Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Dengan


Amputasi
Dosen Pengampu :
Ns. Eva Susanti, S.Kep., M.Kep

K ELO M P O K 5
Af i f a Ch ai r a ny
De s t i S ya f i t r i
Di na Ar wa n i
Definisi
◦ Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat
diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala
masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan
tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi (Daryadi, 2012).
◦ Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan sistem kardiovaskuler. Lebih
lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi pasien berupa penurunan citra- diri
(Harnawatiaj, 2008).
◦ Jadi, amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu kegiatan amputasi biasanya
dilakukan karena beberapa hal seperti penyakit, faktor bawaan lahir ataupun kecelakaan.
Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi/penyebab dilakukannya
amputasi didasari oleh beberapa hal, antara lain:
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien
dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.
Klasifikasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002), amputasi dibedakan oleh beberapa hal yakni:
1. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
◦ Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta
terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
◦ Amputasi akibat trauma
Amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah
memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
◦ Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang
memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan
kulit yang luas.
2. Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi, 2012), adalah:
• Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang
sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
• Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.

3. Amputasi berdasarkan level, yaitu:


• Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan maupun tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lain yang melibatkan tangan.
• Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal
mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi
yaitu:
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga terdapat Partial Foot amputation yang meliputi:
- Chopart (midtarsal amputation)
- Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
- Amputasi metatarsal
- Disartikulasi metatarsophalangeal
Manifestasi klinis
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan
permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving process).
Patofisiologis
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah, cedera dan tumor
oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun
pengaruhnya meliputi:
1. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta
penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan
mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar
keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan
diuresis.
3. Sistem respirasi
- Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut
dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
- Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
- Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
- Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
- Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan
penurunan isi sekuncup.
- Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak
adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
- Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O 2 dan nutrisi sangat berkurang pada
jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
- Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan
terjadinya atropi dan paralisis otot.
- Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
- Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang
menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
- Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
- Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi
cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran
urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.

8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan
menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan
akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Daryadi,2012), pemeriksaan diagnostik pada klien Amputasi meliputi :
1. Foto rongent
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2. CT san
Mengidentifikasi lesi neoplestik, osteomfelitis, pembentukan hematoma

3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputansi
4. Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
5. Biopsy mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
6. Led peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
7. Hitung darah lengkap / deferensial peningian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Smeltzer, 2002) antara lain:
1. Masalah Kulit
2. Infeksi
3. Masalah tulang
•Osteoporosis.
•Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan tekanan pada kulit).
•Skoliosis
4. Perubahan berat badan
5. Kontraktur sendi/deformitas
6. Neuroma
7. Phantom Sensation
8. Phantom Pain
9. Edema
10. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi
LAPORAN KASUS
Pencegahan
Ada beberapa pencegahan amputasi antara lain:
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan teraratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus dan mengerjakan perawatan
kaki
3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman
4. Penggunaan mesin industri dengan prinsip k-3
Pengkajian Keperawatan
Saat Pengkajian di dapatkan data subjektif pada,
“Tn. F” 24 tahun. Dari data subjektif didapatkan
pasien mengatakan nyeri pada kaki kiri
(puntungnya) dan tidak dapat berjalan karena
kehilangan kaki kirinya dan tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari.
Analisa Data Keperawatan
Didapatkan data focus pasien data subjektif Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri
(putungnya),klien tampak meringis kesakitan, Data objektif lemas dan gelisah skala nyeri 5
(sedang) TD: 130/80 mmHg, N:82 x/menit, RR: 22 X/menit .Dari data tersebut didapatkan
diagnose nyeri akut.
Kedua data subjektif klien mengatakan tidak dapat berjalan dan kehilangan kkai kirinya dan tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari,Data objektif terpasang infus dengan cairan Nacl 0,9 %
20 tts/menit,ada perban elasstis dikaki klien dan kaki kirinya di amputasi. Dari data tersebut
didapatkan diagnose mobilitas fisik.
Ketiga data subjektif klien mengatakan kurang mengerti tentang penyakitnya,Data objektif klien
mengatakan tampak bingung,dan sering bertanya tentang penyakit yang dideritanya. Dari data
tersebut didaptkan diagnose defisit pengetahuan.
Diagnosa Keperwatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik di tandai
dengan pasien tampak meringis, lemas dan gelisah. Skala nyeri 5
(sedang)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang di tandai dengan gerakan terbatas dan fisik klien
lemah
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan
sumber informasi di tandai dengan menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah dan menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
Intervensi Keperawatan
Pada rencana Keperawatan lebih menekankan untuk mengatasi
diagnose yang muncul lebih dominan. Perawat lebih mengutamakan
tindakan kolaborasi dari pada tindakan mandiri dengan tujuan dapat
mencapai keberhasilan dalam hal perawatan pasien dengan post op
amputasi. Dengan diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen
pecendera fisik di tandai dengan pasien tampak meringis, lemas dan
gelisah. Skala nyeri 5 (sedang). Untuk mengatasi nyeri pada Tn. F
dengan pemberian obat analgetik (tramadol
Kesimpulan
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatic. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post op
amputasi di perlukan proses perawatan yang komprehensif yang
meliputi aspek bio, psiko, sosial, spiritual dengan mengikutkan klien
dan keluarga klien di dalamnya. Jadi, amputasi dapat disimpulkan
sebagai pembedahan/tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu kegiatan
amputasi biasanya dilakukan karena beberapa hal seperti penyakit,
faktor bawaan lahir ataupun kecelakaan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai