Anda di halaman 1dari 26

Tetanus

2
Identitas
 Nama: -
 Jenis kelamin: laki-laki
 Umur: 78 tahun
 Masuk RS: February 2019

3
Anamnesis
• Keluhan utama: nyeri rahang
• Anamnesis terpimpin:
Nyeri rahang sudah 3 hari. Pasien mengeluh perut kembung. Ada
riwayat hipertensi, tidak minum obat. Tidak merokok, alcohol,
atau obat-obatan. Terluka 2 minggu lalu ditempat kerja dan jatuh
ke lumpur. Berobat ke dokter diberi obat topical, dan menolak
diberikan profilaksis tetanus. Tidak pernah vaksin sebelumnya.
Hari ke 4 perawatan, pasien apnea dan serangan jantung.

4
5

Pemeriksaan Fisik
• TD : 165/109 mmHG, Nadi 88x/menit, Frekuensi nafas
18x/menit.
• Pasien kesulitan membuka mulutnya,dan terdapat disfonia
• Kurang merasakan nyeri, tetapi tidak nyaman ketika
mulutnya dibuka paksa
• Tidak ada karies, abses
• Tidak ada pembesaran lymph nodes telinga, hidung, dan
tenggorok
• Perut pasien kaku dan agak buncit, tidak terdapat nyeri
tekan
Pemeriksaan Fisik
 Pada medial lengan bawah kanan terdapat luka penyembuhan
ukuran 5x2 cm. Luka didapat ditempat kerja 2 minggu
sebelumnya Ketika jatuh dari tractor ke air berlumpur. Sudah
pergi ke dokter dan diberikan obat topical buat luka
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium darah dalam batas normal
 CT Scan dalam batas normal

7
8
Tatalaksana
• Debridemen luka
• Tetanus Immunoglobulin (TIG) 3000-5000 Units IM
• Vaksin tetanus diphteria dan pertussis
• Metronidazole
• ICU
• Lorazepam 2 mg
• Intubasi dan pemasangan ventilator (hari-4)
• Trakeostomi dan Gastrostomi perkutaneus
Diagnosis Akhir
• Diagnosis klinis: Trismus
• Diagnosis topis: Interneuron Renshaw
• Diagnosis etiologi: Tetanus generalisata
Diagnosis Banding
• Strychinine poisoning
• Dental infections

10
DISKUSI

11
Diskusi

 Definisi
 WHO: “penyakit akut yang dimediasi toksin dari bakteri Clostridium tetani”
 Menghasilkan tetanolisin dan tetanospasmin
 Racun bersifat menghambat neurotransmitter inhibitorik
Anatomi & Fisiologi

Neuromuscular junction

Axon terminalis Asetilkolin

Synapse cleft GABA

Motor end-plate Glisin


Etiologi

 Clostridium tetani
 Umumnya ditemukan di tanah, debu, atau feses hewan
 Bakteri gram (+)
 Membentuk spora (Metabolic inert, resilient)
 Obligat anaerob
 Paling sering luka tusukan
Patofisiologi

 Inokulasi spora bakteri melalui luka


 Toksin : Tetanospasmin & Tetanolisin
 Tetanospasmin: Menghabat neurotransmitter inhibitorik
 Tetanolisin: Merusak jaringan otot
 Tetanospasmin menuju neuron secara hematogen
 Sistem saraf pusat → menghambat neurotransmitter inhibitorik saraf otonom
 Spasme biasanya mulai dari otot wajah (rahang bawah), setelah itu menuju ke seluruh
tubuh
 Spasmenya (tiba-tiba, kuat, tahan lama, nyeri), bisa menyebabkan robekan otot dan fraktur
Manifestasi Klinis

 Trias Tetanus
 Trismus (Lock jaw)=spasme dari rahang bawah
 Risus Sardonicus=spasme otot fasial
 Opisthotonos
 Meningkatnya aktifitas simpatis
 Mengeluarkan air liur
 Berkeringat berlebihan
 Demam
 Gangguan menelan
 Gangguan napas
 BAB, BAK yang irregular
Diagnosis

 “Lockjaw” = trismus = kekakuan rahang


 Rhisus sardonicus = spasme menetap otot wajah
 Spasme otot/nyeri kontraksi otot di seluruh tubuh (opisthotonos)
 Ada riwayat trauma (biasanya tidak disadari)
 Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik; berdasarkan temuan klinis seutuhnya
 SPATULA Test = Menyentuh dinding posterior faring
dengan spatel
Klasifikasi Diagnosis
Berdasarkan gejalanya, tetanus diklasifikasikan menjadi:
 Tetanus generalisata
 Delayed Onset
 Spasme/rigiditas pada seluruh tubuh
 Gejala klinis spasme biasanya dari otot fasial ke seluruh badan
 Tetanus lokal
 Spasme hanya pada area luka
 Hanya beberapa bulan, perbaikan bertahap
 Mortalitas 1%
Klasifikasi Diagnosis

 Tetanus sefalik
 Tetanus pada daerah otot oleh saraf kranial
 Terjadi karena trauma kepala, fraktur kepala, luka pada mata,
otitis media, ekstraksi gigi
 Tetanus neonates
 Tetanus pada bayi baru lahir
 Ibu yang tidak memiliki imunitas (tidak vaksin tetanus)
 Proses persalinan tidak steril
Diagnosis Banding

 Keracunan strychnine = spasme otot (terhambatnya neurotransmitter inhibitorik)


 Gejala trismus:
 Infeksi lokal
 Histeria
 Neoplasma
 Hiperthermia maligna
 Obat-obatan stimulansia
 Akut abdomen
 Efek obat distonik
 Sindrom serotonin
 Racun laba-laba blackwidow
Terapi

 Tatalaksana umum  Antibiotik


 Debridemen luka
 Metronidazole 500 mg IM/IV (tiap 6 jam)
 Ruang perawatan terpisah
 Penicillin G (100.000-200.000 IU/kg/hari IV
 Minimalisir rangsangan sensoris
dibagi 2-4 kali)
 Airway & breathing
 Makrolide, clindamycin, cephalosporin,
 Monitor obat dengan efek sedasi (depresi napas)
chloramphenicol
 Sedia ventilator jika memungkinakan
 Intake cairan & gizi
 Kontrol spasme otot
 Peningkatan kebutuhan metabolik  Benzodiazepine; diazepam 5 mg/lorazepam 2
 Immunotherapy mg dititrasi
 HTIG 500 unit IM/IV (Prophylaxis)  Kontrol disfungsi otonom
 HTIG 3000-5000 units/im dewasa/anak  Magnesium sulfat; LD 5 gram; maintenance
 TT 0,5 cc IM 2-3 gram per jam
 Serial vaksin TT
Prognosis

Skor Dakar: 0–1 : Ringan (mortalitas 10%)


2–3 : Sedang (mortalitas 10 – 20%)
4 : Berat (mortalitas 20 – 40%)
5 : Sangat berat (mortalitas >50%)

Tetanus Sefalik & Neonatus: Prognosis buruk


Kriteria Pulang

 Lama perawatan : 2 minggu – 1 bulan


 Pemulihan : Sampai tidak mengalami gangguan bernafas
Pada fraktur vertebra
Referensi

1. Bae, C., & Bourget, D. (2020, February 28). Tetanus. Retrieved from National Center of Biotechnology
Information (NCBI): https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459217/
2. Centers for Disease Control and Prevention. (2019, February 28). Tetanus. Retrieved from Centers for Disease
Control and Prevention (CDC): https://www.cdc.gov/tetanus/about/symptoms-complications.html
3. Hinfey, P. B. (2019, January 18). Tetanus. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/229594-overview#a3
4. Speller, J. (2018, September 15). Neurotransmitter. Retrieved from Teach Me Physiology:
https://teachmephysiology.com/nervous-system/components/neurotransmitters/
5. World Health Organization. (2010, January). Current Recommendations for Treatment of Tetanus During
Humanitarian Emergencies. Retrieved from World Health Organization:
https://www.who.int/diseasecontrol_emergencies/who_hse_gar_dce_2010_en.pdf
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai