2. Di Ruang Perawatan
- evaluasi faktor risiko hipotermia pada BBL;
- segera mengeringkan BBL dan menyingkirkan linen yang basah;
- bayi jangan telanjang kecuali bila dirawat dalam inkubator.
Pemakaian kain yang meliputi tubuh bayi yang dirawat dalam
inkubator terbukti dapat mempercepat bayi keluar dari
inkubator;
- saat ibu menengok bayinya sebaiknya ibu tetap dimotivasi agar
melakukan asuhan kontak kulit dengan kulit di atas dada ibu.
Jangan lupa punggung bayi ditutup dengan selimut hangat dan
beri tutup kepala;
- benda yang menyentuh kulit bayi (misal stetoskop) sebaiknya
dihangatkan dahulu.
Penggunaan Infant Warmer
Gejala kardiorespiratori:
• takipnea;
• apnea;
• sianosis.
Tata Laksana Hipoglikemia pada BBL
Persiapan Alat-alat:
• sediakan set alat pemasangan kateter umbilikal: gunting kecil,
pinset arteri, pinset chirurgis, duk klem, bisturi, gagang bisturi,
mangkuk kecil betadin masing-masing sebuah, dan 2 klem
bengkok kecil;
• penting disiapkan pinset ½ bengkok untuk memasukkan
kateter umbilikal;
• sediakan alat pelindung diri (sungkup wajah dan tutup kepala,
dan 2 pasang sarung tangan steril) dan gaun steril;
• sediakan alat ukur (meteran) untuk mengukur panjang kateter
yang akan dimasukkan;
• three way stopcock (1 panjang dan 1 pendek);
• semprit 10 mL (sebuah/three way);
• benang jahit nomor 3/0 + jarum;
• cairan infus + set infus;
• kateter arteri dan atau vena umbilikal;
• klorheksidin, bila tidak tersedia dapat diganti betadin dalam bak
steril dan kasa steril;
• cairan NaCl 0,9% 25 mL + heparin (1 IU/mL NaCl) dalam bak steril;
• cairan NaCl 0,9% 25 mL dalam bak steril;
• plester/micropore ukuran 5 cm dua buah. Ditulis “arteri” dan
“vena.”
Persiapan diri:
• lepaskan semua perhiasan dari tangan dan jari;
• kenakan alat pelindung diri (sungkup wajah dan tutup kepala);
• cuci kedua tangan pada air mengalir dengan sabun, lalu
keringkan dengan kain atau tisu bersih;
• pakai gaun steril dan sarung tangan steril.
Pemasangan Kateter
1. Ukur panjang kateter umbilikal yang diperlukan. Ukur dari bahu
sampai umbilikal dan plot ukuran pada grafik untuk mendapatkan
panjang umbilikal. Bila pada kondisi emergensi dan grafik panjang
umbilikal tidak dapat diperoleh, ukuran arteri dapat ditentukan
dengan pendekatan arteri: umbilikal sampai dengan pangkal bahu,
sedangkan vena: umbilikal sampai dengan proccesus xyphoideus +
1 cm (dilakukan oleh asisten).
2. Letakkan semua alat yang diperlukan pada meja dengan alas steril
yang mudah dijangkau (dibantu oleh asisten).
3. Sambung kateter dengan three way stopcock panjang dan pendek.
Atur arah three way untuk mengisi seluruh kateter dengan NaCl
0,9% + heparin (ambil 1 mL heparin lalu diencerkan 4x dan diambil
6 mL heparin dalam 3 mL NaCl), kemudian ditutup.
4. Fiksasi tangan dan kaki bayi dalam posisi ekstensi.
5. Lakukan tindakan aseptik dengan antiseptik pada umbilikal
dan di sekitarnya. Ujung umbilikal dipegang memakai kasa
steril yang sudah dibasahi dengan klorheksidin (bila tidak ada
diganti betadin).
6. Pasang duk berlubang.
7. Ikat longgar pangkal umbilikal dengan kasa steril.
8. Potong umbilikal 1 cm dari pangkal.
9. Cari dan bedakan antara vena dan arteri umbilikal.
10. Masukkan kateter vena ke dalam vena umbilikal sedalam
ukuran yang telah ditentukan. Pastikan kateter masuk ke
dalam vena dengan cara menarik darah melalui kateter.
11. Sebelum kateter arteri dimasukkan, dilatasi arteri dengan ujung
pinset.
12. Masukkan kateter vena ke dalam arteri umbilikal sedalam ukuran
yang telah ditentukan. Pastikan kateter masuk ke dalam arteri
umbilikal.
13. Saat eksplorasi arteri atau vena kadang terjadi pedarahan
dari arteri atau vena. Jangan panik! Segera lakukan
penekanan perut. Cara menekan perut untuk menghentikan
perdarahan dari vena dan arteri membutuhkan teknik yang
berbeda.
14. Fiksasi kateter dengan cara dijahit. Beri tanda warna merah untuk
arteri dan warna biru untuk vena dengan micropore.
15. Ujung kateter disambung dengan cairan yang telah disiapkan.
16. Singkirkan duk berlubang. Bebaskan kaki dari fiksasi. Umbilikal
tidak ditutup, ujung umbilikal diberi klorheksidin/betadin.
17. Lakukan foto abdomen untuk memastikan letak kateter (bila
mungkin). Posisi kateter vena yang disarankan adalah pada setinggi
diafragma atau torakal 12.
Skor Interpretasi
• Jika bayi dicurigai menderita infeksi sistemik ambil kultur darah (bila
mungkin) segera diberikan antibiotik.
• Jangan menunggu hasil laboratorium dan kultur untuk memulai
pemberian antibiotik.
• Antibiotik yang dipilih harus efektif untuk bakteri gram negatif
maupun gram positif sebelum diketahui bakteri penyebabnya.
• Pilihan antibiotik yang dianjurkan adalah
Ampisilin plus Gentamisin
(bakteri gram positif) (bakteri gram negatif)
• Gentamisin i.v. perlahan selama 30 menit. Hindari secara bolus
untuk meminimalkan efek samping oto/nefrotoksisitas.
• Ampisilin dapat diberikan dengan tetesan lambat.
• Komite Pencegahan dan Penanganan Infeksi di setiap rumah
sakit harus memonitor organisme penyebab tersering.
• Jika hasil biakan darah ditemukan bakteri yang resisten
terhadap antibiotik lini pertama maka pemberian antibiotik
harus diganti yang disesuaikan dengan hasil sensitivitas
terhadap antibiotiknya.
• Terapi antibiotik diberikan selama 7–10 hari, namun bila
dalam 48–72 jam tidak didapatkan pertumbuhan bakteri
antibiotik dihentikan selama klinis bayi terdapat perbaikan.
DETEKSI DINI PROBLEM
PERNAPASAN DAN TATA
LAKSANA STABILISASI
PERNAPASAN
PENDAHULUAN
Auskultasi: sulit atau Masukkan kateter Ada sumbatan jalan napas oleh
tidak terdengar suara pengisap sonde untuk lendir.
napas evaluasi sumbatan koana. Sumbatan koana.
Jika ada sindrom Pierre Sindrom Pierre Robin.
Robin posisikan tengkurap.
• Cedera pada hidung, misalnya erosi pada septal nasi dan nasal
snubbing. Penggunaan nasal prong atau sungkup wajah CPAP dapat
erosi pada septal nasi, sedangkan pemakaian CPAP dalam jangka
waktu yang lama snubbing hidung.
• Pneumotoraks sering berkaitan dengan PEEP >10 mmHg.
• Impedasi aliran darah paru. Terjadi karena ↑ resistensi vaskularisasi
paru dan ↓ volume sekuncup jantung yang disebabkan oleh ↑
tekanan intratorakal akibat PEEP yang terlalu tinggi/tidak sesuai.
• Distensi abdomen (CPAP Belly syndrome). Risiko terjadi distensi
abdomen dapat dikurangi dengan dekompresi lambung. Walau
jarang CPAP dapat perforasi gaster.
• Nasal prong atau sungkup wajah pada CPAP ketidaknyamanan
bayi sehingga terjadi agitasi dan kesulitan tidur pada bayi.
Pemantauan bayi Dalam CPAP
• Kisaran nilai tekanan darah BBL jauh lebih rendah dibanding dengan
tekanan darah anak atau dewasa. Nilai tekanan darah BBL bervariasi
sesuai usia dan berat bayi lahir. Tekanan darah ↑ seiring dengan
penambahan berat bayi lahir dihubungkan dengan usia
kehamilan/gestasi dan hitungan hari maupun minggu sejak lahir.
• Saat lahir tekanan darah erat hubungannya dengan berat bayi lahir
dan usia gestasi. Pada BBL didapatkan peningkatan tekanan darah
sistole dan diastole secara lambat dalam 5 hari pertama bayi
dengan 4 kelompok gestasi yang berbeda (≤28 mgg, 33–36 mgg,
dan ≥37 mgg).
• Tekanan darah bayi usia >5 hari berhubungan dengan usia
postmenstrual (usia gestasi bayi saat lahir + jumlah minggu sejak
kelahiran bayi).
Tekanan Nadi Kemungkinan Penyebab
• Sempit • Koarktasio aorta.
• Pneumotoraks.
• Pneumoperikardium
hemoperikardium.
• Stenosis aorta.
• Hipoplasi jantung kiri.
• Syok (kardiogenik, septik,
hemoragik).
• Gagal jantung.
• Duktus arteriosus persisten.
• Celah aortopulmonar.
Tekanan Nadi Kemungkinan Penyebab
• Lebar • Fistula arteriovenosus.
Tekanan nadi ialah selisih antara
tekanan sistole puncak dan tekanan • Trunkus arteriosus.
diastole minimum. Lebar atau • Hipertiroid.
sempitnya tekanan nadi
menggambarkan ada kelainan • Regurgitasi aorta.
jantung. Perubahan pada tekanan
nadi juga dapat menggambarkan
gangguan seperti pneumotoraks
atau pneumoperikardium yang
berdampak pada fungsi jantung.
Nilai normal pada BBL belum ada.
Tekanan nadi <20 mmHg dianggap
terlalu sempit.
Volume Darah Bayi Nomal
• Volume darah bayi normal adalah 90 mL darah/kgbb.
Contoh: Bayi A 1.500 g memiliki 135 mL darah. (1,5 x 90 mL =
135 mL). Bayi B 3.170 g memiliki 280 mL darah (3,17
x 90 mL= 280 mL).
• Jumlah kehilangan volume darah yang menyebabkan syok:
kehilangan volume darah >25%.
Contoh: berat badan bayi 2.000 g. Volume darah bayi 2 x 90 mL=
180 mL. Dalam keadaan syok disebabkan oleh kehilangan
volume darah 180 mL x 25% = 45 mL (sekitar 3 sendok
makan).
• Bila bayi yang sama lahir dengan plasenta previa/solusio plasenta,
ibu bayi akan kehilangan 1.000 mL darah selama proses melahirkan.
Jika 5% (50 mL) darah ini merupakan darah bayi maka bayi tersebut
akan jatuh dalam keadaan syok.
Catatan: penting mencegah kehilangan darah
berlebihan akibat pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium.
Disarankan meningkatkan keterampilan dalam
pengambilan darah untuk menghindari
pengulangan.
Tata Laksana Bayi Mengalami Hipotensi
• Bayi hipotensi pada umumnya karena kehilangan darah sehingga
menyebabkan syok hipovolemik. Tujuan tata lakasana umum
hipovolemik adalah meningkatkan volume sirkulasi darah sehingga
kaskade kekurangan darah sampai mengakibatkan gangguan
oksigenasi jaringan, asidosis, dan kerusakan sel dapat dicegah.
• Selalu mencari kemungkinan penyebab hipotensi sampai syok.
Tekanan darah awal bayi yang mengalami masalah perinatal sering
ditemukan rendah sebagai akibat dari hipoksia berat dan asidosis.
Penatalaksanaan terpenting bayi ini adalah resusitasi yang tepat,
cepat, dan efisien. Resusitasi yang efektif akan memperbaiki
oksigenasi jaringan termasuk jantung sehingga biasanya tekanan
darah menjadi normal kembali.
• Jika tidak terdapat perbaikan dengan resusitasi, obat-obat spesifik
seperti dopamin mungkin dibutuhkan untuk ↑ curah jantung.
Tata Laksana Syok Hipovolemik
1. Berikan cairan NaCl 0,9% sebagai pengganti darah pada
keadaan darurat sambil menunggu tersedianya sel darah
merah/packed red cell (PRC). Cairan NaCl 0,9% sebanyak 10
mL/kgbb/kali diberikan i.v. selama 15–30 menit. Pemberian
PRC secara perlahan dan kontinu selama 30 menit–2 jam.
Perubahan mendadak volume darah pada bayi prematur
berisiko perdarahan intraventrikular (otak). Kecepatan
pemberian PRC pada bayi dengan tekanan darah normal
dilakukan lebih perlahan-lahan dibanding dengan saat
darurat.
• Penting memastikan cairan NaCl 0,9% agar selalu tersedia di
kamar bersalin dan ruang perawatan neonatus.
2. Monitor tekanan darah: jika normal lanjutkan untuk
melakukan pemeriksaan tekanan darah bayi (setiap 10 menit
untuk sementara dan selanjutnya dengan interval yang lebih
lama) untuk memastikan bahwa tekanan darah telah stabil.
Jika masih rendah: berikan dosis volume selanjutnya dan cek
berulang kali tekanan darah bayi.
3. Cari kemungkinan lain penyebab hipotensi.
Tata Laksana Syok Kardiogenik
• Tata laksana syok kardiogenik adalah tata laksana masalah yang
mendasari yang berdampak buruk terhadap fungsi jantung
(misalnya hipoksia, hipoglikemia, hipotermia, asidosis, aritmia, dan
infeksi).
• Diawali dengan pemberian cairan, kemudian memperbaiki masalah
yang mendasari dan pemberian obat yang diperlukan.
• Obat-obatan yang diperlukan pada syok kardiogenik:
1. dopamin hidroklorida drip sebagai inotropik meningkatkan CO dan
tekanan darah. Dosis 5–20 mikrogram/kgbb/mnt melalui infus i.v.
menggunakan semprit pump. Bila memungkinkan melalui jalur vena
sentral (vena umbilikal dengan ujung kateter berada di posisi yang
tepat dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan foto toraks). Jika jalur
vena sentral tidak memungkinkan dapat diberikan melalui vena
perifer yang terpisah dari pemberian nutrisi atau obat-obatan dan
dipantau ketat bila terjadi infiltrasi.
2. natrium bikarbonat 4,2% dalam bentuk cairan (0,5 mEq/mL).
Dosis untuk tatalaksana asidosis metabolik berat: 1–2
mEq/kgbb/kali diberikan selama 30–60 menit. Obat ini tidak
direkomendasikan dan berbahaya karena dapat
menyebabkan kerusakan vaskular sehingga ekstravasasi
darah terjadi hebat dan memberikan dampak nekrosis
jaringan di sekitarnya.
Penyebab Keterangan
• Ensefalopati iskemik hipoksik • Penyebab tersering. Sering terjadi
dalam usia24 jam pertama. Sulit
(HIE=hypoxic ischaemic dikontrol dengan obat-obatan.
encephalopathy). Cooling treatment dapat
dianjurkan.
• Perdarahan intraventrikel,
• Perdarahan intracranial. intraserebral, subdural, dan
subaraknoid.
• Bakteri, virus, meningitis,
• Infeksi SSP. ensefalitis, infeksi TORCH.
• Oklusi arteri atau trombus vena.
• Strok. • Hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia,
• Metabolik. hipo/hipernatremia, defisiensi
piridoksin
• Inborn errors of metabolism • Bila ada memerlukan identifikasi
(jarang). dan penanganan segera.
• Kelainan genetik. • Kelainan kromosom, kelainan
struktur otak bawaan, gangguan
neurodegeneratif.
• Benign idiopathic neonatal • Fifth day fits adalah kejang yang
convulsions. biasanya muncul pada hari ke-5 dan
berhenti setelah 15 hari.
Manifestasi kejang berupa kejang
klonik multifokal. Penyebab belum
diketahui.
• Benign familial neonatal • Bentuk kejang biasanya berupa
convulsions. tonik atau klonik pada hari ke-2
atau ke-3. Kejang berhenti setelah
beberapa minggu. Prognosis baik.
• Jarang terjadi (2–5% kejadian
• Idiopatik. kejang).
• Sangat sulit menegakkan diagnosis kejang pada BBL. Hal ini
disebabkan oleh gerakan kejang tidak khas (menyerupai gerakan-
gerakan normal), sebagian kejang adalah subtle, pada bayi baru
lahir yang sakit berat dan sering mendapat sedasi gejala klinis tidak
tampak (masking effect).
• Untuk meningkatkan akurasi diagnosis kejang disarankan
mengombinasikan gejala klinis dengan pemeriksaan EEG (bila
memungkinkan). Untuk mencari penyebab kejang dapat
dipertimbangkan pendekatan usia saat terjadinya kejang.
• Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk memastikan
etiologi kejang. Darah perifer, C-reactive protein, kultur darah, dan
kultur cairan serebrospinal perlu dilakukan untuk menentukan
infeksi yang melibatkan SSP. Kadar elektrolit dan gula darah harus
dipastikan karena gangguan elektrolit dan hipoglikemia sering
penyebab kejang pada BBL. Pemeriksaan radiologis (USG kepala, CT-
scan, dan MRI) utk menentukan penyebab gangguan struktural.
Etiologi Utama Kejang pada Bayi Baru Lahir berdasar atas
Waktu Awitan dan Frekuensi Kejang
Waktu Awitan Frekuensi Relatif
0–3 hari >3 hari Prematur Aterm
HIE + +++ +++
Perdarahan + + ++ +
intrakranial
Infeksi + + ++ ++
intrakranial
Gangguan + + ++ ++
perkembangan
Hipoglikemia + + +
Hipokalsemia + + + +
Kelainan + +
metabolik lain
Sindrom + + +
epilepsi
Tata Laksana Kejang pada Bayi Baru Lahir
• Bila menjumpai bayi kejang, sebelum memberikan terapi
antikejang, tindakan awal adalah membebaskan jalan napas serta
menilai fungsi pernapasan dan sirkulasi. Pemberian obat untuk
mengatasi kejang harus diberikan segera dan simultan dengan
mencari penyebab kejang.
• Elektroensefalografi mempunyai peran penting pada kejang BBL.
Sering kejang pada BBL tidak memperlihatkan manifestasi klinis dan
hanya tampak pada pemeriksaan aEEG (kejang elektrik) EEG
sangat penting untuk mendiagnosis dan mengevaluasi terapi kejang
yang telah diberikan. Disarankan untuk tetap merujuk BBL dengan
kejang walaupun terdapat perbaikan kejang secara klinis.
• Pemberian obat antikonvulsan untuk memberantas kejang pada BBL
berbeda dengan bayi dan anak besar. Pada BBL diazepam bukan
obat pilihan pertama karena dapat depresi napas.
• Obat antikonvulsan pilihan pertama adalah fenobarbital.
Apabila kejang tidak teratasi dengan fenobarbital dosis
maksimal (40 mg/kgbb) dapat diberikan obat antikonvulsan
lini kedua, yaitu fenitoin atau midazolam.
• Midazolam terbukti efektif dan aman digunakan sebagai obat
sedasi dan antikonvulsan. Pasien dengan midazolam
sebaiknya dirawat di NICU karena obat tersebut dapat
depresi napas dan hipotensi.
• Pada kejang yang tidak memberikan respons adekuat
terhadap terapi antikonvulsan dipertimbangkan pemberian
piridoksin i.v. 50–100 mg. Kejang yang disebabkan oleh
ketergantungan piridoksin akan memberikan respons yang
baik dan cepat bila diberikan piridoksin.
Dokumentasi Kejadian Kejang
• Untuk bayi berisiko atau yang diduga mempunyai aktivitas kejang
dokumentasikan setiap episode gerakan yang tidak biasa atau stereotip
(berulang) dan perubahan dalam fungsi autonom. Informasi sebaiknya
mencakup
- tanggal, waktu, dan durasi (lama) setiap kejang;
- apakah ada gerakan berulang/streotip;
- jenis kejang (gerakan umum, tonik, klonik, mioklonik, dan
fokal atau umum);
- apakah ada gerakan mata abnormal;
- progresivitas kejang;
- apakah ada perubahan sistem autonom seperti apnea,
hipotensi, hipertensi;
- apakah ada kejang yang berkorelasi dengan gambaran
elektrografik pada eEEG (jika mungkin monitoring aEEG);
- apakah kejang dapat terstimulasi dengan faktor lingkungan sekitar
(kebisingan, sentuhan perawat);
- apakah kejang dapat dihentikan setelah mendapat obat antikejang.
Daftar Obat Antikonvulsan untuk Bayi Baru
Lahir
Sugar and safe care. a. jarum, abocath + selang infus bayi baru lahir.
b. Dekstrostiks.
c. Dekstrosa 10%.
d. Akses i.v. /umbilikal: abocath/kateter
umbilikal, ET 1/100 cm, dan semprit 50 mL.
e. Cairan infus mengandung dekstrosa 10%.
Temperature. a. Inkubator/infant warmer yang masih
berfungsi baik.
b. Kain kering/selimut hangat, topi, kantong
plastik.
c. Termometer.
d. Lampu sorot (jika diperlukan).
e. Perlengkapan KMC.
Daftar Peralatan untuk Stabilisasi Bayi Baru Lahir
Tahapan Checklist
Pencegahan
• Konseling prakonsepsi.
• Konseling genetik.
Pengobatan
• Kelainan kromosom.
• Kelainan kromosom seks, terapi sulih hormon
seks.
• Kelainan autosom biasanya hanya tersedia
pengobatan simtomatik.
• Kelainan gen tunggal.
Terapi Efektif pada Kelainan Gen Tunggal
Kelainan Terapi
Hiperplasia adrenal kongenital. Terapi sulih hormon.
Fenilketonuria. Diet rendah fenilalanin.
Galaktesomia. Diet rendah galaktosa.
Hemofilia. Terapi sulih faktor pembekuan.
SCID. Cangkok sumsum tulang.
Sistinuria. Asupan cairan tinggi, penisilamin.
poliposkoli. Kolektomi.
Agamaglobulinemia. Imunoglobulin.
B-thalassemia. Cangkok sumsum tulang.
Metilmalonikasiduria. Vitamin B12-kofaktor enzim.
Penyakit polikistik ginjal. Cangkok ginjal.
Penyakit Wilson. D-penisilamin.
Hiperkolesterolemia familial. Diet, obat-obatan.
Sferositosis herediter. Splenektomi.
Hemokromatosis. Venaseksi.
Terapi Efektif Kelainan Multifaktorial
Kelainan Terapi
Celah bibir dan langit-langit. Tindakan bedah.
Stenosis pilorus. Tindakan bedah.
Penyakit jantung bawaan. Tindakan bedah, obat-obatan.
Hidrosefalus. Tindakan bedah, obat-obatan.
Diabetes melitus. Obat-obatan.
Hipertensi. Obat-obatan.
Epilepsi. Obat-obatan.