SPT memuat informasi seputar jumlah pajak terutang serta pelunasan pajak yang telah
dilakukan dalam periode tertentu. Segala informasi yang dituliskan dalam SPT harus
benar, lengkap, dan jelas.
Wajib pajak juga harus bertanggung jawab atas informasi yang tertera dalam SPT. Jika
terdapat informasi yang tidak sesuai, Ditjen Pajak sebagai penyelenggara kegiatan
pajak dapat meminta keterangan dan pertanggungjawaban pada Wajib Pajak.
Jenis Jenis SPT
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kita
mengenal dua jenis SPT yakni:
• SPT Masa
• SPT Tahunan
Pemeriksaan Pajak
Mengapa Demikian???
Salah satu tujuan pemeriksaan adalah untuk melihat atau menguji kepatuhan
suatu wajib pajak. Banyak hal yang dilakukan untuk menguji kepatuhan salah
satunya adalah dengan kunjungan kantor & memeriksa SPT sebagai
dokumen pajak. Banyak Modus Wajib Pajak menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas hasil penyidikan pada
kasus pidana perpajakan korporasi PT GSG sudah lengkap atau P-21. Dalam kasus pidana pajak
ini, potensi kerugian pendapatan negara akibat tindak pidana ini kurang lebih Rp 9 Miliar.
“Indikasi fraud atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak (WP) ini dapat dideteksi
dari sistem pengawasan terintegrasi yang ada di Ditjen Pajak,” kata Kepala Kantor Wilayah
(Kanwil) Jakarta Barat, Erna Sulistyowati, dalam keterangannya di Jakarta.
Awalnya, penyidik Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Barat telah melakukan pemeriksaan bukti
permulaan terhadap PT GSG. Menurut Erna, PT GSG dengan sengaja menyampaikan SPT Masa
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggunakan Faktur Pajak TBTS (Tidak Berdasarkan Transaksi
Sebenarnya) dan selanjutnya diajukan permohonan restitusi PPN.
Contoh Kasus
Dari hasil penyelidikan Kanwil Ditjen Pajak, PT GSG diduga telah melanggar ketentuan
dlm Pasal 39A huruf a danatau Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dalam aturan ini, pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 2 tahun. Kemudian, denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. Jumlahnya paling
banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan.