Anda di halaman 1dari 12

SUDUT PANDANG, DIALOG/PERCAKAPAN,

GAYA BAHASA (MAJAS)

Kelompok 5

• Kezia Widya Agnes (1901511034)

• Sri Widyastuti (1901511038)

• Ni Made Deani Murti (1901511041)

• Aliffia Adani (1901511043)

• Fahmi Fachtur Rachman (1901511047)


Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Dalam karya fiksi, sudut
pandang mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana
(siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Sudut pandang dianggap sebagai
salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang
menulis cerita, ia harus mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita
dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narator yang di
luar cerita itu sendiri. Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis
dengan pembaca.
Menurut Waluyo, H. J (2011), Point of View dinyatakan sebagai sudut
pandang pengarang, yaitu teknik yang digunakan oleh pengarang untuk
berperan dalam cerita itu. Namun, menurut Shipley (1956) dalam Waluyo,
H.J (2011), Point of View memiliki dua jenis, yaitu Internal Point of View dan
External Point of View. Internal Point of View terdiri dari empat macam, yaitu:
1) tokoh yang bercerita, 2) pencerita menjadi salah seorang pelaku, 3) sudut
pandang akuan, dan 4) pencerita sebagai tokoh sampingan dan bukan tokoh
hero. Sedangkan, External Point of View terdiri dari dua macam, yaitu: 1) gaya
diaan, dan 2) penampilan gagasan dari luar tokoh-tokohnya.
Sudut pandang dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Sudut Pandang Persona Pertama, yaitu penulis berlaku sebagai karakter
utama cerita yang ditandai dengan penggunaan kata “aku”. Penggunaan
teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala hal yang tidak
diungkapkan oleh sang narator. Keuntungan dari teknik ini adalah pembaca
merasa menjadi bagian dari cerita

2. Sudut Pandang Persona Ketiga, yaitu sudut pandang yang dikisahkan


menggunakan kata ganti orang ketiga, misalnya “dia” atau “mereka”.
3. Sudut Pandang Campuran, yaitu kombinasi antara sudut pandang persona
ketiga dan persona pertama.
Sudut pandang yang digunakan dalam Novel Tarian Bumi karya
Oka Rusmini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba
tahu. Pada sudut pandang ini, penulis akan menceritakan apa
saja terkait tokoh utama. Ia seakan tahu benar tentang watak,
pikiran, perasaan, kejadian, bahkan latar belakang yang
mendalangi sebuah kejadian. Sudut pandang orang ketiga biasa
menggunakan kata ganti ‘dia’ atau ‘ia’, namun tak jarang juga
menggunakan nama tokohnya secara langsung.
Dialog atau Percakapan

Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi adalah semua penuturan yang bukan
bentuk percakapan sering dapat mencapaikan sesuatu secara lebih singkat dan
langsung, artinya pengarang mengisahkan secara langsung ceritanya, telling.
Dalam sebuah novel, terdapat narasi yang memiliki dialog sebagai sebuah
percakapan yang hadir dalam kalimat. Sedangkan, pemahaman terhadap
percakapan dalam konteks pragmatik tidak diungkapkan langsung dalam unsur
bahasa, melainkan lewat kode budaya disebut implikatur. Tindak ujar adalah
salah satu hal yang penting dalam interpretasi percakapan secara pragmatik,
yaitu konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dengan konteks.
Kenney dalam Waluyo, H.J (2011) menyatakan ada dua jenis fungsi dialog,
yaitu:

1. Memperkongkret watak dan kehadiran pelaku


2. Menghidupkan karakter tokoh

Dialog harus dibuat secara natural, selektif, gaya “speech-act” atau tindak
tutur (percakapan tokoh yang satu disambut oleh tokoh lain atau lawan
bicara).
Dialog dalam novel Tarian Bumi.
• “Apa lagi yang Sari inginkan?” Telaga mencium pipi anaknya hati-hati.
• “Sari akan belajar dengan baik, Meme. Kalau Sari besar nanti, kita
tinggalkan Odah. Meme bisa hidup dengan Sari. Sari bisa membuatkan
Meme rumah yang bagus. Ada tamannya, Meme bisa menanam bunga-
bunga sampai muntah. Meme bisa…”. Luh Sari mengemukakan keinginan-
keinginannya. Suara bocah itu membuat Telaga diam.

Dari dialog ini dapat disimpulkan bahwa Luh Sari adalah pribadi yang sangat
baik dan peduli terhadap ibunya.
• “Kau tak pernah bisa memberi kebahagiaan pada anakku, Kenanga!”. Suara nenek
terdengar getir dan amat menusuk. Ibu hanya bisa diam sambal menelan tangisnya
dalam-dalam.

Dari dialog ini dapat diketahui bahwa sang Nenek memiliki pribadi yang mudah
menyalahkan orang lain. Nenek juga senang berbicara dengan nada yang ketus dan
menusuk perasaan orang lain.

• “Kau takut mengakui kemampuanku, kan? Aku tahu, kau juga tahu, orang-orang tua
di desa ini paham bahwa tubuhku tubuh penari. Mereka tidak buta bahwa aku bisa
mengangkat nama desa ini. Kelak, orang-orang akan mengenal desa ini karena aku, Luh
Sekar”
Dari dialog ini dapat diketahui bahwa Luh Sekar adalah seorang yang ambisius dan yakin
bahwa ia bisa mencapai sesuatu yang diinginkan.
Gaya Bercerita (Bahasa)

Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian


ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah
karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan
perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Pengunaan bahasa berfungsi untuk
menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang
mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Masing-
masing pengarang memiliki gaya bercerita yang khas. Selain menggunakan gaya
bahasa, pengarang juga menggunakan bahasa figuratif meskipun tak sebanyak
dalam puisi.
1. Majas Simile
“Luh Sekar!” Perempuan-perempuan sebayannya mendelik dan menepuk tubuhnya. Luh Sekar
konon tidak peduli. Dia tersenyum seperti menantang para dewa. Mulutnya yang mungil seperti
menggungam di telinga Luh Kenten. “Aku capek jadi perempuan miskin, Luh. Tidak ada orang
yang bisa menghargaiku”. (Hal. 22)

2. Majas Metafora
Laki-laki yang tidak memberi kesempatan pada tiga orang perempuan di rumah untuk memilih
hidupnya sendiri. Perbuatan laki-laki itu telah menghitamkan masa depan Sekar, dua orang adik
perempuan, dan seorang perempuan buta. (Hal. 46)

3. Majas Hiperbola
“Jangan melamun, Talaga. Kau pasti menyesal tidak mengalami kejadiankejadian yang sangat
mengesankan bersama Wayan. Kau harus tahu, seluruh dayu di griya ini juga ingin menyentuh
kulitnya dan dan ingin mencuri satu butir keringatnya. Kata mereka, keringat itu berguna untuk
menghangatkan malam-malam mereka. (Hal. 132)
Kesimpulan
Dalam novel tarian bumi terdapat unsur-unsur
intrinsik yang saling berhubungan dan berperan
dalam membentuk cerita, yaitu sudut pandang,
dialog, dan gaya bahasa.

Anda mungkin juga menyukai