Anda di halaman 1dari 34

Strafbaar feit

PERBUATAN
PIDANA
Prof. Moeljatno
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang
oleh aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa yg melanggar larangan tersebut.
 Larangan ditujukan kepada perbuatan
sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada
orang yang melakukan perbuatan pidana.
UNSUR/ELEMEN DELIK (Moeljatno, 64)

 Adanya kelakuan dan akibat (338)


 Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai
perbuatan
 Berkaitan dengan diri pelaku delik (418)
 Berkaitan dengan diluar diri pelaku
delik (332(1)
 Keadaan tambahan yang memberatkan
pidana (331, 351)
 Unsur melawan hukum yang obyektif (167,
CARA MERUMUSKAN DELIK
 Dengan menentukan unsur delik (362,
pencurian)

 Hanya memberikan kualifikasi


perbuatan atau mencantumkan
pengertian umum perbuatan (297,
perdagangan wanita)
 Merumuskan delik secara formil (pokok
perumusannya adalah perbuatannya/cara berbuat,
mis. 362 pencurian)
 Merumuskan delik secara material
Prof. Simon

Perbuatan pidana (delik) adalah kelakuan yang diancam


dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang
berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh
orang yang mampu bertanggung jawab.
Jadi dikatakan sebagai perbuatan pidana apabila :
 Perbuatan yg dapat diancam pidana oleh hukum,
 Perbuatan yg bertentangan dengan hukum,
 Dilakukan oleh orang yang bersalah
 Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung
jawab atas perbuatannya
Van Hamel

 Delik adalah kelakukan manusia yang


dirumuskan dalam UU, melawan hukum,
yang patut dipidana dan dilakukan dengan
kesalahan.
VOS
Delik adalah suatu kelakukan manusia yang oleh
peraturan per-UU-an diberi pidana. Jadi delik adalah
suatu kelakuan manusia yang pada umumnya
dilarang dan diancam dengan pidana.

Dikatakan sebagai tindak pidana, apabila :


 melawan hukum
 merugikan masyarakat;
 dilarang oleh peraturan pidana;
 pelakunya diancam dengan pidana.
 Perbuatan melawan hukum dibedakan atas :
 Perbuatan melawan hukum formil (Formile
wederrechtelijkeheid)
 Perbuatan melawan hukum materiil (materiele
wederrechtelijkeheid )

Formile wederrechtelijkeheid adalah perbuatan yang


bertentangan dengan hukum positif (tertulis)
Materiele wederrechtelijkeheid adalah perbuatan yang
bertentangan dengan asas-asas umum, norma-norma tidak
tertulis.
DAPAT DIPIDANANYA DELIK
VOS.
 Orang yg melakukan perbuatan pidana belum berarti
langsung dipidana. Mungkin dipidana, namun
tergantung kepada kesalahannya.
 Ada dua syarat yg menjadi satu keadaan :
 Perbuatan yg bersifat melawan hukum sebagai sendi
perbuatan pidana;
 Perbuatan yg dilakukan itu dapat dipertanggung jawabkan
sebagai sendi kesalahan.
 Bahwatanpa sifat melawan hukumnya perbuatan
adalah tidak mungkin difikirkan adanya kesalahan,
namun sebaliknya sifat melawan hukumnya
Dapat dipidananya Delik

Moeljatno
Bahwa orang tidak mungkin dipertanggung
jawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak
melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun
melakukan perbuatan pidana tidak selalu dia
dapat dipidana, hal ini tergantung keadaan
psyche seseorang (kemampuan bertanggung
jawab).
Tidak semua delik dikenai
sanksi
1. Pada orang yang tidak mampu
bertanggung jawab (pasal 44 KUHP)
2. Perbuatan karena adanya daya paksa
(overmach, pasal 48 KUHP)
3. Perbuatan karena pembelaan terpaksa
(noodweer, pasal 49 KUHP)
4. Melaksanakan UU dan perintah jabatan
(pasal 50 dan 51 KUHP)
Kemampuan bertanggungjawab
Menurut Van Hamel :
 Bahwa orang itu mampu untuk menginsyafi arti
perbuatannya dalam hal makna dan akibat sungguh-
sungguh dari perbuatannya sendiri;
 Mampu untuk menginsyafi bhw perbuatannya itu
bertentangan dengan ketertiban masyarakat;
 Mampu menentukan kehendaknya terhadap perbuatan itu.
Menurut Simons
 Jika orang mampu menginsyafi perbuatannya yang
bersifat melawan hukum; dan
 Sesuai dengan penginsyafan itu dapat menentukan
kehendaknya.
Menurut MvT (Memori van Toelichting/Memori Penjelasan
KUHP)
Bahwa “tidak mampu bertanggung jawab adalah”,
dalam hal seseorang :
 Tidak diberi kebebasan memilih antara berbuat
atau tidak berbuat untuk apa yang oleh undang-
undang dilarang atau diperintahkan;
 Ada dalam keadaan tertentu sehingga tidak dapat
menginsyafi perbuatanya bertentangan dengan
hukum dan tidak mengerti akibat perbuatannya,
dengan demikian maka kemampuan bertanggung
jawab merupakan elemen daripada kesalahan,
karenanya bagi orang yang tidak dapat
dipertangjawabkan, maka kesalahannya pun tidak
Tentang Kesengajaan

Menurut MvT
 Sengaja adalah merupakan perbuatan yang di kehendaki dan
diketahui (dikehendaki apa yg di perbuat serta diketahui pula
apa yg diperbuat).
 Ada dua teori yg bertentangan :
 Teori Kehendak (de wils theorie), dari Von Hippel
“Bahwa sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu
perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari
perbuatan itu “.
 Teori Pengetahuan (de Voorstellings Theorie), dari Frank.
“Bahwa tidaklah mungkin sesuatu akibat atau hal ihwal yang
menyertai itu dapat dikehendaki”.
KEJAHATAN & PELANGGARAN
 Kejahatan adalah Rechtsdelicten (mala in se) adalah
perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan
dalam UU sebagai perbuatan pidana akan tetapi telah
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan tata hukum dan bersifat jahat, seperti
membunuh.
 Pelanggaranadalah wetdelicten (mala prohibita)
adalah perbuatan-per-buatan yang sifat melawan
hukumnya baru diketahui setelah ada aturan yang
menentukan demikian, seperti pelanggaran lalu lintas.
Perbedaan “Kwantitatif”
Didasarkan atas berat atau ringannya ancaman pidana
secara umum ancaman pidana bagi kejahatan lebih berat
daripada pelanggaran.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Pidana
penjara hanya utk kejahatan saja dan bentuk kesalahan
dalam kejahatan harus dibuktikan. Percobaan terhadap
pelanggaran tidak dipidana. Tenggang kadaluwarsa
pelanggaran lebih pendek daripada kejahatan.
Menurut ilmu pengetahuan
Kejahatan adalah Crimineel – Onrecht : “Suatu perbuatan
yang bertentangan dengan kepentingan hukum”.
Pelanggaran adalah Politie – Onrecht : “Suatu perbuatan
yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang
ditentukan penguasa negara. Kejahatan adalah
memperkosa kepentingan hukum. Pembunuhan,
Delict menurut pembagian Ilmu Pengetahuan:
Andi, 96-102

1. Doleuse delicten dan Culpose delicten;


2. Formele delicten dan materiele delicten;
3. Commissie delicten dan Omissie delicten;
4. Zelfstandige delicten dan Voorgezette delicten
5. Aflopende delicten dan Voordurende delicten
6. Enkelvondige delicten dan Gequalifiseerde delicten
7. Politieke delicten dan Commune delicten
8. Delicta propira dan Commune delicten
9. klachtdelicten en niet klacht delicten
1. Delik kesengajaan dan kelalaian
2. Delik formil dan materiil
3. Delik karena melanggar larangan dan mengabaikan
keharusan
4. Delik yang berdiri sendiri dan diteruskan
5. Delik selesai dan berlanjut
6. Delik tunggal dan berantai
7. Delik politik dan umum
8. Delik khusus dan biasa/umum
9. Delik aduan dan delik laporan

Delict menurut penggolongan kepentingan hukum yg


dilindungi.
SELAMAT BELAJAR
Menurut Prof.Moeljatno

Asas legalitas mengandung 3 pengertian


1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam
suatu aturan UU.
2. Untuk menentukan adanya perbuatan
pidana tidak boleh digunakan analogi
3. Aturan hukum pidana tidak boleh berlaku
surut
Jenis Penafsiran Hukum
Pidana
1. Interpretasi gramatikal (tata bahasa)
2. Interpretasi sistematis (dogmatis)
3. Interpretasi historis
4. Interpretasi teleologis
5. Interpretasi ekstensif
6. Interpretasi rasional
7. Interpretasi antisipasi
8. Interpretasi perbandingan hukum
9. Interpretasi kreatif
Interpretasi gramatikal (tata bahasa)

 Penafsiran yang didasarkan atas kata-kata yang


dipakai undang-undang (sehari-hari) atau suatu
perkataan dengan perkataan lain.

Permasalah
 Kata-kata yang digunakan dalam KUHP (warisan
Belanda) masih menggunakan bahasa Belanda
yang terkadang sulit diterjemahkan dengan
bahasa Indonesia
 Mis. “Strafbaarfeit” (peristiwa/tindak)
Interpretasi sistematis (dogmatis)

 Penafsiran yang mendasarkan sistem dalam


UU itu, dengan menghubungkan bagian yang
lain dari UU itu

 Penafsiran dengan mencari penjelasan pada


pasal-pasal yang ada dalam berbagai undang-
undang
Interpretasi historis

 Penafsiran yang didasarkan pada sejarah


(maksud pembuat) pembentukan UU
maupun sejarah pertumbuhan hukum yang
diatur dalam suatu UU.

 Dapat dilihat pada catatan-catatan rapat


pembentukan UU (di DPR)
Interpretasi teleologis

 Penafsiran yang didasarkan pada tujuan yang


dikehendaki pembentuk UU ketika UU
tersebut dibuat.

 Misalnya tujuan pembentukan UU pidana


(KUHP)
Interpretasi ekstensif

 Penafsiranyang didasarkan pada cara


memperluas peraturan yang dimuat dalam
UU.

 Penafsiran barang yang diperluas pada aliran


listrik, gas dan data serta program komputer
Interpretasi rasional

 Interpretasi yang didasarkan kepada


ratio/akal pikiran yang obyektif , yang
biasanya dilakukan dengan membandingkan
arti kata diantara beberapa undang-undang
Interpretasi antisipasi

 Penafsiran dengan mendasarkan kata-kata


pada undang-undang baru (bahkan belum
berlaku)
Interpretasi perbandingan hukum

 Interpretasi yang didasarkan pada


perbandingan hukum yang berlaku di
berbagai negara.
Interpretasi kreatif

 Penafsiran dengan mempersempit


pengertian suatu istilah

 Delik subversi harus berlatarbelakang politik


Interpretasi
tradisionalistik
 Penafsiran yang didasarkan pada hukum adat

 Misalnya Logika Sanggraha


Interpretasi harmonisasi

 Penafsiran yang didasarkan atas harmonisasi


(keterkaitan) suatu UU dengan UU yang lebih
tinggi.
Interpretasi doktriner

 Penafsiran yang didasarkan pada doktrin


(ilmu pengetahuan hukum)
Interpretasi sosiologis

 Penafsiran terhadap suatu istilah dengan


memperhatikan hal-hal yang sifatnya
sosiologis (kamasyarakatan)

 Interpretasi ini yang seharusnya sering


dipergunaan saat ini, melihat perkembangan
masyarakat yang semakin, yang terkadang
tidak diimbangi dengan ketentuan hukum
yang sudah ada

Anda mungkin juga menyukai