Anda di halaman 1dari 21

madzhab

Novian Ferry
Billah Achsanul Karimah
Salsa Eka Fitriah R
Natasya Aufia Saffana
Ahmad Rizki Fadhilah
Definisi mazhab
Secara Bahasa, dalam kamus Al – Munjid fi Al – Lughah wa Al – Alam,
dijelaskan bahwa makna madzhab memiliki dua pengertian :
 
Kata “madzhab” berasal dari kata : dzahaba, yadzhabu, dzhaban,
madzhaban

Yang memiliki arti, telah berjalan, telah berlalu, telah mati.


Madzhab adalah aliran pemikiran atau pokok pikiran atau dasar yang
digunakan oleh imam mujtahid dalam meng-istinbath-kan hukum
islam.
arti “madzhab” menurut istilah para ulama ahli fiqh (fuqaha), sebagai berikut:
 
Wahbah Az – Zuhaili, memberi batasan “madzhab” sebagai segala hukum yang
mengandung berbagai masalah, baik dilihat dari aspek metode yang mengantarkan
pada kehidupan secara keseluruhan maupun aspek hukumnya sebagai pedoman hidup.

Muslim Ibrahim, memberikan definisi “madzhab” dapat dipahami sebagai aliran pikiran
yang merupakan hasil ijtihad seorang mujtahid tentang hukum dalam islam yang digali
dari ayat Al – Qur’an atau Al – Hadits yang dapat diijtihadkan.
 
Berdasarkan uraian di atas, “madzhab” dapat dipahami sebagai aliran pemikiran atau
prespektif di bidang fiqh yang dalam proses perjalanannya menjadi sebuah
komunitas dalam masyarakat islam di berbagai aspek agama.
Imam Malik
 Latar Belakang
Imam Malik memiliki nama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi
Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr binAl-
Harits Al-Ashbahi Al-Humairi. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah,
dari sepasang suami-istri Anasbin Malik dan Aliyah binti Suraik,
bangsa Arab Yaman. Tentang tahun kelahirannya, Adz-Dzahabi
berkata, "Menurut pendapat yang lebih shahih Imam Malik lahir pada
tahun 93 Hijriyah,yaitu pada tahun dimana Anas, pembantu Rasulullah,
meninggal”. Mengenai sifat-sifatnya Mathraf bin Abdillah berkata,
"Malik bin Anas mempunyai perawakan tinggi, ukuran kepalanya besar
dan botak, jenggotnya putih, sedang kulitnya sangat putih”. Imam
Malik terdidik di kota Madinah, tempat berkumpulnya para
sahabat,tabi'in, cendekiawan dan para ahli hukum agama. Dari kecil
beliau membaca al-Qur'an dengan lancar dan mempelajari sunnah.
Pemikiran Imam Malik
Beliau adalah sosok yang awalnya cenderung menggunakan akal
untuk mengeluarkan fatwa, namun pada akhirnya beiau meniggalkan
hal tersebut.beliau lebih memilih menggunakan Quran, Hadis, dan
Amal Ahli Madinah sebagai wujud kehatian beliau untuk
mengeluarkan fatwa. Hal itu tak lepas dari pengaruh guru Imam
Malik, yakni Ibnu Hurmuz, Nafi’, dan Syihab Az-zuhri. Dalam
pemikiran Imam Malik, ada beberapa dasar yang menjadi landasan
terciptanya produk istinbatnya, yaitu :

1. Kitabullah
2. Sunnah Nabi
3. Pendapat Sahabat
4. Ijma’
5. Tradisi Penduduk Madinah
Imam Hanafi
Latar Belakang

Nama lengkap imam Abu Hanafi adalah Nu’man bin Tsabit


binZautha bin Maah,berasal dari keturunan bangsa Persia. Abu
Hanafi dilahirkan di kota Kufah, kota yang terletak di Iraq, pada
tahun 80 Hijriyah (699M) dan meninggal di Kufah pada tahun 150
Hijriyah (767 M ). Pada mulanya Abu Hanafi menuntut ilmu agama
hanya sekedar untukkeperluannyasendiri, termasuk untuk
berdagang, namun pada suatu hari iabertemu dengan gurunya yaitu
Amir bin Syarahil. Ia berkesan dengan perjumpaannya dengan Asy-
Sya’bi itu. Dengan demikian sejak itulah Abu Hanafi mulaimenuntut
ilmu dan yang mula-mula dipelajarinya adalah Ilmu Kalam, barulah ia
berlatih mempelajari ilmu fiqh, dengan caramendatangi ulama-ulama
ahli fiqih dari bermacam-macam aliran.
Pemikiran Imam Hanafi

Dalam mengistinbath hukum, Abu Hanafi berpegang pada al-


Qur’an dan sangat berhati-hati dalam menggunakan Sunnah.
Selain itu, ia banyak menggunakan qiyas, istihsan dan urf.
Belakangan diketahui bahwa Imam Abu Hanafi juga
mengumpulkan hadis dalam sebuah buku yang disebut Musnad
Abu Hanafi. Imam Abu Hanafi dalam menetapkan hukum syar’i
(beristidlal), tidak selalu memutuskan melalui dalalahnya secara
qath’i dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang keshahihannya yang
masih diragukan, tetapi mempergunakan al-ra’yu, sebab beliau
sangat selektif dalam menerima al-Sunnah, sehingga beliau
tetap memperhatikan mu’amalah manusia dan adat-istiadat
serta ‘urf mereka.
Madzhab
syafi’i

Imam Muhammad Madzhab fiqih al Syafi’I Dasar penetapan hukum imam


merupakan perpaduan syafii :
bin Idris As-Syafi’i antara Madzhab Hanafi 1. Al Qur’an
Al-Quraisyi dan Madzhab Maliki. Ia 2. Sunnah
terdiri dari dua qaul 3. Ijma’
Lahir di Ghuzzah (pendapat), yaitu qaul 4. Fatwa sahabat yang
qadim (pendapat lama) disepakati
tahun 150 H di Irak dan qaul Jadid 5. Fatwa sahabat yang
Wafat di Mesir (pendapat baru) di Mesir diperselisihkan
tahun 204 H 6. Qiyas
7. Istidlal
Madzhab
hanbali

Dasar penetapan hukum


Al-Imam Ahmad Ciri umum madzhab madzhab hanbali :
bin Hanbal As- Hanbali adalah lebih
1. Nash Al Qur’an dan
Sunnah.
Syaebani banyak berpijak 2. Fatwa sahabat
pada dalil-dalil naqli 3. Fatwa yang paling dekat
Lahir di Baghdad dengan nash.
daripada ketentuan
Th 164 H 4. Hadis mursal dan dhaif
akal yang dianggapnya lebih
Wafat Th 248 H
kuat dari qiyas.
5. Qiyas.
Relevansi bermazhab dalam fiqh

Mayoritas ulama ushulliyyün


  tidak mewajibkan mengikuti Al-Amidi dan ibn al-Hammam.
Sebagian ulama mewajibkan
atau taqlid madzhab tertentu Apabila seseorang dalam
umat Islam untuk mengikuti
dalam menenmkan hukum memuruskan suaru permasalah atau
madzhab tertentu. karena
adanya keyakman bahwa suatu permasalahan, tetap! mengamalkan sesuatu mengikuti
madzhab [tertentu adalah benar. diperbolehkan mengikuti madzhab tertentu. maka tidak
maka wajib mengikuti kebenaran diperbolehkan baginya untuk
ulama siapapun yang
yang diyakini; berpindah madzhab dalam
mereka kehendaki permasalahan tersebut.
Sebab perbedaannya Dan hikmahnya

Teknik grafika (mencetak) belum Untuk memperoleh


ada seperti sekarang. Adanya Qaul suatu keterangan
Qadim dan Qaul Jadid
membuktikan bahwa keterangan itu
berangsur-angsur diperoleh

• Jangan ada sifat fanatisme


• Belajar memahami makna
• Kemaslahatan umat
Hukum Bermadzhab
dalam islam
• Sebagian Ulama mewajibkan
umat Islam untuk mengikuti
madzhab tertentu.
• Jika seseorang telah
mengikuti madzhab,
maka tidak
• Mayoritas ulama
diperbolehkan untuk
ushuliyyin tidak
berpindah madzhab lain
mewajibkan untuk
mengikuti, tetapi boleh
mengikuti ulama yang
mereka kehendaki.
Dalam kesempatan ini, kami mengambil contoh kasus dari pencurian yang
mana hukuman utama pada seorang pencuri adalah dipotong tangannya,
namun hukuman secara khususnya hokum potong tangan itu hanya berlaku
jika syarat dan rukun pencurian terpenuhi, namun jika tidak tepenuhi
pencuri akan dikenakan ta’zir. Ulama mendefinisikan ta’zir sebagai
hukuman yang tidak ditentukan (dalam Al-Qur’an dan Sunnah) yang wajib
dilakukan karena adanya haq Allah dan haq Adammi terhadap setiap
maksiat.
Menurut Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, seorang
pencuri yang mencuri saat pertama kali akan dipotong
tangan kanannya dari persendian telapak tangan
kemudian dipanaskan dengan api atau dengan minyak
mendidih. Kalau mencuri yang kedua kalinya akan
dipotong kaki kirinya dari persendian kaki kemudian
dipanaskan dengan api. Kalau mencuri yang ketiga
kalinya akan dipotong tangan kirinya dari persendian
tangan, kemudian dipanaskan dengan api. Kalau mencuri
yang keempat kalinya, akan dipotong kaki kanannya dari
persendian kaki, dan dipanaskan dengan api. Kemudian,
kalau mencuri yang kelima kalinya maka akan di penjara
dan di ta’zir.
Sedangkan Ulama Hanafiah berpendapat
bahwa jika pencuri mencuri untuk
pertama kali, maka akan dipotong tangan
kanannya, jika mencuri untuk yang
kedua kalinya, maka akan dipotong kaki
kanannya, dan jika mencuri untuk yang
ketiga kalinya maka tidak akan dipotong
lagi anggota badannya, melainkan di
penjara.
diantaranya hal-hal yang dapat menghapuskan hukuman yaitu:

Terbukti bahwa Orang yang dicuri Orang yang dicuri


dua orang menganggap mendustakan
saksinya telah dusta pengakuan kesaksiannya.
berdusta dalam pencuri
persaksiannya
Hal ini berbeda dengan Ulama zuhairiyah dan
sebagian ulama syafi’iyah yang menyatakan bahwa
pencabutan kembali pengakuan tidak membuat
gugurnya hukuman yang telah ditentukan tersebut.
Kemudian, jika ada 2 orang yang bekerjasama
dalam mencuri tersebut, kemudian salah satunya
mencabut pengakuannya, maka orang tersebut
bebas dari hukuman, tetapi hal ini tidak berlaku
untuk orang yang tidak mencabut pengakuannya
tersebut. Hal ini menurut imam Malik, imam syafi’i,
imam Ahmad, dan menurut imam Hanifah, potong
tangan tertolak bagi orang yang mencabut
pengakuannya.
Thanks!
Does anyone have any questions?

Anda mungkin juga menyukai