Kelainan Pada Sistem Saraf
Kelainan Pada Sistem Saraf
– Clipping
– Coiling
© 2011 National Stroke Association
Stroke Recovery
terjadi karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
– Contoh: setelah pemberian antagonis
GABA, atau selama penghentian
pemberian agonis GABA (alkohol,
benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori meningkatnya
aksi glutamat atau aspartat
Fisiologi Normal
Diagnosis
• Pasien didiagnosis epilepsi
jika mengalami serangan
kejang secara berulang
• Untuk menentukan jenis
epilepsinya, selain dari gejala,
diperlukan berbagai alat
diagnostik :
– EEG
– CT-scan
– MRI
– Lain-lain
Klasifikasi epilepsi
• Berdasarkan tanda klinik dan
data EEG, kejang dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized seizure)
jika aktivasi terjadi pd kedua
hemisfere otak secara bersama-
sama
– kejang parsial/focal jika dimulai
dari daerah tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
– merupakan bentuk paling banyak terjadi
– pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
– bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
– terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit
kepala atau tidur
• Abscense attacks = petit mal
– jenis yang jarang
– umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
– penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala
terkulai
– kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
• Myoclonic seizure
– biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
– pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
– jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
• Atonic seizure
– jarang terjadi
– pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera recovered
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
– pasien melakukan gerakan-gerakan
tak terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dll tanpa kesadaran
Sasaran Terapi
• Mengontrol (mencegah dan mengurangi frekuensi)
supaya tidak terjadi kejang - beraktivitas normal lagi
• Meminimalisasi adverse effect of drug
Strategi Terapi
• Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf
yang berlebihan melalui perubahan pada kanal ion atau
mengatur ketersediaan neurotransmitter
Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Monoterapi
– Menurunkan potensi AE
– Meningkatkan kepatuhan pasien
• Hindari / minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
• Jika monoterapi gagal, dapat diberikan sedatif atau
politerapi
• Pemberian terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
• Mulai dengan dosis terkecil (dapat ditingkatkan sesuai
dengan kondisi pasien)
Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Non farmakologi :
– Amati faktor pemicu
3. Model Serotonin
• Ansietas berhubungan dengan transmisi 5HT
yang berlebihan atau overaktivitas dari
simulasi jalur 5HT
• Mekanisme kerja 5HT terhadap anxietas
belum jelas.
Etiologi...
Jenis-jenis anxietas :
1.General Anxiety Disorders (GAD)
2.Panic disorders (PD)
3.Social Anxiety Disorder
4.Specific Phobia
5.Obsessive Compulsive Disorders (OCD)
6.Post Traumatic Stress Disorders (PTSD)
GAD
Diagnosis
Non Farmakologi
• Psychoeducation
• Manajemen stress
• Meditasi
• Yoga
• Olahraga
• CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
Farmakologi
• Benzodiazepin diketahui lebih efektif, aman, dan sering
diresepkan untuk akut anxiety
• Antidepresan sebagai terapi pilihan untuk terapi kronik
anxiety, terutama jika muncul simptom depresi
• Buspiron dapat diberikan untuk pasien yang tidak memiliki
komorbid depresi atau gangguan anxietas lainnya.
DEPRESI
Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu kondisi yang lebih
dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi
seseorang sampai menyebabkan
terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya
maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan
depresi.
STRATEGI
RENCANA TERAPI:
KEPATUHAN: - OUTCOME SEBELUMNYA
EDUKASI PASIEN & - SUBTIPE GGN MOOD
KELUARGA - KEPARAHAN EPISODE
- RISIKO BUNUH DIRI
- KOMORBIDITAS PSIKIATRIK & MEDIK
- OBAT NONPSIKIATRIK
- STRESOR PSIKOSOSIAL
INSOMNIA
FISIOLOGI TIDUR
• Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.
• Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur dan dibagi
emnjadi 4 stadium. Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan
waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM
PEMBAGIAN TIDUR (NREM)
PEMBAGIAN KETERANGAN
Stadium 1 • berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium
tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas,
bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut
gelombang teta
Stadium 2 • berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan
gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12
sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada
stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah
Stadium 3 • berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang
bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta.
Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan
Stadium 4 • berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan
stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4
juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
PEMBAGIAN TIDUR
POLA SIKLUS BANGUN dan TIDUR
* Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam
9 pagi.
PERUBAHAN TIDUR AKIBAT PROSES
MENUAAN
• Orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih pendek,
sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama.
• Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada
gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan
cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur.5
• Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur
tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan
meningkatnya umur.
Lanjutan...
DEFINISI INSOMNIA
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-
restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan
gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
• Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
• Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
• Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
• Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan
kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan
diderita minimal 1 bulan.
Lanjutan...
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,
insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
10
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
PENYEBAB INSOMNIA
Stress
INSOMNIA
Lanjutan...
• Stres: Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
• “Belajar” Insomnia: Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika
mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka
tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.
FAKTOR RESIKO
Lanjutan...
• Wanita: Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan
peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot
flashes sering mengganggu tidur.
• Usia Lebih Dari 60 Tahun: Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
• Memiliki Gangguan Kesehatan Mental: Banyak gangguan, termasuk
depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder,
mengganggu tidur.
• Stres: Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga
meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
• Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja: Bekerja di malam
hari sering meningkatkan resiko insomnia.
TANDA DAN GEJALA
• Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
• Sering terbangun pada malam hari
• Bangun tidur terlalu awal
• Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
• Iritabilitas, depresi atau kecemasan
• Konsentrasi dan perhatian berkurang
• Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
• Ketegangan dan sakit kepala
• Gejala gastrointestinal
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
– Pola tidur penderita.
– Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
– Tingkatan stres psikis.
– Riwayat medis.
– Aktivitas fisik
– Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
KRITERIA DIAGNOSTIK INSOMNIA NON-ORGANIK
BERDASAR PPDGJ
Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan
yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)
tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)
atau gangguan penyesuaian (F43.2)
PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGI