Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk cara memerintah yang diterapkan
diberbagai wilayah di Indonesia yang diberikan Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini ditujukan
agar Pemerintah di Daerah dapat mengambil keputusan dan mengelola
berbagai kepentingan di daerahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
secara tepat tanpa melalui alur proses yang lama dan berbelit untuk
mengembangkan daerahnya sesuai potensi dan kekhasannya masing-masing.
Pemerintah Daerah memiliki kebebasan mengelola tersebut selama tidak
bertentangan dengan Undang-Undang dan memiliki Prinsip Asas, Luas, Nyata
serta bertanggung jawab.
Konsep Pemekaran Wilayah
pengukuran kinerja adalah suatu penilaian untuk mengetahui pencapaian kinerja
suatu organisasi. Pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan sistem
penghargaan dan hukuman. Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
dilakukan untuk memenuhi 3 tujuan yaitu (Mardiasmo, 2016):
• Memperbaiki kinerja pemerintah daerah.
• Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
• Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Kinerja Pelayanan Publik
Maraknya pemekaran wilayah pasca reformasi ini di satu pihak perlu disyukuri
karena memberikan tempat bagi aspirasi, keberagaman, dan otonomi lokal, sesuatu
yang dulu diabaikan pada era Orde Baru. Namun di lain pihak, fenomena pemekaran
wilayah secara besar-besaran tersebut sekaligus membawa masalah-masalah baru.
Setiap pemekaran akan membawa implikasi-implikasi yang luas sebagai bentuk
konsekuensi logis, seperti perubahan struktur pemerintahan, anggaran belanja
pemerintah, batas dan nama wilayah, pembagian sumber penerimaan dan pendapatan
daerah yang sebelumnya menginduk kepada daerah asal. Perubahan-perubahan
tersebut, meski secara de jure telah diatur berdasarkan undang-undang, dalam
praktiknya tidak semudah membalikkan tangan. Lepasnya daerah baru dari daerah
lama, berarti pula adanya gradasi otoritas, pengurangan anggaran belanja, penurunan
penerimaan dan pendapatan, di samping satu hal yang sudah pasti adalah
berkurangnya luas wilayah. Hal ini apabila tidak diperhatikan secara seksama dalam
proses pembentukan daerah otonom baru berpotensi akan memicu konflik lintas
daerah, sehingga menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.