Anda di halaman 1dari 40

ASPEK PERPAJAKAN

DALAM PEMILIHAN
BENTUK USAHA
Nama :
- I Gede Bayu Widi Perdana (1)
- I Gusti Lanang Widhiana Saputra (2)
- Reszki Nofrald Latendengan (3)
- Luh Putu Sita Dewi (4)
- I Gusti Agung Arya Adityadharma (5)
APA ITU BADAN USAHA?

“ Badan usaha merupakan kesatuan dari hukum (berisi hak dan


kewajiban), teknis, dan prinsip ekonomis yang dibentuk untuk
mendapatkan keuntungan (laba). Cara yang ditempuh adalah
menyediakan barang (produk) atau memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
MEMILIH BENTUK USAHA UNTUK PERENCANAAN PAJAK

“Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal


pertama yang harus diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk
menentukan bentuk usaha apa yang dapat memberikan kontribusi profit
paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah”

“Terkait ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga


harus menentukan bentuk usaha yang mana yang memberikan kontribusi
profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang paling kecil,
dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja
untuk mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka
panjang”
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan bentuk usaha

1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan


tarif pajak penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus
yang mengatur hal itu
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto
usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada
para pemegang sahamnya
3. Kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak
penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan
yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dari akumulasi penghasilan
perusahaan
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi
kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi
laba, pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in
kind.
PERSEROAN
TERBATAS

Pemilihan
Bentuk
PERSEKUTUAN
KOMANDITER
Usaha
USAHA
PERSEORANGAN
1
PERSEROAN
TERBATAS
UU No 40/2007
tentang Perseroan Terbatas

“ PT merupakan badan hukum yang merupakan penerapan modal


yang didirikan berdasarkan perjanjian, kegiatan dengan modal
dasar dan keseluruhan terbagi atas dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh UU serta peraturan pelaksanaannya
Kelebihan dan Kekurangan PT
Kelebihan :
o Kewajiban dan tanggung jawab terbatas
o Masa hidup abadi
o Efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan
pengurus
o Modal dapat diperoleh dengan menjual saham

Kekurangan :
o Kerumitan perizinan dan organisasi
o Besarnya biaya pengorganisasian perusahaan
o Bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah akta
pendirian dan sulit mengubah investasi yang telah ditanamkan
o Hubungan antar perorangan lebih formal dan terkesan kaku
Ketentuan Perpajakan Terkait PT

1. Sama seperti CV, PT juga merupakan subjek pajak dalam negeri berbentuk
badan
2. PT wajib menyelenggarakan pembukuan
3. PT harus mendaftarkan NPWP dan/atau pengukuhan PKP atas nama PT
4. Pengenaan pajak pada PT terjadi dua kali, yaitu pada saat diakui sebagai
laba usaha oleh PT dan pada saat laba usaha tersebut dibagikan kepada
para pemegang saham dalam bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal
4 ayat (3) UU PPh dan Pasal 17 ayat (2c) sebesar 10%
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat
dibiayakan oleh PT
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E
UU PPh.
KASUS PT
PT ABC bergerak sebagai distributor mainan anak yang terbuat dari bahan yang aman dan berkualitas. Laba/rugi PT ABC tahun 2015
menunjukkan informasi sebagai berikut:

Peredaran usaha Rp5.200.000.000,-


Harga Pokok Penjualan Rp3.700.000.000,-
Laba Bruto Rp1.500.000.000,-
Biaya Operasi Rp850.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp650.000.000,-

Penghitungan PPh terutang PT ABC adalah :

Laba Usaha Sebelum Pajak Rp650.000.000,-


PPh Terutang Tarif Pasal 31E, 50% x 25% Rp81.250.000,-

Pada saat laba usaha dibagikan kepada para pemegang saham, dikenai PPh atas dividen sebesar 10%, yaitu:

Laba usaha yang akan dibagikan sebagai dividen Rp650.000.000,-


PPh atas dividen (Pasal 17 ayat (2c)) UU PPh Rp65.000.000,-

Sehingga total pajak terutang oleh PT ABC dan persentasenya terhadap peredaran usaha dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah PPh terutang Rp146.500.000,-


Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 22,5%
2
Persekutuan Komanditer (Commanditaire
Vennotschap/CV)
CV merupakan suatu persekutuan yang


didirikan oleh seorang atau beberapa orang
yang mempercayakan uang atau barang
kepada seorang atau beberapa orang yang
menjalankan perusahaan dan bertindak
sebagai pemimpin.
Dalam pendiriannya, CV cukup didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,
namun tidak perlu disahkan oleh Kementrian
Hukum dan HAM.
Kelebihan dan Kekurangan CV

KELEBIHAN KEKURANGAN

1. Relatif mudah dalam proses pendiriannya


1. Kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak
2. Kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi
tergantung dari sekutu aktif yang bertindak sebagai sekutu
3. Cenderung lebih mudah memperoleh kredit
pemimpin CV
4. Dari segi kepemimpinan, CV relative lebih baik
2. Tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat
5. Lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah
berpengaruh terhadap semangat untuk memajukan
untuk menginvestasikan maupun mencairkan kembali
perusahaan
modalnya
3. Kewajiban sekutu yang tidak terbatas
6. Tidak ada ketentuan memakai nama CV seperti halnya
4. Perlindungan hukumnya masih dianggap minim
dengan PT
7. Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari
Kementrian Hukum dan HAM
Ketentuan Perpajakan Terkait CV
1. CV merupakan subjek pajak badan dalam negeri.
2. Oleh karena CV merupakan subjek pajak badan, maka CV harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3. Selain harus mendaftarkan NPWP dan/atau PKP atas nama CV, CV juga harus menyelenggarakan pembukuan.
4. Laba yang diditribusikan kepada sekutu tidak dikenai pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang
menyebutkan bahwa bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrakan investasi kolektif
dikecualikan sebagai objek pajak
5. Gaji yang dibebankan oleh CV kepada para sekutu tidak dapat menjadi pengurang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh
6. Dalam menghitung PPh nya CV menggukan tariff tunggal 25% atau 12,5% apabila memenuhi ketentuan Pasal 31E UU PPh
KASUS CV

CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun 2015 menunjukkan
informasi sebagai berikut :

Pada saat laba usaha dibagikan kepada para sekutu tidak dikenai Pajak.
3
Usaha Perorangan

Usaha Perorangan adalah perorangan (pribadi) yang
menjalankan suatu usaha dengan tujuan untuk memperoleh
laba. Peorangan tersebut bertanggung jawab penuh atas
jalannya usaha. Jika usaha tersebut pailit atau bangkrut,
perorangan ini bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-
harta pribadinya terhadap hutang-hutang usahanya. Ini adalah
bentuk usaha yang paling sederhana dan tidak perlu pembuatan
akta pendirian.
KELEBIHAN KEKURANGAN

1. Mudah dan murah dalam proses 1. Keterbatasan dalam mendapatkan modal


pembetukannya usaha.
2. Pemilik perusahaan mengendalikan secara
langsung perusahaanya, yang dengan
demilkian memungkinkan pengusaha
bertindak lebih cepat
3. Tidak terlalu dipengaruhi aturan
pemerintahan
4. Pemilik menerima semua keuntungan dan
menanggung semua kerugian usaha
5. Bebas dari pajak penghasilan apabilan
penghasilannya masih di bawah PTKP
Ketentuan Perpajakan Terkait Usaha Perorangan
1. Menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik yang sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan
perpajakan.
2. Pengusaha wajib menjalankan pembukuan, namun jika peredaran bruto usaha pengusaha dalam satu tahun pajak tidak melebihi Rp 4.8
miliar, pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan, namun wajib melakukan pencatatan.
3. Selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan
penghasilan netonya dengan Penghasilan TIdak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan keadaan/status perkawinan Wajib Pajak
dan jumlah tanggungannya. Ketentuan mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam pasal 6 UU PPh, ketentuan mengenai PTKP
diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
4. Dalam perhitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif.
5. Apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46/2013, bagi pengusaha
yang dalam satu tahun pajak peredaran usahanya tidak lebih dari 4..8 miliar, pengusaha wajib menghitung pajaknya secara final dengan
tarif 1% dari peredaran usaha setiap bulan.
○ Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih bentuk usaha
Perseorangan adalah :
1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Perseorangan
Tarif 5 % : Rp 0 - Rp. 50.000.000
Tarif 15% : Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000
Tarif 25% : Di atas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000
Tarif 30% : Di atas Rp. 500.000.000

2. Pengurang Penghasilan Kena Pajak


Pertimbangan memilih bentuk usaha perseorangan adalah adanya penguran pengasilan kena pajkak yang
hanya diberikan kepada wajib pajak perseorangan. Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut:
Tidak Kawin Anak 0 : Rp54.000.000
Kawin Anak 0 : Rp58.500.000
Kawin Anak 1 : Rp63.000.000
Kawin Anak 2 : Rp67.500.000
Kawin Anak 3 : Rp72.000.000
3. Pertimbangan Kewajiban Pembukuan
 Pembukuan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk dapat menghitung
penghasilan neto yang berkaitan dengan perhitungan besarnya PPh terutang tas kegiatan usahanya.
Selain menggunakan pembukuan, untuk menghitung penghasilan neto juga dapat menggunakan norma
perhitungan penghasilan neto.
 Wajib pajak pribadi yang memiliki omset di atas 4.8 miliar wajib melakukan pembukuan, jika wajib
pajak tersebut tidak menyelenggarakan pembukuan dengan benar maka penghasilan netonya akan
dihitung dengan norma khusus dan dikenakan sanksi kenaikan sebesar 50% dari PPh yang kurang atau
tidak dibayar.
KASUS USAHA PERORANGAN

Tuan Berto memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan Berto
tersebut adalah:

Peredaran Usaha Rp60.000.000.000


Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000
Laba Bruto Rp1.200.000.000
Biaya Operasi Rp500.000.000
Laba Usaha sebelum Pajak Rp700.000.000

Maka perhitungan besarnya PPh terutang Tuan Berto selama tahun 2015 adalah sebagai berikut :

Laba Usaha Rp700.000.000


Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) Rp67.500.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp632.500.000
PPh Terutang Rp 134.750.000
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 = Rp62.500.000
30% x Rp132.500.000 = Rp39.750.000
Persentase PPh Terutang terhadap Laba Usaha 19.25%
ILUSTRASI PEMILIHAN BADAN USAHA

PT CV PERSEORANGAN

Pendapatan 60.000.000.000 60.000.000.000 60.000.000.000

HPP 58.800.000.000 58.800.000.000 58.800.000.000

Pendapatan Kotor 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000

Biaya Operasi 500.000.000 500.000.000 500.000.000

Pendapatan Bersih Sebelum 700.000.000 700.000.000 700.000.000


Pajak
PPh Badan (tarif = 22%) 147.840.000 147.840.000 133.400.000 (*)
/Perseorangan
Pendapatan Bersih Setelah 552.160.000 552.160.000 566.600.000
Pajak

(*) Asumsi PTKP K/3


Ketika penghasilan ditransfer ke pemegang saham sebagai dividen, maka akan
dikenakan pajak lagi sebesar 10% (PPh Final untuk WPOP).

PT CV PERSEORANGAN
Pendapatan Bersih Sebelum 700.000.000 700.000.000 700.000.000
Pajak
PPh Badan/Perseorangan 147.840.000 147.840.000 133.400.000
Pendapatan Bersih Setelah 552.160.000 552.160.000 566.600.000
Pajak
Pajak atas Dividen 10% (PPh 55.216.000 - -
Final)
Return yang diterima 496.944.000 552.160.000 566.600.000
pemegang saham
% Beban Pajak (147,84 juta + (147,84 juta : 700 juta) (133,4 juta : 700 juta)
55,216 juta) : 700 x 100% = 21,12% x 100% = 19,06%
juta x 100% = 29%
POIN PENTING DARI ILUSTRASI TERSEBUT

1. Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan lebih kecil daripada usaha
berbentuk PT.
2. Bisnis perseorangan mampu memberikan tingkat efisiensi pajak yang jauh lebih tinggi
dari bentuk usaha lainnya. Namun, tak bisa langsung memutuskan untuk mengambil
tindakan atas dasar pertimbangan itu saja, harus mempertimbangkan pula dari sisi akses
permodalan, akses perbankan, membangun relasi bisnis, dll.
3. Pemilihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi pengambilan keputusan oleh
investor untuk meminimalkan beban pajak. Namun, faktor pajak bukan satu-satunya
pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis.
4. Diantara sederetan pertimbangan pengambilan keputusan bisnis, harus juga diakomodasi
masalah permodalan, perkembangan pasar, manajemen risiko, dll.
4
Bentuk Usaha Tetap
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 5

“ Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi


yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang
Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia yang dapat berupa
 Tempat kedudukan manajemen  Pertambangan dan penggalian sumber
 Cabang perusahaan alam
 Kantor perwakilan  Wilayah kerja pertambangan minyak
 Gedung kantor dan gas bumi
 Pabrik  Perikanan, peternakan, pertanian,
 Bengkel perkebunan,atau kehutanan
 Gudang  Proyek konstruksi, instalasi, atau
 Ruang untuk promosi dan penjualan proyek perakitan
 Pemberian jasa dalam bentuk apapun
oleh pegawai atau orang lain sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam
jangka waktu 12 bulan
 Orang atau Badan yang bertindak
selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas
 Agen atau pegawai dari perusahaan
asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia
 Komputer, agen elektronik, atau
peralatan otomatis yang dimiliki,
OBJEK PAJAK BUT

Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk


usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai

Penghasilan kantor pusat dari usaha atau


kegiatan, penjualan barang, atau pemberian
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap di Indonesia.

Penghasilan sebagaimana tersebut dalam


Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan
dimaksud.
ASPEK PERPAJAKAN BUT

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun


2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi
Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan
Terbatas, tarif PPh badan diturunkan
Pajak yang dikenakan terhadap BUT adalah sebesar 25%
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Tarif ini tidak
hanya berlaku bagi wajib pajak luar negeri, namun juga wajib 22% berlaku pada 2020 dan
20% mulai2021
pajak badan dalam negeri. Aturan tentang tarif pajak BUT ini
tertuang pada UU Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 2a berlaku pada
2022
“ Branch profit tax adalah pajak
penghasilan tambahan yang
dikenakan kepada penghasilan neto
BUT. Setelah dikenai PPh badan,
BUT dikenakan PPh Pasal 26
sebesar 20%. Asumsi yang dipakai
adalah penghasilan neto setelah
pajak penghasilan akan dikirim ke
luar negeri (kantor pusat).
“ Jika penghasilan neto setelah pajak ternyata tidak
dikirim ke luar negeri, maka tidak ada kewajiban PPh
Pasal 26. Hal ini ditegaskan di Pasal 26 ayat (4) UU PPh
dan diatur lebih lanjut di Peraturan Menteri Keuangan
No. 14/PMK.03/2011

BUT yang bersangkutan
menyampaikan pemberitahuan
Penanaman kembali di secara tertulis mengenai
Indonesia harus dilakukan bentuk penanaman modal,
paling lama pada akhir Tahun realisasi penanaman kembali
Pajak berikutnya, setelah yang telah dilakukan dan/atau
Tahun Pajak diperolehnya saat mulai berproduksi
penghasilan tersebut bagi komersial bagi perusahaan
Bentuk Usaha Tetap yang yang baru didirikan, yang
bersangkutan; dan dilakukan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar
5

Koperasi
○ Koperasi adalah badan usaha yang juga


merupakan organisasi bisnis yang dimiliki dan
dioperasikan oleh orang-seorang demi
memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan
prinsip gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan.

35
Koperasi Sebagai Subjek Pajak

Koperasi sebagai Subjek Pajak diatur :


○ Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
○ Dalam pasal 2 ayat 1(b) Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Secara umum
kewajiban perpajakan koperasi adalah :
○ Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP
○ Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan
○ Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan
○ Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

36
Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak Dalam
Koperasi
a. Bunga Simpanan Koperasi
○ Dasar Hukum
○ Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan
○ PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi Orang Pribadi
○ PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan atas
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi.
○ Contoh Kasus
○ Sdr. Pola Sitanggang menerima bunga simpanan “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,-  untuk periode bulan
Desember 2014. Atas bunga simpanan tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp.
6.800.000,-) dan bersifat final.

37
Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak Dalam
Koperasi
b. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Dasar Hukum
○ Pasal 4 ayat (1)g Undang-Undang Pajak Penghasilan
○ PMK nomor 111/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
Contoh Kasus
○ Sdr. Hotdi Sinurat menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi (dividen) dari “Koperasi Ai So Ise” 
sebesar Rp. 6.800.000,-  untuk periode Tahun  2014 pada masa April 2015. Atas dividen tersebut dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan bersifat final.

38
Penghasilan Yang Menjadi Objek
Pajak Dalam Koperasi
c.  Pajak Penghasilan Atas Koperasi
Dasar Hukum
○ Pasal 4 ayat (1), pasal 17 ayat (1)b, Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan
Contoh Kasus
○ Penghasilan Kena Pajak atas wajib pajak “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 1.000.000.000,-  untuk periode tahun pajak 2014.
Atas Penghasilan Kena Pajak tersebut dikenakan tarif  Wajib Pajak badan sebagai berikut:
○ Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- dikenakan tarif final sebesar 1%
○ Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 50.000.000.00,- mendapat fasilitas pengurangan tarif 50%.
○ Jika peredaran usaha diatas Rp. 50.000.000.000,-  maka PPh terutang sebesar Rp. 250.000.000,- (25% x Rp. 1.000.000.000,-).
Wajib pajak “Koperasi Ai So Ise” tidak memiliki kredit pajak sehingga pajak yang harus disetor tetap sebesar Rp.
250.000.000,-.

39
Thanks!
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai