Anda di halaman 1dari 11

ETIOLOGI

• kecelakaan lalu lintas (>> 71%),


• terjatuh dari ketinggian,
• kekerasan,
• kecelakaan kerja,
• akibat senjata api
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis
• Bagaimana kejadiannya?
• Kapan kejadiannya?
• Spesifikasi luka, termasuk tipe objek yang terkena, arah
terkena, dan alat yang kemungkinan dapat
menyebabkannya?
• Gejala yang dirasakan
• 1/3 atas : sakit kepala, kaku di daerah nasal, hilangnya
kesadaran, dan mati rasa di daerah kening.
• 1/3 tengah: perubahan ketajaman penglihatan, diplopia,
perubahan oklusi, trismus, mati rasa di daerah paranasal dan
infraorbital, dan obstruksi jalan nafas
• 1/3 bawah : perubahan oklusi, nyeri pada rahang,  dan
trismus
PEMERIKSAAN FISIK

• Tanda trauma  laserasi, abrasi, kontusio, edema atau hematoma


• Ekimosis di periorbital (Fraktur ZMC dan rima orbita)
• Mata : penglihatan, pergerakan ekstraokular, dan reaksi pupil
terhadap cahaya
• Nasal : krepitasi
• Maksila : mobilisasi maksila
• Mandibula : pemeriksaan
oklusi
1. Dislokasi yg menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya
rahang bawah dan rahang atas
2. Pergerakan rahang yang abnormal,

3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan


4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan
lokasi daerah fraktur.
5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan
6. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah
sekitar fraktur.
7. Discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat
pembengkakan
8. Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan
mulut.

9. Hipersalivasi dan Halitosis,

10. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah,

11. Inspeksi. Epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival, dan skleral),


edema, dan hematoma subkutan

12. Manipulasi Digital.

13. Cerebrospinal Rhinorrhea atau Otorrhea.

14. Palpasi bilateral dapat menunjukkan step deformity pada sutura


zygomaticomaxillary, mengindikasikan fraktur pada rima orbital inferior.
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan Radiologi, pada kecurigaan fraktur
maksila yang didapat secara klinis, pemeriksaan
radiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Pemeriksaan radiologi dapat berupa
foto polos, namun CT scan merupakan pilihan
untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik yang
dipakai pada foto polos diantaranya; waters,
caldwell, submentovertex, dan lateral view.
foto CT scan koronal yang menunjukkan fraktur
Le Fort I,II, dan III bilateral
Untuk memudahkan tugas dalam mengklasifikasikan fraktur maksila,
terdapat tiga langkah yang bisa diterapkan.

Pertama, selalu memperhatikan prosesus pterigoid terutama pada foto CT scan


potongan koronal. Fraktur pada prosesus pterigoid hampir selalu
mengindikasikan bahwa fraktur maksila tersebut merupakan salah satu dari
tiga fraktur Le Fort. Untuk terjadinya fraktur Le Fort, prosesus pterigoid
haruslah mengalami disrupsi.

Kedua, untuk mengklasifikasikan fraktur tipe Le Fort, perhatikan tiga struktur


tulang yang unik untuk masing-masing tipe yaitu; margin anterolateral nasal
fossa untuk Le Fort I, rima orbita inferior untuk Le Fort II, dan zygomatic arch
untuk Le Fort III. Jika salah satu dari tulang ini masih utuh, maka tipe Le Fort
dimana fraktur pada tulang tersebut merupakan ciri khasnya, dapat dieksklusi.

Ke-tiga, jika salah satu tipe fraktur sudah dicurigai akibat patahnya komponen
unik tipe tersebut, maka selanjutnya lakukan konfirmasi dengan cara
mengidentifikasi fraktur-fraktur komponen tulang lainnya yang seharusnya juga
terjadi pada tipe itu.
Prognosis

• Prognosis pada pasien dengan fraktur maxilofacial tergantung dari berat tidaknya
trauma yang dialami. Pasien dengan patahnya basis kranium dapat mengancam
jiwa atau bahkan kecacatan defisit neurologis. Tapi bila tumbukan yang terjadi
tidak menyebabkan trauma yang berat pemasangan ORIF dapat memuaskan
pasien karena adanya perbaikan penampilan.

Anda mungkin juga menyukai