Anda di halaman 1dari 43

Fixed Drug Eruptions

Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke P., SpKK

Disusun Oleh:
Daniel Pramandana L.
G4A015010
LAPORAN KASUS
 Nama : Ny. S
 Usia : 73 tahun
 Alamat : Sudimara
 No. RM : 00258958
 Tanggal Periksa : 17 Februari 2017
Anamnesis
Keluhan utama : Rasa terbakar
Keluhan tambahan : Luka dan Gatal
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Rasa terbakar pada payudara kanan, paha kiri, dan betis kiri sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit.
 Rasa terbakar terasa sangat perih dan mengganggu aktivitas.
 Rasa terbakar dirasakan secara terus menerus.
 Rasa terbakar terasa semakin berat jika pasien berkeringat.
 Rasa terbakar akan membaik jika dikompres dengan air.
 6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masuk ke IGD RSMS karena sempat jatuh, kemudian
pasien dipulangkan dengan dibekali obat ciprofloxacin.
 Malam harinya pasien meminum obat tersebut, kemudian pada pagi hari langsung timbul gejala –
gejala tersebut.
 Pasien juga megeluhkan adanya luka dan gatal pada lesi. Pasien menyangkal adanya demam, rasa
lemas, dan rasa nyeri ataupun tidak nyaman pada perut.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan serupa (+) di tempat yang sama.
 Riwayat rhinitis alergi, asma bronkial, maupun alergi makanan (-)
 Riwayat alergi obat (+) asam mefenamat dan ciprofloxacin
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan yang sama dengan pasien (-)
 Tidak ada riwayat rhinitis alergi, asma bronkhial, riwayat alergi makanan dan obat,
diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung pada keluarga pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi
 Pasien tinggal bersama suami dalam satu rumah. Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga.
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital
 Tekanan darah : 160/100 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Respiratory rate : 20 x/menit

 Suhu : 36,5 oC
 BB : 51 kg

 TB : 152 cm

 IMT : 22,07 (normal)


Status Generalis
 Kepala : bentuk mesochepal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
 Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
 Telinga : simetris, discharge (-/-)
 Mulut : bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
 Thorax : Simetris, retraksi (-)
 Jantung : S I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
 KGB : tidak teraba pembesaran.
 Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )
Status Lokalis (Dermatologis)

 Predileksi : Payudara kanan dan paha kiri

 Efloresensi: Makula eritematosa berbatas tegas disertai erosi

Status Lokalis (Dermatologis)

 Predileksi : Paha dan betis kiri

 Efloresensi: Makula hiperpigmentasi berbatas tegas berbentuk oval


Diagnosis
 Fixed Drug Eruption
Differential Diagnosis
 Fixed Drug Eruption
 Predileksi: mulut bibir, badan, tungkai, tangan dan genital, berulang di tempat yang sama.
 UKK: Makula oval atau bulat, merah atau keunguan, batas tegas, bisa menjadi bula, mengalami
deskuamasi atau menjadi krusta. Bervariasi mulai dari lentikuler sampai plakat. Lesi awal
biasanya soliter, tapi jika penderita meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul
kembali disertai dengan lesi yang baru
 Eritema Multiforme
 Predileksi: ekstremitas, telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada glans penis
 UKK: Berbagai lesi (multiformis) dengan lesi target pada kulit yang terdiri dari bula
dikelilingi oleh edema dan eritema. Lesi pada eritema multiforme lebih besar, tidak teratur,
lebih dalam, biasanya berdarah, dan dapat terjadi pada semua mukosa mulut. Lesi pada bibir
khas berbentuk lesi yang ditutupi krusta merah kehitaman.
 Post-Inflamation hiperpigmentasi
 Predileksi: tergantung pada lokasi inflamasi dermatosis asli.
 UKK: lesi hipermelanotik dengan warna lesi berkisar dari cahaya coklat sampai hitam,
dengan penampilan cokelat lebih ringan jika pigmen berada dalam epidermis dan penampilan
yang lebih gelap abu-abu jika lesi mengandung melanin kulit
Pemeriksaan penunjang
 Uji tempel obat
 Uji provokasi oral
Penatalaksanaan
 Medikamentosa
 Sistemik: PO prednisone 1mg/kgBB (1x50mg) selama 2 minggu (diturunkan perlahan)
 Topikal: hidrokortison cream 2 x 1
 Non medikamentosa
 Mencari tahu obat penyebab alergi
 Menghentikan sama sekali penggunaan obat dan obat lain segolongannya yang
menyebabkan reaksi alergi
Prognosis
 Ad vitam : Ad bonam
 Ad fungsionam : Ad bonam

 Ad sanationam : Dubia ad bonam


 Ad kosmeticum : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
 Suatu bentuk dari reaksi obat kutaneus rekuren  makula atau bula hiperpigmentosa annular
eritem secara singel atau multipel di tempat yang sama ketika obat yang sama diberikan.
 Lesi yang membaik akan berubah menjadi hiperpigmentasi post inflamasi
 Lesi terbentuk 1-2 minggu setelah paparan pertama dan setelah beberapa paparan selanjutnya, lesi
akan timbul dalam waktu <24 jam.
 Ciri khas utama dari FDE adalah jika pasien menerima paparan dari obat yang sama maka lesi
dari FDE akan timbul kembali di tempat yang sama, kemudian masa penyembuhan akan
menimbulkan residu hiperpigmentosa
 Paparan ulang akan menyebabkan tumbulnya lesi di tempat yang sebelumnya mengalami
hiperpigmentasi
 FDE paling sering timbul di daerah genital dan perianal, namun tetap dapat timbul di berbagai
permukaan kulit.
Epidemiologi
 Prevalensi FDE 16-21% semua kasus drug eruptions.

 Perbandingan antara laki – laki dan perempuan adalah 1:1,1.

 Usia kejadian dapat terjadi pada usia 1,5-87 tahun

 Usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah 8 bulan.

 Kajian oleh Noegrohowati (1999)  FDE terjadi 63% pada bayi dan anak

 Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin


disebabkan pajanan obat yang bertambah
Etiologi
 Obat yang paling sering menyebabkan FDE adalah phenolpthalein, barbiturate,
sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone dan obat anti inflamasi non steroid
 Obat yang biasanya menyebabkan FDE adalah
 Laksatif yang mengandung phenolphtalein
 Agen antimikrobial
 Tetrasiklin dan minosiklin
 Sulfonamide
 Metronidazole
 Nystatin
 Non-Steroid anti-inflammatory drugs
 Obat psikotropika
 Pil oral kontrasepsi
 Quinine
 Kategori mayor dari agen kausa penyebab FDE adalah antibiotik,
antiepileptik, NSAID, dan fenotiazin.
 Agen – agen kausatif ini dapat menyebabkan reaksi  oral ataupun
parenteral.
 Pada beberapa pasien kemungkinan terjadinya FDE disebabkan karena
pewarna dari obat bukan dari bahan aktifnya.
 Propofol dapat menyebabkan terjadinya drug eruptions di penis tetapi
jarang.
 Penyebab tersering adalah trimetropin-slufomethoxazole
Antibiotik penyebab FDE
 Sulfonamid
 Dapson
 Tetrasiklin  Arsen
 Garam Merkuri
 Penisilin  P amino salicylic acid
 Ampisilin  Thiacetazone
 Amoksisilin  Quinine
 Eritomisin  Metronidazole
 Trimethoprim  Clioquinol
 Nistatin
 Griseofulvin
Barbiturat dan tranquilizer lainnya
Penyebab FDE
 Derivat Barbiturat  Chlordiazepoxide

 Opiat  Anticonvulsan

 Chloral hidrat  Dextromethoephan

 Benzodiazepine
Patogenesis
 Reaksi kulit terhadap obat  imunologik atau non imunologik.

 Imunologik  erupsi obat

 Obat  pasien yang sudah mempunyai hipersesitivitas terhadap obat tersebut

 Saat berat molekulnya rendah  hapten.

 Hapten berikatan dengan protein di tubuh  kompleks hapten protein.


Imunologik Non Imunologik

Fase Remisi
Sel CD8+
Genetik
Trauma/gangguan pada inaktif
kulit sebelumnya

Paparan Obat HLA-B12

Fase Awal
Aktivasi Sel-T
CD8+
HLA-DR

Lepas IFN gamma dan


Granul sitotoksik
Fase Fully-Evolved
Destruksi
keratinosit
Fase Resolusi
Sel treg 
apoptosis Sel-T
CD8+

IL-15 Hambat
Apoptosis
Manifestasi Klinis
 Timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat secara oral.

 Lesi  makula oval atau bulat, merah/keunguan, batas tegas,  bisa menjadi bula, mengalami
deskuamasi atau menjadi krusta.
 Ukuran lesi bervariasi mulai dari lentikuler sampai plakat.

 Lesi awal biasanya soliter  meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul
kembali+lesi yang baru
 Lesi dapat dijumpai dikulit dan membran mukosa (bibir, badan, tungkai, tangan dan genital) 
paling sering bibir dan genital.
 Gejala lokal meliputi gatal dan rasa terbakar,

 Jarang dijumpai gejala sistemik

 Lesi pada FDE jika menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi
yang menetap dalam jangka waktu lama
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
 Dimulai dari 30 menit hingga 8 sampai 16 jam setelah menelan obat.

 Lesi tidak hanya timbul di daerah yang sama tetapi lesi yang baru juga biasanya muncul.

 Analisis dari waktu terpaparnya dengan obat

 Onset reaksi

 Reaksi dengan obat yang dilanjutkan atau dihentikan,

 Waktu dari erupsi yang rekuren

 Riwayat dari respon yang sama dengan obat obatan

 Gejala lain  terbakar, dan beberapa mungkin mengalami demam, malaise, dan gejala-
gejala pada abdomen
Pemeriksaan Fisik
 Muncul secara soliter, eritem, berwarna merah menyal
 Bulla mungkin muncul.
 Erupsi yang muncul dapat memiliki bentuk morbiliform, scarlatiniform atau seperti eritema multiform
 Bulla yang multifokal dari diakibatkan oleh asam mefenamat dapat eritema multiform
 Sering ditemukan pada regio tangan dan kaki, genitalia dan area perianal, meskipun semua lesi kulit dari fixed
drug eruption dapat terjadi pada bagian kulit manapun.
 Lesi pada perioral maupun periorbital dapat pula muncul.
 Pigmentasi dari lidah  penderita pecandu heroin.
 Proses penyembuhan  krusta, skuama diikuti  pigmentasi
 Setelah awal fase akut yang bertahan selama beberapa hari sampai berminggu-minggu  warna abu–abu atau
warna yang hiperpigmentasi
Pemeriksan Penunjang
 Sistemik  deteksi melalui pemeriksaan darah lengkap, liver dan tes fungsi
ginjal, dan analisis urin
 Biopsi kulit Perubahan vakuolar dan keratinosit yang mengalami nekrotik
pada fase akut. Pada fase akhir dari reaksi imun, akan nampak gambaran
pigmen yang lebih banyak di dermis
 Uji provokasi oral  baku emas
 Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda yang ringan (dosis=dosis 1/10)
 Risiko >>>  pengawasan petugas medis yang terlatih
 Uji tempel obat
 amati dalam setengah jam setelah penempelan
 Secara teoritis  sensitisasi akibat uji tempel  prakteknya jarang ditemukan
 Jangan dilakukan saat erupsi masih aktif maupun segera sesudahnya.
 Sebaiknya dilakukan sekurang – kurangnya 6 minggu setelah erupsi mereda

 Khusus untuk fixed drug reaction  cara uji tempel yang agak berbeda.
 Obat dengan konsentrasi 10% dalam vaselin atau etanol 70% ditempelkan terbuka
pada bekas lesi dan punggung penderita.
 Observasi 24 jam
 Positif  eritema yang jelas bertahan selama minimal 6 jam.
 Negatif  tidak menyingkirkan diagnosis erupsi obat
Diagnosis Banding
Eritema multiformis
 Inflamasi akut pada kulit dan mukosa akibat deposit
imunokompleks.
 Timbul cepat dengan gejala prodromal dalam 48 jam
 50% kasus  penyebab tidak dapat ditemukan
 Beredarnya kompleks dan pengendapan C3, IgM, dan fibrin sekitar
pembuluh darah dermal  EM
 Diderita oleh dewasa muda usia 20-40 tahun (dominan diderita oleh
laki-laki).
 Umumnya terkait dengan infeksi saluran pernafasan atas akut
sebelumnya, infeksi virus herpes simpleks (HSV), atau infeksi
mycoplasma pneumoniae
 Klinis  lesi-lesi kulit yang khas seperti target
predileksi pada ekstremitas, telapak tangan dan kaki,
kadang-kadang pada glans penis.

 Lesi patognomonik adalah lesi target pada kulit yang


terdiri dari bula dikelilingi oleh edema dan eritema.

 Lesi pada eritema multiforme lebih besar, tidak


teratur, lebih dalam, biasanya berdarah, dan dapat
terjadi pada semua mukosa mulut.

 Lesi pada bibir khas berbentuk lesi yang ditutupi


krusta merah kehitaman

 Malaise, demam, atau gatal dan terbakar di tempat di


mana letusan akan terjadi.
Post-Inflammatory Hiperpigmentasi (PIH)
 Gejala sisa dari gangguan kulit/berbagai
intervensi terapeutik.
 Distribusi  tergantung pada lokasi
inflamasi dermatosis asli.
 Warna lesi  coklat terang sampai hitam,
dengan penampilan cokelat lebih ringan
jika pigmen berada dalam epidermis dan
penampilan yang lebih gelap abu-abu jika
lesi mengandung melanin kulit
Penatalaksanaan
 Pengobatan Kausa
 Menghindari penggunaan obat penyebab
 Dianjurkan pula untuk menghindari obat yang mempunyai struktur kimia mirip dengan
obat penyebab (satu golongan)

 Pengobatan sistemik
 Jika ada rasa nyeri yang kronik  kortikosteroid ringan misalnya oral prednisone 1
mg/kgBB dalam 2 minggu yang terus diturunkan.
 Untuk keluhan rasa gatal  karbinoksamin 4-8mg/kgBB.

 Pengobatan Topikal.
 Lesi basah dapat diberi kompres NaCl 0,9% atau asam salilisat 1:10.000 secara terbuka 2 –
3 kali sehari selama 15-30 menit.
 Llesi kering  krim kortikosteroid (hidrokortison 1% atau 2,5%).
 Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati
Prognosis
 Umumnya baik

 Erupsi kulit akan menyembuh jika obat penyebabnya disingkirkan.

 Sebaiknya diberikan catatan yang memuat jenis obat tersebut serta


golongannya dan ditunjukkan saat diperlukan (misalnya apabila penderita
berobat)  pencegahan
PEMBAHASAN
 Hasil anamnesis sesuai dengan Hamzah (2011) yang menyatakan bahwa
penderita Fixed Drug Eruption mengalami reaksi hipersensitivitas yang
ditandai oleh satu atau lebih makula yang berbatas jelas setelah minum obat
khusus.
 Pasien adalah seorang wanita dan usia nya 73 tahun sesuai dengan pernyataan
Noegrohowati (2002) dimana jumlah kasus Fixed Drug Eruption terus
bertambah seiring meningkatnya usia.
 Pemeriksaan status dermatologis didapatkan Makula eritematosa berbatas
tegas disertai erosi pada payudara kanan dan paha kiri. Makula
hiperpigmentasi berbatas tegas berbentuk oval juga didapatkan pada paha dan
betis kiri.
 Predileksi kasus Fixed Drug Eruption terutama di bagian genital dan perianal,
namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi di permukaan kulit lainnya
(Shear et al., 2003).
 Obat penyebab tersering Fixed Drug Eruption adalah sulfonamide, barbiturate,
trimetroprim dan analgesic (Hamzah, 2011).
 Pasien mengkonsumsi ciprofloxacin yang diduga menjadi penyebab timbulnya
kasus ini, meskipun jarang, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya FDE
karena antibiotik golongan lainnya (Butler, 2016).
 Diagnosis banding eritema multiforme disingkirkan karena umumnya terkait
dengan infeksi saluran pernafasan atas akut sebelumnya dan secara klinis erythema
mutiforme ditandai oleh adanya lesi-lesi kulit yang khas yaitu target Sedangkan
pada kasus Ny. S adalah berupa makula hiperpigmentasi tanpa adanya krusta.
 Diagnosis banding PIH juga dapat disingkirkan  gejala sisa dari gangguan
kulit serta berbagai intervensi terapeutik sedangkan pada pasien ini tidak
didapatkan adanya gangguan kulit sebelumnya.
 Tidak dibutuhkan rawat inap  terapi dapat diberikan secara per oral dan
tidak membutuhkan terapi dan pemantauan khusus (tidak terdapat
kegawatdarurata).
 Edukasi  alergi obat yang dikonsumsi sebelumnya  berhenti
mengonsumsi obat tersebut
 Edukasi untuk tidah menggaruk dan menggosok pada daerah yang gatal.
 Pada kasus ini prognosis quo ad vitam, dan functionam adalah ad bonam
karena pada pasien tidak terjadi komplikasi ke organ lain
 Untuk prognosis quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena mungkin
terjadi kekambuhan jika pasien mengonsumsi obat pencetus alergi.
 Pada progonsis ad konsmetikum adalah dubia ad bonam karena makula
hiperpigmentasi yang sulit untuk hilang dan jika kambuh akan timbul lagi
lesinya.
KESIMPULAN
 Fixed drug eruption adalah salah satu bagian dari erupsi obat alergi, yang merupakan
reaksi hipersensitivitas ditandai oleh satu atau lebih makula yang berbatas jelas
 Obat penyebab tersering Fixed Drug Eruption adalah sulfonamide, barbiturate,
trimetroprim dan analgesic
 Lesi dapat dijumpai dikulit dan membran mukosa yaitu di bibir, badan, tungkai,
tangan dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan genital.
 Diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah Eritema Multiforme dan PIH

 Tatalaksana penyakit Fixed drug eruption harus ditangani dengan tatalaksana


medikamentosa dan non medikamentosa.
 Prognosis Fixed drug eruption tergantung pada kemampuan pasien dalam
menghentikan obat penyebab alergi
DAFTAR PUSTAKA
 Breathnach, S. 2004. Drug Dalam Rook's Textbook Of Dermatology. USA: Blackwell
 Butler, David. 2016. “Fixed Drug Eruptions”. http://emedicine.medscape.com/article/1336702-overview#a6 (diakses pada 19 Januari 2017)
 Docrat, M. 2005. Fixed Drug Eruption. Current Allergy & Clinical Immunology 18(1): p.24
 Hamzah, M. 2011. Erupsi obat alergik dalam Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
 Krahenbuhl-Melcher, A. 2007. Drug-related problems in hospitals: a review of recent literature. Drug saf 30(5): p. 379-407
 Mizukawa, Y dan Shiohara, T. 2002. Trauma-Localized Fixed Drug Eruption: Involvement of Burn Scars, Insect Bites and Venipuncture
Sites. Dermatology (205): p.159-161.
 Noegrohowati, T. 2002. Alergi Obat Pada Bayi Dan Anak. Dalam Alergi Kulit pada Bayi dan Anak. Masalah dan Penanganan. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
 Olasode, Olayinka. 2011. The many faces of fixed drug eruptions. Dermatologia Kliniczna 13 (1): p.5-8
 Partogi, Donna. 2008. Fixed Drug Eruption. USU e-Repository Departemen Kesahatan Kulit dan Kelamin p. 10
 Revuz, Laurence valeyrie-Allanore. 2008. Drug reactions Dalam Dermatology. USA: Mosby
 Shear, N., Knowles, S., Sullivan, J., dan Shapiro, L. 2003. Cutaneous Reactions to Drugs dalam Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine. USA: McGraw-Hill
 Shiohara, Tetsuo. 2009. Fixed drug eruption: pathogenesis and diagnostic tests. Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology (9):
p.316–321
 Sterry W, et al. 2006. Thieme Clinical Companions Dermatology. USA: Thieme
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai