Anda di halaman 1dari 83

Abses hati

Abses Hati Piogenik


Definisi Abses Hati Piogenik
• Proses supurasi pada jaringan hepar
• Disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran
darah, sistem bilier atau penetrasi langsung
• Abses → tunggal atau multipel
• Hampir 50% kasus → abses multipel
• Pada abses tunggal :
– 75% di lobus kanan hepar
– 20% di lobus kiri
– 5% di lobus caudatus
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Prevalensi Abses Hati Piogenik
• Median usia : 44 tahun
• Pria = wanita
• 15 – 25% kasus → terjadi pada pasien diabetes
mellitus (DM)
• 7% kasus → terjadi pada pasien bakteremia
portal
• 50 – 60% kasus → dengan obstruksi bilier

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Etiologi AHP
Saluran empedu (terbanyak) Vena porta
– Batu empedu – Apendisitis
– – Divertikulitis
Kolangiokarsinoma
– Penyakit Crohn
– Striktur
– Kolangitis piogenik rekuren
Trauma
Arteri hepatica
Infeksi gigi Kriptogenik (15% kasus)
Endokarditis bakterialis
Kista hepar terinfeksi
Penyebaran langsung
Empiema kandung empedu Iatrogenik
Perforasi ulkus peptikum Biopsi hepar
Blocked biliary stent
Abses subfrenik
Endoscopic sphincterotomy
Biliary-intestinal anastomosis
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Patofisiologi Abses Hati Piogenik
Infeksi bakteri

Aliran V. porta,
arteri, saluran
empedu, infeksi
langsung

Penetrasi
jaringan

Infeksi
menyebar ke
hati

Invasi jaringan, infiltrasi


neutrofil, pembentukkan
abses
Tanda & Gejala Abses Hati Piogenik
• Gejala prodromal → tidak spesifik :
– Mual
– Muntah
– Anoreksia
– Kelemahan umum
– Penurunan BB
– Sakit kepala
– Mialgia
– Artralgia
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
GEJALA DAN TANDA ABSES HEPAR
PIOGENIK

Peralta R, Lisgaris MV, Salata RA. Liver abscess. [updated 2014 Apr 25; cited 2014 Oct 25]. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/188802-overview
Kelomp
Mikroba
Contoh spesies
Patogen
Kelompok Contoh spesies
ok Bakteri
Bakteri
Bakteri  Eschericia coli Bakteri  Streptococci viridans
aerobik  Klebsiella aerobik (pada infeksi
gram (-) pneumoniae (pada gram (+) polimikrobial)
pasien DM dan  Staphylococcus
intoleransi glukosa; aureus (pada infeksi
infeksi sistem bilier) monomikrobial,
 Pseudomonas trauma)
aeruginosa  Enterococcus sp.
 Proteus sp. (pada infeksi
 Enterobacter sp. polimikrobial)
 Citrobacter freundii  Beta-hemolytic
 Morganella sp. streptococci (pada
 Serratia sp. trauma)
 Haemophilus sp.  Streptococcus
 Legionella pneumoniae
pneumophila  Listeria
 Yersinia sp. monocytogenes

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Kelompok
Mikroba
Contoh spesies
Patogen
Bakteri
Kelompo Contoh spesies
Bakteri Anaerobic streptococci k Bakteri
anaerobik Bacteroides sp. (pada
penyakit kolon)
Fusobacterium sp. Bakteri Streptococcus milleri
Peptostreptococcus sp. mikroaer group
Prevotella sp. ofilik
Actinomyces
Eubacterium
Propionibacterium acnes Lainnya Mycobacterium sp.
Clostridium sp. (pada Chlamydia sp.
infeksi sistem bilier, Candida sp.
penyakit kolon) Cryptococcus sp.
Lactobacillus sp. Verticillium sp.
Peptococcus sp.
Eubacterium sp.
Sphaerophorus sp.
Capnocytophaga sp.
(anaerob fakultatif)
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,
editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Diagnosis Abses Hati Piogenik
Pemeriksaan Fisik :
• Hepatomegali
• Nyeri pada abdomen kuadran kanan atas
• Ikterus (bila penyakit telah lanjut)
• Beberapa pasien → tidak ada nyeri perut kuadran kanan atas,
tidak terdapat hepatomegali, demam (fever of unknown
origin/FUO)
• Bila proses penyakit terjadi pada segmen superior lobus kanan
dan menyebabkan kelainan paru kanan :
– Pekak pada perkusi
– Penurunan suara napas
• Kelainan PF paru (20 – 30% kasus)
• Anemia
• Dehidrasi

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Diagnosis Abses Hati Piogenik
Pemeriksaan Pencitraan
• Ultrasonografi (USG)
• Computerized tomography scan (CT scan)
• Magnetic resonance imaging (MRI)
• Foto rontgen dada

! Membedakan abses hepar piogenik dari kolesistitis, obstruksi saluran


empedu, pankreatitis
! Tidak dapat membedakan AHP dari AHA
Diagnosis Abses Hati Piogenik
USG
• Sensitivitas : 75 – 95%
• Gambaran bervariasi → tergantung tahap
perkembangan abses
• Tahap awal :
– Lesi hiperekoik
– Batas tidak tegas
• Tahap lanjut (maturasi dan pembentukkan pus) :
– Lesi hipoekoik
– Bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya
– Batas/tepi tegas, ireguler, semakin lama semakin
tebal
• Lesi di bagian atas lobus kanan; abses multipel
berukuran kecil → sulit diidentifikasi
• Batu empedu / dilatasi duktus bilier / hepatolitiasis
Setiati (pada penderita
S, Alwi I, Sudoyo kelainan
AW, Simadibrata traktus
M, Setiyohadi B, Syambilier)
AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Diagnosis Abses Hati Piogenik
CT SCAN Foto Rontgen
• Lebih akurat dari USG, • Tidak spesifik :
dalam membedakan AHP • Elevasi
dengan lesi hepar lainnya hemidiafragma
• Sensitivitas +/- 95% kanan
• Atelektasis
• Gambaran lesi densitas
rendah
• Penggunaan kontras IV →
peripheral enhancement
• Menunjukkan sumber
infeksi ekstrahepatik
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
(apendisitis / divertikulitis) Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Diagnosis Abses Hati Piogenik
Laboratorium
• Anemia ringan
• Leukositosis dengan neutrofilia
• Peningkatan LED
• ↑ transaminase serum
• Dapat juga ditemukan perubahan fungsi hepar → ↑ AP
• Titer antibodi amubik (-)
• Hipoalbuminemia
• Hiperglikemia → indikasi bahwa pasien adalah penderita DM / mengalami proses
sepsis
• Aspirasi abses :
– AHP → warna kekuningan/kehijauan, berbau busuk
– Kultur darah / kultur pus dari aspirasi abses → ditemukan agen penyebab
– Pewarnaan gram → terdapat bakteri
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Tatalaksana AHP
• Ampisilin dan aminoglikosida  sumber infeksi berasal dari
saluran empedu
• Sefalosporin generasi ketiga  sumber infeksi berasal dari
usus
• Metronidazole  semua AHP dengan berbagai sumber infeksi
anaerobik
• Kombinasi beta laktam dan penghambat aktivitas beta
laktamase  AHP sumber dari usus, AHP infeksi anaerobik
• AB IV diberikan minimal 2minggu, dilanjutkan dengan AB oral
selama 6 minggu
• O/ Streptococcus  AB dosis tinggi >6minggu
Drainase Perkutaneus Drainase dengan Pembedahan
• Tuntunan USG, abses • Dilakukan pd AHP yg
berukuran >5cm mengalami kegagalan
• Menggunakan indwelling setelah dilakukan drainase
drainage catheter perkutaneus, ikterik tidak
• Pada abses multipel  sembuh, penurunan fungsi
hanya abses yg berukuran ginjal, serta pada abses
besar yg perlu untuk di multilokuler
aspirasi
• Abses kecil cukup dengan
penggunaan AB
Tata Laksana Bedah
• Abses > 5cm
• Tidak dapat dilakukan drainase perkutaneus
• Koeksistensi penyakit intra-abdomen
• Penyakit bilier / intraabdomen penyerta
• Kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutaneus, drainase perkutaneus

Ruptur abses ke kavitas peritoneal  peritoneal


signs  indikasi laparotomi darurat
Komplikasi AHP
Sebelum terapi Sesudah terapi :
• Septikemia
• Diatesis hemoragik
• Ruptur abses hati disertai
peritonitis • Infeksi luka
• Kelainan pleuropulmonal • Abses rekuren
• Gagal hati
• Perdarahan ke rongga abses
• Perdarahan sekunder
• Hemobilia • Terjadi
• Empiema rekurensi/reaktifasi
• Fistula hepatobronkial abses
• Ruptur ke dalam perikard atau
peritoneum
Prognosis AHP
• Mortalitas AHP setelah diterapi antibiotika yang sesuai
dengan penyebab & dilakukan drainase  10-16%
• Prognosis buruk jika :
– Keterlambatan diagnosis & pengobatan
– Hasil kultur darah yg memperlihatkan bakterial penyebab
multipel
– Tidak dilakukan drainase
– Ikterus
– Hipoalbuminemia
– Efusi pleural / penyakit lain
Prognosis AHP
• Angka kematian 10-30 % & akan meningkat pada multiple abses.
• Faktor yang berperan terhadap prognosis:
– Usia tua makin buruk.
– Lokasi abses.
– Abses soliter atau multiple.
– Adanya komplikasi.
– Penyakit dasarnya keganasan.
– Drainase yg adekuat.
– Bakteremia poli-mikroba.
– Gangguan faal hati.
Abses Hati Amubik, Fungal,
Parasit
Abses Hati Amubik
• Amebiasis ekstraintestinal yang paling umum
• Akumulasi nekroinflamasi purulen di parenkim
hepar, yang disebabkan oleh amuba (terutama
Entamoeba histolytica)
• Lesi biasanya soliter
• Sering kali ditemukan di lobus kanan hepar
– Lobus kiri hepar → 5 – 21% kasus

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014
Entamoeba histolytica
• Rhizopoda
• Hospes : manusia
• Amebiasis, pada iklim sedang dan kosmopolit
• Ada 2 stadium : trofozoit dan kista
• Infektif : kista inti 4 (matang)
• Trofozoit (belah pasang)  dapat patogen dan
invasi jar. Colon tersebar lwt darah  hati,
paru ,otak, kulit dan vagina rusak
• Trofozoit (diare) dlm colon  kista (feses padat)
Buku Parasitologi Kedokteran FKUI
• Inkubasi 1-4 minggu • Dapat terjadi
• Asimptomatik (90%) 1. Amebiasis kolon akut
10%  simptomatik  Amebiasis kolon kronik
diare 2. Amebiasis hati(ektra
• Bisa terbentuk ulkus di intestinal)
usus  tinja disentri – Gejala  2-4 minggu,
demam, batuk, sakit kka,
– Sekum, sigmoid dan ggn GIT, hepatomegali
rektum (predileksi)
– Nanah warna coklat
– Sering lobus kanan, soliter

Buku parasitologi Kedokteran FKUI


Ascaris lumbricoides (Askariasis)
• Nematoda • Biasanya asimptomatik
• H: manusia • L : ggn di paru (sindrom
• D: di usus halus Loeffler)
• • D : ggn GIT(mual,muntah
Soil-transmitted helminths
dll)
• Infeksi: tertelan telur yang – Dapat terjadi obstruksi
infektif ileus
• Faktor resiko: sanitasi buruk, – Dapat terjadi abses hepar
personal higiene serta • Waspada : anak bisa
penggunaan feses manusia malabsorbsi, malnutrisi
 pupuk
Echinococcus granulosus
• H : rubah, srigala, anjing, kucing
• Di manusia sebabkan gejala stadium larva
 Hidatidosis
• Bisa terjadi kista hidatid :
hati(utama),paru,otak, ginjal, limpa, otot,
tulang dll
• Gejala : awal  asimptomatik
muncul gejala jika ada desakan kista,cairan kista merupakan
alergen dan pecahnya cairan kista  syok anafilaktik
Abses Hati Fungal
• <10% kasus abses hepar
• Terutama disebabkan oleh jamur Candida albicans
• Organisme lainnya yang pernah dilaporkan : Aspergillus
sp., Actinomyces sp.
• Terjadi pada individu yang :
– Mendapatkan kemoterapi
– Mengonsumsi antimikroba jangka panjang
– Mengalami keganasan hematologik
– Menjalani transplantasi organ padat
– Mengalami imunodefisiensi kongenital dan didapat
Peralta R, Lisgaris MV, Salata RA. Liver abscess.
[updated 2014 Apr 25; cited 2014 Oct 25].
Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/188802-
overview
Tanda dan gejala
Gejala klinis
• Akut  demam tinggi, • 25-40thn
menggigil, nyeri abdomen, • Nyeri abdomen
– Intensitas sedang kuadran kanan atas
sepsis
– Menjalar ke epigastrium (lobus kiri),
• Sub akut  penurunan BB, dada, bahu kanan
demam, dan nyeri abdomen • Demam remiten
relatif jarang • Anoreksia
• Khas  nyeri tekan perut • Ikterik 1/3 kasus
• Hepatomegali dengan konsistensi
regio kanan atas bervariasi
lunak dan permukaan rata
• Batuk dengan atau tanpa dahak
Kriteria Diagnosis AHA (Sherlock,2002)

1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik


2. Pembesaran hati pada laki-laki muda
3. Respons baik terhadap metronidazole
4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yg tidak lama
dan lekositosis dengan pada riwayat sakit yg lama
5. Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto thorax PA
dan lateral
6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect
7. Tes fluorescen antibodi amuba positif
Penatalaksanaan
Pasien muda, perjalanan ke daerah Lumenal amubisid untuk eradikasi kista
endemik, pencitraan (lesi tunggal), dan mencegah transmisi
• Lodoquinol 3x650 mg 10 hari
tidak terlihat toksik dugaan kuat AHA
• Aminosidine ( Paromomcin 25-35
 pemeriksaan feses  mencari
mg/kg/hari  selama 7-10 hari)
kista dan tropozoit amuba dan serum
• Ementine dan Chloroquine 
harus diperiksa antibodi E. hystolitica digunakan sebagai terapi alternatif
Terapi dimulai
• Metronidazole 3x750 mg per oral  Anak-anak :
Metronidazole 35-50 mg/kg/hari
7-10 hari
TID selama 7-10 hari
• Nitoimidazole kerja panjang Tinidazole 60 mg/kg/hr selama 5
( Tinidazole 2 gram PO dan hari
Ornidazole 2 gram PO)  efektif
sebagai terapi dosis tunggal
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 31
Tatalaksana Nonfarmako AHP
1. Aspirasi jarum perkutan → tidak rutin dilakukan untuk tatalaksana → indikasi :
• Berisiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses / efek kompresi (ukuran kavitas >5
cm)
• Abses pada lobus kiri hepar, yang dihubungkan dengan mortalitas ↑ dan
frekuensi ↑ untuk bocor ke peritoneum / perikardium
• Tidak ada respon klinis terhadap terapi dalam 3 – 5 hari
• Untuk menyingkirkan kemungkinan AHP, khususnya pada lesi multipel
• Tepi jaringan hepar yang tipis di sekitar abses (< 10 mm)
• Abses dengan pemeriksaan serologi (-)

2. Drainase perkutan
• Dilakukan bila aspirasi perkutan tidak dapat mengambil cairan yang kental /
aspirasi perkutan gagal
• Dilakukan dengan tuntunan USG / CT scan abdomen
• Penyulit : perdarahan, perforasi organ intraabdomen, infeksi, kesalahan
penempatan kateter untuk drainase

3. Reseksi hepar
• Jika didapatkan abses hepar dengan karbunkel disertai dengan hepatolitiasis,
terutama pada lobus kiri hepar
Tatalaksana Farmakologi AHA
TATALAKSANA FARMAKOLOGI
• Antibiotik spektrum luas sebelum ada hasil kultur
• Ampisilin, amoksisilin, dan aminoglikosida → bila sumber infeksi
terdapat di saluran empedu
• Sefalosporin generasi ke-3 → pilihan bila sumber infeksi terdapat di
usus
• Metronidazol → diberikan pada semua AHP dengan berbagai sumber
infeksi → mengatasi infeksi anaerobik
• Kombinasi beta-lactam + penghambat aktivitas beta-lactamase → untuk
AHP dengan sumber infeksi terdapat di usus; juga dapat mengatasi
infeksi anaerobik
• Sudah ada hasil kultur → antibiotika disesuaikan dengan kuman spesifik
• Antibiotika IV diberikan terlebih dahulu minimal selama 2 minggu,
dilanjutkan antibiotika oral selama 6 minggu
• Infeksi Streptococcus → pemberian antibiotika oral dosis tinggi > 6
minggu Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014.
Penatalaksanaan
Aspirasi jarum perkutan Drainase perkutan
Indikasi aspirasi jarum perkutan: • Dilakukan dengan tuntunan
• Resiko tinggi terjadinya ruptur USG abdomen atau CT scan
abses yg didefinisikan dengan abdomen
ukuran kavitas >5cm
• Abses pd lobus kiri hati yg • Penyulit yg dapat terjadi :
dihubungkan dengan mortalitas perdarahan, perforasi organ
tinggi dan frekuensi tinggi bocor intraabdomen, infeksi,
ke peritoneum atau perikardium ataupun terjadi kesalahan
• Tak ada respons klinis terhadap dalam penempatan kateter
terapi dalam 3-5 hari
untuk drainase
• Untuk menyingkirkan
kemungkinan AHP, khususnya
pasien dengan lesi multipel
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 34
Penatalaksanaan
Drainase secara operasi Reseksi Hati
• Tindakan ini sekarang  jarang • Indikasi spesifik : abses hati
dikerjakan  kecuali pada dengan karbunkel (liver
kasus tertentu seperti abses carbuncle) dan disertai
dengan ancaman  rupture dengan hepatolitiasis,
atau secara teknis susah terutama pada lobus kiri
dicapai atau gagal dengan hati
aspirasi biasa/
drainase perkutan.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 35


Penatalaksanaan
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Endoskopi
Gastrointestinal Indonesia) dan PPHI (Perhimpunan
Peniliti Hati Indonesia):
- Abses hati dgn diameter 1-5cm  terapi
medikamentosa, bila respons (-) dilakukan aspirasi
- Abses hati dengan diameter 5-8cm  terapi aspirasi
berulang
- Abses hati dengan diameter ≥8cm  drainase perkutan
Komplikasi AHA
• Perforasi abses ke berbagai rongga tubuh dan kulit
• Perforasi ke kranial
• Perforasi ke rongga pleura  efusi pleura, dapat berlanjut ke
bronkus
• Perforasi ke rongga perikard  efusi perikard dan tamponade
jantung  infeksi di atasi(inflamasi kronik)  perikarditis
konstriktiva
• Perforasi ke kaudal
– Akut : peritonitis umum
– Abses kronik(sebelem perforasi)peritonitis lokal
– Perforasi ke depan atau ke sisi ke arah kulitfistel
• Jarang : emboli ke otak  abses ameba otak
Prognosis AHA
• Dalam kebanyakan kasus, perbaikan klinis
yang cepat dapat terjadi dalam waktu < 1
minggu dengan terapi obat antiamebic saja. 
• Kematian terjadi pada 5% dari orang yang
mempunyai infeksi ekstraintestinal, termasuk
abses hati. Penyebab kematian abses pecah
ke dalam rongga peritoneum dan pericardium.
Prognosis AHA
• Diagnosis dini  80% sembuh
• Diagnosis terlambat  mortalitas 30-90%
• Prognosis yang buruk bila :
– usia >70 tahun,
– abses multipel
– keganasan
– penyakit medis berat
– imunokompromais
– infeksi polimikrobal
– komplikasi
– diagnosis yang terlambat.
LI 2 SIROSIS HATI
Definisi
• Sirosis hepatis (SH) adalah penyakit hati
menahun yang difus dan ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai
nodul.
• Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul sehingga terjadi gangguan
sirkulasi di dalam hati 
KLASIFIKASI
• FUNGSIONAL • ETIOLOGI DAN
– Kompensata/ MORFOLOGI
laten
– Alkoholik
– Dekompensata
/ aktif – Kriptogenik dan
post hepatik
• KONVENSIONA
(pasca nekrosis)
L
– Biliaris
– Makronodular
– Mikronodular – Kardiak
– Campuran – Metabolik,
keturunan dan
obat
KLASIFIKASI SECARA FUNGSIONAL
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis
hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang
nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati,
dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ascites, edema
dan ikterus.
Grading & staging
Manifestasi Klinik
 Fase kompensasi sempurna,
– merasa kurang kemampuan kerjanya, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau
konstipasi, berat badan menurun, kelemahan otot dan perasaan
cepat lelah akibat deplesi protein atau penimbunan air di otot

 Fase dekompensasi,
– Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider
naevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema
pretibial, ascites.
Gambaran Klinik
1. Umum → Kelelahan, anoreksia, malaise,
penurunan berat badan, otot mengecil, demam
2. Gastrointestinal → Perdarahan saluran cerna
3. Hematologi → Anemia, Trombositopenia,
Lekopenia, DIC, Gangguan fungsi koagulan
4. Paru → Sindrom hepato – Pulmoner
5. Ginjal → Sindrom hepatorenal, Hiperaldosteron
sekunder
6. Jantung → Sirkulasi hiperdinamik
7. Endokrin → Hipogonadisme, Feminisisasi,
Diabetes, Hiperparatiroidisme
8. Neurologi → Ensepalopati, Neuropati perifer
9. Muskuloskeletal → Clubbing, Penurunan massa
otot, Kejang otot
10.Kulit → Palmar eritem, Spider naevi, Ikterik
GAMBARAN LABORATORIS
SIROSIS
•Anemia normokrom normositer
•Anemia hipokrom mikrositer/makrositer
Kelainan •Trombositopenia
hematologi •Lekopenia
•Netropenia

•Lanjut  hati mengecil & nodular, permukaan irreguler,


Pemeriksaan pe↑an ekogenitas parenkim hati
radiologis •Ascites, splenomegali, trombosis &pelebaran vena porta,
skrining HCC

Tes fungsi hati

AST (SGOT) ↑↑
ALT (SGPT) ↑
Alkali fosfat ↑↑
GGT ↑↑
Bilirubin N/↑
Albumin ↓
Globulin ↑
Waktu protrombin Memanjang
Natrium serum ↓
Diagnosis
• Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang
sangat sulit menegakkan diagnosis SH. Pada proses
lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan
klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi
marker dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati /
peritoneoskopi. Sulit membedakan hepatitis kronik
aktif yang berat dengan SH dini.
 Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit
menegakkan diagnosis SH dengan adanya :
– Splenomegali
– Ascites
– Edema pretibial
– Laboratorium biokimia khususnya albumin
– Tanda kegagalan hati berupa : eritema palmaris,
spider naevi, vena kolateral
 Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7
tanda dibawah ini sudah dapat menegakkan diagnosis
SH dekompensasi, tanda-tandanya antara lain :
– Ascites
– Splenomegali
– Perdarahan varises (hematemesis)
– Penurunan albumin
– Spider naevi
– Eritema palmaris
– Vena kolateral
DIAGNOSIS
Sirosis Postnekrotik
•Besar hati terkadang normal, kadang2 juga
mengecil
Makrosko •
Pada keadaan lanjut : mengecil & tidak teratur
pis •Makronodul (θ=5-7 cm)
•Warna kecoklatan dengan daerah berwarna
kehijau2an karena statis empedu atau
kemerah2an karena perdarahan
•Daerah kolagen licin & kepucat2an
•Jaringan parut ebar & tidak teratur  destruksi
total sejumlah lobul
•Fibroblast, sel infalamasi, pembuluh darah ,
Mikrosko pseudoduktuli  pada beberapa keadaan
pis terlihat
•Gambaran KHAS : cicatrix hati + nekrosis masif
+ saluran empedu & pembuluh darah tersebar &
sel radang mononuklear
Sirosis Nutrisi/mikronoduler, alkoholik,
fatty/Laennec Sirosis
Makrosk •Hati membesar
opis •Nodul kecil merata dan seragam (θ 2-3mm)
•Warna kekuningan seperti emas
•Sel hati mengalami perlemakan dengan inti sel
terdesak ke tepi
Mikrosko •Sel ghati membengkak  akibat degenerasi
pis hidropik
•Statis empedu ringan di dalam kanalikuli
•VC menghilang (perlemakan mikronoduler)
Sirosis Posthepatik
Makrosk •Hati normal atau sedikit mengecil
opis •Warna merah kecoklatan
•Besar nodul antara 0,5-1,5 cm
•Fibrosis
•Penyempitan trabekuler
Mikrosko •parenkim, meluas dari daerah portal satu ke
Serabut jaringan ikat fibrosa melewati
pis
daerah portal lain
•Sel PMN (dalam septa)
•Tidak ada statis empedu
Komplikasi
 prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar
komplikasi :Kegagalan hati (hepatoselular)
 Hipertensi portal
– Kegagalan hati  timbul spider naevi, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia,
ikterus, ensefalopati, dll.
– Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena
esofagus / cardia, caput medusae, hemorrhoid, vena kolateral dinding perut
 Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul
komplikasi lain, berupa :
– Ascites
– Ensefalopati
– SBP
– Sindrom hepatorenal
– Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
Penatalaksanaan
 Tirah baring
 Diet rendah protein (DH III : protein 1 g/kgBB, maksimal 55 kg)
– Bila ada ascites  Diet rendah garam II (600 – 800 mgNa/hari) atau III
(1000 – 1200 mgNa/hari).
– Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000 - 3000 kal) dan
tinggi protein (80 - 125 g/hari).
– Bila ada tanda-tanda ensefalopati / koma hepatikum  protein dalam
makanan dihentikan (DH I).
 SH yang diketahui etiologinya :
– Alkohol
Intake alkohol dihentikan dan untuk menghambat perkembangan
kolagenik dapat dicoba pemberian D penicilamine (helating agent) dan
Colchicine. Diet tinggi kalori (3000 kal) dengan kandungan protein 70 –
90 g/hari.
– Hemokromatosis
Dihentikan pemakaian preparat besi dan dilakukan venaseksi 2x/minggu
sebanyak 500 cc selama setahun.
– Penyakit Wilson
Diberikan D Penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan
cuprum dan menambah ekskresi melalui urin.
– Hepatitis kronik autoimun
Diberikan kortikosteroid
Complications of cirrhosis
Portal hypertension
• elevation of the hepatic venous pressure
gradient (HVPG) to >5 mmHg

• Etiology or pathogenesis
– increased intrahepatic resistance to the passage
of blood flow through the liver due to cirrhosis
and regenerative nodules
– increased splanchnic blood flow secondary to
vasodilatation within the splanchnic vascular bed

• Complication  variceal hemmorhage &


ascites
Classification
Clinical features
• Esopagheal varices
– 5–15% of cirrhotics per year develop varices
– Risk factors for bleeding 
• severity of cirrhosis;
• height of wedged-hepatic vein pressure;
• size of the varix;
• location of the varix;
• certain endoscopic stigmata (red wale signs,
hematocystic spots, diffuse erythema, bluish color,
cherry-red spots, or white-nipple spots)
– Diagnosis
• revealed by the presence of thrombocytopenia
• appearance of an enlarged spleen
• development of ascites, encephalopathy and/or
esophageal varices with or without bleeding
• Abdominal imaging, either by CT or MRI  nodular
liver
• interventional radiologic procedures  wedged and
free hepatic vein pressures  >12 mmHg 
hemmorhage
Treatment
• Primary prophylaxis • Prevention of re-
– Routine screening bleeding
with endoscopy
– nonselective beta
blockade or by
variceal band
ligation
• Acute
– vasoconstricting
agents
(somatostatin &
ocreotide)
– Balloon tamponade
– transjugular
intrahepatic
portosystemic shunt
(TIPS)
• Splenomegaly & hypersplenism
– the presence of an enlarged spleen on physical examination
– thrombocytopenia and leukopenia in patients who have
cirrhosis
– fairly significant left-sided and left upper quadrant
abdominal pain related to an enlarged and engorged spleen

– Hypersplenism with the development of thrombocytopenia


 first indication of portal hypertension
• Ascites
– accumulation of fluid within the peritoneal cavity
– e/  portal hypertension

– Pathogenesis 
– Clinical features
• increase in abdominal girth + development of
peripheral edema
• usually have at least 1–2 L of fluid in the abdomen
before they are aware that there is an increase
• Massive fluid  respiratory function can be
compromised  shortness of breath
• Malnourished
• Muscle wasting
• Fatigue & weakness
– Diagnosis
• aided by abdominal imaging
• bulging flanks
• Fluid wave / shifting dullness +
• Patient with cirrhosis  protein concentration of the
ascitic fluid  low
• Patient with portal hypertension  ascitic fluid
albumin level is >1.1 g/dL
Treatment
• Dietary • Refractory ascites
– dietary sodium
restriction
– eat fresh or frozen
foods
– avoiding canned or
processed foods 
preserved with
sodium
• spironolactone at
100–200 mg/d
• furosemide may be
added at 40–80
mg/d
Spontaneous bacterial peritonitis
• severe complication of ascites characterized by
spontaneous infection of the ascitic fluid without
an intraabdominal source
• Cirrhosis  25-30%
• Most common organisms  E. Coli & other gram
positive bacteria (Streptococcus viridans,
Staphococcus aureus, and Enterococcus sp)

• Clinical features
– fever, altered mental status, elevated white blood cell
count, and abdominal pain or discomfort, or

• Treatment  second-generation cephalosporin


(cefotaxime)
Hepatorenal syndrome
•  form of functional renal failure
without renal pathology that occurs in
about 10% of patients with advanced
cirrhosis
– Type 1 progressive impairment in renal
function and a significant reduction in
creatinine clearance within 1–2 weeks of
presentation
– Type 2  reduction in glomerular
filtration rate with an elevation of serum
creatinine level, but it is fairly stable and is
associated with a better outcome than
that of Type 1 HRS
• Pathogenesis
– disturbances in the arterial renal circulation 
increase in vascular resistance accompanied by
a reduction in systemic vascular resistance
• Diagnosis
– usually in the presence of a large amount of
ascites in patients who have a step-wise
progressive increase in creatinine
• Treatment 
– dopamine or prostaglandin analogs were used
as renal vasodilating medications (past)
– Midodrine (α-agonist) + octreotide and
intravenous albumin
– Transplantation
Hepatic encephalopathy
•  alteration in mental status and cognitive function occurring
in the presence of liver failure
• e/  Gut-derived neurotoxins that are not removed by the
liver

• Clinical features
– acute liver failure  mental status can occur within weeks to
months, brain edema  cerebral hernia
• Th/  mannitol & IV fluids
– Cirrhosis  confused or exhibit a change in personality, quite violent
and difficult to manage, very sleepy and difficult to arouse, asterixis
• Treatment
– management of the precipitating factors (hypokalemia,
infection, an increased dietary protein load, or
electrolyte disturbances)
– restriction of dietary protein  discouraged
– vegetable-based protein
– Lactulose  colonic acidification  promote 2–3 soft
stools per day
– neomycin and metronidazole; rifaximin
– Zinc supplementation
Malnutrition in Cirrhosis
• liver is principally involved in the regulation of protein
and energy metabolism in the body
• Cirrhosis  catabolic  muscle protein is metabolized

• Factors  including poor dietary intake, alterations in


gut nutrient absorption, and alterations in protein
metabolism

• Treatment  dietary supplementation


Abnormalities in coagulation
• decreased synthesis of clotting factors and
impaired clearance of anticoagulants
• Vitamin K–dependent clotting factors are
Factors II, VII, IX, and X  <<

• Decrease of hepatic mass  synthesis of


vitamin K–dependent clotting factors is
diminished  administration of vit-K  useless
Bone Disease in Cirrhosis
• patients with chronic cholestatic liver disease 
malabsorption of vitamin D and decreased calcium
ingestion  osteoporosis

• Diagnosis  Dual x-ray absorptiometry (DEXA) 


determining osteoporosis or osteopenia in patients
with chronic liver disease

• Treatment  bisphosphonates (inhibiting resorption of


bone)
Hematologic abnormalities in cirrhosis

• anemia from a variety of causes


– Hypersplenism
– Hemolysis
– Iron deficiency
– Folate deficiency from malabsorption

– Chronic liver disease  macrocytosis &


neutropenia
Karsinoma hepar
Epidemiologi
• Salah satu keganasan tersering di seluruh
dunia
• Rasio pria terhadap wanita sekitar 4:1
• Banyak di daerah endemik yg berkaitan
dengan tingginya angka hepatitis B serta
pencemaran padi-padian, air minum, dan
tanah oleh mikotoksin

Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed


Faktor resiko
• Hepatitis B dan C kronik
• Karsinogen kimiawi-> produk jamur aspergillus
(aflatoksin) yg dapat ditemukan di padi-padian,
kacang, beras yg disimpan di tempat yg panas
dan lembab
• Sirosis-> karena hepatitis, alkohol,
steatohepatitis non alkohol (NASH), penyakit
metabolik (hemokromatis, penyakit Wilson,
tirosinemia, porfiria)
Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed
Manifestasi klinis
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Nyeri abdomen • Hepatomegali
• Pembengkakan perut-> • Asites
karena asites akibat penyakit • Splenomegali-> akibat
hati kronik ataupun karna
hipertensi porta
tumor yg membesar
• Atrofi otot
• Penurunan BB
• Mual • Tanda penyakit hati kronik:
ikterus, dilatasi vena
• Hematemesis-> karena varises
abdomen, eritem palmaris,
esofagus yg disebabkan oleh
hipertensi porta ginekomastia, edem perifer

Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed


Diagnosis
• Anamnesa: evaluasi faktor predisposisi-> riwayat hepatitis,
penggunaan alkohol dll
• Lab: uji fungsi hati, hitung darah lengkap, kadar amonia
• Pemeriksaan serologi: α-Fetoprotein (AFP)-> penanda tumor
serum, tes serologi hepatitis ( HBV DNA atau HCV RNA)
• Radiologi: USG-> hipervaskularitas massa tumor
(neovaskularisasi arteri abnormal), CT scan-> menentukan
ukuran dan luas tumor serta invasi ke vena porta
• Biopsi
• Pemeriksaan skrining: cek kadar AFP dan USG tiap 6 bulan
pada pasien resiko tinggi

Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed


Tatalaksana
• Eksisi bedah
• Ablasi lokal-> menggunakan panas untuk
melenyapkan tumor
• Injeksi lokal-> penyuntikan lokal ke tumor
menggunakan etanol-> destruksi sel kanker
• Transplantasi hati

Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed

Anda mungkin juga menyukai