Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

GOUT

Oleh
Ari Aprianto (1820221184)

Pembimbing
Dr. Endang Prasetyowati, Sp. A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD AMBARAWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
Identitas Pasien

• Nama : Tn. Rusdi Pendidikan ayah : S1 PG


No RM : 30.47.38
• Umur : 44 tahun
Tanggal Masuk RS : Rabu 7 Oktober
• Jenis Kelamin: laki-laki 2020
• Agama : Islam Tanggal pulang : 14/1/20

• Tanggal Periksa : Kamis 8 Oktober


Alamat : kelurahan 2020
purwakarta,centrang
rt02/rw01
Anamnesis

• Keluhan Utama
• Nyeri di bagian pergelangan kaki sampai jari-jari (+/+)
• Nyeri lutut (+/-)
• Siku (+/-)

• Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon pada tanggal 7/10/2020 dengan Sesak tiba-tiba.
Pasien juga mengatakan bahwa pergelangan kaki sampai jari-jari bagian kanan dan kiri
terasa sakit, lutut kanan dan siku kanan juga terasa nyeri sehingga mengganggu
aktivitasnya dan keluhannya memburuk ketika sedang menjelang sore sekitar jam 5 sore.
Keluhan demam(-), nyeri perut disangkal (-).BAK lancar dan BAB lancar
• RPD
• Sebelumnya pasien pernah mengalami hal serupa seperti sesak nafas sejak lama
yang diawali batuk terlebih dahulu
• Pasien juga mengatakan bahwa nyeri di persendian sudah terjadi sejak 2 bulan
yang lalu
• Dm(-)
• Hipertensi(-)
• RPK
• Pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang mengalami hal tersebut
Anamnesis Sistem

• Sistem Cerebrospinal : kejang (-), kaku kuduk (-), nyeri kepala (-)
• Sistem Kardiovaskuler : bengkak pada tungkai (-), kebiruan (-), dada berdebar (-)
• Sistem Respirasi : suara serak (-), sesak (-), sulit bernapas (-), suara ngik-ngik (-),
mengorok (-), pilek (-), batuk (-), dahak (-)
• Sistem Gastrointestinal : BAB normal, nyeri tekan (-), kembung (-), mual (-),
muntah (-)
• Sistem Muskuloskeletal : Nyeri sendi (+/+), bengkak (-)
• Sistem Integumen : bercak-bercak pada tubuh (-)
• Sintem Urogenital : BAK bewarna kuning jernih, nyeri BAK (-), BAK tersendat (-)
Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tinggi Badan : 160 cm; Berat Badan : 72 kg
• Tanda Vital
– Nadi : 116 x/menit
– RR : 20x/menit
– Sp02: 95
– Suhu : 36.6°C
– TD: 130/90
Status Internus
Kepala : mesocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, dulit kepala tidak ada eritema
dan skuama
Kulit : eritema (-), pucat (-), sianosis (-), edema (-), turnor cukup
Mata : palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pandangan buram (-/-)
Hidung : bentuk normal, sekret (-), pernafasan cu[ing hidung (-/-)
Telinga : bentuk, besar, dan posisi normal, tidak ada tanda inflamasi, tidak ada sekret
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher : tidak ada massa, tidak terdapat pembesaran KGB
Tenggorok : faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), lidah tidak kotor
Dada : bentuk simetris, tidak ada deformitas, retraksi pernapasan suprasternal dan interkostal (-), Vocal
fremitus kanan sama dengan kiri, sonor di kedua lapang paru, SDV (+/+), rhonki (-/-), wheesing (-/-)
Jantung : tidak tampak pulsasi ictus kordis, thrill (-), iktus kordis tidak teraba, batas jantung dalam batas normal,
Si>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : distensi abdomen (-), perut cembung, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
turgor normal
Ekstremitas : CRT <2s, edema (-/-), sianosis (-/-), hangat.
Hasil Lab Hematologi RSUD Cilegon 07/10/20
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 9.1 L 13.0 - 17.0 
Limfosit 33.6 20 – 40
HT 27.2 L 40.0 - 48.0
Monosit 8.2 H 2–8
Eritrosit 3.29 L 4.50 - 5.50
Neutrofil 1.6
Mcv/ver 82.7 82.0 - 92.0
Kimia klinik
Mch/her 27.7 27.0 - 31.0 Ureum darah 59 H 10 – 50
Mchc 33.5 32.0 - 36.0 Kreatinin darah 3.10 H 0.70 - 1.30
jumlah trombosit 825 H 150 – 450 Na darah 135.9 135 – 147
Jumlah leukosit 11.97 H 5.00 - 10.00 Cl darah 100.6 94.0 - 111.0
Hitung jenis Kalium darah 4.88 3.30 - 5.40
basofil 0.5 0–1
eosinofil 2.3 1–3
neutrofil 55.4 52.0 - 76.0
Pemeriksaan USG Abdomen
KESAN :
• Gastritis kronis
• Fatty liver
• Simple cyst ginjal kanan
• Tampak kelainan pada lien, pancreas, kedua ginjal, vesika
urinaria dan prostat
Rontghen Thoraks
Kesan :
• Cor dan pulmo saat ini tidak tampak kelainan.
• Post fraktur os costae 5,6,7,8 posterior sinistra
–Diagnosis
Prognosis
• Anemia ,GOAT,Hiperuricemia, CKD
9/10/20
–Penatalaksanaan
Prognosis
7/10/20 Inj ceftrisozim 2x1gr
• Inj ceftrisozim 2x1gr Metilprednisolon 3x0,3
• Allupurinol 1x100
Ranitidin 2x1
• Metilprednisolon 3x0,3 Ad Vitam : ad bonam
• Ranitidin 2x1 Rethapil 2x1
• Nebu combiren 3x1 Allupurinol 1x100
Ad Sanationam : dubia ad bonam
8/10/20
• Inj ceftrisozim 2x1gr
Hemafort 2x1 Ad Fungsionam : ad Bonam
• Metilprednisolon 3x0,3 Prorenal 3x1
• Ranitidin 2x1 Bicnat 3x1
• Rethapil 2x1
Salbutamol 3x2mg
• Allupurinol 1x100
• Hemafort 2x1 Nebu combire 3x1
• Prorenal 3x1 10/10/20
• Bicnat 3x1
Inj ceftrisozim 2x1gr
• Salbutamol 3x2mg
• Nebu combire 3x1 Metilprednisolon 3x0,3
Ranitidin 2x1
Rethapil 2x1
pengobatan
7/10/20
-Inj ceftrisozim 2x1gr 8/10/20
-Allupurinol 1x100 • Inj ceftrisozim 2x1gr
-Metilprednisolon 3x0,3
• Metilprednisolon 3x0,3
-Ranitidin 2x1
• Ranitidin 2x1
-Nebu combiren 3x1
• Rethapil 2x1
sjskssksks
• Allupurinol 1x100
9/10/20 • Hemafort 2x1
Inj ceftrisozim 2x1gr
Metilprednisolon 3x0,3 •

Prorenal 3x1 10/10/20
Ranitidin 2x1 Bicnat 3x1 Inj ceftrisozim 2x1gr
Rethapil 2x1 •
Metilprednisolon 3x0,3
Salbutamol 3x2mg Ranitidin 2x1
Allupurinol 1x100
Hemafort 2x1 • Nebu combire 3x1 Rethapil 2x1
Allupurinol 1x100
Prorenal 3x1 Hemafort 2x1
Bicnat 3x1 Prorenal 3x1
Bicnat 3x1
Salbutamol 3x2mg Salbutamol 3x2mg
Nebu combire 3x1
GOAT
DEFINISI
• Sindrom nefrotik adalahkumplan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+), hipoalbuminemia (< 2,5 g/dL), edema dan dapat
disertai hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL).
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain :
• Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

• Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

• Relaps jarang, yaitu relaps kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4x per tahun pengamatan.

• Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.

• Dependen steroid, yaitu relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah
pengobatan dihentikan.

• Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari
selama 4 minggu.

• Sensitif steroid, yaitu remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu.
ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
 
• Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri
tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun. Sindrom nefrotik
kongenital diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal dan resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus.

Prognosisnya buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya atau pada umur 1 hingga 5 tahun. Faktor
predisposisi kematian sering oleh karena infeksi, malnutrisi atau gagal ginjal. Pasien bisa diselamatkan dengan terapi agresif atau
transplantasi ginjal yang dini.

Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara
histologis :sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal
segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga
gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.
 
• Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab
yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
• Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema
• Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
• Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular
• Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein,
sarkoidosis
• Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal
EPIDEMIOLOGI
• Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
wanita (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6
tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6
bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada
85-90% pasien dibawah umur 6 tahun.7 Di Indonesia
dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
MANIFESTASI KLINIS
• Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari
daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang,
digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
• Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana awalnya terjadi
disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari.
Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan
edema genital. Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi
dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema
adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis,
dan malnutrisi protein.
• Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang jaringannya lebih resisten
terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan,
seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.

• Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.
Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya
sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini
disebabkan oleh sekresi renin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh
terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental
(GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap.

• Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah
yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan
perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.
KLASIFIKASI
• Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan
peningkatan minimal pada sel mesangial dan matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence
biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes
(podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.
 
• Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)
Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus
dan matriks pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan
jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial
dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini
berespon dengan terapi kortikosteroid.
 
• Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental glomerulosclerosis/FSGS)
Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut
segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3
pada area yang mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut segmental
pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi
HIC, refluks vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon dengan
terapi prednisone. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan
menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease) pada kebanyakan pasien.

• Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)


Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan
mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan matriks mesangial.
Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi membrane basalis (“jejak-
trem” atau kontur lengkap). Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan
pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.
 
• Glomerulopati membranosa (GM)
Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan
secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG.
Jarang ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus
glomerulus, sedangkan yang lain masih normal. Perubahan
histologik terutama adalah penebalan membrane basalis yang
terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis. Biakan urin dilakukan bila terdapat gejala klinis mengarah ke infeksi saluran kemih.
• Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein / keriatinin pada urin pertama pagi hari.
• Pemeriksaan darah antara lain
• Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
• Kadar albumin dan kolesterol plasma
• Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz
• Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti
ds-DNA

• Biopsi ginjal dilakukan jika terdapat indikasi, antara lain:


Pada presentasi awal
– Awitan SN usia < 1 tahun atau > 16 tahun
– Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau kadar komplemen C3 serum yang rendah
– Hipertensi menetap
– Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
– Tersangka sindrom nefrotik sekunder
• Setelah pengobatan inisial
– SN resisten steroid
• Sebelum memulai terapi siklosporin
Tatalaksana
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan
tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid
dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut: 6
• Pengukuran berat badan dan tinggi badan
• Pengukuran tekanan darah
• Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
• Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
• Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.

• Diet
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiper ltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan
hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.6

• Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia.
Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil
(edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1
g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi
dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat pernapasan
dapat dilakukan pungsi asites berulang.6
• Pengobatan SN relaps
• Pada SN relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilannjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada
pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali  ++ tetapi tanpa
edema, sebelum pemberian prednison, dicari terlabih dahulu pemicunya,
biasanya infeksi saluran napas atas. Bila terdapat infeksi diberikan
antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak peru
diberikan pengobaan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria  ++
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan dan
prednison mulai diberikan.
• Kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
• Terapi inisial
Pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan
anjuran ISKDC adalah prednison 60 mg/m 2 LBP/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Prednison dosis penuh (full dose)
inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilannjutkan
dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m 2 LBP/hari (2/3 dosis awal) atau 1.5
mg/kgBB/hari secara alternating (selang seling), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila
setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penih, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid.
• Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid, antara lain: 6
• Steroid jangka panjang
Setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan denan steroid dosis 1.5 mg/kgBB secara
alternating. Kemudian dosis ini diturunkan bertahap 1.2 mg/kgBB setiap 2 minggu. Penurunan dosis
dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0.1-0.5 mg/kgBB alternating.
Dosis ini disebut dosis treshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian coba dihentikan. Bila
relaps terjadi pada dosis prednison antara 0.1-0.5 mg/kgBB alternating, maka relaps tersebut diterapi
dengan prednison 1 mg/kgBB dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi,
prednison diturunkan menjadi 0.8 mg/kgBB secara alternating, kemudian diturunkan 0.2 mg/kgBB setiap 2
minggu.Bila relaps terjadi pada dosis predniosn rumat > 0.5 mg/kgBB, alternating, tetapi < 1 mg/kgBB
alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamison selang sehari 2.5
mg/kgBB selama 4-12 bulan, atau langsung dibeikan siklofosfamid (CPA)
• Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent, debrikan dengan dosis 2.5 mg/kgBB dosis tunggal, selang sehari selama 4-12
bulan. Efek samping lavimisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vaskulitic rash, neutropenia yang reversibel.
 
• Sitostatik
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. CPA dapat diberikan
secara oral atau intravena dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal maupun secara puls dengan dosis 500-750 mg/m 2 LPB yang
dilarutkan dalam 250 ml NaCl 0.9% diberikan selama 2 jam. Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia,
sistitis, hemoragik, azospermia dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.Klorambusil diberikan dengan dosis 0.2-0.3
mg/kgBB/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi.

• Siklosporin atau mikofenolat mofetil (pilihan terakhir)


Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan steroid atau sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin (CyA) dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan biasanya akan relaps kembali. Pada SNSS yang tidak memberikan
respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan mikofenolat mofetil (MMF) dengan dosis 25-30 mg/kgBB bersamaan dengan
penurunan dosis steroid selama 12-24 bulan.
komplikasi
• Terdapat beberapa komplikasi yang sering terjadi pada sindrom nefrotik baik akibat dari penyakitnya sendiri maupun akibat dari terapi yang
diberikan, antara lain:6

• Infeksi
Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi, terutama selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi infeksi pada pasien SN perlu segera diberikan
antibiotik. Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pneumonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.
• Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang
berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular paru yang asimptomatik. Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisik
dna radiologis, berikan heparin subkutan dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan tromboemboli dengan
pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak dianjurkan.
• Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali
dengan inhibitor ACE, ARB, CCB, atau antagonis beta adrenergik sampai tekanan darah di bawah persentil 90.
• Hiperlipidemia
Pada SN replaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas
kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis. 
• Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbuklkan osteoporosis dan osteopenia dan akibat kebocoran metabolit vitamin D. pada
pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (> 3 bulan) diannjurkan pemberian
suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D 125-250 IU.
• Hipovolemia
Pemberiam diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi hipovolemi
dengan gejala hipotensi, takikardi, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
• Efek samping steroid
Terapi steroid jangka panjang akan menimbulkan efek yang signifikan, meliputi peningkatan
nafsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan perilaku, peningkatan risiko infeksi, retensi
air dan garam, hipertensi, dan demineralisasi pada tulang.
prognosis
• Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik terhadap
pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik
kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal
terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun,
dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal. Prognosis umumnya baik,
kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
• Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun
• Disertai hipertensi
• Disertai hematuria
• Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
• Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
• Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnya gambaran klinis penyakit.

Anda mungkin juga menyukai