Anda di halaman 1dari 17

PATOLOGI HEMIPARESE

OLEH
SUDARYANTO, SST.Ft, M.Fis
 Beberapa orang yang selamat dari serangan stroke akan
mengalami disabilitas neurologis yang permanen dan tidak
INTR mampu lagi berpartisipasi aktif dalam peran sosial dan aktivitas
fungsional.
ODU
 Sebagian besar pemulihan signifikan dalam fungsi neurologis
KSI terjadi pada 3 bulan pertama pasca stroke, namun perbaikan
pola gerakan dengan intervensi functional-oriented dapat
tercapai sampai 2 – 3 tahun pasca serangan.
 Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10%
penderita pasca stroke mengalami pemulihan hampir
sempurna, 25% mengalami gangguan ringan, 40% mengalami
gangguan sedang sampai berat dan membutuhkan perawatan
khusus, 10% membutuhkan fasilitas perawatan khusus, dan
15% mengalami kematian.
 Menurut data Framingham Heart Study menunjukkan bahwa
sekitar 69% penderita pasca stroke mampu melakukan ADL
INTR dengan bebas, 80% mampu melakukan aktivitas fungsional
ODU dengan bebas, dan 84% dapat kembali ke rumah.
KSI  Meskipun dapat melakukan self-care dan aktivitas fungsional
secara bebas, terdapat sekitar 71% mengalami penurunan
fungsi vokasional, 62% mengalami penurunan fungsi sosial
dalam komunitasnya, dan 16% adalah institusional.
 Menurut data yang diperoleh dari Functional Independence
Measure menunjukkan bahwa sekitar 28 hari penderita pasca
stroke yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi secara
kontinyu dapat mengalami perbaikan yang besar dalam
berjalan, transfer, self-care, dan kontrol sphincter.
Arteri Distribusi Defisit pada Pasien
BERD Cerebral
Anterior
Suplai darah ke tepi superior Kelemahan kontralateral dan hilangnya sensorik
lobus frontal dan parietal terutama pada lower extremitas, inkontinensia,
ASAR aphasia, defisit memory dan perilaku

KAN Cerebral
Middle
Suplai darah pada permukaan Hilangnya sensorik dan kelemahan kontralateral
hemisphere cerebral, lobus pada wajah dan upper extremitas, kurang terlibat
ARTE frontal dan parietal deep pada lower extremitas, homonymous hemianopsia

RI
Vertebrobasilar Suplai darah ke brain stem Keterlibatan saraf cranial (diplopia, dysphagia,
YANG (batang otak) dan cerebellum dysarthria, deafness, vertigo), ataxia, gangguan
keseimbangan, headache dan dizziness

TERG Cerebral Suplai darah ke lobus occipital Hilangnya sensorik kontralateral, thalamic pain
ANGG Posterior dan temporal, thalamus, dan syndrome, homonymous hemianopia, visual
upper brain stem agnosia, dan cortical blindness

U
 Salah satu gangguan utama dan paling sering terjadi dari semua
manifestasi klinis hemiparese post stroke adalah problem
motorik  diakibatkan oleh kerusakan korteks motorik
MA  Pada stadium akut (stadium awal), pasien terlihat dalam
NIF keadaan tonus otot rendah atau flaccid.
EST  Otot flaccid dapat menurunkan kemampuan untuk
membangkitkan kontraksi otot dan memulai gerakan 
ASI bersifat sementara  secara progresif akan berkembang pola
KLI karakteristik pasien berupa hipertonik atau spastisitas.
 Spastisitas adalah gangguan motorik dengan ciri khas adanya
NIK refleks deep tendon yang berlebihan dan tonus otot yang
meningkat.
TONUS OTOT

• Adalah sejumlah kontraksi otot yang selalu


dipertahankan keberadaannya oleh otot itu sendiri
• Yang bertanggung jawab terhadap tonus otot ini
adalah : MUSCLE SPINDLE (kerucut otot)

Extrafusal

SERABUT OTOT

Intrafusal Muscle
Spindle
 Secara klinis, pasien dengan spastisitas akan memiliki :
 Peningkatan tahanan terhadap pasif stretching pada otot yang
terlibat
MA  Hyperrefleks pada refleks deep tendon
 Postur dari ekstremitas dalam keadaan fleksi atau ekstensi
NIF  Ko-kontraksi otot
EST  Pola gerakan stereotip yang disebut dengan pola sinergis
 Spastisitas berkembang sebagai akibat dari hipereksitabilitas
ASI dari monosynaptic stretch refleks.
KLI  Teori spastisitas berdasarkan pada fisiologi muscle spindle 
NIK terjadi peningkatan output dari aferen muscle spindle atau
reseptor sensorik yang mengontrol aktivitas alpha motor
neuron dalam substansia gray spinal cord.
Extremitas Pola Fleksi Pola Ekstensi

Upper Extremity Retraksi dan/atau elevasi scapula, Protraksi scapula, internal rotasi shoulder,
Pola external rotasi shoulder, abduksi
shoulder sampai 90o, fleksi elbow,
adduksi shoulder, ekstensi elbow, pronasi
lengan bawah, ekstensi wrist dengan fleksi
Sinergi supinasi lengan bawah, fleksi wrist dan
jari-jari tangan
jari-jari tangan

s
menur
Lower Extremity Fleksi hip, abduksi dan exorotasi hip, Ekstensi hip, adduksi dan endorotasi hip,
ut fleksi knee sampai 90o, dorsifleksi ankle ekstensi knee, plantar fleksi ankle dan
dan inversi, ekstensi jari-jari kaki inversi, fleksi jari-jari kaki
Brunns
trom
 Para peneliti juga menjelaskan bahwa adanya kerusakan dalam
inhibitory modulasi dari pusat kortikal yang lebih tinggi dan jalur
interneuron spinal dapat menyebabkan terjadinya spastisitas
MA pada beberapa pasien.
 Signe Brunnstrom telah menemukan gambaran karakteristik
NIF tahap-tahap recovery (pemulihan) motorik pasca stroke 
EST karena Brunnstrom telah mengamati beberapa pasien pasca
stroke dan memperhatikan karakteristik perkembangan pola
ASI tonus otot dan recovery.
KLI  Brunnstrom melaporkan berdasarkan pengamatan bahwa pada
NIK umumnya pasien akan melewati semua tahap recovery dan
kemungkinan terdapat variabilitas gambaran klinis pasien pada
suatu tahap recovery.
Tahap Kondisi Deskripsi

I. Flacciditas Tidak ada aktivitas volunter atau aktivitas refleks pada anggota gerak
Taha yang terkena

p- II. Spastisitas mulai berkembang Pola sinergis mulai berkembang, beberapa komponen sinergis mulai
muncul
tahap
Reco III. Spastisitas meningkat
mencapai puncaknya
dan Gerakan sinergis pada upper extremity atau lower extremity yang
terkena dapat dilakukan secara volunter
very
menu IV. Spastisitas mulai menurun Kemungkinan terjadi deviasi pada gerakan sinergis. Terlihat adanya
keterbatasan kombinasi gerakan
rut V. Penurunan spastisitas ber Gerakan sinergis kurang dominan, kemungkinan terjadi kombinasi
Brun lanjut terus gerakan yang lebih kompleks

nstro VI. Secara esensial


sudah hilang
spastisitas Terlihat adanya gerakan yang terisolir dan mampu melakukan
kombinasi gerakan
m
VII. Kembali ke fungsi normal Memperoleh kembali skill motorik halus.
 Brunnstrom juga menjelaskan bahwa dalam faktanya terdapat
beberapa pasien melewati suatu tahap recovery dengan cepat
dan ada pasien yang datar pada suatu tahap recovery sehingga
tidak akan mungkin mencapai recovery penuh.
MA  Oleh karena itu, prognosis jangka panjang dan fungsional
NIF outcome sulit diprediksi pada tahap awal rehabilitasi.
EST  Pada awalnya, seringkali spastisitas berkembang pada regio
ASI shoulder girdle dan pelvic girdle  terlihat adanya adduksi dan
downward rotasi scapula  dapat berkembang muscle stiffness
KLI pada depressor scapula, adduktor dan internal rotator shoulder
NIK  Pada saat tonus otot upper extremity meningkat maka terlihat
peningkatan tonus pada biceps, pronator forearm, fleksor wrist
dan jari-jari tangan  sehingga menghasilkan karakteristik
postur upper extremity.
 Anterior pelvic tilting atau hiking umumnya terjadi pada pelvic
 berkembang spastisitas pada retractor pelvic, adduktor dan
internal rotator hip  selain itu, berkembang spastisitas pada
MA ekstensor knee (quadriceps), plantar fleksor dan supinator
ankle, serta fleksor jari-jari kaki.
NIF  Perkembangan pola tonus abnormal pada lower extremity
EST dapat menghasilkan karakteristik postur ekstensor pada lower
extremity.
ASI  Karakteristik pola gerakan fleksi dan ekstensi muncul saat
KLI pasien berusaha memulai gerakan
NIK  Pasien hemiparese post stroke juga dapat mengalami gangguan
motorik planning dimana memperlihatkan kesulitan melakukan
gerakan yang bertujuan meskipun tidak ada gangguan sensorik
dan motorik  kondisi ini dinamakan apraxia
 Pasien hemiparese post stroke umumnya mengalami gangguan
sensorik berupa proprioception  proprioception adalah
kemampuan pasien untuk merasakan sense position dan arah
gerakan.
 Disfungsi pada lobus frontalis dan temporalis dapat
MA menyebabkan gangguan komunikasi spesifik (disfungsi bahasa):
NIF  Aphasia merupakan suatu gangguan komunikasi yang disebabkan
oleh kerusakan otak dengan ciri khas adanya gangguan
EST comprehension bahasa, oral expression, dan penggunaan simbol
untuk ide-ide komunikasi
ASI  Pasien dengan ekspresif aphasia mengalami kesulitan untuk
berbicara, mengerti apa yang dikatakan orang lain tetapi tidak
KLI mampu membentuk kata-kata untuk berkomunikasi
NIK  Pasien dengan receptif aphasia tidak dapat memahami kata-kata
yang dibicarakan  tantangan bagi terapis karena terapis tidak
mampu memberikan instruksi verbal kearah performa aktivitas.
 Pasien dengan global aphasia memiliki disfungsi ekspresif dan
receptif yang berat  diperlukan waktu dan kesabaran bagi terapis
untuk menumbuhkan rasa kepercayaan pasien terhadap terapis
Grade Deskripsi

0 Tidak ada tonus otot

Pemer 1 Sedikit peningkatan tonus otot, terasa ada tahanan minimal pada akhir ROM ketika bagian
yang terganggu digerakkan kearah fleksi atau ekstensi
iksaan
Tonus 1+ Sedikit peningkatan tonus otot, terasa ada tahanan minimal sepanjang ROM ketika
digerakkan kearah fleksi atau ekstensi
-
Spasti 2 Lebih besar terjadi peningkatan tonus otot sepanjang ROM, tetapi masih mudah digerakkan
sitas
3 Sangat meningkat tonus otot, gerakan pasif sulit dilakukan

4 Bagian yang terkena mengalami rigid dalam posisi fleksi atau ekstensi

Anda mungkin juga menyukai