Anda di halaman 1dari 15

Procedural Skill

FEES
Pembimbing:
Dr. Puspa Zuleika, Sp.T.H.T.K.L (K), M.Kes, FICS

Oleh:
KELOMPOK E KELOMPOK A
Rahmadiah Syifa Madinah Challis Malika Rawantara
Anisa Fitri Regita Salsabila
Aprillya Permata Sari Andyra Priandhana

Kepaniteraan Klinik THT-KL luring


Periode 28 Juni -14 Juli 2021
KAJI ULANG DIAGNOSIS &
PROSEDUR
 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice & Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
 Laboratorium
 Pemeriksaan penunjang
PERSIAPAN PROSEDUR

• Pastikan kelengkapan peralatan nasofaringolaringoskopi serat optik lentur telah tersedia dan
lengkap, yaitu:
a. Nasofaringolaringoskopi serat optik lentur
b. Sumber cahaya
c. Kabel sumber cahaya
d. TV monitor dan dvd/video recording
e. Makanan dengan 6 konsistensi : cairan encer (thin liquid), cairan kental (thick liquid), bubur
saring (puree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur tepung (havermouth), dan biskuit.
Semua konsistensi makanan kecuali biskuit diberi warna hijau untuk visualisasi yang lebih
baik saat pemeriksaan.
f. Xylocain jelly dan antifog
PERSIAPAN PASIEN
a. Pasien dalam keadaan sadar.
b. Bisa diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk
c. Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan untuk tidak
dilakukan pemeriksaan FEES ialah gangguan hemostasis, penurunan
kesadaran, tanda vital yang tidak stabil.
TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN
• Preswallowing assessment

menilai fungsi muskular pada fungsi oromotor dengan melihat pergerakan dan kekuatan otot lidah dengan menyuruh

pasien menjulurkan lidah ke depan dan menggerakkan ke kiri dan ke kanan. Penilaian otot bukalis dan otot labialis

dilakukan dengan menilai adanya kebocoran bibir saat pasien dengan menggembungkan pipi saat

mulut tertutup. Pergerakan palatum mole dinilai dengan menyuruh pasien menyebutkan huruf AAA dan pada saat

itu terlihat pergerakan uvula dan palatum mole ke anteroposterior.

• Skope dipegang dengan tangan kiri dengan jempol diposisikan pada tuas dan tangan kanan memegang ujung skope

(bagian lensa) untuk bisa mengarahkan.

• Ujung skope dilumuri dengan xylokain jelly untuk mempermudah saat insersi.
• Skope dimasukkan melalui hidung dengan terlebih dahulu dinilai lubang hidung yang lebih lapang,
dimasukkan melalui rongga di antara konka inferior dan media.
• Kemudian endoskop dimasukkan melalui kavum nasi sampai ke nasofaring dan pasien diminta
menelan tanpa makanan (dry swallow) untuk menilai kerapatan penutupan velofaring (velopharyngeal
competence) atau dengan menyuruh menyebutkan pi pi pi. Dinilai apakah pergerakan velofaring
simetris kanan dan kiri atau terdapat adanya gap karena penutupan yang tidak sempurna
• Selanjutnya endoskop dimasukkan lagi sampai hipofaring dengan posisi skope di atas uvula agar dapat
memvisualisasi struktur di bawah palatum mole. Pada posisi ini, dilakukan evaluasi pangkal lidah,
valekula, sinus piriformis kanan dan kiri, dinding posterior faring, dan postkrikoid.
• Untuk mengevaluasi struktur laring endoskop dimasukkan lebih dalam
lagi, hingga ujungnya berada setinggi epiglotis.
• Evaluasi dilakukan terhadap posisi plika vokalis saat diam dan
gerakan plika vokalis saat fonasi dengan menyebutkan huruf iiiii dan
saat inspirasi.
• Evaluasi: akumulasi sekret/saliva (standing secretion) di daerah
valekula, sinus piriformis kanan dan kiri atau di daerah postkrikoid,
demikian juga adanya penetrasi dan aspirasi sekret /saliva ke jalan
napas.
Swallowing Assessment
• Tes menelan dengan 6 konsistensi makanan. Dimulai dengan memberikan 1 sendok bubur saring,
pasien diminta menahannya dalam mulut kira-kira 10 detik untuk menilai adanya kebocoran fase
oral (premature oral leakage) atau aspirasi sebelum menelan (preswalllowing aspiration).
• Kemudian pasien diminta menelan dan pada saat bersamaan gambaran visualisasi akan hilang
sesaat, kurang dari satu detik (white spot/blind spot) karena kontraksi velofaring dan elevasi
laring, penilaian dilakukan sesaat sebelum dan sesudah momen ini.
• Penting dicatat adanya lateralisasi aliran makanan, penetrasi atau aspirasi, dan residu/sisa
makanan pada valekula, sinus piriformis, pangkal lidah, dan postkrikoid. Bila terdapat residu
maka pasien diminta menelan lagi dan dinilai apakah dengan menelan berulang efektif untuk
membersihkan residu.
• Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur nasi dan dihentikan
bila terdapat aspirasi. Respons terhadap
aspirasi dan efektifitas refleks batuk dinilai.
• Bila tidak ada aspirasi pemeriksaan dilanjutkan dengan 5 konsistensi
makanan lainnya dengan urutan dari bubur nasi, havermout, susu, air dan
terakhir biskuit atau krekers. Perubahan posisi kepala dan teknik lain
yang membantu memperbaiki proses menelan dilakukan saat
pemeriksaan di atas dan dinilai efektivitasnya. Hasil pemeriksaan
direkam dalam komputer perekam data untuk bahan analisa selanjutnya.
• Theurapeutic assessment

• Modifikasi diet memerlukan kerjasama dengan ahli gizi dan ahli Rehabilitasi Medik
untuk menentukan bentuk makanan yang dapat diterima dan aman untuk pasien.
Pemberian makanan per oral dalam jumlah yang adekuat untuk kalori, protein,
vitamin, mineral dan cairan dengan rupa dan rasa yang dapat diterima pasien
merupakan tujuan utama penatalaksanaan disfagia.
• Perlu ditentukan posisi kepala saat makan yang membuat proses makan menjadi lebih
lancar seperti posisi menunduk (Chin tuck), posisi kepala menoleh ke satu sisi (head
rotation) atau kepala miring ke satu sisi (head tilt)
Manuver yang dapat membantu proses
menelan seperti :
• Perasat supraglotik (supraglottic swallow): pasien diminta menelan makanan sambil menahan
napas dan batuk setelah menelan sebelum inspirasi. Tujuannya untuk menutup plika vokalis dan
membersihkan residu yang mungkin masuk ke laring.
• Perasat super-supraglotik (super-supraglottic swallow) : Sama dengan perasat supraglotik
dengan menahan napas sedikit lebih lama dan dalam. Bertujuan untuk menambah penutupan
plika vokalis atau membantu penutupan bagian posterior plika vokalis.
• Effortful swallow : pasien diminta menelan sambil menekan bolus dengan kuat dengan kekuatan
otot pangkal lidah dan faring.
• Perasat Mendelsohn : pasien melakukan beberapa kali gerakan menelan sambil merasakan
tonjolan tiroid terangkat. Kemudian pasien diminta menahan beberapa detik pada saat posisi
tiroid terangkat (laring elevasi). Laring yang dipertahankan terelevasi akan merelaksasi sfingter
esofagus superior sehingga dapat dilalui makanan.
PASCA TINDAKAN

• Observasi apakah masih terdapat residu makanan di valekula, sinus piriformis


dan postkrikoid. Bila masih ada harus dibersihkan.
• Ditentukan cara pemberian makanan yang terbaik, baik secara per oral, per pipa
nasogaster atau sekaligus keduanya
• Terapi operatif :
• Gastrostomi dilakukan pada penderita yang tidak mampu menelan peroral secara adekuat
sedangkan fungsi traktus gastrointestinal baik. Dilakukan setelah penggunaan pipa
nasogaster selama 2 bulan.
• Operasi untuk mencegah aspirasi seperti trakeostomi, medialisasi plika vokalis dengan
injeksi plika vokalis, adduksi aritenoid, penutupan laring, dan pengangkatan kornu
superior kartilago tiroid.

Anda mungkin juga menyukai