Anda di halaman 1dari 40

PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU

[Perspektif Filosofis]

Bahan Ajar III


Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pembina :
Drs. Zainul Arifin, M. Ag.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MALANG
2021
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA

• Psikologi agama memiliki fokus dan pendekatan yang berbeda dalam


memandang manusia, jika dibandingkan dengan aliran psikologi kognitif,
psikoanalisa, behavior, maupun humanistik, termasuk aliran psikologi
transpersonal.
• Jika aliran kognitif, psikoanalisa, behavior, humanistik dan transpersonal
lebih bertumpu pada landasan filosofi rasionalisme, empirisme, dan
eksistensialisme,
• KRITIK,
• maka psikologi agama [ISLAM] memandang manusia bukan hanya dari
aspek jiwa yang diformulasikan dari perilaku -perilaku yang tampak saja,
melainkan juga melihat manusia dari sisi wilayah ruh dan fitrah nya
sebagai bagian tak terpisahkan dalam diri manusia yang berlandaskan
pada teks- teks keagamaan. Psikologi agama memandang manusia dari
landasan berpikir teo -antroposentris.
URGENSI LANDASAN FILOSOFIS PA
• Psikologi agama sebagai sebuah disiplin ilmu, hingga saat ini
masih perlu penguatan landasan filsafat ilmunya.
• Elemen-elemen filsafat ilmu yang bertumpu pada kekuatan
ontologi, epistimologi dan aksiologi merupakan indikator kualifikasi
keabsahan sebuah disiplin ilmu. (Koento Wibisono, 1997).

• Filsafat ilmu merupakan basis segala disiplin ilmu pengetahuan,


termasuk psikologi agama.
• Atas dasar itulah, psikologi agama akan diuji kapasitasnya sebagai
disiplin ilmu yang mandiri.
• Apakah memenuhi standar ilmiah, dengan landasan, prosedur, dan
mechanisme keilmuan sebagaimana yang disyaratkan dalam filsafat
ilmu, atau sebaliknya psikologi agama rapuh jika dilihat dari
perspektif filsafat ilmu
DEFINISI PSIKOLOGI AGAMA
• Thouless (1992) akhirnya memberi simpulan bahwa psikologi
agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan
mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan
dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang
dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan.
• Sedang menurut Zakiah Daradjat (1996) psikologi agama
adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada
seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh
keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta
keadaan hidup pada umumnya, dalam konteks pertumbuhan
dan perkembangan jiwa agamanya (Zakiah Daradjat, 1996).
PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI
PSIKOLOGI AGAMA
Dengan demikian, secara epistemologi bertujuan mempelajari persoalan yang
berhubungan pengetahuan, dipelajari secara sistemik, radikal, dan universal.
1. Apabila epistemologi dikaitkan dengan psikologi agama, berarti bagaimana psikologi
agama dilihat dari ilmu pengetahuan, yang berdasarkan dan bertumpu pada
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
2. Psikologi agama sebagai sebuah disiplin ilmu modern sudah seharusnya tunduk
pada kaidah-kaidah scientific dan harus terfokus pada bidang-bidang empiris.

Donald J. Lewis berkata:


“Walaupun obyek kajian psikologi bisa saja manusia lain, para psikolog harus
memperlakukannya secara obyektif, tidak ubahnya seperti ahli fisika, kimia dan biologi
memperlakukan materi subyek mereka. Sejauh menyangkut psikologi, kenyataan bahwa
obyeknya adalah seorang manusia, samasekali tidak mengubah kaidah-kaidah
ilmu yang luas sehingga obyektivitas dan pengukuran yang seksama harus tetap
diperlakukan” (Holmes Rolston, 1987: 157)
OBYEK KAJAIN PA
• Peradaban Barat membatasi obyeknya hanya pada entitas-entitas fisik,
maka sumber ilmu yang mereka pakai untuk memperoleh
pengetahuantentang entitas fisik tersebut adalah indra-indra fisik
(senses). Dalam pandangan ilmuwan Barat, bahwa obyek dapat
dikatakan ilmiah jika memenuhi standar observable, measurable, dan
veriviable (M. Athok Muzhar, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa
pengamalan indra atau yang sering disebut observasi merupakan alat
andalan sains modern.
• KRITIK
• Psikologi agama,sebagai disiplin ilmu bukan hanya mengkaji obyek fisik-indrawi manusia, ia
juga memasuki wilayan non-indrawi yang tidak bisa hanya dijangkau dengan intrumen
observasi dengan menggunakan kekuatan indra. Sebab itulah dibutuhkan integrasi sumber
dan intrumen lainnya,berupaindra, akal, dan hati(Mulyadhi Kartanegara, 2005: 101)
KARAKTERISTIK DISIPLIN ILMU
Ada anggapan yang berkembang di kalangan akademisi, bahwa ilmu (sains) harus bersifat empiris.
Artinya berdasarkan pada pengalaman Antony Flew, 1984: 104).

Pengalaman dalam konteks ini selalu dipahami sebagai pengalaman indrawi. Sebab hanya pengalaman
indrawi inilah satu-satunya pengalaman manusia yang dapat dibuktikan benar tidaknya secaraobyektif.

Pendapat Jujun S. Suriasumantri: ”...maka ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan
tentang hari kemudian atau surga dan neraka yang jelas di luar pengalaman manusia” (Jujun s.
Suriasumantri, 123)

• Pengalaman manusia tidak cukup hanya dilihat berdasarkan observasi empiris. Akal dan indra sering
gagal dalam memahami sesuatu sebagaimana adanya, karena ketidakampuannya untuk dapat
menembus realitas sampai ke jantungnya. Immanuel Kant berujar bahwa akal murni

• (purereason) tidak akan mampu mengetahui hakikat (neumena) karena ia senantiasa tertutup bagi
akal. Yang kita ketahui lewat akal selama ini adalah ’fenomena’ (penampakan) bukan sesuatu
sebagaimana adanya (das Ding an sich)(Antony Flew, 1984). Apa yang nampak padadiri kita
bukanlah benda atau perilaku itu sendiri, melainkan suatu sebagai hasil kontruksi mental atau pikiran kita
yang subyektif.
PA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan mengenal ‘Ilmiah Universal’ yaitu


dalil-dalil, pengertian-pengertian / aksioma-aksioma
yang berlaku umum.
Psikologi sebagai ilmu harus mempelajari manusia dalam
pengertian yang berlaku umum disamping
mempelajarinya sebagai totalitas kepribadian yang
unik.
Psikologi sebagai ilmu Wilhelm Wundt (1832-1920, buka
laboratorium psikologi I th 1879 di Leipzig, Jerman
SYARAT FILOSOFIS DISIPLIN ILMU

• Dalam perspektif filsafat ilmu, sebuah disiplin ilmu itu mesti memenuhi tiga
unsur, yaitu ontologi (tentang apa?), epistimologi (tentang bagaimana?), dan
aksiologi (tentang untuk apa?).
• Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu itu terdiri atas tiga unsur, yaitu (Jujun,
1999, pp. 42–43).
1. Unsur substansi dikenal dengan subyek (material dan formal) atau subject
matter suatu disiplin ilmu.
2. Unsur informasi merupakan isi tuturan pemahaman dan penjelasan yang
bersifat abstrak tentang unsur substansi itu, baik yang dapat diamati
(observable) dan diukur (measurrable) maupun yang tidak dapat diamati dan
diukur.
3. Unsur metodologi merupakan cara kerja yang "mengotak-ngatik" unsur
substansi dan unsur informasi dengan menggunakan cara berpikir dan cara
kerja tertentu, yang secara umum dikenal sebagai metode ilmiah, kemudian
berkembang menjadi metode penelitian
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
• Psikologi merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan penelitian
ilmiah.
• Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dijalankan secara sistematis,
terkontrol, berdasar data empirik.
• Dunia keilmuan di Barat, [ilmu alam], banyak dipengaruhi positivisme.
• Positivisme sebagai epistemologi berpendapat bahwa yang positif adalah
yang konkret, nyata dan mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak).
• Metode yang digunakan dalam mencapai ilmu adalah observasi,
eksperimen dan komparasi.
• Psikologi juga mengikuti jejak-jejak ilmu alam dengan menggunakan
pendekatan tersebut, ini diamati dengan banyaknya penelitian psikologi
menggunakan pendekatan kuantitatif.
• Para peneliti psikologi mengkuantifikasikan manusia dalam alat ukur,
prosedur penelitian dan analisis data. Dapat dikatan bahwa psikologi
sangat mendewakan pendekatan kuantitatif
SYARAT ILMIAH DISIPLIN ILMU
NO Menurut Alparslan Acikgence, ada tiga tahap bagi terbentuknya
sebuah disiplin ilmu, yaitu (Ackgenc, 1996, p. 68):
1 Tahap problematik (problematic stage), yaitu tahap di mana
berbagai problem subyek kajian dipelajari secara acak dan
berserakan tanpa pembatasan pada bidang-bidang kajian tertentu.
Tahap ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
2 Tahap disipliner (disciplinary stage), yaitu tahap di mana
masyarakat yang telah memiliki tradisi ilmiah sepakat untuk
membicarakan materi dan metode pembahasan ditentukan sesuai
dengan bidang masing-masing.
3 Tahap penanaman (naming stage), yaitu tahap pemberian nama
pada materi dan metode yang telah dirumuskan pada tahap kedua
METODE ILMIAH PA
Tidak semua pengetahuan bisa disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu terdapat dalam
metode ilmiah.

Dengan demikian, metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu(Jujun s. Suriasumantri, 2003:119)

Sementara metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah sistematis (Peter R. Senn, 1971: 4). Ada pun ilmu yang
mengkaji tentang peraturan-peraturan dalam metode tersebut disebut metodologi.

Metodologi secara filsafati juga termasuk apa yang dinamakan epistemologi.Psikologi agama
dalam perspektif filsafat berarti berusaha mempertemukan ilmu danagama dalam satu ranah.

Bertolak dari pertimbangan perlunya peranan religi dalam suatu disiplinilmu, khususnya disiplin
ilmu psikologi maka sebaiknya diiringi dengan bangunan epistemologistruktur- filosofis dan
perangkat metode ilmiahnya. Kelahiran disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan
beberapa disiplin ilmu lain, terutama filsafat sebagaiberbasis semangat agama.
SYARAT PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
NO ELEMEN DESKRIPSI
1 EMPERIS Berupa data pengalaman /pengamatan melalui eksperimen/observasi
berulang2/berkesinambungan hingga dpat fakta baru

2 SISTEMATIS eksperimen/observasi mrp alat pen yg valid, bisa dimengerti dan


direkonstruksi ulang menjadi sekumpulan prinsip, diklasifikasi jd dalil yg
jelas, tepat shg nyatakan susunan/ hub fakta satu dg lainnya, shg
tersusun dari tahap awal hg akhir [observasi, eksperimen, analisis,
pengukuran, pengujian, dan kesimpulan.

3 MAMPU Punya alat ukur dan dpt kembangkan alat ukur berikutnya yg valid,
MENGUKUR reliabel, dan signifikan, shg data yang diukur/dikontrol bersifat obyektif.

4 FAKTA ILMIAH Bisa tumbuh berkembang berdasar fakta actual yg dpt dibuktikan,
terukur, dpt uji hipotesis, hg dpt dukung teori atau munculkan teori
baru
5 DEFINISI UMUM Punya definisi jelas, singkat, luas, sesuai dg istilah yg digunakan dan
hasil penelitian hrs sesuai dg istilah yang digunakan
SYARAT PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
NO ELEMEN DESKRIPSI

1 BERTUJUAN Penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari pada sekedar melihat hubungan yang
terjadi diantara variabel atau gejala yang diteliti
a. tidak dapat lepas dari kerangka tujuan pemecahan permasalahan
b. hasilnya harus mempunyai kontribusi dalam usaha pemecahan permasalahan
c. harus memberikan penjelasan akan fenomena yang menjadi pertanyaan
penelitian
d. harus dapat melandasi keputusan serta tindakan pemecahan permasalahan
2 SISTEMATIK Langkah-langkah yang ditempuh sejak dari persiapan, pelaksanaan sampai kepada
penyelesaian laporan penelitian harus terencana secara baik dan mengikuti
metedologi yang benar
3 OBYEKTIF Pengamatan, telaah dan kesimpulan [hsl pen] yang diambil peneliti tidak boleh
didasari oleh subjektivitas pandangan pribadi, kepentingan pihak lain.
Fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti haruslah dilakukan
dengan objektif. Shg penyimpulan pemikiran deduktif maupun induktif yang
diperoleh oleh peneliti harus didukung oleh data yang berupa fakta objektif
4 TAHAN UJI Penyimpulan penelitian = hasil dari telaah didasari teori solid dan metode benar,
sehingga replikasi penelitian serupa jd kesimpulan yang serupa. Hasil penelitian
akan lemah apabila berlakunya secara kondisional dalam situasi tertentu yang
sempit.
FUNGSI PSIKOLOGI AGAMA
SEBAGAI DIDIPLIN ILMU
Townsend, J.C, Introduction to Experimental Method, (Tokyo: McGraw-Hill Book Company, 1953), h. 83

1 DESCRIPTION Mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu
[Mendeskripsikan terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi /bahasan yang bersifat
] deskriptif.
2 PREDICTION Mampu meramalkan / memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa
[Meramalkan] tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau
estimasi
3 CONTROLE mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan.
[Pengendalian] Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya pencegahan [prevensi],
intervensi [treatment] serta perawatan [rehabilitasi]
4 EKSPLANATION Mampu jelskan gejala” kejiwaan serta hubnya dg variabel² lain
[Menjelaskan] yg pengaruhi perilakunya
5 PREVERENSI Mampu cegah timbulnya keadaan yg tdk diinginkan mll
[Pencegahan] penyuluhan dan bimbingan.
6 MODIFICATION Mampu bekerjasama dgn ilmu lain berusaha selesaikan
[Kerjasama] permasalahan yg timbul di dalam masyarakat
TUJUAN FILOSOFIS
PSIKOLOGI AGAMA

NOMOTHETIC IDEOGRAPHIC

• Psikologi Agama • Psikologi Agama


bertujuan untuk bertujuan untuk
melakukan menerangkan
generalisasi Empiris,
melukiskan dan
untuk membangun
aksioma, dalil dan menjelaskan objek
hukum-hukum yang sifatnya ganda
LANDASAN FILOSOFIS
PSIKOLOGI AGAMA

TUGAS FILSAFAT ILMU


1. Memberi landasan filosofik untuk memahami berbagai
konsep dan teori sesuai disiplin ilmu
2. Memberi bekal kemampuan untuk membangun teori
ilmiah
3. Memberi wawasan luas, berupa keterbukaan dan
dapat saling memahami alur fikir ilmiah yang
berbeda-beda
DIMENSI FILOSOFIS DAN SEBARANNYA
NO DIMENSI DISTRIBUSI

1 ONTOLOGI Dunia emperik


Sebagaimana adanya
2 EPISTEMOLOGI Probabilistik Logis
Umum/Universal Analitis
Konseptual Sistematis
Ojektif Emperis

3 AKSIOLOGI Mendiskripsikan
Menjelaskan
Meramalkan
Mengendalikan
LANDASAN ONTOLOGIS
• Ontologi ilmu meliputi ilmu itu, apa hakekat kebenaran
dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah,
yang tidak lepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “ada” itu (being, Sein, het, zijn).
• Faham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme,
• faham meterialisme, dualisme, pluralisme dengan
berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang
pada akhirnya menentukan pendapat bahkan “keyakinan”
kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang)
“ada: sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
PANDANGAN ONTOLOGIS
MONISME DUALISME

• Aliran yang mempercayai • Meyakini sumber asal segala sesuatu


bahwa hakikat dari segala terdiri dari dua hakikat, yaitu materi
sesuatu yang ada adalah (jasad) dan jasmani (spiritual).
satu saja, baik yang ada itu
• Kedua macam hakikat itu masing-
berupa materi maupun
rohani yang menjadi masing bebas dan berdiri sendiri,
sumber dominan dari yang sama- sama abadi dam azali.
lainnya. Perhubungan antara keduanya itulah
• Para filosof pra-Socrates seperti Thales,
yang menciptakan kehidupan dalam
Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam
kelompok Monisme, selain Plato dan
alam ini.
Aristoteles.
• Contoh yang paling jelas tentang
• Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan
Hegel adalah penerus kelompok Monisme, adanya kerja sama kedua hakikat ini.
terutama pada pandangan Idealisme mereka.
ialah dalam diri manusia.
PANDANGAN FILOSUF ONTOLOGIS
DESCARTES ARISTOTELES

• Descartes adalah Aristoteles menamakan kedua


hakikat itu sebagai materi dan
contoh filosof Dualis forma (bentuk yang berupa
dengan istilah dunia rohani saja).
kesadaran (rohani)
dan dunia ruang Umumnya manusia dengan
(kebendaan). mudah menerima prinsip
dualisme ini, karena kenyataan
lahir dapat segera ditangkap
panca indera kita, sedangkan
kenyataan batin dapat diakui
dengan akal dan perasaan.
LANDASAN EPISTEMOLOGIS
• Epistemologi ilmu, meliputi sumber, sarana dan tata cara
menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).
• Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang
akan kita pilih.
• Akal (Verstand), akal budi (vernunft), pengalaman atau kombinasi
antara akal dan pengalaman, institusi, merupakan sarana yang
dimaksud dalam epistemologi,
• sehingga dikenal adanya model-model epistemologi seperti,
rasionalisme, empirisme, kritisime atau rasionalisme kritis, positivisme,
fenomenologi dengan berbagai variasinya,
• ditunjukan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model
epistemologi beserta tolak ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu
seperti teori koherensi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
LANDASAN ONTOLOGIS
• Aksiologi meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaiman
kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik materil.

• Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukan oleh aksiologi ini sebagai
suatu conditio sine quanon yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita,
baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

• Dalam perkembangan filsafat ilmu juga mengarahkan pada strategi


pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik, bahkan
sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja
kegunaan [manfaat ilmu], akan tetapi juga arti maknanya bagi
kehidupan umat manusia.
PERSPEKTIF FILOSOFIS
NO ASPEK DESKRIPSI

1 SECARA Menurut pendekatan kuantitatif adalah menyusun bangunan


ONTOLOGIS ilmu nomothetik, yaitu ilmu yang berupaya membuat
hukum dari generalisasinya. Kebenaran dicari lewat
hubungan kasual.
2 SECARA Bahwa yang positif adalah yang konkret, nyata dan
EPISTEMOLOGIS mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak).
Para peneliti psikologi mengkuantifikasikan manusia
dalam alat ukur, prosedur penelitian dan analisis data.
Dapat dikatan bahwa psikologi sangat mendewakan
pendekatan kuantitatif

3 SECARA Penelitian kuantitatif adalah penelitian bebas nilai.


AKSIOLOGIS Objektifitas terjaga dengan alat ukur dan berlaku dalam
dimensi waktu dan tempat yang bebas
KELEBIHAN KUANTIFIKASI
PSIKOLOGI AGAMA

NO ASPEK DESKRIPSI

1 OBEKTIVITIF Dengan pengukuran, sehingga ditemukan suatu


metaphor
2 AKURATIF Pengukuran memungkinkan peneliti untuk melaporkan
penelitiannya secara detil dan tepat. Pengukuran dengan
angka memungkinkannya digunakan metode statistik,
sehingga hasil suatu penelitian dapat lebih mudah dinilai

3 KOMUNIKATIF Pengukuran memudahkan peneliti mengkomunikasikan


hasil penelitiannya kepada peneliti lain,

4 META Hunter dan Schimidt, memungkinkan untuk


ANALITIS dilakukannya metaanalisis yaitu penganalisisan kembali
hasil-hasil penelitian
KELEBIHAN KUANTIFIKASI
PSIKOLOGI AGAMA

NO ASPEK DESKRIPSI

1 BIDANG HUKUM psikologi dapat menjelaskan mangapa polisi bertindak


kejam terhadap tersangka kejahatan.
2 TEORI digunakan untuk menjelaskan bahwa manusia tidak
DEINDIVIDUALIS kejam sejak lahir, melainkan peran polisi itulah yang
ASI LIMBARDO
menyebabkan seseorang itu menjadi kejam.
3 BIDANG dengan menggunakan penelitian survey, teori intelegensi
PENDIDIKAN dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap prestasi
belajar, hal ini dapat dimungkinkan karena intelegensi
maupun prestasi belajar dapat dapat dikuantifikasikan.
4 BIDANG dimungkinkan generalisasi bahwa intelegensi
KECERDASAN barpengaruh terhadap prestasi belajar
SYARAT ILMIAH DISIPLIN ILMU
NO Menurut Alparslan Acikgence, ada tiga tahap bagi terbentuknya
sebuah disiplin ilmu, yaitu (Ackgenc, 1996, p. 68):
1 Tahap problematik (problematic stage), yaitu tahap di mana
berbagai problem subyek kajian dipelajari secara acak dan
berserakan tanpa pembatasan pada bidang-bidang kajian tertentu.
Tahap ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
2 Tahap disipliner (disciplinary stage), yaitu tahap di mana
masyarakat yang telah memiliki tradisi ilmiah sepakat untuk
membicarakan materi dan metode pembahasan ditentukan sesuai
dengan bidang masing-masing.
3 Tahap penanaman (naming stage), yaitu tahap pemberian nama
pada materi dan metode yang telah dirumuskan pada tahap kedua
TAHAP I – Problematic Stage
Pada tahap pertama, yakni problematic stage telah berlangsung pada awal perkembangan
psikologi, di mana psikologi agama dikaji dan dibahas secara parsial dan masuk pada
subjek bahasan ipsikologi terapan.
Psikologi Agama banyak disinggung secara parsial dalam bidang

Pada tahapan ini, pembahasan Psikologi Agama sering diintegrasikan dengan pembahasan.
Bahkan, sempat muncul anggapan bahwa Psikologi Agama identik dengan
Padahal, menurut suatu perbedaan harus ditarik antara bagian dari yang
membahas hukum
Bagian yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang Psikologi Agama
untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut belakangan
mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yang berkaitan denganaspek2
keberagamaan
TAHAP I – Problematic Stage
Pembahasan Psikologi Agama berawal dari Psikologi masuk dalam

Bila dihubungkan dengan


Saat ini masalah kebergamaan merupakan focus of interest utama,
sehingga sulit ditemukan literatur yang membahas secara khusus
tentang e
TAHAP II – Disciplinary Stage
Masyarakat yang telah memiliki tradisi ilmiah sepakat untuk
membicarakan materi dan metode pembahasan tertentu sesuai
dengan bidang masing-masing.
Spesialisasi Psikologi Agama telah menjadi ciri utama pada
tahap ini.
Pembahasan Psikologi Agama tidak lagi dibahas secara terpadu
dengan bidang ilmu lain, tetapi, Psikologi Agama disajikan
secara mendalam dan mandiri.
Pada fase ini mulai muncul penulisan buku yang substansinya
secara spesifik berbicara tentang Psikologi Agama.
Misalnya, karya William James, The Variety of Religious
experience
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
• Psikologi merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan penelitian
ilmiah.
• Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dijalankan secara sistematis,
terkontrol, berdasar data empirik.
• Dunia keilmuan di Barat, [ilmu alam], banyak dipengaruhi positivisme.
• Positivisme sebagai epistemologi berpendapat bahwa yang positif adalah
yang konkret, nyata dan mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak).
• Metode yang digunakan dalam mencapai ilmu adalah observasi,
eksperimen dan komparasi.
• Psikologi juga mengikuti jejak-jejak ilmu alam dengan menggunakan
pendekatan tersebut, ini diamati dengan banyaknya penelitian psikologi
menggunakan pendekatan kuantitatif.
• Para peneliti psikologi mengkuantifikasikan manusia dalam alat ukur,
prosedur penelitian dan analisis data. Dapat dikatan bahwa psikologi
sangat mendewakan pendekatan kuantitatif
LANDASAN FILOSOFIS PSIKOLOGI AGAMA
Sebagai Disiplin Ilmu
• Psikologi merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan penelitian
ilmiah.
• Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dijalankan secara sistematis,
terkontrol, berdasar data empirik.
• Dunia keilmuan di Barat, [ilmu alam], banyak dipengaruhi positivisme.
• Positivisme sebagai epistemologi berpendapat bahwa yang positif adalah
yang konkret, nyata dan mengingkari metafisika (sesuatu yang abstrak).
• Metode yang digunakan dalam mencapai ilmu adalah observasi,
eksperimen dan komparasi.
• Psikologi juga mengikuti jejak-jejak ilmu alam dengan menggunakan
pendekatan tersebut, ini diamati dengan banyaknya penelitian psikologi
menggunakan pendekatan kuantitatif.
• Para peneliti psikologi mengkuantifikasikan manusia dalam alat ukur,
prosedur penelitian dan analisis data. Dapat dikatan bahwa psikologi
sangat mendewakan pendekatan kuantitatif
TAHAP III – Naming Stage

tahap naming stage, yaitu tahap pemberian nama pada materi


dan metode yang telah dirumuskan pada tahap kedua.
Pada tahap ini muncul beberapa konsep sebagai nama dari
disiplinPsikologi Agama.
Secara formal disiplin ilmu ini lahir pada Konferensi Internasional
I tentang Ekonomi Islam yang diselenggarakan di Mekah tahun
1976 (Hoetro, 2007, p. 157).
Diskursus tentang ekonomi Islam terus berlanjut, bukan hanya di
kalangan akademisi dan kaum intelektual Muslim, tetapi juga
melibatkan masyarakat luas. Bahkan, pada tahun 1980-an
ekonomi Islam mulai diimplementasikan di beberapa negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam.

Anda mungkin juga menyukai