Anda di halaman 1dari 16

UJI RESISTENSI MIKOBAKTERIUM

TUBERKULOSIS

PPDS PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FK UNRI


2021
z

 Resistensi kuman M. tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di


mana kuman tersebut sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT
(Ditjen PP dan PL, 2013),

 Multidrug Resistant Tuberculosis (resistensi ganda terhadap OAT)


didefinisikan sebagai M. tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid
dan rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya (WHO,
2012; Caminero, 2013).

 Rifampisin dan isoniazid merupakan 2 obat terbaik untuk melawan


M. tuberculosis karena rifampisin dan isoniazid merupakan obat yang
paling efektif, paling bertoleransi, dan tidak mahal
z
 Tuberkulosis resistensi OAT pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan
manusia atau man made phenomenon, sebagai akibat dari pengobatan pasien
TB yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB resistensi OAT (Ditjen
PP dan PL, 2013).

 Resistensi OAT merupakan infeksi dan dapat ditransmisikan dari manusia ke


manusia (Enarson dan Harries, 2013).

 Multidrug resistant tuberculosis merupakan gambaran dari mismanagement pada


penderita TB, salah diagnosa, lamanya menegakkan diagnosa, pengobatan yang
tidak tepat atau terputus, serta mistreatment lini pertama dan lini kedua (Hakeem
et al, 2010).
z
secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi :

 Resistensi primer yaitu apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat


pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1
bulan.

 Resistensi initial yaitu apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.

 Resistensi sekunder yaitu apabila pasien telah mempunyai riwayat


pengobatan OAT minimal 1 bulan.
z
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya
TB MDR
 Pemberi jasa/petugas kesehatan

 Pasien

 Program pengendalian TB

 Obat

 Faktor HIV/AIDS

 Kuman
z
Klasifikasi Resistensi OAT
 Menurut WHO dan dalam buku petunjuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) tahun 2013 klasifikasi resistensi OAT yaitu:

 Monoresitance: resisten terhadap salah satu OAT misalnya resisten isoniazid (H).

 Polyresistance: resisten terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan
rifampisin (R), misalnya resistensi isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE),
isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES).

 Multi Drug Resistance (MDR): resisten terhadap isoniazid dan rifampisin dengan atau tanpa
OAT lini pertama yang lain, misalnya HR, HRE, HRES.

 Extensively Drug Resistance (XDR): TB MDR disertai resisten terhadap salah satu obat
golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan
amikasin).

 TB Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin (monoresisten,poliresisten, TB


MDR, TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip dengan atau tanpa
resisten OAT lainnya.
z
Metode pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis
MDR-TB adalah :
1 Metode konvensional uji resistensi obat (DRUG

2 Metode cepat uji resistensi obat (Tes Cepat Molekuler) dengan alat Gen
Xpert

3 Second Line – Line Probe Assay (SL-LPA)


Metode
z konvensional Uji Resistensi OAT

 Metode konvensional, menggunakan media padat (Lowenstein Jensen /


LJ) atau media cair (MGIT) untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama
dan OAT lini kedua.

 Uji kepekaan untuk OAT lini pertama dengan metode konvensional,


dilakukan untuk rifampisin (R), isoniazid (H), streptomisin (S) dan,
etambutol (E). Untuk OAT lini kedua, uji kepekaan dilakukan untuk
Amikasin (Am), Kanamisin (Km) dan Ofloksasin (Ofl).
Metode
z cepat uji resistensi obat (TCM)
Dengan alat Gen Xpert

 Tes cepat (rapid test), menggunakan Xpert MTB/Rif atau dikenal dengan
GeneXpert. GeneXpert merupakan tes amplifikasi (peningkatan jumlah
salinan DNA) asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi TB
dan uji kepekaan terhadap rifampisin. Tes ini dapat diketahui hasilnya
dalam waktu kurang lebih 2 jam.

 Metode ini bermamfaat untuk menyaring kasus suspek MDR-TB secara


cepat dengan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki sensivitas
dan spesifisitas sekitar 99
z
Second Line – Line Probe Assay (SL-LPA)
 SL-LPA merupakan tes cepat (lebih kurang 48 jam) yang berbasis
molekuler

 Dapat mendeteksi resistensi terhadap OAT lini kedua yaitu golongan


fluoroquinolone dan obat injeksi lini kedua.

 Kapasitas pemeriksaan cukup besar

 Sebagai diagnosis awal untuk mendeteksi resistensi terhadap


fluoroquinolone dan obat injeksi lini kedua untuk pasien yang dari hasil
pemeriksaan TCM TB terkonfirmasi resisten terhadap rifampisin.
ALGORITMA PENGGUNAAN LPA LINI DUA DALAM PROGRAM
z PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
z
KETERANGAN ALUR

1. Untuk semua pasien TBC dengan hasil pemeriksaan TCM TBC RR, ambil dua (2)
dahak berkualitas baik, satu dahak untuk pemeriksaan LPA lini dua dan satu
dahak untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.

2. Bila tidak terdapat risiko intoleransi dan atau resistansi terhadap fluorokuinolon
dan/obat injeksi lini kedua berdasarkan anamnesis dan atau hasil uji kepekaan,
pasien akan mulai paduan pengobatan jangka pendek.

3. Bila terdapat risiko intoleransi/resistansi terhadap fluorokuinolon dan/obat injeksi


lini kedua berdasarkan anamnesis, uji kepekaan, atau faktor risiko hasil
pengobatan buruk (seperti TBC berat), pasien harus diberikan paduan individual.
 Ketika hasil uji kepekaan keluar, paduan pengobatan harus dievaluasi ulang, dengan 5
opsi berikut:
z

1) Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan standar jangka pendek dan hasil uji
kepekaan tidak terdapat resistansi terhadap fluorokuinolon/obat injeksi lini dua,
pengobatan paduan standar jangka pendek dapat dilanjutkan.

2) Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan standar jangka pendek dan hasil uji
kepekaan menunjukkan tambahan resistansi terhadap fluorokuinolon/obat injeksi lini
kedua, pengobatan pasien harus berganti menjadi paduan individual berdasarkan hasil uji
kepekaan (pengobatan dimulai dari awal).

3) Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan individual dan terkonfirmasi resistan
terhadap fluorokuinolon/obat injeksi lini kedua berdasarkan hasil uji kepekaan, pengobatan
paduan individual dilanjutkan.

4) Untuk pasien yang mendapatkan paduan individual berdasarkan pertimbangan


intoleransi terhadap fluorokuinolon/obat injeksi lini kedua, paduan harus dievaluasi ulang
dan disesuaikan (bila diperlukan) berdasarkan hasil uji kepekaan.
z
5) Untuk pasien yang mendapatkan paduan individual tetapi tidak terbukti resistan
terhadap fluorokuinolon/obat injeksi lini kedua berdasarkan hasil uji kepekaan,
pengobatan paduan individual dilanjutkan sambil berkonsultasi dengan para Tim
Ahli Klinis (TAK) akan kemungkinan perubahan paduan berdasarkan hasil uji
kepekaan dan kondisi klinis  pasien tidak pindah ke paduan standar jangka
pendek apabila telah mendapatkan pengobatan dengan paduan individual > 1
bulan.

Bila terjadi kasus intoleransi kanamisin (misalnya terjadi gangguan pendengaran


sensoris, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan, terjadi kehamilan
selama pengobatan), kanamisin dapat diganti dengan kapreomisin dengan dosis
yang sama dengan kanamisin
z

Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji Resistensi obat harus


dilakukan di laboratorium yang telah disertifikasi atau lulus Pemantapan
Mutu Eksternal (PME) berupa tes panel oleh Laboratorium Rujukan
Nasional.
z

TERIMAKASIH
MOHON SARAN DAN
BIMBINGAN

Anda mungkin juga menyukai