PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Kelompok 5
1.SAHARAH (220139)
2.SALMAWATI (220140)
3.SRI WAHYUNI (220141)
4.TAGARI (220144)
5.TALITA PUTRI (220145)
6.WAODE IVANA EMOSA (220147)
7.WIDYA MIRDA LESTARI (220149)
8.WINA LATIFA (220150)
9.WILYAN HIDAYAT S (220151)
Dalam Pasal 19 ayat (2) UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah
mengatur bahwa “ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Mencermati pasal tersebut dapatlah diketahui
bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi
(1) tanggung jawab ganti kerugian atas rusaknya suatu produk barang/jasa,
(2)tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran,
(3) tanggung jawab ganti rugi atas kerugian konsumen disebabkan tidak baiknya produk
jasa dan barang yang dihasilkan. Namun yang perlu dicermati juga terkait substansi Pasal 19
ayat (2) tersebut, dimana pasien hanya mendapatkan ganti rugi atas pengembalian uang atau
penggantian barang dan jasa saja, padahal pasien sebagai konsumen telah menderita
kerugian bukan hanya kerugian atas barang dan jasa namun juga kerugian yang diakibatkan
dari biaya perawatan.
Pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan dengan konsumen, hal ini karena
hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan hubungan jual-beli yang
diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, melainkan hubungan antara dokter dengan
pasien hanya merupakan bentuk perikatan medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning
verbintenis) tepatnya perjanjian usaha kesembuhan (teraupetik), bukan perikatan
medik “hasil” (resultaat verbintenis), selain pada tatanan yang lain profesi dokter
dalam etika kedokteran masih berpegang pada prinsip “pengabdian dan kemanusiaan”,
serta para akademisi hukum, akademisi kedokteran, praktisi hukum, sampai kepada
penegak hukum belum memiliki kesamaan pendapat, apakah pelayanan kesehatan
rumah sakit yang dilakukan oleh dokter sebagai tenaga kesehatan dalam hal terjadi
sengketa medis dapat dimintai pertanggung jawaban hukum melalui UU Perlindungan
Konsumen, dengan alasan bahwa pelayanan kesehatan rumah sakit yang dilakukan
oleh dokter, adalah upaya kesehatan yang bermuatan nilai-nilai kemanusiaan.
Mengetahui perlindungan konsumen sejatinya memiliki tujuan mulia, yaitu sebisa mungkin
menghilangkan praktik yang dapat merugikan salah satu pihak. Hal ini ditujukan pada pihak-pihak
yang paling rentan di lingkungan masyarakat, di antaranya anak-anak, wanita hamil, dan para manula.
Perlindungan pasien mencakup perlindungan terhadap hak pasien, yang meliputi:
• Menerima informasi terkait penyakit dan rencana pengobatan yang disarankan dokter.
KEWAJIBAN
Mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien
HAK
Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
Setelah kita mengetahui pengertian pasien sebagai konsumen dan dokter
sebagai pelaku usaha, kini kita menuju pada pertanyaan selanjutnya,
bagaimana hubungan hukum antara pasien dan RS, tenaga kesehatan,
sesama tenaga kesehatan beserta sengketa diantara para pihak tersebut
Beberapa hal di bawah ini merupakan materi yang harus dijelaskan kepada pasien oleh
dokter atau pihak rumah sakit:
KEWAJIBAN KONSUMEN
• · Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
• · Beritikad baik
• · Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
• · Mengikuti upaya penyelesaian hukun sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Terima Kasih!