[Perspektif Filosofis]
Dosen Pembina :
Drs. Zainul Arifin, M. Ag.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MALANG
2021
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA
Pengalaman dalam konteks ini selalu dipahami sebagai pengalaman indrawi. Sebab hanya pengalaman
indrawi inilah satu-satunya pengalaman manusia yang dapat dibuktikan benar tidaknya secaraobyektif.
Pendapat Jujun S. Suriasumantri: ”...maka ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan
tentang hari kemudian atau surga dan neraka yang jelas di luar pengalaman manusia” (Jujun s.
Suriasumantri, 123)
• Pengalaman manusia tidak cukup hanya dilihat berdasarkan observasi empiris. Akal dan indra sering
gagal dalam memahami sesuatu sebagaimana adanya, karena ketidakampuannya untuk dapat
menembus realitas sampai ke jantungnya. Immanuel Kant berujar bahwa akal murni
• (purereason) tidak akan mampu mengetahui hakikat (neumena) karena ia senantiasa tertutup bagi
akal. Yang kita ketahui lewat akal selama ini adalah ’fenomena’ (penampakan) bukan sesuatu
sebagaimana adanya (das Ding an sich)(Antony Flew, 1984). Apa yang nampak padadiri kita
bukanlah benda atau perilaku itu sendiri, melainkan suatu sebagai hasil kontruksi mental atau pikiran kita
yang subyektif.
PA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
• Dalam perspektif filsafat ilmu, sebuah disiplin ilmu itu mesti memenuhi tiga
unsur, yaitu ontologi (tentang apa?), epistimologi (tentang bagaimana?), dan
aksiologi (tentang untuk apa?).
• Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu itu terdiri atas tiga unsur, yaitu (Jujun,
1999, pp. 42–43).
1. Unsur substansi dikenal dengan subyek (material dan formal) atau subject
matter suatu disiplin ilmu.
2. Unsur informasi merupakan isi tuturan pemahaman dan penjelasan yang
bersifat abstrak tentang unsur substansi itu, baik yang dapat diamati
(observable) dan diukur (measurrable) maupun yang tidak dapat diamati dan
diukur.
3. Unsur metodologi merupakan cara kerja yang "mengotak-ngatik" unsur
substansi dan unsur informasi dengan menggunakan cara berpikir dan cara
kerja tertentu, yang secara umum dikenal sebagai metode ilmiah, kemudian
berkembang menjadi metode penelitian
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
• Psikologi merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan penelitian
ilmiah.
• Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dijalankan secara sistematis,
terkontrol, berdasar data empirik.
• Dunia keilmuan di Barat, [ilmu alam], banyak dipengaruhi positivisme.
• Positivisme sebagai epistemologi berpendapat bahwa yang positif adalah
yang konkret, nyata dan mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak).
• Metode yang digunakan dalam mencapai ilmu adalah observasi,
eksperimen dan komparasi.
• Psikologi juga mengikuti jejak-jejak ilmu alam dengan menggunakan
pendekatan tersebut, ini diamati dengan banyaknya penelitian psikologi
menggunakan pendekatan kuantitatif.
• Para peneliti psikologi mengkuantifikasikan manusia dalam alat ukur,
prosedur penelitian dan analisis data. Dapat dikatan bahwa psikologi
sangat mendewakan pendekatan kuantitatif
SYARAT ILMIAH DISIPLIN ILMU
NO Menurut Alparslan Acikgence, ada tiga tahap bagi terbentuknya
sebuah disiplin ilmu, yaitu (Ackgenc, 1996, p. 68):
1 Tahap problematik (problematic stage), yaitu tahap di mana
berbagai problem subyek kajian dipelajari secara acak dan
berserakan tanpa pembatasan pada bidang-bidang kajian tertentu.
Tahap ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
2 Tahap disipliner (disciplinary stage), yaitu tahap di mana
masyarakat yang telah memiliki tradisi ilmiah sepakat untuk
membicarakan materi dan metode pembahasan ditentukan sesuai
dengan bidang masing-masing.
3 Tahap penanaman (naming stage), yaitu tahap pemberian nama
pada materi dan metode yang telah dirumuskan pada tahap kedua
METODE ILMIAH PA
Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu terdapat dalam
metode ilmiah.
Dengan demikian, metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu(Jujun s. Suriasumantri, 2003:119)
Sementara metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah sistematis (Peter R. Senn, 1971: 4). Ada pun ilmu yang
mengkaji tentang peraturan-peraturan dalam metode tersebut disebut metodologi.
Metodologi secara filsafati juga termasuk apa yang dinamakan epistemologi.Psikologi agama
dalam perspektif filsafat berarti berusaha mempertemukan ilmu danagama dalam satu ranah.
Bertolak dari pertimbangan perlunya peranan religi dalam suatu disiplinilmu, khususnya disiplin
ilmu psikologi maka sebaiknya diiringi dengan bangunan epistemologistruktur- filosofis dan
perangkat metode ilmiahnya. Kelahiran disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan
beberapa disiplin ilmu lain, terutama filsafat sebagaiberbasis semangat agama.
SYARAT PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
NO ELEMEN DESKRIPSI
1 EMPERIS Berupa data pengalaman /pengamatan melalui eksperimen/observasi
berulang2/berkesinambungan hingga dpat fakta baru
3 MAMPU Punya alat ukur dan dpt kembangkan alat ukur berikutnya yg valid,
MENGUKUR reliabel, dan signifikan, shg data yang diukur/dikontrol bersifat obyektif.
4 FAKTA ILMIAH Bisa tumbuh berkembang berdasar fakta actual yg dpt dibuktikan,
terukur, dpt uji hipotesis, hg dpt dukung teori atau munculkan teori
baru
5 DEFINISI UMUM Punya definisi jelas, singkat, luas, sesuai dg istilah yg digunakan dan
hasil penelitian hrs sesuai dg istilah yang digunakan
SYARAT PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
NO ELEMEN DESKRIPSI
1 BERTUJUAN Penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari pada sekedar melihat hubungan yang
terjadi diantara variabel atau gejala yang diteliti
a. tidak dapat lepas dari kerangka tujuan pemecahan permasalahan
b. hasilnya harus mempunyai kontribusi dalam usaha pemecahan permasalahan
c. harus memberikan penjelasan akan fenomena yang menjadi pertanyaan
penelitian
d. harus dapat melandasi keputusan serta tindakan pemecahan permasalahan
2 SISTEMATIK Langkah-langkah yang ditempuh sejak dari persiapan, pelaksanaan sampai kepada
penyelesaian laporan penelitian harus terencana secara baik dan mengikuti
metedologi yang benar
3 OBYEKTIF Pengamatan, telaah dan kesimpulan [hsl pen] yang diambil peneliti tidak boleh
didasari oleh subjektivitas pandangan pribadi, kepentingan pihak lain.
Fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti haruslah dilakukan
dengan objektif. Shg penyimpulan pemikiran deduktif maupun induktif yang
diperoleh oleh peneliti harus didukung oleh data yang berupa fakta objektif
4 TAHAN UJI Penyimpulan penelitian = hasil dari telaah didasari teori solid dan metode benar,
sehingga replikasi penelitian serupa jd kesimpulan yang serupa. Hasil penelitian
akan lemah apabila berlakunya secara kondisional dalam situasi tertentu yang
sempit.
FUNGSI PSIKOLOGI AGAMA
SEBAGAI DIDIPLIN ILMU
Townsend, J.C, Introduction to Experimental Method, (Tokyo: McGraw-Hill Book Company, 1953), h. 83
1 DESCRIPTION Mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu
[Mendeskripsikan terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi /bahasan yang bersifat
] deskriptif.
2 PREDICTION Mampu meramalkan / memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa
[Meramalkan] tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau
estimasi
3 CONTROLE mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan.
[Pengendalian] Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya pencegahan [prevensi],
intervensi [treatment] serta perawatan [rehabilitasi]
4 EKSPLANATION Mampu jelskan gejala” kejiwaan serta hubnya dg variabel² lain
[Menjelaskan] yg pengaruhi perilakunya
5 PREVERENSI Mampu cegah timbulnya keadaan yg tdk diinginkan mll
[Pencegahan] penyuluhan dan bimbingan.
6 MODIFICATION Mampu bekerjasama dgn ilmu lain berusaha selesaikan
[Kerjasama] permasalahan yg timbul di dalam masyarakat
TUJUAN FILOSOFIS
PSIKOLOGI AGAMA
NOMOTHETIC IDEOGRAPHIC
3 AKSIOLOGI Mendiskripsikan
Menjelaskan
Meramalkan
Mengendalikan
LANDASAN ONTOLOGIS
• Ontologi ilmu meliputi ilmu itu, apa hakekat kebenaran
dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah,
yang tidak lepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “ada” itu (being, Sein, het, zijn).
• Faham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme,
• faham meterialisme, dualisme, pluralisme dengan
berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang
pada akhirnya menentukan pendapat bahkan “keyakinan”
kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang)
“ada: sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
PANDANGAN ONTOLOGIS
MONISME DUALISME
• Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukan oleh aksiologi ini sebagai
suatu conditio sine quanon yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita,
baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
NO ASPEK DESKRIPSI
NO ASPEK DESKRIPSI
Pada tahapan ini, pembahasan Psikologi Agama sering diintegrasikan dengan pembahasan.
Bahkan, sempat muncul anggapan bahwa Psikologi Agama identik dengan
Padahal, menurut suatu perbedaan harus ditarik antara bagian dari yang
membahas hukum
Bagian yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang Psikologi Agama
untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut belakangan
mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yang berkaitan denganaspek2
keberagamaan
TAHAP I – Problematic Stage
Pembahasan Psikologi Agama berawal dari Psikologi masuk dalam