Anda di halaman 1dari 23

dr.

Bambang Trijanto, SpOG – K


Ketua P2KT Surabaya
Divisi OBGINSOS SMF OBGIN
RSUD Dr. Soetomo S
 Tindakan resusitasi merupakan upaya untuk
memulihkan kesadaran pada penderita yang
secara klinis, mendadak atau baru
mengalami kehilangan tanda-tanda
kehidupan atau restorasi fase awal kegagalan
fungsi vital, baik siatem pengaturan fungsi
vital tunggal maupun majemuk.
 Upaya ini meliputi perangsangan
sistem=sistem vital agar dapat berfungsi
kembali atau penggunaan sistem artifisial
untuk mempertahankan kehidupan.
 Resusitasi Kardio-Pulmoner (Cardio-Pulmonary
Resuscitation-CPR) merupakan tindakan
substitusi atau artifisial terhadap sistem
pernafasan dan pompa jantung pada penderita-
penderita yang mengalami henti jantung atau
penghentian sistem vital secara mendadak
(suden death) sebagai akibat dari depresi vaso-
vagal, syok berat, sengatan listrik, kegagalan
respirasi ataupun oleh berbagai sebab lainnya.

 Dua komponen penting dalam upaya resusitasi


kardio-pilmoner adalah melakukan ventilasi
artifisial atau pernafasan buatan dan pijat
jantung secara eksternal 
Gangguan kesadaran dapat terjadi pada 2
kondisi, yaitu:
1. Gangguan kesadaran dengan fungsi vital
yang masih baik
2. Gangguan kesadaran yang disertai
penurunan kemampuan fungsi vital
 Kondisi pertama, dapat disebabkan oleh
pengaruh supresif dari obat-obatan atau
substansi aktif yang mempunyai efek
terhadap sistem kesadaran (misalnya:
sedatifa dan hipnotika, narkose atau
narkotika).
 Kondisi kedua, umumnya disebabkan oleh
komplikasi berbagai penyakit, pengaruh
langsung penyulit atau kegawatdaruratan
medik. Kedua kondisi ini harus segera
dikenali oleh petugas saat melakukan
penilaian awal karena masing-masing kondisi
mempunyai berbagai risiko terhadap
keselamatan penderita dan memerlukan
penanganan yang tepat, dalam waktu yang
sangat singkat.
 Prosedur umum dalam menangani klien yang
tidak sadar, dimulai dengan melakukan
evaluasi singkat tentang status kesadaran,
kemampuan berkomunikasi, orientasi
lingkungan, reaksi balik terhadap rangsangan
dan riwayat (auto atau allo-anamnesis)
gangguan kesadaran.
 Kemudian, lanjutkan dengan pemeriksaan
pernafasan, denyut nadi, tekanan darah,
temperatur dan tanda-tanda vital lainnya.
Para petugas kesehatan harus memahami
batasan terminasi kehidupan atau kematian
karena apabila telah terjadi kematian, maka
upaya resusitasi akan menjadi sia-sia jika
terus dilakukan. Sebaliknya, kesalahan dalam
determinasi kematian, dapat mengakibatkan
klien kehilangan kesempatan untuk hidup
karena upaya resusitasi tidak dilakukan.
  
Fase dalam resusitasi adalah:
Dukungan Awal terhadap Airway (Bebaskan jalan nafas)
Fungsi Vital (Basic Life- Breathing (Pulihkan pernafasan /
support) ventilasi buatan)
Circulation (Perbaiki sirkulasi)
Dukungan Lanjut terhadap Drugs and Fluid (Medikamentosa
Fungsi Vital (Advanced Life- dan cairan)
support) Electrocardiography
(Pemeriksaan Jantung)
Fibrilation (Atasi gangguan alur
impuls jantung)
Mempertahankan Fungsi Vital Gauging (Penilaian dan terapi
(Prolonged Life-support) lanjutan)
Human Mentation (Pemeliharaan
fungsi normal)
Intensive Care (Perawatan
Intensif)
 Fase pertama disebut basic life-support
karena berbagai upaya dalam langkah-
langkah tersebut diatas bertujuan untuk
mempertahankan atau memulihkan
pernafasan dan sirkulasi yang diperlukan
dalam kelangsungan suatu kehidupan.
Kegagalan dalam fase ini, dapat dengan
segera menyebabkan tejadinya kematian.
 Dalam kondisi asfiksia, jaminan terhadap
bebasnya jalan nafas, akan sangat menentukan
pasokan oksigen (yang diperlukan dalam
metabolisme sel) menjadi lancar dan
penimbunan karbon dioksida dapat dihilangkan.
 Terhambatnya aliran udara dapat disebabkan
oleh sumbatan mukus, darah, sekret atau
jatuhnya lidah ke orofaring (menurunnya tonus
otot lidah).
 Material penyumbat tidak dapat dihilangkan
secara spontan karena refleks ekspulsif normal
menjadi terganggu. Apabila tidak dilakukan
upaya pembersihan maka akan terjadi blokade
aliran udara melalui jalan nafas.
Bila lidah terjatuh ke orofaring, maka
lakukan serangkaian perasat ini:
1. Posisikan kepala dalam keadaan
hiperekstensi
2. Sambil mempertahankan posisi tersebut
diatas, angkat dagu penderita
3. Bukakan mulut yang sedang terkatup
 Bila perasat tersebut berhasil, maka suara
mengorok (akibat jatuhnya lidah dan adanya lendir)
akan hilang dan terasa adanya aliran udara melalui
jalan nafas atau mulut.
 Apabila memang terdapat material penyumbat,
maka bersihkan jalan nafas dan miringkan posisi
kepala ke arah lateral sehingga eksudat lanjutan
atau sisa sekret, dapat mengalir keluar dengan gaya
gravitasi.
 Untuk mempertahankan terbukanya jalan nafas,
gunakan pipa endotrakeal atau Goedel.
 Jangan lakukan tindakan hiperekstensi kepala pada
pasien yang mengalami trauma atau memiliki
kelainan (misalnya: hernia nucleus pulposus) pada
leher karena dapat memperburuk atau
membahayakan keselamatan jiwa mereka
 Pada kebanyakan kasus dimana pasien
kehilangan kesadaran, fungsi pernafasan juga
akan mengalami gangguan, bahkan dapat
terhenti sama sekali. Makin lama terjadinya
asfiksia, akan semakin memperberat
hipoksia. Untuk memulihkan kembali
terjadinya pertukaran udara, maka segera
lakukan pernafasan buatan.
 Pernafasan mulu ke mulut secara tak
langsung (gunakan alat penghantar)
 Pernafasan mulut ke sungkup hidung-mulut
 Pernafasan dengan balon resusitasi (manual)
 Pernafasan dengan mesin pernafasan
(otomatik)
 2 pernafasan diantara 16 kali kompresi
jantung (penolong tunggal)
 1 pernafasan dianatar 5 kali kompresi
jantung (dua tenaga penolong)
 Upayakan pernafasan menjadi 10-14 kali per
menit dan frekuensi kompresi 60-100 kali per
menit karena frekuensi ini merupakan
frekuensi fisiologis sistem kardio-pulmoner.
 
 Gangguan sirkulasi akan menyebabkan
gangguan hantaran oksigen ke pusat-pusat
pengaturan berbagai sistem organ vital di
susunan syaraf pusat, kesadaran menurun
dan depresi berat sentral sistem vital. Defisit
pasokan oksigen ke susunan syaraf pusat
dikenali melalui auskultasi (penurunan atau
terhentinya denyut jantung) dan palpasi
(melemahnya atau hilangnya pulsasi nadi).
 Untuk membuat pasokan buatan melalui
sistem sirkulasi, lakukan kompresi jantung
pada area sepertiga bawah sternum (secara
tegak lurus, vertikal terhadap dinding dada,
menggunakan telapak tangan penolong yang
saling ditindihkan) dengan frekuensi 60-100
kali per menit.
Pantau hasil kompresi jantung dengan:
 Gerakan naik-turun dinding dada pada
pemberian nafas buatan (tidak terdengar
kebocoran udara yang masuk)
 Teraba denyut pembuluh karotis bersamaan
dengan kompresi jantung
 Adanya gelombang QRS (bila EKG terpasang)
 Penilaian sebaiknya dilakukan setiap menit.
Penilaian awal dilakukan setelah upaya fase
pertama (basic life-support) dilakukan secara
lengkap. Kemungkinan hasil resusitasi awal (ABC)
ini adalah:
 Ekstrim positif, yaitu pasien sadar dan dapat
mempertahankan fungsi vital atau ekstrim
negatif, yaitu pasien dinyatakan meninggal
 Hasil antara, yaitu pasien belum sadar tetapi
belum dinyatakan meninggal. Bila belum
sadar dan ada reaksi spontan
(kardiopulmoner) maka lanjutkan dengan
upaya fase ketiga (GHI). Apabila belum sadar
dan belum ada reaksi spontan, maka
lanjutkan dengan upaya fase kedua (DEF)

Anda mungkin juga menyukai