Anda di halaman 1dari 20

PEDAGANG BESAR

FARMASI (PBF)
UNDANG-UNDANG DAN ETIKA
KELOMPOK 10
PSPA ANGKATAN 33
ANGGOTA KELOMPOK Padmangga B.

2008020106

Annisa Maharani Tri Yuliani


1908020084
2008020107

Keihin Laras A. Kintan Nur R.


2008020102
2008020108

Fatkhurohmah
Edwar Randi W.
2008020103
2008020109

Refka Meinar K. Yanuar Romadhon


2008020104
2008020110

Suci Asmi M. Aditya Pratama P.


2008020105
2008020111
01
PART ONE

KASUS
KASUS
Tahun 2017, BPOM menemukan 754
pedagang besar farmasi melakukan pelanggaran
atau tidak memenuhi ketentuan (TMK). Bentuk
pelanggarannya antara lain mengelola
administrasi secara tidak tertib, gudang tidak
memenuhi persyaratan, dan menyalurkan obat
secara panel atau penanggung jawab tidak
bekerja secara penuh.
Pelanggaran berikutnya adalah melakukan
pengadaan obat dari jalur tidak resmi,
menyalurkan obat keras ke sarana tidak
berwenang, tidak bertanggung jawab atas
Hardaningsih menjelaskan, jalur distribusi obat bermula dari penyaluran obat keras dalam jumlah besar, dan
pabrik, PBF, kemudian masuk ke klinik dan rumah sakit. beroperasi di alamat yang tidak sesuai dengan
Data terakhir BPOM menunjukkan, dari 2.232 PBF yang aktif di izin.
Indonesia, 729 sertifikat CBOB dikeluarkan kepada 410 PBF atau
baru 18,37 persen dari total keseluruhan. Sedangkan PBF yang masih https://bisnis.tempo.co/read/1094148/bpom-754-pedagang
-obat-besar-melanggar-aturan-pada-2017/full&view=ok
dalam proses sertifikasi berjumlah 157.
02
PART TWO

ANALISA KASUS
5W+1H
ANALISA KASUS

PERMASALAHAN YANG TERJADI (WHAT)


754 pedagang besar farmasi melakukan pelanggaran atau tidak memenuhi ketentuan
(TMK). Sehingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sosialisasi
tentang Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 25 Tahun 2017 tentang Tata Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB) kepada 150 pedagang besar farmasi (PBF) di kantor pusat.

DIMANA PERMASALAHAN TERJADI


(WHERE) Beberapa PBF di wilayah Indonesia

KAPAN PERMASALAHAN TERJADI (WHEN)


Tahun 2017
ANALISA KASUS
PIHAK YANG TERLIBAT (WHO)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pedagang besar farmasi (PBF)

MENGAPA PERMASALAHAN TERJADI (WHY)


• PBF melakukan pelanggaran antara lain mengelola administrasi secara tidak tertib, gudang tidak
memenuhi persyaratan, dan menyalurkan obat secara panel atau penanggung jawab tidak
bekerja secara penuh
• PBF tersebut melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke
sarana tidak berwenang, tidak bertanggung jawab atas penyaluran obat keras dalam jumlah
besar, dan beroperasi di alamat yang tidak sesuai dengan izin

BAGAIMANA KASUS TERJADI (HOW)


• Pihak PBF melakukan pembiaran terhadap pengelolaan administrasi secara tidak tertib
• Fasilitas penyimpanan seperti gudang tidak memenuhi persyaratan
• Sistem penyaluran obat yang tidak sesuai syarat
• Belum adanya rasa tanggung jawab bekerja secara penuh dari pihak PBF
• Belum adanya pemenuhan sertifikasi oleh PBF secara menyeluruh yang aktif di Indonesia,
dimana 729 sertifikat CBOB dikeluarkan kepada 410 PBF atau baru 18,37 persen dari total
keseluruhan
03
PART THREE

BENTUK PELANGGARAN
MENGELOLA ADMINISTRASI SECARA TIDAK TERTIB
Administrasi terkait dengan pesyaratan pengajuan pendirian PBF & perpanjangan PBF diatur
lengkap pada PMK RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar.
 Pasal 3
(1) Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan
(2) Pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF.
• Pasal 4
Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin
mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB
GUDANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN

Melanggar PMK RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi


Pasal 25, yaitu :

Yang menegaskan bahwa gudang dan kantor PBF atau PBF cabang dapat
(1)
berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas
pengawasan intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.

(2)
Menegaskan bahwa dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang
berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
apoteker.
MENYALURKAN OBAT SECARA PANEL ATAU
PENANGGUNG JAWAB TIDAK BEKERJA SECARA PENUH

Melanggar Permenkes Nomor 34 tahun 2014 tentang perubahan atas PMK RI/Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 14, yaitu:

(1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.

z
MELAKUKAN PENGADAAN OBAT DARI JALUR TIDAK RESMI

Melanggar PMK RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 15, yaitu:

3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat


dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui
importasi.
4) Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat
dan/atau bahan obat dari PBF pusat.
KEYS3

KEYS1 KEYS2
MENYALURKAN OBAT KERAS KE SARANA TIDAK
BERWENANG

Melanggar PMK RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 18, yaitu :

(1) Menegaskan bahwa PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud yaitu meliputi :
1. Apotek
2. Instalasi farmasi rumah sakit
3. Puskesmas
4. Klinik
5. Toko obat
(3) Dikecualikan dari ketentuan, PBF dan PBF cabang tidak dapat
menyalurkan obat keras kepada toko obat.

z
TIDAK BERTANGGUNGJAWAB ATAS PENYALURAN OBAT
KERAS DALAM JUMLAH BESAR

Melanggar PMK RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi, yaitu:

 Pasal 1 ayat 2
(2) PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

• Pasal 20
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
BEROPERASI DI ALAMAT YANG TIDAK SESUAI DENGAN IZIN

Melanggar Permenkes Nomor 34 tahun 2014 tentang perubahan atas PMK


RI/Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 12A :

(1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF


serta perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau
bahan obat, wajib dilakukan pembaharuan izin PBF.
(2) Dalam hal terjadi perubahan izin PBF dan/atau alamat PBF
Cabang wajib dilakukan pembaharuan pengakuan PBF
Cabang.
KEYS3
(3) Tata cara memperbaharui izin PBF atau pengakuan PBF
Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), KEYS1 KEYS2
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 10.
04
PART FOUR

SOLUSI
SOLUSI

1. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada:


 Ayat (1), dapat berupa:
a. Peringatan;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pencabutan pengakuan; atau
d. Pencabutan izin.
 Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b berlaku paling lama 21 hari kerja dan harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal
2. PBF dan PBF cabang harus melakukan pengadaan,  penyimpanan dan
penyaluran penyaluran obat dan/atau dan/atau bahan obat sesuai dengan
CDOB yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Permenkes 1148 tahun
2011 pasal 15 ayat 1.
SOLUSI

3. PBF dan PBF cabang yang telah melakukan CDOB diberikan sertifikat
CDOB oleh Kepala Badan sesuai dengan ketentuan Permenkes 1148
tahun 2011 pasal 15 ayat 3.
4. PBF dan PBF cabang harus menyalurkan obat secara resmi menurut
Permenkes 1148 tahun 2011.
5. PBF dan PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan,
 pengadaan, penyimpanan, penyimpanan, dan penyaluran penyaluran di
tempat usahanya usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB sesuai
ketentuan Permenkes 1148 tahun 2011 pasal 16 ayat 1.
6. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau
PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KESIMPULAN

PBF menjual komoditi obat sehingga harus


tepat dan hati-hati dalam penangananya, oleh
karena itu wajib mematuhi PMK RI / Nomor
1148 / MENKES / PER / VI / 2011 tentang PBF
untuk menjamin kualitas dan dapat
terpercaya sebagai penyalur obat
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai