UU NO. 18 Tentang KESEHATAN JIWA : Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Remaja Awal : 10 -14 Tahun Remaja Pertengahan : 14 – 17 Tahun Remaja Akhir : 17 – 19 tahun
Remaja (Adolescence ) : Tidak mau
disebut/diperlakukan sebagai anak kecil tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa (ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh ortu, pd dasarnya tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan ortu) PEREMPUAN LAKI – LAKI Pertumbuhan Pesat 10 – 11 tahun Pertumbuhan Pesat 12 – 13 tahun (Konsultasikan dokter jika mulai sebelum Konsultasikan dokter jika mulai sebelum 9 th atau blm mulai usia 13 th) 11 th atau belum mulai usia 15 th) Perkembangan Payudara 10 -11 th Testis & Skrotum 11 – 12 th (Konsultasikan bila belum terlihat di usia (Konsultasikan jika belum terjadi 15 th) perubahan/pembesaran di usia 14 th) Rambut pubis 10 11 tahun, rambut ketiak Penis 12 -13 tahun dan badan 12 -13 tahun (faktor keturuan berperan) Pengeluaran sekret vagina 10 -13 tahun Mimpu basah (ejakulasi) 13 - 14 tahun Produksi keringat ketiak 12 -13 tahun Rambut pubis 11 – 12 th, rambut ketiak & (perubahan bau badan) badan 13 – 15 th, kumis, jambang, jenggota 13 – 15 th (faktor keturunan berperan) Menstruasi 11 -14 Tahun Perkembangan kelenjar ketiak 13 – 15 (Konsultasikan dokter jika mulai sebelum tahun (perubahan bau badan) 10 tahun dan belum mulai di usia 16 th) Suara pecah dan membesar 14 -15 tahun, ±setahun sebelumnya jakun tumbuh REMAJ A AWAL REMAJA PERTENGAHAN REMAJA AKHIR - Cemas Terhadap Penampilan - Lebih bisa berkompromi Ideal fisik (kesadaran diri - Belajar berpikir independen & meningkat) : fokus terhadap membuat keputusan sendiri diri sendiri - Perubahan hormonal (jerawat, - Terus mencari citra Terlibat dlm kehdupan, emosi, agresif) diri/identitas diri pekerjaan dan hub di luar keluarga - Menyatakan kebebasan dan - Mulai ber-ekperimen : rokok, Harus belajar untuk mencapai merasa sebagai seorang alkohol, dll (risk taker behavior) kemandirian baik finasial individu, tdk hanya sebagai - Tdk lagi terlalu fokus dengan maupun emosianal (ktdkpastian seorang anggota keluarga (cari diri sendiri /kecemasan masa depan dpt identitas : pakaian, bicara, - Membangun nilai norma & merusak harga diri dan penampilan) mengembangkan moralitas keyakinan diri) - Perilaku memberontak dan - Mulai membutuhkan lbh byk Lebih mampu membuat hub yg melawan teman & rasa setia kawan stabil dg lawan jenis - Kawan menjadi lebih penting - Mulai membina hub lawan Merasa sbg org dewasa yg jenis setara dg anggota keluarga lain - Perasaan memiliki terhadap Intelektual & ketrampilan Hampir siap untuk menjadi org teman sebaya (geng, kelompok, intelektual meningkat ( berpikir dewasa yg mandiri dkk) abstrak, ingin tahun byk hal) - Sangat menuntut keadilan tp - Mengembangkan minat : seni, cenderung melihat sesuatu sec olahraga, dll hitam – putih (intoleran, sulit - Senang berpetualang, berkompromi, iri hati) bepergian sec mandiri, risk taker Penyebab : Hambatan dalam tahap perkembangan yg tdk terselesaikan dengan baik Sumber hambatan : diri remaja sendiri,
keluarga (hub dg ortu/org dewasa lain di
keluarga), interaksi sosial di luar lingkungan keluarga Definisi : Suatu keadaan (kondisi) di mana remaja tdk menunjukkan prestasi sesuai dg kemampuan yg dimilikinya Faktor penyebab :
◦ Biologik dan bawaan : penyakit, kurang gizi,
kelelahan, IQ, sulit berkonsentrasi, diskleksia dll ◦ Psikologik dan pendidikan : cara guru/ortu mendidik tdk tepat ◦ Lingkungan sosbud : tdk ada keharmonisan, pola asuh dll Perasaan gelisah yg dihubungkan dg suatu antisipasi thd bahaya yg mendominasi dan menyebabkan rasa tertekan atau gangguan nyata lainnya. Ada 2 : ◦ Normal : Gejolak Mood normal pada remaja ◦ Depresi yg mengarah ke gangguan jiwa (bila tdk terdiagnosis akan berlanjut ke masa dewasa • Adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis meskipun hasilnya negatif dan sudah dijelaskan oleh dokter tetap merasa ada penyakit/kelainan. • Suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, bukan karena RM atau gangguan penyalahgunaan NAPZA yaitu Scizoprenia, gangguan mood disertai gejala psikotik, gangguan waham • Gejala : Waham, halusinasi, perilaku yg sgt kacau, pembicaraan yang inkoheren (kacau), tingkah laku agitatif dan disorientasi Definisi : Perilaku Menyimpang (Penyimpangan Sosial) adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai – nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan/agama secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial Tingkah laku, perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan nor ma –norma dan hukum yang ada di masyarakat. Perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi Tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tsb. Tindakan atau tingkah laku seseorang yang dilakukan tidak sesuai dengan nilai – nilai dan norma sosial, etika dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. • Internal : Perubahan Fisik dan Psikosial • Eksternal Lingkungan keluarga (pola asuh, kondisi keluarga, pendidikan moral dlm keluarga) Lingkungan sekolah ( suasana sekolah = kedisiplinan, kebiasaan belajar, pengendalian diri dan bimbingan guru) Lingkungan teman sebaya Lingkungan masyarakat (sosbud, media massa) A. IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO • Faktor Individu – Psikososial: kepercayaan diri rendah, motivasi rendah, perkembangan kongintif lambat,intelegensi rendah, keterampilan sosial rendah, kelekatan dengan keluarga rendah, perilaku antisosial dini, psychopatologi – Fisik: kesehatan tidak baik, keadaan sakit dan disabilitas, berat badan saat lahir rendah, aktivitas sistem saraf pusat, laki-laki – Perilaku :kemampuan menahan diri yang rendah, hiperaktif, pasif, kehamilan dini, agresif, penyalahgunaan zat kimia, aspirasi dan prestasi akademik yang rendah, keterasingan, tidak memiliki keterampilan memecahkan masalah,pembolos, diskors/diberhentikan dari sekolah • Faktor Keluarga – struktur keluarga : ketidakutuhan keluarga, keterpisahan dari keluarga dan ukuran keluarga yang terlalu besar. – Fungsi keluarga : kelemahan dalam pengelolaan kontrol dan pengawasan, ganguan hubungan antara orang tua dan anak, keterlantaran anak, kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam keluarga, pengabaian atau penolakan dari orang tua, ada model/contoh keluarga yang berperilaku anti sosial, mobilitas orang tua yagn tinggi, dan pengasuhan yang psikopat. – Status sosial ekonomi keluarga : pendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah, menganggur. • Faktor Sekolah – organisasi sekolah : kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang rigid, disiplin yang represif, kelas yang besar, sekolah yang besar tanpa substruktur. – Aspek kurikulum : pelajaran yang tidak menarik atau tidak disukai, tidak adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan, strategi pembelajaran yang pasif, penilaian yang mendominasi adalah penilaian yang hanya berdasarkan persaingan akademik (ada yang kalah dan menang). – Suasana sekolah : budaya sekolah yang tidak mendukung misi pendidikan, hubungan murid- guru yang negatif, ketidakberfungsian konselor sekolah, ketiadaan partisipasi siswa, kurangnya hubungan antara orang tua dan sekolah, miskinnya pengembangan profesionalisme staf. • Faktor Teman Sebaya – berteman dengan sebaya yang menyimpang, penolakan teman sebaya, berteman dengan orang dewasa yang anti sosial. • Faktor Komunitas dan Kemasyarakatan – kemiskinan yang ekstrem, ada norma anti sosial di masyarakat, lingkungan masyarakat yang kacau dan tidak harmonis, tingkat kriminalitas yang tinggi, adanya akses pada senjata api, konsentrasi teman sebaya yang nakal tinggi, dan status etnik minoritas. B. IDENTIFIKASI FAKTOR PELINDUNG • Kemampuan untuk bisa bertahan pada perilaku normal dan sehat dalam menjalani masa-masa perkembangan mereka, terutama pada kelompok remaja yang terindikasi memiliki hambatan atau kesulitan = resiliensi, yaitu kemampuan berkembang normal pada kondisi yang sulit. • Beberapa faktor yang membuat remaja memiliki resiliensi sehingga tidak berperilaku menyimpang digolongkan dalam empat domain oleh Bernard (1991) dalam Carroll et al., yaitu – Social Competence : Responsiveness, flexibility, empathy/caring; communication skills, sense of humor – Problem solving skill : critical thinking, ability to generate alternatives, planning, making a change – Autonomy : self esteem/self efficacy, internal locus of control, independence, adaptive distancing – Sense of purpose and future: goal directedness, achievement, motivation, educational aspirations, healthy expectations, persistence, hopefulness, compelling future, and coherence/meaningfulness. – Lembaga pendidikan seperti sekolah juga memiliki peran penting yaitu upaya mengurangi munculnya perilaku bermasalah pada remaja. (Christle et al, menunjukan hasil penelitian bahwa sekolah yang memiliki karekteristik seperti kepemimpinan yang baik, staf yang berdedikasi tinggi, adanya program pengelolaan perilaku yang luas baik untuk siswa maupun staf, dan metode pembelajaran yang efektif dapat meminimalisir perilaku menyimpang dari siswa. Suasana sekolah yang mendukung dan kondusif juga merupakan aspek yang menentukan ada tidaknya siswa yang menyimpang di sekolah (Gotfredson et al., 2005). “Ada, baik sebelum ataupun ketika sudah masuk genk tapi bukan obat lebih ke minum aja (minuman keras).” (GM 4;11/2010) ”Ya itu tadi paling tidak bisa mengendalikan emosi jadi gampang tersinggung.” (GM 3;11/2010) ”gampang marah saya orangnya.” (GM 6;11/2010) ”gimana ya? saya juga ga paham sama kemampuan mengendalikan saya.” (GM 7;11/2010) “saya itu pasif. Dulu waktu SMA pun saya ga pernah nanya sama guru kalo ada yang gak paham. Lebih baik saya nanya sama temen dibanding harus tanya guru langsung.” (GM 7;11/2010). ”gue cenderung pendiam.” (GM 3;11/2010) ”ya mengekang ada, karena orang tua banyak aturan jadi bikin kesel juga,beda kalau pas masuk geng motor bebas lah gak ada aturan.” (GM1;11/2010). “ya orang sibuk (orang tua), makanya saya tidak terperhatikan dan masuk anggota geng juga,( GM 1;11/2010). Anggota geng lain mengatakan, “sibuk banget (orang tua)” (GM 5;11/2010) GM 3 berharap agar guru tidak memberi penilaian yang malah berakibat buruk: “…tidak langsung menjudge karena akan berefek negatif.” (GM 3;11/2010). “ya. Ada (penolakan teman sebaya) dengan orang yang pinter, karena mereka memandang saya sebagai anak nakal, ga benerlah. Kalo saya mau main teh malah pada pergi.” (GM1; 11/2010). Pencegahan dan Intervensi Dini : – Life Skill Model : pelatihan dan pendidikan daripada konseling dan terapi. Digunakan untuk anak-anak dari sekolah dasar, menengah, dan atas. Aspek penting dari life skill adalah kompetensi sosial mis: keterampilan resolusi konflik tanpa kekerasan, assertiveness, resistensi dari tekanan teman sebaya, keterampilan memecahkan masalah, dan negosiasi relasi dengan orang dewasa. Latihan keterampilan hidup ini dapat mencegah anak dan remaja mengalami masalah perilaku yang beresiko. – Penguatan konsep diri dan kepercayaan diri, terdiri dari penguatan self eficacy, optimisme, dan cognitive restructuring. Terdapat catatan bahwa remaja beresiko tinggi cendrung memiliki masalah dengan konsep diri yang negatif, dan perjuangan memperoleh keprcayaan diri. – Keterhubungan (connectedness),mencakup keterampilan kesadaran intrapersonal dan keterampilan interpesonal. Assertiveness dan komunikasi interpersonal merupakan keterampilan dari keterhubungan ini. – Self Regulation (Penguasaan dan kontrol diri) : pengendalian stres dan kececamasan (anxiety) melalui teknik relaksasi, self management. Banyaknya aspek dari proses pendidikan yang dijalani remaja yang dapat menimbulkan stress dan kecemasan, maka disarankan sekolah- sekolah mengadakan program intervensi dini untuk mengurangi gangguan kecemasan yang serius. • Intervensi Teman Sebaya – Cooperative Learning, anak remaja belajar keterampilan kolaborasi, mengelolan konflik dan permusuhan, membangun spirit kerjasama dengan teman-teman mereka. Model pembelajaran ini merupakn alternatif dari model pembelajaran kompetisi individual yang memiliki efek buruk bagi remaja beresiko. – Kelompok Dukungan Sebaya (Peer Support Group ). Kelompok dukungan ini terdiri dari gabungan anak yang ‘beresiko’ tinggi dengan anak yang ‘beresiko’ rendah. Dengan pengelolaan yang disengaja dan terencana, maka anak yang memiki resiko tinggi dapat memperoleh dukungan positif dari anak yang lebih prososial, menciptakan suasana keterhubungan positif dengan anak-anak yang lain. Anak yang beresiko tidak didekati dengan cara yang formal dan mencolok mata, namun mereka ditempatkan pada situasi dimana mereka dapat menjaga relasi dengan teman sebaya yang dapat menyediakan model postitif dari perilaku dan prestasi akademik. – Pelatihan Peer Mediator dan Peer Facilitator, merupakan pelatihan dengan tujuan agar anak remaja dapat saling menolong satu sama lain. Training peer mediator berisi pengelolaan konflik yang dilakukan oleh siswa atau remaja. Mediator remaja ini bekerja dalam tim untuk memfasilitasi pemecahan masalah bagi mereka yang berselisih. Mereka mempelajari pemecahan masalah, disiplin diri, berfikir kritis, pengembangan self regulation, dan kesadaran akan perilaku yang dapat diterima secara sosial. Intervensi Keluarga ◦ intervensi untuk keluarga memerlukan dukungan program yang terintegrasi dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga. ◦ Peningkatan pendapatan, akses pada pelayanan kesehatan dan pendidikan menjadi penting. ◦ Peningkatan kemampuan pengasuhan pada orang tua, dapat dilakukan melalui program-program pelatihan seperti Parent Effectiveness Training (PET), atau Good Parenting. • Intervensi Komunitas : Community Counseling – Community Counseling : menekankan pada upaya menumbuhkan komunitas yang sehat dan pencegahan masalah (Lewis, et.al 2003:6) – Dalam community counseling, terdapat pelayanan komunitas langsung berupa pendidikan pencegahan (preventive education) dalam beragam program mulai dari pendidikan, pelatihan, workshop, dan pembentukan forum-forum yang mempromosikan kesehatan mental. – Aksi community counseling ini dapat dijalankan melalui lembaga- lembaga yang sudah ada di masyarakat. Misalnya yang terkait dengan pembinaan remaja, BKKBN memiliki program Bina Keluarga Remaja (BKR) yang sudah tersebar sampai tingkat rukun warga yang dapat dioptimalkan perannya dengan menyelenggarakan kegiatan- kegiatan untuk deteksi dan intervensi dini bagi para remaja. – Mengembangkan lingkungan yang bisa melindungi anak muda atau remaja dari pengaruh buruk perilaku anti sosial atau kriminal. Lingkungan pelindung ini (protective environment) berupa jaringan informal yang lebih luas yang terdiri dari sekolah dalam hal ini guru, kelompok siswa atau peer group, lingkungan rumah dalam hal ini orang tua atau keluarga yang lain serta jaringan ketetanggaan. Model protective environment sebaiknya dikembangkan bukan hanya untuk mendeteksi dini pada remaja beresiko, namun juga untuk melakukan koreksi dan pendampingan bagi remaja yang sudah benar-benar bermasalah. • Intervensi Masyarat dan Kebijakan – Untuk menciptakan lingkungan yang sehat buat remaja diperlukan dukungan kelembagaan yang lebih luas termasuk dukungan kebijakan yang terkait dengan kesejahteraan anak dan keluarga serta lembaga yang mempromosikan kesehatan mental. – Pencanangan pada beberapa wilayah kota atau kabupaten di Indonesia seperti ‘bebas anak jalanan’, ‘bebas narkoba’ tentunya bisa dilakukan pula pada pencanangan bebas kenakalan remaja. Misalnya seperti ide untuk model kota ‘bebas tawuran’. – Pendekatan yang bersifat pembimbingan dan pendidikan yang berorientasi pencegahan tentunya harus lebih dikedepankan daripada pendekatan hukum yang selama ini terlihat lebih dominan sehingga kita tidak perlu lebih sering mendengar kasus-kasus anak yang dipenjara atau bekonflik dengan hukum. Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.