Anda di halaman 1dari 14

Konseling pada

korban
bencana/trauma
hilling
Sarwendi Al Ghzali
Shandi Cesar Anugrah
Sherli Elsandi
Definisi
 Seperti kita ketahui bahwa konseling merupakan salah satu bentuk
hubungan yang bersipat membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu
sebagai upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh kearah
yang dipilihnya sendiri, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya
dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.
Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien. Sementara itu,
tujuan konseling mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga
memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan
 Trauma adalah suatu kondisi emosional yg berkembang setelah suatu
peristiwa trauma yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan,
mencemaskan dan menjengkelkan, seperti peristiwa : Pemerkosaan,
pertempuran, kekerasan fisik, kecelakaan, bencana alam dan peristiwa-
peristiwa tertentu yang membuat batin tertekan, misalnya konseli(siswa)
yang tidak lulus Ujian Nasional.
 Konseling traumatik adalah upaya klien dapat memahami diri sehubungan
dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya
sebaik mungkin
Tujuan Konseling
 Secara lebih spesifik, Kottman (1995) Menyebutkan, bahwa tujuan konseling
traumatik adalah :
 Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
 Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma
 Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta
 Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma
Perbedaan konseling
traumatik dan konseling
biasa

?
Konseling traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh
konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan.
Dilihat dari segi waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang
panjang dari pada konseling biasa, kemudian dari segi fokus, konseling
traumatik lebih memerhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang
dirasakan sekarang. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka
menghubungkan satu masalah klien dengan masalah lainnya, seperti latar
belakang klien, proses ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien,
transferensi dan conter transferensi antara klien dan konselor, kritis
identitas dan seksualitas klien, keterhimpitan pribadi klien dan konflik nilai
yang terjadi pada klien.
Proses Konnseling
 Dalam konseling traumatik, konselor harus memiliki basic skill yaitu
knowledge, skill, dan attitude. Knowledge yang dimaksud adalah
pengetahuan mengenai sejauh mana kemampuan diri untuk menangani
kasus trauma, pengetahuan terkait klien dan menguasai teknik-teknik
konseling. Skill adalah keahlian untuk bertanya, mendengarkan dan
mengobservasi. Attitude yang dimaksud adalah kemampuan untuk EAR
(Emphatic, Authentic, Regard).
 a. Konselor harus mampu Authentic yaitu tahu akan dirinya dan sedang
tidak bermasalah sehingga mampu fokus dan membantu orang lain.
 b. Konselor mampu mengembangkan sikap Empahty yaitu merasakan emosi
klien dan memahaminya hal ini ditunjukkan dengan SOLER.
APA ITU SOLER
 S: Square, membentuk sudut ketika duduk jadi tidak langsung berhadapan
dengan klien sehinnga posisi duduk nyaman dan tidak kaku
 O: Open, terbuka dan siap untuk proses konseling
 L: Learn toward, bahasa tubuh condong ke depan menandakan
ketertarikan, kepedulian dan perasaan diperhatikan
 E: Eye Contact, memperhatikan dan mendengarkan
 R: Relax, tenang sehingga kliennya pun dapat bersikap tenang dan
memberikan kenyamanan kepada klien.
 Konselor mampu menunjukkan sikap Regard dimana menghargai dengan
tidak memndang secara terus-menerus dan menyelidik serta tidak
membutuhkan pengakuan.Sementara itu ada empat ketrampilan yang harus
dimiliki konselor dalam konseling traumatik, yaitu ;
 Pandangan yang realistis
 Orientasi yang holistik
 Fleksibelitas, serta
 Keseimbangan antara empati dan ketegasan
APA SAJA TAHAPAN
KONSELING
 Pembukaan: dimana konselor berkenalan dan membangun rapport kepada
klien. Pada fase ini merupakan titik penentu pembangunan kepercayaan
klien terhadap konselornya sehingga skill membangun hubungan yang baik
dan mau menerima dengan tampilan gesture dan bahasa tubuh serta
penggunaan kalimat perlu diperhatikan sesuai dengan penjelasan di atas.
 Penggalian Masalah: dimana konselor mengeksplorasi permasalahan trauma
klien dengan
 Meminta klien untuk menggambarkan kejadian traumatik yang mereka
alami, apa yang mereka lihat dan dengar
 Meminta klien untuk menggambarkan reaksi kognitifnya terhadap
peristiwa traumatik tersebut
 Menolong klien untuk mengenali emosi-emosi yang menyertai kejadian
tersebut
 Menanyakan reaksi-reaksi klien setelah kejadian
 Pencarian Solusi: pencarian solusi klien terhadap permasalahan traumanya
yang diawali
 Menginformasikan kepada klien bahwa trauma yang telah diceritakan adalah
suatu bentuk dari memori.
 Klien diajak untuk berani menghadapi perasaannya yang ditekan akibat
trauma. Hal ini bukan persoalan mudaj karena kebanyakan mereka tidak
mau atau takut untuk merasakan emosi itu kembali.
 Mengajak klien melakukan bentuk coping lain tidak hanya berthan pada
mekanisme pertahanan diri saja.
 Menolong klien untuk mengidentifikasi pemicu reaksi-reaksi traumanya dan
mengajari bagaimana mengendalikan.
 Penutup: mereview dan memberi dukungan kepada klien untuk mampu
menjalankan kesepakatan di konseling dan menentukan kesepakatan jadwal
untuk sesi berikutnya. Konselor memberikan self monitoring untuk
dikerjakan sebelum sesi kedua. Selanjutnya konselor mengevaluasi hasil
konseling dan menentukan langkah selanjutnya untuk penanganan
traumatik klien.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai