Anda di halaman 1dari 47

Refarat:

Kelainan Referaksi

Oleh:
Yuni Andikasari Bintang

Preceptor:
dr.Halimatussakdiah T,Sp.M
BAB 1
PENDAHULUAN
• Kelainan refraksi adalah keadaan dimana
bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea) Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optic ada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur.
Angka kelainan refraksi dan
kebutaan di Indonesia terus
mengalami peningkatan dengan
prevalensi 1.5 % dan tertinggi
dibandingkan dengan angka
kebutaan di negara–negara
Berdasarkan data World Health
regional Asia Tenggara seperti Organization (WHO) tahun 2013 lebih
Bangladesh sebesar 1 %, India kurang 42% gangguan penglihatan
sebesar 0.7 %, dan Thailand 0.3%. disebabkan oleh kelainan refraksi.
Kemudian diikuti oleh katarak (33%),
idiopatik (18%), glukoma (2%) dan
lainnya (5%).

Dari hasil Survei Depertemen Kesehatan Republik


Indonesia yang dilakukan di 8 provinsi (Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan dan Nusa Tenggara Barat) pada tahun
2012 ditemukan kelainan refraksi sebesar
61.71% dan menempati urutan pertama dalam 10
penyakit mata terbesar di Indonesia
• Tindakan koreksi yang dilakukan adalah mencakupi kacamata, lensa
kontak, serta bedah refraksif seperti klasik atau bedah dengan sinar
laser, clear lens extraction, phakic intraokular lensa, radial kerat otomy,
keratektomi fotorefraksif, dan keratoplasi lamellar automated (ALK).
Jika kelainan refraksi tidak segera dikoreksi dapat menimbulkan
komplikasi seperti amblyopia bahkan kebutaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENGLIHATAN
• Setiap bola mata bertindak sebagai kamera yang akan mengambil
gambar dan mengirimnya pusat penglihatan di otak yaitu cortex
occipitalis melalui jalur visual yang terdiri dari nervus opticus, chiasma
opticum, corpus geniculatum lateralis dan radiasi optik.
DEFENISI
• Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak
terbentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa akan
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.
Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai
dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar dibiaskan di
depan atau di belakang macula lutea.
• Keadaan mata dengan kemampuan refraksi normal disebut emetropia,
sedangkan mata dengan kelainan refraksi disebut ametropia.
• Ametropia dapat dibagi menjadi:
• 1. Miopia
• 2. Hipermetropia
• 3. Astigmatisme
EFIDEMIOLOGI
• Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta
sampai 2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati
urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari
tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi
penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
ETIOLOGI
• Penyebab kelainan refraksi:
• 1. Myopia
• 2. Hipermetropi
• 3. Afakia
• 4. Astigmatisme
• 5. Presbiopi
KLASIFIKASI
• 1. Emetropia
• Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
• 2. Akomodasi
• Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan
adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau
makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina.
• 3. Ametropia
• ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi
dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak
pada retina.
• Ametropia dibedakan menjadi 4 yaitu:
• a. Ametropi oksial
• b. Ametropia refraktif
• c. Ametropia kurvatur
• d. Ametropia indeks
• 4. Myopia
• Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan
retina. Myopia dibedakan berdasarkan :
• 1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :
• a) Myopia refraktif
• b) Myopia aksial
• 2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam :
• a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.
• b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.
• c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.
• 3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :
• a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.
• b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
• c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa
ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Patofisiologi
• 1) Miopia aksial : karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
• 2) Miopia kurvatura : karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat
dari normal
• 3) Miopia indeks : karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal
Gejala Klinis
1. Gejala Subjektif
2. Gejala Objektif
Pemeriksaan:

Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri


dari:
• 1.Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan
jarak dekat (Jaeger)
• 2.Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam
pemakaian kacamata
• 3.Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan
kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan
• 4.Uji gerakan otot-otot mata
• 5.Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
• 6.Mengukur tekanan cairan di dalam mata
• 7.Pemeriksaan retina
Penatalaksanaan

• a.Non farmakologi
• b.Farmakologi
• c.Terapi Pembedahan
Komplikasi
• Penyulit :
• 1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus
• 2)Pendarahan badan kaca
• 3)Ablasi retina.
• 5. Hipermetropia
• Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya
terletak dibelakang retina, hipermetropi dikenal dalam bentuk:
• 1) Hipermetropi manifestasi
• 2) Hipermetropi laten
• 3) Hipermetropi total
Patofisiologi
• -hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari
normal
• -hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih
lemah dari normal
• -hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal
Gejala Klinis
• a.Gejala Subyektif
• b.Gejala Obyektif
Pemeriksaan
• 1.Refraksi Subyektif
• 2.Refraksi Obyektif
Penatalaksanaan
• 1.Kacamata
• Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik
• 2.Lensa kontak
• untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi
Komplikasi:

• -Glaukoma sudut tertutup


• -Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D
• -Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia.
Hipermetropia merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak
dan bisa bilateral.
• 6. Afakia
• Suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropi tinggi. Karena biasanya pada seseorang
dengan afakia memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan
memberikan keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:
• -Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
• -Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti
melengkung
• -Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut didalam kotak atau
fenomena jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya
pada bagian sentral, sedang penglihatan tepi kabur.
• 7. Astigmatisme
• Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada
kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang
mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.
Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur,
makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan
umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.
Etiologi

Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan


biasanya berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan
tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Astigmatisma juga dapat
disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.
Patofisiologi:
• Penyebab tesering dari astigmastism adalah kelainan bentuk kornea.
Pada sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa.
Gejala Klinis

• Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan:


• 1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
• 2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
• 3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
• 4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
• 5.Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
• 6.Sakit kepala
• 7.Mata tegang dan pegal
• 8.Mata dan fisik lelah
• 9.Astigmat tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
Astigmatisme dikenal dalam bentuk:
• 1) Astigmatisme reguler
• 2) Astigmatisme irreguler
Penatalaksanaan
• Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmat yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak
atau pembedahan.
• 8. Presbiopi
• Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang
dpat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi,
lensa meta tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sclerosis lensa.
Etiologi
• Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
• -Kelemahan otot akomodasi
• -Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
Patofisiologi
• Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara
elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung.
Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis)
dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Gejala Klinis:

-Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien


berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan
keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa pedas.
Pemeriksaan
• a. Alat
• b.Teknik
• c.Nilai
Penatalaksanaan
• Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu
umur 40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00
dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50 Lensa
sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
• 1.kacamata baca untuk melihat dekat saja
• 2.kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
• 3.kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah
• 4.kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat.
MANIFESTASI KLINIK
• 1. Myopia
• 2. Hipermetropi
• 3. Afakia
• 4. Astigmatisme
• 5. Presbiopi
BAB III
KESIMPULAN
• Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina (macula lutea) Pada kelainan refraksi
terjadi ketidakseimbangan sistem optic ada mata sehingga
menghasilkan bayangan kabur.
• Angka kelainan refraksi dan kebutaan di Indonesia terus
mengalami peningkatan dengan prevalensi 1.5 % dan tertinggi
dibandingkan dengan angka kebutaan di negara–negara
regional Asia Tenggara.
• Penyebab kelainan refraksi:

Anda mungkin juga menyukai