Anda di halaman 1dari 39

STANDAR PENANGAN KEGAWATDARURATAN

OBSTETRIC DAN NEONATAL

Reporter:XXX Time:XXXX
Alfiyah Rasyidah

CONTENTS Anggita Noor Islamiati

Febria Tri Pujayana

Istiqomah Hanifah Rachman

04
Yulia Zamilata Zahra
STANDAR 16 : PENANGANAN PERDARAHAN
DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER III

1
Tujuan :

 Mengenali dan melakukan tindakan secara cepat


dan tepat perdarahan dalam trimester III
kehamilan.

Pernyataan Standar :

 Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala


perdarahan pada kehamilan, serta melakukan
pertolongan pertama dan merujuknya.

Hasil :

 Ibu yang mengalami perdarahan pada trimester


III kehamilan segera mendapat pertolongan
yang cepat dan tepat.

 Kematian ibu atau janin akibat perdarahan


dalam kehamilan dan perdarahan antepartum
berkurang.
Prasyarat :

Bidan memberikan perawatan antenatal rutin


pada ibu hamil.
Ibu hamil mencari perawat kebidanan jika
komplikasi kehamilan terjadi.
Bidan sudah terlatih dan terampil untuk :
Mengetahui penyebab, mengenai tanda tanda
dan penanganan perdarahan pada trimester III
kehamilan.
Pertolongan pertama pada kegawatdarurat,
termasuk pemberian cairan IV.
Mengetahui tanda tanda dan penangan syok.
Tersedianya alat perlengkapan yang penting
misalnya sabun, air bersih yang mengalir,
handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat
suntik steril sekali pakai, jarum IV steril 16 dan
18 G, Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %, set infus , 3
pasang sarung tangan bersih.
Penggunaan KMS Ibu Hamil / Kartu Ibu , Buku
KIA.
1. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank
darah berjalan dengan baik untuk ibu yang
mengalami perdarahan selama kehamilan.
Proses :

Bidan harus :
1. Cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah
melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung
tangan bersih kapan pun menangani benda yang
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.
2. Memeriksakan dan merujuk ibu hamil yang
mengalami perdarahan dari jalan lahir. ( Semua
perdarahan yang bukan show, adalah kelainan ).
Add title
3. Berikan penyuluhan dan nasehat tentang bahaya
perdarahan dari jalan lahir sebelum bayi baru lahir
kepada ibu atau suami / keluarganya pada setiap
kunjungan.
4. Nasehat ibu hamil, suaminya atau keluarganya
untuk memanggil bidan bila terjadi perdarahan
atau nyeri hebat di daerah perut kapanpun dalam
kehamilan.
5. Lakukan penilaian keadaan umum ibu dan
perkirakan usia kehamilannya.
6. Jangan melakukan periksa dalam.
7. Rujuk ibu yang mengalami perdarahan vagina pada
trimester III ke Rumah Sakit terdekat.
8. Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat ( lihat
kontak berjudul “ Gejala dan tanda Syok “ ) atau jika
ibu mengalami perdarahan hebat, rujuk segera.
Add title
9. Perkirakan seakurat mungkin jumlah kehilangan
darah.
10. Buat catatan lengkap. Dokumentasi dengan
seksama semua perawatan yang diberikan.
11. Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke Rumah Sakit
dan mintalah keluarga yang akan menyumbangkan
darahnya untuk ikut serta.
12. Mengikuti langkah – langkah untuk merujuk.
STANDAR 17 : PENANGANAN
KEGAWATDARURATAN PADA EKLAMSIA.

2
Tujuan :
 Mengenali secara dini tanda – tanda dan gejala –
gejala preeklamsia berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil
tindakan yang tepat dan segera dalam penanganan
kegawadaruratan bila eklamsia terjadi.
Pernyataan Standar :
 Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan
gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan
eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang
tepat, memulai perawatan, merujuk ibu dan / atau
melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang
tepat.
Hasil :
 Penurunan kejadian eklamsia.
 Ibu hamil yang mengalami preeklamsia berat dan
eklamsia mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat.
 Ibu dengan tanda – tanda preeklamsia ringan akan
mendapatkan perawatan yang tepat waktu dan
memadai serta pemantauan.
 Penurunan kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
Prasyarat :  
1. Kebijakan dan protokol nasional / setempat yang mendukung bidan memberikan
pengobatan awal untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan preeklamsia berat dan
eklamsia.
2. Bidan melakukan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan
rutin tekanan darah.
3. Bidan secara rutin memantau ibu dalam proses persalinan dan selama periode
postpartum terhadap tanda dan gejala preeklamsia termasuk pengukuran tekanan
darah.
4. Bidan terlatih dan terampil untuk :
5. - Mengenal tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan
eklamsia.
6. - Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada preeklamsia ringan,
preeklamsia berat dan eklamsia.
7. Tersedia perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan
cairan IV . Jika mungkin perlengkapan untuk memantau protein dalam air seni.
8. Tersedia obat anti hipertensi yang dibutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya
Proses : 
Bidan harus :
1. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan
kemajuan persalinan pada partograf dan catat persalinan.
2. Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalianan, maka lakukan
palpasi uterus dengan teliti untuk mendeteksi gejala – gejala dan tanda
lingkaran retraksi patologis / lingkaran Bandl.
3. Jaga ibu untuk mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan,
anjurkan ibu agar sering minum.
4. Menganjurkan ibu untuk berjalan – jalan dan merubah posisi selama proses
persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring telentang selama
proses persalinan dan kelahiran.
5. Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan. Kandung
kemih yang penuh akan memperlambat penurunan bayi dan membuat ibu
tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu tidak bisa kencing sendiri dan
kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dan karet.
6. .Amati tanda – tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi
abdominal, menilai penurunan janin, dan periksa dalam, menilai
penyusupan janin dan pembukaan serviks paling sedikit setiap 4 jam
selama fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada
partograf.
7. Selalu amati tanda – tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal ini terjadi.
8. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan, sebelum dan sesudah
melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam. Selalu
menggunakan teknik aseptik pada saat melakukan periksa dalam. periksa dengan teliti vagina dan kondisinya
(jika vagina panas / gejala infeksi dan kering / gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan
bahaya). Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah serviks tipis, tagang atau mengalami edema.
Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada
partograf dilewati persiapkan rujukan yang tepat.
9. Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0 – 4 cm) : berlangsur lebih dari 8 jam.
10. Rujuk dengan tepat untuk fase  aktif persalinan yang memanjang kurang dari 1 cm / jam dan garis waspada
pada partograf telah dilewati.
11. Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang
12. Jika ada tanda dan gejala persalianan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu dibaringkan
miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV. Rujuk segara ke rumah sakit , dampingi ibu untuk menjaga agar
keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu, suami / keluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu perlu
dibawa ke rumah sakit.
13. Jika dicurigai adanya ruptura uteri maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan
cairan IV, biasanya diberikan ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6
jam secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam setelah bayi lahir.
14. Bila kondisi ibu / bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu
kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum.
15. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir :
16. Lakukan episiotomi.
17. Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu melipat kedua paha,
dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin ( Manuver Mc Robert ).
18. Gunakan sarung tangan steril / DTT.
19. Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
20. Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan
tekanan suprapubis kebawa untuk membantu kelahiran bahu. Pemberian dorongan
pada fundus nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan menyebabkan
ruptura uteri.
21. Isi partograf, Kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan
menyeluruh. Jika ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu copy
partograf ibu dan dokumen lain bersama ibu.
STANDAR 19 : PERSALINAN DENGAN
MENGGUNAKAN VAKUM EKSTRAKTOR

3
Tujuan :
 Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan
menggunakan vakum ekstraktor.
Pernyataan Standar :
 Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum,
melakukannya secara benar dalam memberikan pertolongan
persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.
Hasil :
 Penurunan kesakitan / kematian ibu/ bayi akibat persalinan
lama. Ibu mendapatkan penanganan darurat obstetri yang cepat
dan tepat.
 Extraksi vakum dapat dilakukan dengan aman.
Prasyarat :
 Kebijakan yang dilakukan untuk indikasi penggunaan vakum ekstraktor
oleh bidan.
 Bidan dipanggil jika ibu mulai mulas / ketuban pecah.
 Bidan berlatih dan terampil dalam pertolongan persalinan dengan
menggunakan ekstraksi vakum.
 Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa
sarung tangan DTT / steril.

Add title
Tersedianya alat / perlengkapan yang diperlukan, seperti sabun, air
bersih, handuk bersih.
 Vakum ekstraktor dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik,
mangkuk dan tabung yang akan masuk ke dalam vagina harus steril.
 Peralatan resusitasi bayi baru lahir harus tersedia dan dalam keadaan
baik.
 Adanya sarana pencatatan, yaitu partograf dan catatan persalinan / kartu
ibu.
 Ibu, suami dan keluarga diberi tahu tindakan yang akan dilakukan
( Informed Consent atau persetujuan tindakan medik ).
Proses :

Bidan harus :

1. Pastikan bahwa ekstraksi vakum memang perlu dilakukan, sesuai dengan


protokol yang ditentukan.

2. Siapkan semua peralatan dan hubungan satu dengan yang lain. Pastikan
bahwa tabung vakum terhubung dengan baik dan katup pengaman
berfungsi dengan baik.
3. Cuci tangan dengan sabun, gunakan sarung tangan steril / DTT. Add title
4. Mintalah ibu untuk BAK, jika kandung kencingnya penuh. Jika tidak
bisa lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik.
5. Baringkan ibu pada posisi litotomi. Bersihkan daerah genital dengan air
matang.
6. Dengan teknik aseptik, lakukan periksa dalam dengan hati – hati untuk
mengukur pembukaan serviks dan menilai apakah ketuban sudah pecah.
Ketuban harus dipecahkan bila belum pecah, sebelum mangkuk
penghisap dipasang. Pastikan bahwa serviks sudah membuka penuh dan
bahwa bayi tidak lebih dari 2/5 di atas simfisis pubis.
7. Pilih mangkuk penyedot paling besar yang sesuai dengan ukuran.
Tempatkan mangkuk dengan hati – hati di atas kepala janin. Pastikan bahwa
mangkuk tidak di atas sutura atau fontanel.
8. Periksa pemasangan mangkuk penyedot untuk memastikan bahwa tidak
ada bagian serviks atau dinding vagina yang terjepit di antara mangkuk dan
kepala bayi.
9. Mulailah menghisap, sesuai dengan petunjuk penggunaan alat. Naikkan
tekanan dengan perlahan, lalu pastikan mangkok sudah mantap di kepala
bayi sebelum mulai menarik.
10. Periksa kembali apakah dinding vagina dan serviks bebas dari mangkuk
penghisap.
Add title
11. Pada his berikutnya, naikkan hisapan lebih lanjut. Jangan pernah melebihi
tekanan maksimum 600 mmHg.
12. Lakukan tarikan pelan tapi mantap. Jaga tarikan pada sudut 90 dari
mangkuk penghisap.
13. Bila pada dua kali tarikan mangkuk lepas atau bayi belum lahir setelah 30
menit atau 3 kali tarikan tidak terjadi penurunan kepala, segera dirujuk.
14. Mintalah ibu meneran bila ada his, seperti pada persalinan normal.
15. Periksa detak jantung janin diantara kontraksi.
16. Bila his berhenti bidan harus menghentikan tarikan. Tunggu sampai ada
his lagi dan lakukan lagi penarikan dengan cara seperti di atas.
17.Jelaskan dengan hati-hati dan ramah kepada ibu apa yang dilakukan, usahakan agar ia tenang dan bernapas
dengan normal, membantu dengan meneran bila ada his.
18. Bila kepala sudah turun di perineum, lakukan tarikan ke arah horizontal lalu ke atas.
19. Lakukan episiotomi bila dasar panggul sudah sangat teregang. Jika perlu, episiotomi hanya dilakukan bila
kepala sudah meregangkan perineum.
20. Bila kepala sudah lahir, pelan-pelan turunkan tekanan vakum ekstrator, lalu lanjutkan dengan pertolongan
persalinan seperti biasa.
21. Segera setelah bayi lahir, lakukan perawatan segera pada bayi baru lahir, mulai resusitasi bayi jika diperlukan.
22. Setelah bayi lahir dan plasenta dilahirkan dengan penatalaksanaan aktif kala tiga periksa dengan teliti dinding
vagina terhadap robekan / perlukaan gunakan cahaya lampu yang terang. Add title
23. Jika perlu, jahit robekan dengan menggunakan peralatan dan sarung tangan steril / DTT.
24. Periksa bayi dengan teliti terhadap luka / trauma akibat mangkuk penghisap, jelaskan pada ibu dan suami /
keluarganya bahwa pembengkakan pada kepala bayi yang ditimbulkan oleh mangkok adalah normal dan akan
menghilang dalam 12 -24 jam.
25.Perhatikan apakah ibu dapat BAK dengan normal sesudah melahirkan dan apakah tidak ada kerusakan pada
uretra atau leher kandung kemih.
26. Jika terjadi retensi urine atau ada tanda dan gejala terjadinya fistula maka pasang kateter karet dan segera
rujuk ibu ke rumah sakit
27. Amati kemungkinan terjadinya hematoma sesudah persalinan.
28. Buat pencatatan yang seksama dan lengkap pada partograf.
STANDAR 20 : PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
RETENSIO PLASENTA.

4
Tujuan :
 Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika
terjadi retencio plasenta total / parsial.
Penyataan Standar:
 Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan
pertolongan pertama, termasuk plasenta manual dan
penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil :
 Penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio
plasenta.
 Ibu dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan
yang cepat dan tepat.
 Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.
Prasyarat :
1. Bidan telah terlatih dan terampil dalam :

2. Fisiologi dan manajemen aktif kala III

3.   Pengendalian dan penangan perdarahan, termasuk


pemberian oksitoksika, cairan IV dan plasenta manual.

4.  Tersedianya peralatan dan perlengkapan penting.


Add
5. Tersedia obat – obat antibiotik dan title
oksitoksika.

6. Adanya partograf dan catatan persalianan atau kartu


ibu.

7.  Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan


dilakukan.
8. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah
berjalan dengan baik, untuk ibu yang mengalami
perdarahan paska persalinan sekunder
Proses :

1. Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu yang

melahirkan melalui pervagina.

2. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.

3. Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi
penatalaksanaan aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10 IU
IM dan teruskan penegangan tali puasat terkendali dengan hati – hati. Teruskan
melakukan penatalaksaan aktif persalinan kala III 15 menit atau lebih, dan jika

Add title
placenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk
terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami
perdarahan hebat rujuk segera ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.

4.  Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual.
Bila tidak berhasil rujuk segera.

5. Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang
besar untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah
membaik atau kembali normal.

6. Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan


secara septik.
7.         Baringkan ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di
tempat tidur.

8.         Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepan
10 mg IM.

9.         Cuci tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir
dan handuk bersih, gunakan sarung tangan bersih / DTT.

10.     Masukkan tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat
Add title
dan melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai placenta.

11.     Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas
fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus
carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu
lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta dari dinding
uterus.

12.     Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati
– hati dan perlahan.
13.     Bila plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada
kontraksi.

14.     Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri
dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal.

Add title
15.     Periksa robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.

16.     Bersihkan ibu bila merasa nyaman.

17.     Jika tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak
terkendali, maka rujuk ibu kerumah sakit dengan segera.

18.     Buat pencatatan yang akurat.


STANDAR 21 : PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM
PRIMER

5
Tujuan :
 Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan
yang tepat pada ibu yang mengalami perdarahan post partum
primer/atonia uteri.
Pernyataan standar :
 Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam
pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan
segera melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan untuk
mengendalikan perdarahan.
Hasil :
 Penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan post
partum primer.
 Meningkatkan pemanfaatan pelayanan bidan.
 Rujukan secara dini untuk ibu yang mengalami perdarahan post
partum primer ke tempat rujukan yang memadai (rumah sakit atau
puskesmas).
Persyaratan :
 Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan post partun
termaksud pemberian obat oksitosin dan cairan IV, kompresi bimanual
dan kompresi aorta.
 Tersedia peralatan / perlengkapan penting yang diperlukan dalam
kondisi DTT / steril.
 Tersedia obat antibiotika dan oksitosika serta tempat penyimpanan
yang memadai.
 Tersedia sarana pencatatan: Kartu Ibu , partograf.
 Tersedia tansportasi untuk merujuk ibu direncanakan.
 Sistem rujukan yang efektif untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri
dan fasilitas bank darah berfungsi dengan baik untuk merawat ibu yang
mengalami perdarahan post partum.
Proses :

Bidan harus:

1. Periksa gejala dan tanda perdarahan post partum primer.


2. Segera setelah placenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya
berkontraksi, untuk mengeluarkan gumpalan darah, sambil melakukan masase fundus uteri
periksa plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.
3. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum memberikan
perawatan. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam, dan gunakan sarung
tangan bersih kapanpun menangani benda yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
4. Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik :
• Berikan 10 unit oksitosin IM.
• Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, dengan menggunakuan teknik aseptik, pasang kateter ke
kandung kemih.
• Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang
terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastisi lokal menggunakan teknik aseptik pasang kateter ke kandung
kemih.
• Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang
terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastisi lokal menggunakan teknik aseptik.
5. Jika uterus mengalami atonia uteri, atau perdarahan terus terjadi :

• Berikan 10 unit oksitosin IM.


• Lakukan masase uterus untuk megeluarkan gumpalan
darah.Periksa lagi apakah placenta utuh dengan teknik aseptik,
menggunakan sarung tangan DTT / steril, usap vagina dan
ostium serviks untuk menghilangkan jaringan placenta atau
selaput ketuban yang tertinggal.
• Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, gunakan teknik aseptik
untuk memasang kateter kedalam kandung kemih.
• Gunakan sarung tangan DTT / steril, lakukan kompres
bimanual internal maksimal 5 menit atau hingga perdarahan
bisa dikendalikan dan uterus bisa berkontraksi dengan baik.
• Anjurkan keluarga untuk mulai mempersiapkan kemingkinan
rujukan.
• Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus dapat berkontraksi dengan baik :
- Teruskan kompresi bimanual selama 1 – 2 menit atau lebih.
- Keluarkan tangan dari vagina secara hati – hati.
- Pantau kala 4 persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan masase uterus
untuk memerikasa atonia , mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah dan nadi.
• Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah
dimulainya kompresi bimanual pada uterus.
- Instruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal.
- Keluarkan tangan dari vagina secara hati – hati
- Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan methergin 0,2 mg IM.
- Mulai IV Ringer Laktat 500 cc + 20 unit oksitoksin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik.
- Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat + 20
unit oksitoksin yang kedua.
- Jika uterus tetap atoni dan / atau perdarahan terus berlangsung, ulangi kompresi
bimanual internal.
- Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan – lahan dan pantau kala IV
persalinan dengan cermat.
- Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan.
- Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan infus IV dengan kecepatan 500 cc / jam
hingga ibu mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga 125 cc /
jam.
• Jika ibu menunjukkan tanda dan gejala syok rujuk segera dan melakukan tindakan berikut
ini :
- Jika IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti tercantum di atas.
- Pantauan dengan cemat tanda – tanda vital ibu, setiap 15 menit pada saat perjalanan ke
tempat rujukan.
- Berikan ibu dengan posisi miring agar jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan
meminimalkan risiko aspirasi jika ibu muntah.
- Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tapi jangan membuat ibu kepanasan.
- Jika mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang kembali ke jantung.
• Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada maka kemungkinan
terjadi ruptura uteri. Hal ini juga memerlukan rujukan segera ke rumah sakit.
• Bila kompres bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta. Cara ini
dilakukan pada keadaan darurat, sementara penyebab perdatahan sedang dicari.
• Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
• Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan yang dilakukan dan
semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat pencatatan.
• Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk keterlambatan akan berbahaya.
• Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda
infeksi. Berikan antibiotika jika terjadi tanda – tanda infeksi
STANDAR 22 : PENANGANAN PERDARAHAN
POST PARTUM SEKUNDER

6
Tujuan :
 Mengenali gejala dan tanda – tanda perdarahan postpartum
sekunder serta melakukan penanganan yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa ibu.
Pernyataan Standar :
 Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta
gejala perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan
pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, dan / atau
merujuknya.
Hasil :
 Kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan
postpartum sekunder menurun.
 Ibu yang mempunyai risiko mengalami perdarahan
postpartum sekunder ditemukan dini dan segera
ditangani secara memadai.
Prasyarat :
1. Sistem yang berjalan dengan baik agarr ibu dan bayi mendapatkan pelayanan
pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah
persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan nifas, termasuk
pengenalan dan penanganan bila terjadi perdarahan postpartum sekunder.
3. Tersedia alat / perlengkapan penting yang diperlukan seperti sabun bersih, air
bersihyang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan alat suntik
steril sekali pakai, set infus dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, beberapa
pasang sarung tangan DTT / steril.
4. Obat – obatan yang penting dan tersedia : oksitoksika ( oksitoksin, metergine
), cairan IV ( Ringer Laktat ) dan antibiotika. Tempat penyimpanan yang
mrsedia.
5. Adanya pencatatan pelayanan nifas / Kartu ibu.
6. Sistem rujukan efektif, termasuk bank darah yang berfungsi dengan baik
untuk ibu degan perdarahan postpartum.
Proses :

Bidan harus :

1. Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan dari vagina atau
lokhia berlebihan pada 24 jam – 42 hari sesudah persalinan dianggap sebagai perdarahan
postpartum sekunder dan memerlukan pemeriksaan dan pengobatan segera.
2. Pantau dengan hati – hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan postpartum sekunder
paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda – tanda awalnya ibu yang berisiko
adalah ibu yang mengalami :

•   Kelaian placenta dan selaput ketuban tidak lengkap.

• Persalinan lama.

•   Ineksia uterus.

•   Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat.

•    Terbentuknya luka setelah bedah sesar.

•   Terbukanya luka setelah episiotomi.

3.      Jika mungkin, mulai berikan Ringer Laktat IV menggunakan jarum berlubang besar ( 16
atau 18 G ).

4.      Berikan obat – obatan oksitoksika : oksitoksin 10 IU dalam 500 cc Ringer Laktat,


Oksitoksin 10 IU IM atau Metergin 0,2 mg IM ( jangan berikan Metergine jika ibu memiliki
tekanan darah yang tinggi ).
5.      Berikan antibiotika Ampisilin 1 gr IV, rujuk segera ke rumah sakit atau puskesmas yang
memadai.

6.      Bila kondisi ibu buruk, atau ibu mengalami tanda atau gejala syok, pasang IV untuk
menggantikan cairan yang hilang dan segera rujuk. ( cairan IV dengan tetesan cepat supaya nadi
bertambah kuat, lalu tetesan dipelankan dan diperhatikan terus sampai ibu tiba di rumah sakit ).

7.      Jelaskan dengan hati – hati kepada ibu, suami dan keluarganya tentang apa yang terjadi.

8.      Rujuk ibu bersama bayinya ( jika mungkin ) dan anggota keluarganya yang dapat menjadi
donor darah jika diperlukan kerumah sakit.

9.      Observasi dan catat tanda – tanda vital secara teratur, catat dengan teliti riwayat perdarahan
: kapan mulainya dan berapa banyak darah yang sudah keluar. ( Hal ini akan menolong dalam
mendiagnosis secara cepat memutuskan tindakan yang tepat ).

10.  Berikan suplemen zat besi dan asam folat selama 90 hari kepada yang mengalami
perdarahan postpartum sekunder ini.

11.  Buat catatan yang akurat.


STANDAR 23 : PENANGANAN SEPSIS
PUERPURALIS

7
Tujuan :
 Mengenali tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil
tindakan yang tepat.
Pernyataan Standar :
 Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis
puerpularis, melakukan perawatan dengan segera dan
merujuknya.
Hasil :
 Bidan dengan sepsis puerpuralis mendapat penanganan
yang memadai dan tepat waktu. Penurunan kematian
dan kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
 Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam pelayanan
nifas.
Prasyarat :
1. Sistem yang berjalan dengan baiik agar ibu mendapatkan pelayanan pasca
persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik
dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
2. Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk
penyebab, pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis
puerpuralis.
3. Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir,
handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus
steril dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
4. Tersedia obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika.
Juga tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
5. Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
6. Sistem rujuukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk
ibu dengan komplikasi pasca persalinan.
Proses :

Bidan harus :

1. Amati tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala dibawah 12. Tekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan
ini terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2. banyak minum bagi ibu.
2. Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi. 13. Motivasi ibu untuk tetap memberikan AS.
3. Beri penyuluhan kepada ibu, suami . keluargany agar waspada terhadap tanda / gejala 14. Lakukan semua Pencatatan dengan seksama.
infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya. 15. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam,
4. Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi. segera rujuk ke RS.
5. Jike uterus nyeri, pengecilan uter lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam, mulai 16. Jika syok terjadi ikuti langkah – langkah penatakasaan syok yang didiskusikan
berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar  ( 16 – 18G ), rujuk ibu segera di satandar 21
ke RS ( ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta ).
6. Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi dehidrasi, beri
cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
7. . Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan antibiotika.
8. Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat terpisah / jauh dari anggota keluarga lainnya, sampai
infeksi teratasi.
9. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa inu / bayi.
10. Alat – alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas /
bayi lain.
11. Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan
membuangnya dengan hati – hati.
STANDAR 24 : PENANGANAN
ASFIKSIA NEONATORUM

8
Tujuan :
 Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia
neonatorum, mengambil tindakan yang tepat dan melakukan
pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia neonatorum.
Pernyataan Standar :
 Bidan mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia,
serta melakukan tindakan secepatnya, memulai resusitasi
bayi baru lahir, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan
memberikan perawatan lanjutan yang tepat.
Hasil :
 Penurunan kematian bayi akibat asfiksia neonatorum.
Penurunan kesakitan akibat asfiksia neonatorum.
 Meningkatnya pemanfaatan bidan.
Prasyarat :
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan
bayi baru lahir dengan segera.
2. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahitan bayi mereka.
3. Bidan terlatih dan terampil untuk :
a. Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
b. Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru lahir
yang memerlukan resusitasi.
c. Menggunakan skor APGAR.
d. Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
4. Tersedianya ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
5. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru
lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain
hangat yang bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi ),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
6. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan berfungsi
baik, masker DTT ( ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap atau penghisap DeLee steril / DTT.
7. Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
8. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
Proses :
Bidan harus :
1. Selalu cuci tangan dan gunakan tangan bersih / DTT sebelum menangani bayi baru lahir.
Ikuti praktek pencegahan infeksi yang baik pada saat merawat dan melakukan resusitasi
pada bayi baru lahir.
2. Ikuti langkah pada standar 13 untuk perawatan segera bayi baru lahir.
3. Selalu waspada untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi,
siapkan semua peralatan yang diperlukan dalam keadaan bersih, tersedia dan berfungsi
dengan baik.
4. Sagera setelah bayi lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan segera keringkan
bayi dengan handuk bersih yang hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk bagian
kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat.
5. Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi bernafas / menangis sebelum menit
pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah atau
bernafas cepat dangkal, pucat atau biru dan / atau lemas.
• Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit
ditengadahkan agar jalan nafas terbuka. Bayi harus tetap diselimuti ! Hal ini penting
sekali untuk hipotermi pada bayi baru lahir.
• Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan lembut dengan karet penghisap DTT
atau penghisap DeLee DTT / steril.
• Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi. Nilai ulang keadaan bayi. Jika
bayi mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak diperlukan tindakan
lanjutan. Lanjutkan dengan perawatan bagi bayi baru lahir yang normal bayi tetap
tidak bernafas dengan normal atau menangis, teruskan dengan ventilasi.
6. Melakuan ventilasi pada bayi baru lahir : Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai 9. Setelah bayi bernafas dengan normal, periksa sushu, jika

dengan cepat apakah bayi bernafas spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, dibawah  365 0C, atau punggung sangat hangat, lakukan

tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru penghangatan yang memadai, ikuti standar 13.

lahir. 10. Perhatikan warna kulit bayi, pernafasan, dan nadi bayi
selama 2 jam. Ukur suhu tubuh bayi setiap jam hingga
7. Lanjutkan ventilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau sampai keadaan bayi membaik atau
normal ( 36 5 -37 5 0 C ).
selama 30 menit.
11. Jika kondisinya memburuk, rujuk ke fasilitas rujukan
8. Kompresi dada :
terdekat, dengan tetap melakukan penghangatan.
• Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan diperlukan untuk melakukan ventilasi dan
12. Pastikan pemantauan yang sering pada bayi selama 24 jam
kompresi dada.
selanjutnya. Jika tanda – tanda kesulitan bernafas kembali
• Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.
terjasi, persiapkan untuk membawa bayi segera ke rumah
• Jika ada daua tenaga kesehatan terampil dan pernafaasan bayi lemah atau kurang dari
sakit yang paling tepat.
30 kali / menit dan detak jantung kurang dari 60 kali / menit setelah ventilasi selama
13. Ajarkan pada ibu, suami / keluarganya tentang bahaya dan
1 menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan
tanda – tanda nya pada bayi baru lahir. Anjurkan ibu, suami /
keceepatan 3 kompresi dada berbanding 1 ventilasi.
keluarganya agar memperhatikan bayinya dengan baik –
• Harus berhati – hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih
baik. Jika ada tanda – tanda sakit atau kejang, bayi harus
peka dan mudah patah, jantung dan paru – paru nya mudah terluka.
segera dirujuk ke rumah sakit atau menghubungi bidan
• Lakukan tekanan pada jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat dibawah
secepatnya.
garis puting bayi di tengah dada ). Dengan jari – jari lurus, tekan dada sedalam 1 –
14. Catat dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
1,5 cm.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai