• Hipotermia telah terbukti sebagai neuroprotektif pada studi yang
dilakukan pada hewan dan telah banyak ditemukan manfaat secara teori. Namun, hasil studi tidak menunjukan bahwa hipotermi secata konsisten dan statistik dapat menurunkan angka mortalitas • Penelitian yang dilakukan oleh Eurotherm3235, menemukan efek dari hipotermia, dengan suhu 32-35oC dapat menurunkan tekanan intra kranial <20 mmHg. Barbiturat • IV barbiturat menurunkan tekanan intra kranial akan tetapi masih terdapat sedikit bukti bahwa pemberian barbiturat meningkatkan outcome. Barbiturat berhubungan signifikan dengan ketidakstabilan kardiovaskuler dan dapat menyebabkan kesulitan penanganan hipertensi intrakranial. Intervensi Neurosurgical • Drainase cairan serebrospinal degan cara external ventricular drain merupakan metode yang paling efektif untuk menurunkan tekanan intra kranial. Untuk kesulitan penanganan hipertensi intra kranial saat tatalaksana medis, dapat dilakukan decompressive craniectomy. • Berlawanan dengan yang diharapkan, outcome secara signifikan lebih jelek pada pasien yang secara acak mendapatkan decompressive craniectomy dibandingkan pasien yang mendapatkan penanganan standar. Karena itu, decompressive craniectomy hanya diberikan sebagai jalan terakhir kepada pasien apabila metode-metode yang lainnya gagal. Manajemen Lanjutan • Tujuan dilakukannya manajemen lanjutan untuk mendapatkan kemungkinan brain recovery yang optimal. Pemantauan oksigenasi, normocapnia, dan stabilitas hemodinamik sangat esensial. Sedasi dan analgetik yang adekuat untuk mengurangi nyeri, cemas dan agitasi, serta ketersediaan ventilasi mekanik. Pemantauan multimodalitas pada brain injury berguna untuk penyesuaian penanganan pada masing- masing pasien. Pemantauan lanjutan seperti oksigenasi otak, nilai CBF, mikrodialisis, dan pemantauan electrophysiological. • Suport nutrisi dini dapat memperbagus outcome pemberian secara enteral lebih dianjurkan. Pemantauan metabolisme yang sesuai sangat esensial, seperti hiperglikemia dapat menyebabkan secondary ischaemic injury, gula dara harus selalu dipantau, tetapi target optimal untuk gula darah belum ditemukan. Namun, dengan penanganan perioperatif, range target glukosa yang sering digunakan adalah 6–10.0 mmol l-1 • Kejadian kejang umum ditemui pada onset cepat ataupun lambat setelah traumatic brain injury. Kejang meningkatkan CMRO2 dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial, walaupun ada sedikit bukti untuk antikonvulsan profilaktik, penggunannya dianjurkan pada grup yang berisiko tinggi seperti depressed skull fractures. Manajemen Lanjutan • Pasien dengan traumatic brain injury memiliki risiko yang signifikan untuk mengalami kejadian thrombo-embholic. Pilihan untuk pencegahannya ada beberapa, diantaranya mekanikal (kompresi stoking bertingkat atau kompresi pneumatik intermiten), farmakologik (low-dose heparin), profilaksis, ataupun kombinasi. Kebanyakan akan menghindari pemberian farmakologi trombofilaksis dalam 24 jam setelah intervensi neurosurgical. Penanganan tambahan yang dapat dilakukan adalah profilaksis ulkus peptikum, fisioterapi dan full hygiene care. KESIMPULAN Traumatic brain injury sering terjadi dan merupakan masalah besar di dunia kesehatan. Meskipun penurunan angka mortalitas secara progresif dan signifikan belum ditemukan suatu tatalaksana yang efektif untuk meningkatkan outcome. Tatalaksana lanjutan berfokus pada pencegahan secondary injuries dan pemeliharaan CPP. National guidelines and management algorithms tampaknya berhubungan dengan keberlangsungan hidup yang lebih baik akan tetapi mengesampingkan variabel individual pasien dan faktor spesifik cedera.