Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN ANAK II

PATOFISIOLOGI KELAINAN
KONGENITAL PADA SISTEM DIGESTIVE
DAN ASKEP PADA ANAK :
ATRESIA DUCTUS HEPATICUS DAN
DAMPAKNYA TERHADAP
KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA.

KELOMPOK 4
A 2018 2
ANGGOTA KELOMPOK 4
● Datin Suhailah(1811112710) ● Nur Fitriani (1811112456)
● Dinda Bucira Alma (1811112458) ● Nursyahfitri Rizky Ramadhani(1811112505)
● DinarRafif Kajaspa S (1811112898) ● Reflina Milenia (1811112546)
● Delvi Saidah (1811112543) ● Rizka Asriyanti Putri (1811112427)
● Hajar Adhara (1811112450) ● Sonia Dewita (1811112485)
● Kenes Purnanin Grat (1811112659) ● Suci Dwi Hidayanti (1811112507)
● Khairunnisa Fitri de Firda (1811112417)
DEFINISI
Atresia bilier ( Atresia duktus hepatikus) adalah suatu keadaan
dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier ekstrahepatik
yang menyebabkan hambatan aliran empedu.

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di


dalam pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu
(bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat
kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
ETIOLOGI
 Etiologi dari Atresia Bilier belum diketahui secara pasti, cukup banyak spekulasi
mengenai hal tersebut.

 Teori dasar yang berkembang adalah kesalahan embryogenik yang menetap pada
oklusi bilier cabang ekstrahepatik, namun terbantahkan dengan tidak adanya
penyakit kuning pada kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang
semakin menghilang selama bulan-bulan pertama kehidupan.

 Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yaitu :

• Dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan21;

• terdapatnya anomali organ pada 10 – 30% kasus atresia bilier.


PATOFISIOLOGI
 Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak
adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga
menyebabkan obstruksi aliran empedu

 Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial.

 Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
GEJALA KLINIS

1. IKTERUS 2. URIN GELAP


Kekuningan pada kulit dan Penumpukan bilirubin 3. TINJA BERWARNA
mata karena tingkat (produk pemecahan dari PUCAT
bilirubin yang sangat tinggi hemoglobin) dalam darah
Tidak ada empedu atau
pewarnaan bilirubin yang
5. Degenerasi secara masuk ke dalam usus
4. PENURUNAN BB
gradual pada liver untuk mewarnai feses
Berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat Menyebabkan jaundice,
ikterus, dan hepatomegali,
—Lanjutan......
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


 Gatal-gatal
 Rewel
 Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
KLASIFIKASI
 Menurut The Japanese Association  Kasai mengajukan klasifikasi atresia
of Paediatric Surgeon bilier sebagai berikut :
TIPE ATRESIA BILIER
TIPE 1
 Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis,
Atresia yang terjadi pada segmen proksimal paten.
common bile duct (11,9%)
 IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus
TIPE 2
bilier komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu
Atresia yang terjadi pada semuanyanormal).
hepatic duct (2,5%)
 IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus
TIPE 3
hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung
empedu normal.
Atresia yang terjadi pada
common bile duct sampai ke
 Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami
porta hepatic (84,1%)
obliterasi, sampai ke hilus. 
 
KOMPLIKASI

 Komplikasi Awal

Kolangitis

Kolangitis terjadi pada 30-60% kasus dalam dua tahun


pertama setelah prosedur Kasai. Tingkat keparahan dapat bervariasi
dari sepsis ringan sampai fulminan. Secara klinis, pasien akan
mengalami demam atau hipotermia, muntah, ikterus,
hepatosplenomegali, nyeri / distensi abdomen, dan feses acholic.
Komplikasi Lanjutan…

a. Hipertensi Portal
Insiden hipertensi portal sekitar 75% setelah operasi Kasai dan
memiliki hubungan yang jelas dengan fibrosis hati. Dalam penelitian
terbaru, ditemukan bahwa peningkatan tekanan portal (diukur pada
saat operasi Kasai) merupakan tanda prognostik yang buruk.

b. Sindrom Hepato-Pulmoner Dan Hipertensi


Pulmoner Sindrom hepato-pulmonal (HP) ditandai dengan
hipoksia, sianosis, dispnea dan jari tabuh dan disebabkan oleh
perkembangan pirau arterio-vena paru.

c. Danau Empedu
Empedu yang mengandung kista dapat berkembang di
hati pasca operasi bahkan pada pasien dengan penyakit
kuning total
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase,


gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum
aminotransferases dan serum asam empedu.

2. Pemeriksaan Radiologis

a. Ultrasonography / Color Doppler Ultrasonography


b.Hepatobiliary scinti scanning (HSS)
c.Magnetic Resonance Cholangiography (MRC)
d.Chola

3. Pemeriksaan Histopatologi

Biopsi hati perkutaneus: Biopsi perkutaneus hati diketahui


sebagai teknik paling terpercaya dalam mengevaluasi kolestasis
neonatus.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
a.
a. Memperbaiki
Memperbaiki aliran
aliran bahan-bahan
bahan-bahan yang
yang dihasilkan
dihasilkan oleh
oleh hati
hati terutama
terutama asam
asam empedu
empedu (asam
(asam
itokolat),
itokolat), dengan
dengan memberikan:
memberikan:

•• Fenobarbital
Fenobarbital 55 mg/kgBB/hari
mg/kgBB/hari dibagi
dibagi 2
2 dosis
dosis per
per oral
oral

•• Kolestiramin
Kolestiramin 11 gram/kgBB/hari
gram/kgBB/hari dibagi
dibagi 6
6 dosis
dosis atau
atau sesuai
sesuai jadwal
jadwal pemberian
pemberian susu.
susu.

b.
b. Melindungi
Melindungi hati
hati dari
dari zat
zat toksik
toksik dengan
dengan memberikan:
memberikan:

c.
c. Terapi
Terapi nutrisi
nutrisi

Terapi
Terapi yang
yang bertujuan
bertujuan untuk
untuk memungkinkan
memungkinkan anak tumbuh
anak tumbuh dan
dan berkembang
berkembang seoptimal
seoptimal
mungkin,
mungkin,
Lanjutan…
2. Terapi Non- medikamentosa
a.
a. Konsultasi
Konsultasi

Bila
Bila ditemukan
ditemukan bayi
bayi yang
yang dicurigai
dicurigai menderita
menderita icterus
icterus obstruktif,
obstruktif, maka
maka harus
harus segera
segera di
di
rujuk
rujuk ke
ke dokter
dokter subspesialis.
subspesialis.

b.
b. Terapi
Terapi bedah
bedah

-- Kasai
Kasai Prosedur
Prosedur :: mengganti
mengganti saluran
saluran empedu
empedu yang
yang mengalirkan
mengalirkan empedu
empedu keusus.
keusus. Tetapi
Tetapi
prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.

-- Pencangkokan
Pencangkokan atau
atau Transplantasi
Transplantasi Hati
Hati
PROGNOSIS

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-
rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi,
Kristiana.2010.Atresia bilier)
Dampak Keluarga Anak Dengan Atresia Bilier

Gejala psikologis orang tua, fungsi keluarga, dan keterlibatan ayah tidak memprediksi hasil
akhir bayi. Untuk ibu, diagnosis bayi selain atresia bilier, jumlah kunjungan rawat jalan, dan
dampak penyakit pada keluarga menjelaskan 32% variasi CBCL (P = 0,001). Untuk ayah, status
sosial ekonomi, diagnosis bayi selain atresia bilier, apakah bayi pernah menjalani transplantasi,
dan dampak penyakit pada keluarga menjelaskan 44% variasi CBCL (P <0,001).

Orang tua dan keluarga tampaknya tangguh dalam menghadapi penyakit bayi yang serius.
Diagnosis bayi selain atresia bilier dan persepsi orang tua tentang dampak penyakit yang tinggi
pada keluarga merupakan indikator dari hasil emosional yang negatif pada bayi dengan penyakit
hati yang serius. Intervensi psikososial untuk bayi dengan penyakit kronis harus menargetkan
pengurangan dampak penyakit pada keluarga.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

● Identitas pasien
● Riwayat kesehatan
● Pola fungsi kesehatan
● Pemeriksaan fisik
Diagnosa keperawatan

 Nutrisi kurang dari kebutuhan  Kerusakan integritas kulit b.d


tubuh b.d ketidakmampuan gangguan metabolisme
mengabsorpsi nutrien  Kekurangan volume cairan b.d
 Hipertermi b.d inflamasi akibat kehilangan cairan aktif
kerusakan progresif pada duktus  Gangguan tumbuh kembang b.d
bilier efek ketidakmampuan fisik
 Ketidakefektifan pola nafas b.d
distensi abdomen
INTERVENSI
Intervensi dilakukan berdasarkan diagnosa
yang sudah didapatkan mengikuti Nanda
NIC-NOC (2015)
EVALUASI KEPERAWATAN
a. Evaluasi formatif
Berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi ini meliputi empat komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP.

b.Evaluasi sumatif
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi ini adalah melakukan
wawancara terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai