaran klinis
Masa inkubasi pada pria 2 – 35 hari dengan rata-rata 7 hari
Pada wanita sukar ditentukan karena sering asimtomatik
Pada pria perdileksi umumnya di preputium, meatus uretra
eksternum, sedangkan wanita di fourchette, sekitar meatus uretra,
dan bagian dalam labia minora
Tidak ada gejala prodromal dan sistemik sebelum timbulnya
ulkus
Keluhan pada pria berhubungan dengan ulkus atau adenopati
inguinal yang menyertainya
Lesi awal berupa papul kecil dengan eritema, bagian tengah
papul akan berpustulasi dan cepat menjadi erosi, lesi akan
menjadi ulkus dalam waktu 48 jam dan segera diliputi oleh
eksudat nekrotik kuning keabu-abuan

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Ulkus Mole
 Sifat khas ulkus  multipel, sangat nyeri, terutama bia terkena
pakaian atau urin, tepi tidak rata dan bergaung, berbatas
tegas, dikelilingi oleh eritema ringan, kecuali bila terdapat
infeksi sekunder
 Dasar ulkus rapuh, kotor, mudah berdarah, nekrotik
 Ulkus dapat menyebar ke ke perineum, anus, skrotum, paha,
atau abdomen bawah sebagai inokulasi sendiri
 Pada wanita, keluhan tidak berhubungan dengan ulkus,
sepeerti disuria, nyeri waktu defekasi, dispareunia atau duh
vagina
 Dapat juga terjadi lesi pada serviks, perineum, anorektum,
orofaring
 Lesi ekstragenital dapat ditemukan tergantung dari cara
penularan atau inokulasinya  di payudara, jari, di dalam
mulut

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Ulkus Mole
Diagnosis
 Pewarnaan Gram  basil kecil negatif Gram yang berderet
berpasangan seperti rantai
 Biakan dengan media baku berupa agar gonokokus dan agar
Mueller-Hinton  koloni khas tampak kecil, nonmukoid, kuning
abu-abu
 Tes serologi, fiksasi komplemen, presipitin, dan aglutinin  hasil
positif
Komplikasi:
 Adenitis inguinal, fimosisi atau parafimosis, fisura uretra, fistel
rektovagina

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Ulkus Mole
2. Pengobatan lokal
 Caraa pengobatan lain yang dilakukan serentak, misalnya:
kompres, irigasi, atau rendam dengan larutan salin akan
membantu menghilangkan debris nekrotik dan mempercepat
penyembuhan ulkus
 Aspirasi jarum dianjurkan ulkus yang berukuran 5 cm

Infeksi Melnular Seksual. Edisi 4. Jakarta: FK UI, 2014


Large single ulcer of the prepurce

Multiple ulceration of the sulcus corona

Multiple ulcerations of the sulcus


corona and the frenulum

Ulkus durum dg ulkus di KGB inguinal

MDL/UM/Peb/2006
Chancroid di penis, kissing effect

Ulkus mole

MDL/UM/Peb/2006
Limfogranuloma
Venereum
Definisi Limfogranuloma Venereum

 Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang


disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Chlamydia trachomatis (C.
trachomatis) sub tipe L1, L2, dan L3.
 Limfogranuloma venereum disebut juga limfopatia venereum atau
limfogranuloma inguinale yang dilukiskan pertama kali oleh Nicolas,
Durand, dan Favre pada tahun 1913, karena itu juga disebut penyakit
Durand-Nicholas-Favre.
Gejala Klinis Limfogranuloma
Venereum
Gejala klinis LGV dibagi
menjadi 3 stadium.

Stadium primer terjadi pada tempat


inokulasi bakteri

Stadium sekunder terjadi pada limfo


nodi dan kadang pada anorektal

Stadium tersier merupakan


manifestasi lanjut yang terjadi pada
genital dan rektal
Stadium primer

 Setelah masa inkubasi selama 3-30 hari

Infeksi primer LGV memberikan gejala klinis berupa erosi


yang dangkal, vesikel, pustul, papul yang kecil atau ulkus
yang tidak nyeri, muncul pada tempat inokulasi bakteri
(biasanya pada prepusium atau glans penis, uretra, vulva,
vagina, rektum, perineum, dan pada serviks).

 Lesi ekstra genital bisa terjadi pada kavum oris (tonsil) dan
ekstra genital limfo nodi.
 Lesi biasanya soliter dan cepat hilang tanpa meninggalkan
jaringan parut. Karena itu penderita biasanya tidak datang
pada waktu timbul stadium primer.
 Pada stadium ini, yang terserang
Stadium adalah kelenjar getah bening
sekunder inguinal medial, karena kelenjar
tersebut merupakan kelenjar
regional bagi genitalia eksterna.
 Terbentuknya abses di dalam
limfo nodi yang meradang,
disebut “Bubo”, yang dapat
ruptur secara tiba-tiba atau
membentuk sinus. Bubo yang
ruptur akan mengalirkan eksudat
selama beberapa minggu dan
menyembuh.
Gambar: Bubo yang Belum  Pada stadium lanjut terjadi
Ruptur (Kiri) dan Bubo yang penjalaran ke kelenjar limfo nodi
Telah Ruptur (Kanan)
di fosa iliaka yang disebut “Bubo
Jika tejadi pembesaran kelenjar limfo bertingkat
nodi inguinalatau Etage Bubonen),
dan femoral secara
bersamaan, keduanya akan dipisahkan kadang juga ke kelenjar
oleh ligamentum inguinale,
sehingga tampak adenopati di atas dan di bawah ligamentum inguinale.
femoralis.
Keadaan ini disebut “Groove Sign”.
Stadium sekunder

 Pada stadium sekunder ini, gejala sistemik biasanya terjadi, seperti demam,
menggigil, berkeringat di malam hari, sakit kepala, malaise, dan mialgia.
Leukositosis sedang biasanya terjadi.
Stadium tersier

 Pada LGV kronik yang tidak diterapi, kelenjar limfo nodi akan mengalami
fibrosis sehingga aliran limfe terbendung yang menyebabkan terjadinya
edema dan elefantiasis pada genitalia. Elefantiasis tersebut dapat bersifat
vegetatif, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus. Pada pria, elefantiasis
dapat terjadi di penis dan skrotum, sedangkan pada wanita di labia dan
klitoris, yang disebut “Sindrom Esthiomen” dengan genitalia eksterna yang
mengalami destruksi luas. Jika meluas akan terbentuk elefantiasis genito-
anorektalis yang disebut “Sindrom Jersild”.
 Jika terbentuk infiltrat di uretra posterior, yang kemudian menjadi abses,
lalu memecah dan menjadi fistel, akibatnya akan terbentuk striktur hingga
orifisium uretra eksternum berubah bentuk seperti mulut ikan yang disebut
”Fish Mouth Urethra” dan penis melengkung seperti pedang turki.
Penegakan Diagnosis Limfogranuloma
Venereum
Diagnosis LGV ditegakkan baik melalui gejala klinis ataupun
melalui pemeriksaan penunjang. Terdapat beberapa macam
pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah :
Pemeriksaan Darah

• Pada pemeriksaan darah tepi biasanya leukosit normal,


sedangkan LED meningkat. jika menyembuh LED akan
menurun. Sering terjadi hiperproteinemia berupa peningkatan
globulin, sedangkan albumin normal atau menurun.
Immunoglobulin yang meningkat adalah IgA dan tetap
meningkat selama penyakit masih aktif, sehingga bersama-
sama dengan LED menunjukkan keaktivan penyakit.

Tes Frei

• Pada tahun 1930-1970, LGV didiagnosis melalui tes kulit


dengan tes Frei, Tes ini tidak sesensitif seperti tes serologi, dan
kadang menunjukkan hasil false positive karena infeksi bakteri
Chlamydia sub tipe D-K. Saat ini antigen untuk tes Frei sudah
tidak tersedia lagi.
Diagnosis Banding Limfogranuloma
Venereum
Diagnosis banding LGV sangat bervariasi tergantung pada
stadiumnya:
 Stadium Primer
 Ulkus durum
 Ulkus Mole
 Stadium Sekunder
 Skrofuloderma
 Limfadenitis piogenik
 Limfadenitis karena ulkus mole
 Limfoma maligna
 Hernia inguinalis
Penatalaksanaan Limfogranuloma
Venereum
 Pengobatan LGV dengan antibiotik dilakukan
selama 21 hari. Antibiotik yang direkomendasikan
adalah
 doksisiklin oral 100 mg 2 kali sehari selama 21 hari,
atau eritromisin oral 500 mg 4 kali sehari selama 21
hari, atau alternatif lain adalah azitromisin oral 1 gr
1 kali (single dose ) selama 21 hari.
 Doksiksiklin adalah pengobatan lini pertama pada
LGV, sedangkan eritromisin adalah pengobatan lini
kedua.
 Eritromisin diberikan pada wanita yang sedang
hamil dan menyusui, karena doksisiklin dikontra
indikasikan untuk wanita hamil.

Anda mungkin juga menyukai