Anda di halaman 1dari 88

Pemicu 2 - Blok Etika

Louis Rianto
405160055
LI 1
INFORMED CONSENT
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 45 UU RI no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK UI – 2014
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 1 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang (4) Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang
Persetujuan Tindakan Kedokteran langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: tubuh pasien.
(1) Persetujuan tindakan kedokteran adalah (5) Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau atau kecacatan.
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. (6) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter
(2) Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara- pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
saudara kandung atau pengampunya. dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
(3) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
peraturan perundang-undangan.
selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah
suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, (7) Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh bukan anak menurut peraturan perundang-undangan
dokter atau dokter gigi terhadap pasien. atau telah/pernah menikah, tidak terganggu
kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara
wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit
mental sehingga mampu membuat keputusan secara
bebas.
Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 2 PerMenKes RI no 290 tahun  Pasal 3 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan
2008 tentang Persetujuan Tindakan Tindakan Kedokteran
Kedokteran (1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
(1) Semua tindakan kedokteran yang berhak memberikan persetujuan.
akan dilakukan terhadap pasien harus (2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
mendapat persetujuan. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud (3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam ayat (1) dapat diberikan secara dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus
tertulis maupun lisan. yang dibuat untuk itu.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
pada ayat (1) diberikan setelah pasien menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
mendapat penjelasan yang diperlukan (5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana
tentang perlunya tindakan kedokteran dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat
dilakukan. dimintakan persetujuan tertulis.

Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK UI – 2014
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 4 PerMenKes RI no 290 tahun 2008  Pasal 5 PerMenKes RI no 290 tahun
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran 2008 tentang Persetujuan Tindakan
(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk Kedokteran
menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah (1) Persetujuan tindakan kedokteran
kecacatan tidak diperlukan persetujuan dapat dibatalkan atau ditarik kembali
tindakan kedokteran.
oleh yang memberi persetujuan sebelum
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan dimulainya tindakan.
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Pembatalan persetujuan tindakan
(1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan
dicatat di dalam rekam medik. kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran oleh yang memberi persetujuan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter
atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan (3) Segala akibat yang timbul dari
sesegera mungkin kepada pasien setelah pembatalan persetujuan tindakan
pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab
yang membatalkan persetujuan.
Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK UI – 2014
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 6 PerMenKes RI no 290 tahun 2008  Pasal 7 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran Persetujuan Tindakan Kedokteran
Pemberian persetujuan tindakan kedokteran (1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus
tidak menghapuskan tanggung gugat hukum diberikan langsung kepada pasien dan/atau keluarga
dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
melakukan tindakan kedokteran yang (2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang
mengakibatkan kerugian pada pasien. tidak sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya
atau yang mengantar.
(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f. Perkiraan pembiayaan.
Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Pasal 8 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.
(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
pasien dapat meliputi:
alternatif tindakan.
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
tersebut darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, lainnya.
maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis (3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah
banding semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
dilakukannya tindakan kedokteran a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya
dilakukan tindakan. sangat ringan
(2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
meliputi: (unforseeable)
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan (4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
preventif, diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif. a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam)
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK UI – 2014
Persetujuan Tindakan Kedokteran

• Pasal 52 UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 45 ayat (3)
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
d. Menolak tindakan medis, dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.

Sumber: Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran – Departemen IKF dan Medikolegal FK
Definisi – Informed Consent
INFORMED
telah diberitahukan,
telah disampaikan,
telah diinformasikan

INFORMED CONSENT
Persetujuan yang
diberikan pasien
kepada dokter setelah
diberikan penjelasan

CONSENT
persetujuan yang
diberikan kepada
seseorang untuk
berbuat sesuatu
Informed Consent
• Informasi yang disampaikan dokter - persetujuan pasien dengan
tindakan medis yang bersifat bebas (free and informed concent).
• Menurut Permenkes no. 290/MenKes/Per/III/2008, UU no. 29 tahun
2004 pasal 45, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI 2008,
informed consent : persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
• Persetujuan pasien dengan tindakan medis harus dimengerti sebagai
konsekuensi prinsip hormat terhadap otonomi pasien.
Informed Consent
• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran (Permenkes no. 290/MenKes/Per/III/2008) :
• Dalam keadaan emergency, dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa
• Keadaan emosi pasien yang labil sehingga tidak bisa menghadapi situasi dirinya
• Tujuan informed consent :
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya
tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasien
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko (Permenkes no.
290/MenKes/Per/III/2008 pasal 3).
Informed Consent
• Menurut Beauchamp dan Childress, analisis ttg inform consent
meliputi 7 unsur:
1. kompetensi
2. kebebasan
3. penyampaian inform oleh dokter
4. rekomendasi oleh dokter
5. pemahaman pasien
6. keputusan
7. otorisasi oleh pasien
Informed Consent
• 1. Kompetensi
• Jika ps tdk kompeten  diwakili oleh wali (proxy consent)
• Ps kompeten jika dpt mengambil keputusan krn alasan rasional, mampu
mengerti prosedur, dpt mempertimbangkan risiko dan manfaat
• 2. Kebebasan
• Org dpt mengambil keputusan tnp paksaan atau tekanan, ancaman,
manipulasi
Informed Consent
• 3. Informasi
• Harus diberikan oleh dokter (t.u pd tindakan2 invasif)
• Dari informasi  ps mendapat pengetahuan ttg penyakitnya dan harus mempertimbangkan risiko
dan manfaat pengobatan dlm pengambilan keputusan
• Isi informasi yg harus diberikan oleh dokter:
• Keadaan medis ps (D/, prognosis, dll)
• Prosedur, pengobatan yg dipertimbangkan
• Cara pengobatan lain yg mungkin (alternatif)
• Risiko, manfaat menyangkut pengobatan dan prosedur diagnosis
• Memberi kesempatan ps utk bertanya
• 4. Rekomendasi oleh dokter
• Dokter mulai dng menjelaskan terapi pertama yg mjd preferensi si dokter  diikuti penjelasan
alternatifnya
• Rekomendasi yg ada jgn sampai menghilangkan kebebasan ps utk memilih
Informed Consent
• 5. Pemahaman oleh ps
• Informasi hrs disampaikan sedemikian rupa (sederhana) shg mudah dimengerti ps
• Ps memiliki hak meminta second opinion ttg diagnosis atau terapi yg diusulkan ke
dokter lain
• 6. Keputusan
• A shared decision-making  pengambilan keputusan oleh ps bersama dokternya
• Ps dpt berhak menolak  informed refusal
• Jika dlm keadaan darurat  dokter dpt melakukan tindakan tnp izin krn perlu utk
menyelamatkan nyawa ps
• 7. Otorisasi
• Keputusan bersama membentuk inti consent atau persetujuan
Informed Consent
• Persetujuan wali (proxy consent)
• Pd ps tdk kompeten
• Org tua/ keluarga terdekat
• Wali hrs bebas, memperoleh dan memahami informasi, persetujuan yg
diberikan hrs didasarkan pd kepentingan ps
• Jika keputusan wali bertolak belakang dgn kepentingan ps  Komisi Etika RS
• Dlm keadaan darurat tdk perlu proxy consent
Bentuk Informed Consent
• Tersirat (implied consent) • Dinyatakan (expressed consent)
• Jenis: keadaan normal dan darurat • Jenis: lisan dan tulisan
• Dinyatakan ke ps tanpa pernyataan • Tindakan yg akan dilakukan
tegas disampaikan dulu agar tdk terjadi
• Tindakan yg biasa dilakukan atau salah pengertian
diketahui umum (co: pengambilan • co penyampaian lisan: pem
darah dlm pem lab, jahit)
vagina, colok dubur, cabut kuku
• Jika ps dtg dgn keadaan darurat dmn
ps dan keluarga tdk dpt memberikan • Co penyampaian dgn tulisan:
persetujuan, keluarganya pun tidak pembedahan
 lakukan tindakan medik terbaik
(presumed consent)
Persetujuan yang diperoleh
dokter sebelum melakukan
Umum pemeriksaan, pengobatan,
& tindakan medik apapun
yang akan dilakukan Permenkes no
290/Menkes/PER/
Informed III/2008 ttg
Persetujuan
Consent Tindakan
Kedokteran
Persetujuan/izin tertulis dari
keluarga/pasien pada
Khusus tindakan operatif / tindakan
invasif lain yang beresiko

Proses Komunikasi

Tercapainya kesepakatan antara dokter dan pasien

Formulir hanya pen-dokumentasian dari apa


yang telah disepakati
Tujuan – Informed Consent
• Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari:
• tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya,
• tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang,
• tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi medis,
• penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization”
yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;
• Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis:
• dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar
• akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif
Sifat Pemberian Informasi
• obyektif
• tidak memihak
• tanpa tekanan

Setelah mendapat informasi  pasien diberi waktu untuk berfikir dan


mempertimbangkan keputusannnya
Yang berhak memberi persetujuan
• Pasien yg sudah dewasa (>21 tahun / sudah menikah) dan dalam keadaan
sehat mental
• Ada kesangsian terhadap kesiapan mental pasien  diambil alih oleh
keluarga pasien atau atas alasan lain
• Pasien usia <21 tahun , dan pasien gangguan jiwa  yang menandatangani
adalah orangtua / wali / keluarga terdekat / induk semang
• Pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh
keluarga terdekat  secara medik dalam keadaan gawat darurat yang perlu
tindakan medik segera  tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun
• Menurut The Medical Defence Union dalam bukunya
Medicolegal Issues in Clinical Practice:
Telah dijelaskan
bentuk tindakan
yang akan dilakukan
sehingga pasien
dapat memahami
tindakan itu perlu
Diberikan oleh dilakukan Mengenai sesuatu
orang yang sanggup
hal yang khas
membuat perjanjian

5 syarat
sah-nya Tindakan itu
Diberikan secara
dilakukan pada
bebas Informed situasi yang sama
Consent
Informed Consent
Kemenkes no. 290 tahun 2008
Bab 1
• Persetujuan tindakan kedokteran > persetjuan yg diberikan oleh
pasien / keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedoteran
• Tindakan kedokteran > tindak medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif
• Tindakan invasif > tindakan medis yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien
Bab II ( Persetujuan dan Penjelasan )
Persetujuan
• Pasal 2 : semua tindakan yang akan dilakukan harus mendapat
persetujuan lisan / tertulis, pasien harus mendapat penjelasan tentang
perlu tindakan
• Pasal 3 : tindakan yang berseiko tinggi harus mendapat persetujuan
tertulis
• Pasal 4 : dalam kasus gawat darurat untuk menyelamatkan dan
mencegah kecacatan tidak eprlu peretujuan tindakan dan harus
dicatat dalamm RM, dokter wajib memberikan penjelasan segera
setalah pasien sadar / keluarga dekat
• Pasal 5 : persetujuan dapat dibatalkan pihak yang menyetujui sebelum
dimulai tindakan dalam bentuk tertulis, segala akibat dr penolakan
ditanggung yang membatalkan
• Pasal 6 : adanya persetujuan tidak menghilangkan gugatan dalam
kelalaian yang merugikan pasien
Penjelasan
• Pasal 7 : penjelasan tindakan harus diberikan diminta aau tidak yang
mencakup :
• Diagnosis & tata cara tindakan
• Tujuan
• Alternatif lainn & resikonya
• Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi ( umum, ringan,
tidak diprediksi )
• Prognosis tindakan ( ad vitam, ad functionam, ad sanationam )
• Perkiraan biaya
• Pasal 9 : penjelasan didokumentasi dalam RM + nama dokter + ttd 2 pihak +
waktu dan tanggal
• Pasal 10 : penjelasan boleh dilegasikan pada dokter yang kompeten / tenaga
kesehatan yang merawat pasien apabila dokter yang merawat berhalangan
• Pasal 11 & 12 : perluasan tindakan harus dijelaskan bila ada indikasi dan
setelah tindakan
Bab III ( yang berhak memberi persetujuan )
• Pasal 13: persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten / keluarga
terdekat

Bab IV ( ketentuan pada situasi khusus )


• Pasal 14 : tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup harus ada
persetujuan keluarga terdekat pasien yang sudah diberikan penjelasan dari
tim dan tertulis

Bab V ( penolakan tindakan )


• Pasal 16 : tindakan boleh ditolak setelah diberikan penjelasan dalam bentuk
tertuis dengan akibat ditanggung pasien & tidak memutus hubungan dokter
pasien

Bab VI ( Tanggung Jawab )


• Pasal 17 : dokter dan sarana kesehatan memiliki tanggung jawab pada
persetujuan tindakan kedokteran
Isi informed consent
KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:
1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
2. Ketidakpastian tentang diagnosis
3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati
4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan
5. Untuk setiap tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan / keuntungan
dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan
risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat
dari tindakan tersebut.
6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai
kembali
8. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut
9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya
dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu
11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya
CARA MEMBERIKAN INFORMASI
a. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka.
b. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
c. Tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga atau teman dalam diskusi
atau membuat rekaman dengan tape recorder
d. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan agar diberikan
dengan cara yang sensitif dan empati
e. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi
f. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas
g. Memberikan cukup waktu bagI pasien untuk memahami informasi yang diberikan
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2006.
Persetujuan Tindakan

Yang bertanda tangan di bawah ini , saya, nama………………………, umur……………………….


Laki-laki/perempuan, No KTP……………………………………………………………………………..
Dengan ini menyatakan persetujuan untuk dilakukan tindakan……………………………………….
Terhadap saya/………………………saya bernama…………………………………………………….
Umur………….laki-laki/perempuan, No KTP……………………………………………………………

Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan kepada
saya termasuk resiko/komplikasi yang mungkin terjadi. Saya menyadari bahwa ilmu kedokteran
bukan ilmu pasti. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan saya tidak akan menuntut.

Jakarta,……………………………………jam……….

Yang menyatakan, Saksi,

(………………………..) (…………..………………)
SANKSI
• Sanksi administratif : dokter yg melakukan tindakan medik tanpa persetujuan
pasien atau keluarganya bs dicabut SIPnya (pasal 13 permenkes 585 th 1989)
• Sanksi perdata : tindakan medik tanpa persetujuan pasien a/ melanggar hukum.
Bl menimbulkan kerugian, mk dokter yg melakukan & institusi penyelenggara
pelayanan kedokteran yg bersangkutan dpt dikenai sanksi perdata dgn acuan
pasal 1365 KUH Perdata
• Sanksi pidana : kelalaian menjalankan persetujuan tindakan medik dpt dikenai
delik kelalaian dlm KUHP. Kesengajaan penyimpangan dlm praktek kedokteran yg
mengakibatkan kerugian bg pasien dgn delik yg sesuai
UU No 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
Pembukaan informasi tidak memerlukan persetujuan pasien pada keadaan-
keadaan:
a. untuk kepentingan kesehatan pasien
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, misalnya dalam bentuk visum et repertum
c. atas permintaan pasien sendiri
d. berdasarkan ketentuan undang-undang, misalnya UU Wabah dan UU Karantina

Pada umumnya pembukaan informasi pasien kepada pihak lain memerlukan


persetujuan pasien.
LI 2
REKAM MEDIS
REKAM MEDIS
• Menurut pasal 46 ayat (1) UU praktik Kedokteran, yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobata, tindakan, dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien
• Dalam Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis,
dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisi catatan &
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan
• Berupa : tulisan/gambar, elektronik (komputer, mikrofilm, dan rekaman
suara)
• Jenis: rekam medis konvensional dan rekam medis elektronik
ISI REKAM MEDIS
- Catatan: merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan
pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain, baik
dilakukan oleh dokter dan dookter gigi maupun tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan kompetisinya
- Dokumen: merupakan kelengkapan dari catatn tersebut, antra lain
foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan
kompetensi keilmuannya
MANFAAT REKAM MEDIS
- Pengobatan pasien
Sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta
merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan medis yang harus diberikan
kepada pasien.
- Peningkatan kualitas pelayanan
Membuat rekam medis dengan jelas dan lengkap, akan meningkatkan kulaitas
pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan
masyarakat yang optimal.
- Pendidikan dan penelitian
Bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian
di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
- Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk
menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana
kesehatan. Catat trsebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan
kepada pasien
- Statistik kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan,
khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat
dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit
tertentu.
- Pembuktian masalah hukum, disiplin dan etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga
bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
KEGUNAAN REKAM MEDIS
• Alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya
• Dasar perencanaan pengobatan / perawatan yang harus diberikan
• Bukti tertulis atas semua pelayanan, perkembangan penyakit, dan
pengobatan selama pasien berkunjung / dibawa ke RS
• Dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang
diberikan kepada pasien

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan.


Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
KEGUNAAN REKAM MEDIS
• Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun
dokter dan tenaga kesehatan lainnya
• Menyediakan data-data khusus untuk keperluan penelitian dan
pendidikan
• Dasar dalam perhitungan biaya pelayanan medik pasien
• Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai
bahan pertanggungjawaban dan laporan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan.


Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
ISI & JENIS REKAM MEDIS
REKAM MEDIS PASIEN RAWAT JALAN
Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen
tentang :
- Identitas pasien
- Pemeriksaan fisik
- Diagnosis/masalah
- Tindakan/pengobatan
- Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP
Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat :
- Identitas pasien
- Pemeriksaan
- Diagnosis/masalah
- Persetujuan tindakan medis (bila ada)
- Tindakan/pengobatan
- Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
PENDELEGASIAN MEMBUAT REKAM MEDIS
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis,
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada
pasien dapat membuat/mengisi rekam medis atas
perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter dan dokter gigi yang
menjalankan praktik kedokteran.
JENIS REKAM MEDIS
(menurut Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008, pasal
3)
• Rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
• Rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari
• Rekam medis untuk pasien gawat darurat
• Rekam medis untuk pasien dalam keadaan bencana
• Rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter spesialis gigi
• Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat
dalam rekam medis sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan
disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya
RINGAKASAN PULANG (RESUME
AKHIR)
• Dibuat segera setelah pasien dipulangkan
• Isi resume : singkat
• Mengapa pasien masuk rumah sakit (anamnesis)
• Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen, dll.
• Pengobatan & tindakan operasi yang dilaksanakan
• Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja,dll.)
• Anjuran pengobatan & perawatan (nama obat & dosis, tindakan pengobatan
lain, dirujuk ke mana, perjanjian untuk datang lagi, dll.)

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan.


Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
TUJUAN RESUME AKHIR
• Menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi
serta bahan yang berguna bagi dokter pada waktu menerima pasien
untuk dirawat kembali
• Bahan penilaian staf medik RS
• Memenuhi permintaan dari badan-badan resmi / perseorangan
tentang perawatan seorang pasien (perusahan asuransi)
• Bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter yang mengirim,
dan dokter konsultan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan.


Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
TATACARA PENYELENGGARAAN
• Tatacara penyelenggaraan rekam medis
- Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan
dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik
kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada
pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan
mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah
dilakukannya
- Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam
pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi/personal identification number (PIN).
- Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam
medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan
cara apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya
dapat dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas
yang bersangkutan.
• Kepemilikan rekam medis
- Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien.
• Penyimpanan rekam medis
- Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter,
dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama
penyimpanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5
tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25 tahun.
• Pengorganisasian rekam medis
- Pengorganisasian rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis
(saat ini sedang direvisi) dan pedoman pelaksanaannya.
• Pembinaan, pengendalian dan pengawasan
- Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis
dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia,
pemerintah daerah, organisasi profesi.
ASPEK HUKUM, DISIPLIN, ETIK DAN
KERAHASIAAN REKAM MEDIS
• Rekam medis sebagai alat bukti
- Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di
pengadilan.
• Kerahasiaan Rekam Medis
- Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang
tertuang dalam rekam medis.
- Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien
untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim majelis),
permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
• Sanksi hukum
- Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas
mengatur bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan
sengaja tidak membuat rekam medis dapat dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
- Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang
tidak membuat rekam medis juga dapat dikenakan sanksi
secara perdata, karena dokter dan dokter gigi tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar
janji/wanprestasi) dalam hubungan dokter dengan pasien.
• Sanksi disiplin dalam etik
- Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat
sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan
UU Praktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
- Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI
dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
- Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam
medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran Gigi (MKEKG).
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab I: Ketentuan Umum

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab II: Jenis dan isi rekam medis

• Pasal 2
• (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik
• (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi
informatika diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab III: Tata Cara penyelenggaraan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan, dan tanggung
jawab

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab VI: Pengorganisasian

• Pasal 15
• Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi & tata kerja
sarana pelayanan kesehatan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab VII: Pembinaan dan pengawasan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


LI 3
MALPRAKTEK
Malpraktek
• Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Dokter yang diduga melakukan Medikal
Malpraktek (Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.) (hal 23-24)
“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran
tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para dokter,
pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan melakukan
pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh
teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian
pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu.
Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang
tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap
immoral.”
Unsur – unsur dalam malpraktek
1. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang
sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran
2. Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis)
3. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat mencakup:
• Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
• Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
KUHP
• Pasal 359
“ Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun ”

• Pasal 360
(1) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama-lamanya
lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu
menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya
enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah.
• Pasal 361
“ Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pencaharian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusannya diumumkan. ”
Jenis 1.– Ethical
jenis Malpraktek
malpractice
Malpraktek etik  tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan
2. Yuridical malpractice
a. Malpraktek perdata (civil malpractice)  culpa levis
 Tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan
kerugian kepada pasien
b. Malpraktek pidana (criminal malpractice)  culpa lata
 Pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga
kesehatan kurang hati-hati atau kurang cermat
 3 bentuk : Intensional, Recklessness (tdk lege artis), Negligence
c. Malpraktek administratif (administrative malpractice)
 Pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku
(surat izin)
MALPRAKTEK
• “INTENTIONAL” (secara sadar)
• PROFESSIONAL MISCONDUCTS
• NEGLIGENCE
• MALFEASANCE, MISFEASANCE, NONFEASANCE
• LACK OF SKILL
• DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
• DI LUAR KOMPETENSI
Intentional
– Penahanan pasien
– Buka rahasia kedokteran tanpa hak
– Aborsi illegal
– Euthanasia
– Keterangan palsu
– Praktek tanpa ijin/tanpa kompetensi
– Sengaja tidak mematuhi standar
Neglicence
• Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien
• Misal
• Kesalahan pemeriksaan
• Kekeliruan dalam memberikan penilaian penyakit
• Salah menulis dosis resep
• Kesalahan tindakan  mis kesalahan operasi
Malfeasance (Pelanggaran jabatan)
• Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau
tindakan yang tidak tepat & layak
• Misalnya
• Melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang jelas
• Mengobati pasien dengan coba-coba tanpa dasar yang jelas.
Misfeasance
• Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan
tidak tepat (improper performance),
• Misalnya
• Melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur
LACK OF SKILL
• Kompentensi kurang atau diluar kompetensi / kewenangan
• Sering menjadi penyebab eror
• Sering dikaitkan dengan kompetensi institusi / sarana
• Kadang dapat dibenarkan pada situasi kondisi lokal tertentu

• Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada
situasi kondisi sangat darurat.
• Misal
• Melakukan pembedahan yang bukan dokter bedah
• Mengobati pasien diluar spesialisasinya / keahliannya
Sengketa Medik
• Ketidak puasan pasien / keluarganya terhadap pelayanan dokter
• Penyebab umumnya
• Miskomunikasi
• Kurang Informed Consent
• Penyelesaian
• Tidak mesti diselesaikan lewat jalur hukum
• Penyelesaiannya bisa dengan perdamaian & penjelasan yang
memuaskan
Menurut Hubert W. Smith
tindakan malpraktek meliputi
4D, yaitu:
• Duty of Care (kewajiban perawatan)
• Dereliction of That Duty (penyimpangan kewajiban)
• Damage (kerugian)
• Direct Causal Relationship (harus ada kaitan kausal
antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian
yang diderita )
Duty (kewajiban)
• Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan:
• Adanya indikasi medis
• Bertindak secara hati-hati dan teliti
• Bekerja sesuai standar profesi
• Sudah ada informed consent.

• UU Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran :
bagian kesatu pasal 36,37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan
bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga
menegaskan tentang pemberian pelayanan.
Dereliction of Duty
(penyimpangan dari kewajiban)
• Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter atau perawat
rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang
berlaku.

• Jika seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa yang


seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan
menurut standard profesinya, maka dokter tersebut dapat
dipersalahkan.

• Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli,


catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat dan bukti-
bukti lainnya.
Direct Causation (penyebab
langsung)
• Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan
langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien
akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan
terhadap pasien.

• Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi


bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus
manapun.
Damage (kerugian)
• Damage yang dimaksud adalah cedera atau kerugian yang
diakibatkan kepada pasien.

• Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku


lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian
(damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut
ganti-kerugian.

• Istilah luka (injury) tidak saja dalam bentuk fisik, namun juga
termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat (mental
anguish) serta tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.
KRITERIA PIDANA
• Seorang dokter dapat dikenakan sanksi pidana, bilamana ia berbuat kriminal seperti:

TINDAKAN PELANGGARAN PASAL KUHP


Melakukan penipuan terhadap pasien Pasal 378 KUHP
Pembuatan surat keterangan palsu Pasal 263 dan 267 KUHP
Kesengajaan membiarkan penderita tidak tertolong Pasal 349 KUHP
Tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada Pasal 304 KUHP
dalam bahaya
Euthanasia Pasal 344 KUHP
Melakukan pengguguran atau abortus provocatus Pasal 346-349 KUHP
Penganiayaan dan luka berat Pasal 351 KUHP & Pasal 90 KUHP
Kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau luka- Pasal 359-361 KUHP
luka berat pada diri orang lain
Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran Pasal 322 KUHP
Penyerangan seksual Pasal 284-294 KUHP
Pelanggaran kesopanan Pasal 290 ayat 1, pasal 294 ayat 1, pasal
285 dan 286 KUHP
Memberikan atau menjual obat palsu Pasal 386 KUHP
KRITERIA PERDATA
PASAL KETERANGAN

Pasal 1365 KUHPdt Penimbul ganti rugi atas diri orang lain  pelakunya harus
membayar ganti rugi.

Pasal 1366 KUHPdt Selain penimbul / kesengajaan, juga akibat kelalaian atau
kurang berhati-hati.

Pasal 1367 KUHPdt Majikan ikut bertanggung-jawab atas perbuatan orang di


bawah pengawasannya.

Pasal 1338 KUHPdt Wanprestasi  ganti rugi.

Pasal 58 UU No. 36 Tahun 2009 Ganti rugi


Tentang Kesehatan

Pasal 66 UU No.29 Tahun 2004 Ganti rugi


Tentang Praktik Kedokteran

Doktrin perbuatan melawan hukum seperti tindakan tanpa informed consent, salah orang / salah
organ, product liability.

Anda mungkin juga menyukai