MUKADIMAH
Bahwa lembaga perumahsakitan telah tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari
sejarah peradaban manusia, yang bersumber pada kemurnian rasa kasih sayang,
kesadaran sosial dan naluri untuk saling tolong menolong diantara sesama, sera
semangat keagamaan yang tinggi dalam kehidupan umat manusia.
Bahwa dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan diperlukan upaya
mempertahankan kemurnian nilai-nilai dasar perumahsakitan Indonesia.
Dengan rahmat Tuan Yang Maha Esa, serta didorong oleh niat
suci dan keinginan luhur, demi tercapainya:
1. Masyarakat Indonesia yang sehat, adil dan makmur, merata material spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutunnya,khususnya dalam
bidang kesehatan.
Rumah sakit di Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (KERSI), mempersembahkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia
(KODERSI), yang memuat rangkuman nilai-nilai dan norma-norma perumahsakitan
di Indonesia.
BABI
Kewajiban Umum Rumah Sakit
Pasal 1
Rumah Sakit harus mentaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia
(KODERSI)
Pasal 2
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua
kejadian di rumah sakit.
Pasal 3
Rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara
berkesinambungan sera tidak mendahulukan urusan biaya.
Pasal 4
Rumah sakit harus memelihara semua catatan/ arsip baik medik maupun non medik
secara baik.
Pasal 5
Rumah sakit harus mengikuti perkembangan dunia perumahsakitan.
BAB II
Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan
Lingkungan
Pasal 6
Rumah sakit harus jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik masyarakat dan
berusaha agar pelayanannya menjangkau diluar rumah sakit.
Pasal 7
Rumah sakitharus senantiasa menyesuakan kebiakan pelayanannya pada harapan dan
kebutuhan masyarakat setempat.
Pasal 8
Rumah skit dalam menjalankan operasionalnya bertanggung jawab terhadap
lingkungan agar tdak terjadi pencemaran yang merugikan masyarakat.
BAB III
Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien
Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak pasien.
Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa
yang hendak dilakukan.
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informedconsent) sebelum
melakukan tindakan medik.
Pasal 12
Rumah sakit berkewajiban melindungi pasien dari penyalahgunaan
teknologi kedokteran.
BAB IV
Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pimpinan, Staf dan Karyawan.
Pasal 13
Rumah sakit harus menjamin agar pimpnan, staf dan karyawannya senantiasa
mematuhi etika profesi masing-masing.
Pasal 14
Rumah sakit harus mengadakan seleksi tenaga staf dokter, perawat dan tenaga lainnya
berdasarkan nilai, norma dan standar ketenagaan.
Pasal 15
Rumah sakit harus menjamin agar koordinasi serta hubungan yang baik antara seluruh
tenaga di rumah sakit dapat terpelihara.
Pasal 16
Rumah sakit harus member kesempatankepada seluruh tenaga rumah sakit untuk
meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan setiap keterampilannya.
Pasal 17
Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan
berdasarkan standar profesi yang berlaku.
Pasal 18
Rumah sakit berkewajiban member kesejahteraan kepada karyawan dan menjaga
keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB V
Hubungan Rumah Sakit Dengan Lembaga Terkait
Pasal 19
Rumah sakit harus memeihara hubundan yang baik dengan pemilk berdasarkan nilai-
nila dan etika yang berlaku di masyarakat Indonesia
Pasal 20
Rumah sakit harus memelihara hubungan yang baik antar rumah
sakit dan menghindari persaingan yang tidak sehat.
Pasal 21
Rumah sakit harus berusaha membantu kegiatan pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kesehatan.
Pasal 22
Rumah sakit harus berusaha membantu kegiatan pendidikan tenaga kesehatan dan
penelitian dalam bidang ilmu pengetahua dan teknologi kedokteran dan kesehatan.
BAB VI
Lain-lain
Pasal 23
Rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus besifat informatif, tidak
komparatif, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan dan berdasarkan Kode
Etik Rumah Sakit Indonesia.
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) ini telah direvisi dan
disahkan pada kongres KERSI ke VIll tahun 2000 di Jakarta.
MAERSI PUSAT
(Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia)
Ketua,
Dr. H. Imam Hilman, MPH, SpR
Lampiran 2
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Tahun 2001
MUKADIMAH
Sejak permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia, sudah dikenal
hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu antara sang pengobat dan pasien. Dalam
zaman modern, hubungan ini disebut hubungan kesepakatan terapeutik antara dokter
dan pasien (pasien) yang dilakukan dalam suasana saling percaya mepercayai
(konfidensial) serta senatiasa diliputi ole segala emosi, harapan dan kekhawatiran
makhluk insani.
Sejak terwujudnya sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui
serta mngetahui adanya beberapa sifat mendasar (fundamental) yang meleka secara
mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu sifat ketuhanan,
kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas
ilmiah dan social sera kesejawatan yang tidak diragkan.
Inhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma,merupakan
beberapa ahli kedokteran kuno yang telah meletakan sendi-sendi permulaan untuk
terbinanya suatu tradisi kedokteran yang mulia. Beserta semua tokoh dan organisasi
kedokteran yang tamil ke forum internasional, kemudian mereka bermaksud
mendasarkan tradisi dan disiplin kedokteran tersebut atas suatuetik professional. Etik
tersebut, sepanjang masa mengutamakan pasien yang berobat serta demi keselamatan
dan kepentingan pasien. Etik ini sendiri memuat prinsip-prinsip, yaitu: beneficence,
nonmaleficence, autonomi dan justice.
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang
mengatur hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah
masyarakat yang diterimada dikembangkan terus. Khususnya di Indonesia, asas itu
adalahPancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan idiil dan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai landasan structural.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan eluhuran ilmu
kedokteran, kami para, dokter Indonesia baik yang tergabung secara profesional"
dalam ikatan Dokter Indonesia,maupun secara fungsional terkait dalam organisasi
dalam bidang pelayanan, pendidikan serla penelitian kesehatan dan
kedokteran,dengan rahmat Tuan Yang Maha, Esa, telah merumuskan Kode Etik
kedokteran Indonesia (KODEKI), yang diuraikan dalam pasal-pasal berikut:
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesnya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakbatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
hl-hal yang dapat menimbulkan kersahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atu kompetensi, atau yang melakukan penpuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak
tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mhluk
insansi.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaan seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan reha bilitatif) baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kese hatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
PENJELASAN
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Sumpah doketr di Indonesia telah diakui dalam PP No. 26 Tahun 1960. Lafal ini terus
disempurnakan sesuai dengan dinamikan perkembangan internal dan eksternal profesi
kedokteran baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Penyempurnaan
dilakukan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II, tahun 1981, pada
Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Majelis
Pembina dan Pembelaan Anggota.(MP2A), tahun 1993, dan pada Musyawarah Kerja
Nasional Etika Kedokteran III, tahun 2001.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran
mutakhir, yaitu sesuai dengan perkembangan IPTEK kedokteran, etika umum, etika
kedokteran, hokum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan, serta
kondisi dan situasi setempat.
Pasal 3
Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik:
1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keterampilan
kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan dan kemandirian profesi.
2. Menerima imbalan selain dari pada yang layak, sesuai dengan jasanya, kecuali
dengan keikhlasan dan pengetahuan dan atau kehendak pasien.
3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan alat kesehatan/ kedokteran
atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter.
4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan obat,
alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.
Pasal 4
Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan keterampilan profesi yang
dimilikinya adalah karena karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa semata.
Dengan demikian imbalan jasa yang diminta didalam batas-batas yang wajar.
Hal-hal berikut merupakan contoh yang dipandang bertentangan dengan etik:
a. Menggunakan gelar yang tidak menjadi haknya.
b. Mengiklankan kemampuan atau kelebihan-kelebihan yang dimiliki baik lisan
maupun dalam tulisan.
Pasal 5
Sebagai contoh, tindakan pembedahan pada waktu operasi adalah tindakan demi
kepentingan pasien.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan mengumumkan ialah menyebarluaskan baik secara lisan,
tulisan maupun melalui cara lainnya kepada orang lain atau masyarakat.
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 7a
Cukup Jelas
Pasal 7b
Cukup Jelas
Pasal 7c
Cukup Jelas
Pasal 7d
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang
mempunyai kompetensi keahlian dibidang tertentu menurut dokter yang waktu itu
sedang menangani pasien.
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh rahasia jabatan yang
mempunyai aspek hokum dan tidak bersifat mutlak.
Pasal 13
Kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut terancam jiwanya.
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Setik seharusnya bila seorang dokter didatangi oleh seorang pasien yang diketahui
telah ditangani oleh dokter lain, maka ia segera memberitahu dokter yang telah
terlebih dahulu melayani pasien tersebut. Hubungan dokter-pasien terputus bila pasien
memutuskan hubungan tersebut. Dalam hal ini dokter yang bersangkutan seyogyanya
tetap memperhatikan kesehatan pasien yang bersangkutan sampai dengan saat pasien
telah ditangani oleh dokter lain.
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Lampiran 3
KODE ETIK
KEDOKTERAN GIGI INDONESIA MUKADIMAH
Bahwa profesi dokter gigi mempunyai tugas mulia yang tidak terlepas dari fungsi
kemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu memiliki kode etik yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, didasarkan pada asas etika
yang meliputi: penghargaan atas hak otonomi pasien, baik hati, tidak merugikan, adil,
setia dan jujur.
Seorang Dokter Gigi dalam menjalankan profesinya perlu mem bawa diri
dalam sikap dan tindakan yang terpuji. Ia harus bertindak dengan penuh kejujuran dan
bertanggung jawab, baik dalam berinte raksi dengan Pasien, masyarakat, teman
sejawat, maupun profesinya.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong keinginan luhur untuk
mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan Profesi Kedokteran Gigi, maka
Dokter Gigi yang tergabung dalam wadah Persatuan Dokter Gigi Indonesia dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab menetapkan Kode Etik Kedokteran Dokter Gigi
Indonesia (KODEKGI) yang wajib dihayati, ditaati dan diamalkan oleh setiap dokter
gigi yang menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia.
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib menghayati, mentaati dan mengamalkan Kode
Etik Kedokteran Gigi Indonesia.
Pasal 2
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib menjunjung tinggi norma norma kehidupan
yang luhur dan senantiasa menjalankan profesinya secara optimal.
Pasal 3
Dalam menjalankan profesinya setiap Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi.
Pasal 4
Setiap Dokter Gigi di Indonesia harus memberi kesan dan keterangan atau pendapat
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 5
Setiap Dokter Gigi di Indonesia agar menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga
kesehatan lainnya.
Pasal 6
Setiap Dokter Gigi di Indonesia dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, wajib bertindak sebagai motivator, pendidik dan pemberi pelayanan
kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative).
BAB II
KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN
Pasal 7
Dalam menjalankan profesinya, setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib memberikan
informasi yang cukup kepada pasiennya.
Pasal 8
Dokter Gigi dalam menyelenggarakan prakteknya, harus mampu mengendalikan mutu
pelayanan dan jangan meminta imbalan jasa yang tidak wajar.
Pasal 9
Dalam hal ketidakmampuan melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; Dokter
Gigi wajib mengkonsultasikan atau merujuk pasien ke Dokter atau Dokter Gigi lain
yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik.
Pasal 10
Dokter Gigi tidak boeh menolak atau mengarahkan pasien yang datang ketempat
prakteknya berdasarkan pertimbangan ras, agama, warna kulit, jender, kebangsaan
atau penyakit tertentu.
Pasal 11
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang ia ketahui
tentang pasien, bahkan setelah pasien meninggal dunia.
Pasal 12
Dokter Gigi wajib menyimpan, menjaga dan merahasiakan Catatan Medik Pasien.
Pasal 13
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam
batas-batas kemampuannya, sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali pada waktu
itu ada orang lain yang lebih mampu memberi pertolongan.
BAB III
KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
Pasal 14
Setiap Dokter Gigi di Indonesia harus memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
Pasal 15
Setiap Dokter Gigi di Indonesia tidak dibenarkan mengambil alih Pasien dari teman
sejawatnya tanpa persetujuannya.
Pasal 16
Apabila berhalangan menyelenggarakan praktik, harus membuat pemberitahuan atau
merujuk pengganti.
BAB IV
KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 17
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib mempertahankan dan mening katkan martabat
dirinya.
Pasal 18
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib mengikuti secara aktif perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta etika.
Pasal 19
Setiap Dokter Gigi di Indonesia harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja
dengan baik.
BAB V
PENUTUP
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia wajib dihayati dan diamalkan oleh setiap
Dokter Gigi di Indonesia.
PENJELASAN
KODE ETIK KEDOKTERAN GIGI INDONESIA
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib menghayati, mentaati dan mengamalkan Lafal
Sumpah/ Janji Dokter Gigi Indonesia dan ber perilaku sesuai dengan Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia.
Penjelasan:
Pengucapan sumpah/ janji Dokter Gigi dilakukan dihadapan Ketua Persatuan Dokter
Gigi Indonesia atau yang ditunjuk. Bagi yang tidak mengucapkan sumpah, kata
sumpah diganti dengan janji.
Pasal 2
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib menjujung tinggi norma-norma kehidupan yang
luhur dan senantiasa menjalankan profesinya secara optimal.
Penjelasan:
Dokter Gigi di Indonesia adalah Dokter Gigi yang bekerja di Indonesia sesuai dengan
Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku.
Profesi Kedokteran Gigi adalah pekerjaan kedokteran gigi yang dilaksanakan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mem punyai kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan berjenjang dan mempunyai Kode Etik. Pelaksanaan profesinya
meliputi pengabdian dalam bidang Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian.
Memberikan pelayanan yang optimal hendaknya memenuhi ketentuan Standar Profesi
dan Standar Prosedur Operasional, sesuai dengan ukuran Ilmu Kedokteran Gigi
mutakhir, Etika Profesi, Etika Umum,
Hukum dan Agama. Tetapi tidak diartikan sebagai keharusan bagi seorang dokter gigi
untuk mempunyai peralatan, bahan dan obat obatan yang mahal juga diidentikan
dengan biaya pengobatan yang nggi. Dengan peralatan yang serba sederhana dan
bahan yang idak terlampau mahal pun seorang dokter gigi dapat memberikan
pelayanan yang baik sesuai dengan standar profesi.
Pasal 3
Dalam menjalankan profesinya Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi.
Penjelasan:
Perbuatan yang tidak sesuai dengan Kode Etik antara lain:
1. Perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri, baik menyangkut kepandaian,
peralatan maupun cara pengobatan.
2. Melakukan pelayanan Kedokteran Gigi yang tidak sesuai dengan indikasinya.
3. Melakukan pelayanan Kedokteran Gigi yang tidak sesuai dengan kemampuan dan
kewenangannya.
4. Menggunakan gelar dan sebutan yang tidak sah.
5. Mengadakan wawancara dengan maksud publikasidirinya, kehebatan peralatannya
atau metode pengobatannya dan atau membuat selebaran untuk maksud yang
sama.
6. Mempromosikan prakteknya, baik melalui media cetak, elek tronik dan media
lainnya.
Pemberitahuan (pemasangan iklan) yang dianggap tidak ber tentangan dengan etik
adalah:
• Pada pembukaan praktik baru, atau pada waktu cuti/ buka kembali setelah cuti
paling banyak sampai 2 (dua) kali pemasangan. Besarnya iklan tidak melebihi
2 (dua) kolom kesamping dan 5 (lima) cm kebawah. Teks iklan harus dan
hanya mengandung tulisan nama, gelar dokter gigi, spesialis (kalau ada) hari
dan jam praktik, alamat dan nomor telepon. Pemasngan iklan diluar surat
kabar/ Koran tidak dibenarkan.
• Informasi profil dokter gigi yang dikeluarkan oleh Instansi dan atau Organisasi
profesi yang berwenang baik melalui media cetak maupun elektronik.
7. Memasang papan nama yang tidak wajar di tempat praktik. Papan nama termasuk
neon box yang dianggap tidak bertentangan dengan etik adalah:
• Ukuran: 40 X 60 cm, tidak melebihi 60 X 90 cm, dasar putih tulisan hitam.
• Papan nama tidak boleh dimainkan warna lain dan apabila diperlukan, papan
nama tersebut bias diberikan penerangan yang tidak bersifat iklan.
• Tulisan hanya nama, gelar dan sebutan yang sah yang sesuai dengan SIP, hari
dan jam praktik, Nomor Surat Ijin Praktik, alamat dan nomor telepon.
• Bagi Dokter Gigi Spesialis Non Klinis apabila melakukan praktik sebagai
Dokter Gigi Praktek Umum baik dalam SIP maupun papan nama tidak boleh
mencantumkan sebutan spesialisnya.
• Bila dianggap perlu Papan Nama, Tulisan: <<Dokter Gigi>> boleh
ditambahkan garis miring Dentist (Dokter Gigi/ Dentist). Demikian juga
halnya untuk sebutan spesialisnya boleh memakai terjemahannya dalam
Bahasa Inggris.
DOKTER GIGI
SONNY BUNGSU
SPESIALIS ORTHODONTI/
ORTHODONTIST
PRAKTEK SETIAP HARI KERJA
JAM 17.00-19.00
JL. MERDEKA 45
TELEPON 170845
NO.SIP.DG.00757/S-4-04/12.92
Pasal 4
Setiap Dokter Gigi di Indonesia harus memberikan kesan dan keterangan tau pendapat yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Penielasan:
Dalam menjalankan profesinya Dokter Gigi sering harus menulis keterangan misalnya,keterangan
tertulis tersebut haruslah cocok dengan keadaan sebenarnya dan harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Dokter gigi tidak dibenarkan memberikan kesan yang menyesatkan dan menimbulkan penafsiran
yang keliru. Contoh: Dokter Gigi mengesan kan kepada pasien atau orang lain bahwa dirinya
seolah-olah telah menjadi dokter spesialis, padahal dia hanya memperolen sertifikat setelah
Pasal 5
Setiap Dokter Gigi di Indonesia agar menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga kesehatan
lainnya.
Penjelasan:
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, setiap doketr gigi harus dapat
bekerjasama yang baik, harmonis dan saling menghagai dengan tenaga kesehatan lainnya. Tip
tenaga kesehatan harus diperlakukan dan dihargai sesuai peran dan fungsinya. Koeksi dan teguran
Pasal 6
Setiap Dokter Gigi di Indonesia dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, wajib
bertindak sebagai motivator, pendidik dan pemberi pelayanan kesehatan (promotif, preventif,
Penielasan;
Dokter gigi harus memberikan pendidikan dan menjadi panutan masyarakat mengenai pentingnya
memelihara kesehatan gigi dan mulut, dalam kaitannya dengan kesehatan umum yang dapat
dilakukan dimana saja.
BAB Il
Pasal 7
Dalam menjalankan profesinya, setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib meberikan informasi yang
Penielasan:
Dokter gigi wajib memberikan informasi, pemahaman dan mendapat persetujuan tentang prosedur
tindakan apa yang akan dilakukan terhadap pasien atau keluarga atau walinya, baik tertulis, lisan
Selain itu Dokter Gigi juga harus memperhatikan hak pasien antara lain hak untuk bertanya
tentang tidakan yang akan dilakukan, memilih perawatan yang dikehendaki, memilih jenis bahan
yang dikehendaki ataupun menolak perawatan yang dijelaskan oleh dokter gigi.
Sebagai contoh, dalam kasus operasi/ perawatan, informasi sebaiknya diberikan dalam bahasa
yang bisa dipahami ole pasien yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
f. Hal-hal atau tindakan apa saja yang terlibat dalam operasi/perawatan tersebut.
h. Resiko operasi/ perawatan tersebut, seperti hilangnya fungsi organ tubuh dan lain-lain.
Dokter gigi dengan penh pengertian dapat mempersilahkan apabila pasien bermaksud meminta
pendapat dokter atau dokter gigi lain. Keramahtamahan dan sopan santun serta perilaku yang tidak
tercela sangat diharapkan dari seorang dokter gigi terhadap pasien yang telah member
kepercayaan kepadanya.
Pasal 8
Dokter gigi dalam menyelenggarakan praktiknya, harus mampu mengendalikan mutu pelayanan
dan jangan meminta imbalan jasa yang tidak wajar dari pasien.
Penjelasan:
Dalam memberi pelayanan, Dokter Gigi harus bertindak efisien, efektif dan berkualitas sesuai
dengan kebutuhan dan persetujuan pasien. Dengan dalih profesionalisme seorang Dokter Gigi
sering kali meminta imbalan jasa yang tinggi bahkan kadang-kadang dengan cara membujuk atau
memaksa tapa memperhatikan kondisi pasien. Dalam hal ini sebaiknya prinsip yang haus
dikedepankan adalah amanah kemanusiaan, ingin menolong orang lain yang sedang mengalami
kesulitan. Dalam keadaan tertentu, tidak menjadi kesalahan Dokter Gigi apabila pasien dengan
Pasal 9
Dalam hal ketidakmampuan melakukan suatu pemeriksan atau pengobatan, Dokter Gigi wajib
merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang
lebih baik.
Penielasan:
Seorang dokter gigi harus sadar bahwa pengetahuan dan kemampuan dalam menangani suatu
kasus terbatas. Pada kasus yang diluar kemampuannya pasien harus dirujuk ke teman sejawat yang
lebih mampu atau spesialis. Meskipun pada umumnya pasien tidak akan menolak, namun adalah
hak pasien untuk memilih sendiri dokter gigi yang lebih mampu atau spesialis yang dinginkannya.
Dokter gigi yang menerima pasien rujukan untuk pengobatan/perawatan selanjutnya harus
membalikan kepada pengirim disertai pendapat/ saran secara tertulis dan tertutup.
Pasal 10
Dokter gigi tidak boleh menolak pasien yang dating ke tempat prakteknya berdasarkan
Penjelasan:
Pertimbangan ras, agama, warna kulit, jender, dan kebangsaan cukup jelas. Tidak menolak
melayani pasien dengan penyakit tertentu seperti terinveksi HIV, hepatitis atau penyakit menular
Pasal 11
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib merahasiahkan segala sesuatu yang ia ketahui tentang
Penielasan:
a. Dokter Gigi tidak bole membuka rahasia pasien kecuali untuk kepentingan tertentu.
tersebut.
c. Dokter Gigi tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk kepentingan pribadi
Asumsi dasar kenapa dokter gigi harus melindungi rahasia pasien adalah kepercayaan.
Untuk mendapatkan informasi dan fakta yang lengkap dari pasien serta mengetahui penyakit dan
pengonatan yang sesungguhnya, kepada pasien harus dijamin bahwa fakta dan informasi tersebut
Rahasia pasien ini hanya dapat dibuka dalam hal-hal sebagai berikut:
Dokter Gigi wajib menyimpan, menjaga dan merahasiahkan catatan medik pasien.
Penielasan:
dokter/dokter gigi lain (yang merawat pasien tersebut) adalah kewajiban etis, asal tidak menyalahi
ketentwan yang berlaku. Pemberian salinan Catatan Medik atau rangkumannya termasuk Dental
X-ray atau salinannya dapat diberikan secara gratis atau biaya minimal.
Pasal 13
Setiap dokter gigi wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-batas kemampuannya,
Penielasan:
Cukup Jelas
BAB IlI
KEWAJIBAN DOKTER
Pasal 14
Setiap Dokter Gigi di Indonesia wajib merahasiahkan segala sesuatu yang a ketahui tentang pasien,
Penielasan:
a. Dokter gigi tidak boleh membuka rahasia pasien kecuali untuk kepentingan tertentu.
b. Dokter gigi tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk merugikan kepentingan
pasien tersebut.
c. Dokter gigi tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk kepentingan pribadi dokter
Asumsi dasar kenapa dokter gigi harus melindungi rahasia pasien adalah kepercayaan.
Untuk mendapatkan informasi dan fakta yang lengkap dari pasien serta mengetahui penyakit dan
pengobatan yang sesungguhnya kenapa pasien harus dijamin bahwa fakta dan informasi tersebut
Pasal 15
Penielasan:
Menyediakan salinan Catatan Medik atas permintaan pasien atau dokter/ dokter gigi lain (yang
merawat pasien tersebut) adalah kewajiban etis, asal tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Pemberian salinan Catatan Medik atau rangkumannya, termasuk Dental X-ray atau salinannya
Pasal 16
Setiap Dokter Gigi wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-batas kemampuannya,
Penielasan:
Cukup jelas
BAB Ill
SEJAWAT
Pasal 14
Setiap Dokter Gigi Indonesia harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Penielasan:
Etik menghendaki agar setiap dokter gigi memelihara hubungan baik dengan teman sejawat.
Kerjasama yang baik hendaknya dipelihara baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
Perselisihan mengenai cara perawatan, pembagian honorarium pada waktu menggantikan praktek
dan lain-lain, hendaknya tidak perlu terjadi dan apabila terjadi, hendaknya dapat diselesaikan
secara musyawarah. Apabila musyawarah tidak tercapai, maka dapat meminta pertolongan kepada
Apabila merujuk atau menerima rujukan pasien, tidak dibenarkan para pihak meminta atau
Sopan santun dan saling menghargai sesame rekan sejawat harus selalu diutamakan.
Komentar harus diberikan secara benar, informative dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa
menyalahkan pihak lain, karena komentar yang tidak didukung kebenarannya dapat menjadi dasar
Apabila mau membuka praktek disuatu tempat sebaiknya memberitahu terlebih dahulu kepada
Dalam menghormati azas hidup berdampingan dan kerjasama antar sejawat, jasa perawatan tidak
selayaknya dibebankan kepada teman sejawat maupun keluarga. Perawatan yang membutuhkan
biaya dan pekerjaan tekhnik hendaknya dipungut tidak lebih dari biaya bahan dan pekerjaan
tekhnik yang dikeluarkan. Hal ini bergantung pada kebijaksanaan untuk memungut atau tidak.
Untuk menjaalin dan mempererat hubungan baik antar teman sejawat, maka sebaiknya menjadi
angota PDGI, sehingga dengan demikian tidak menutup dir dari komunikasi korps dan aktif
Adakalanya pasien berpindah-pindah dokter gigi sampai mene mukan dokter gigi yang cocok.
Tidak jarang pasien membawa bermacam-macam certia mengenai keluarga, sikap, taif dan
sebagainya. Menghadapi hal demikian sebaikanya dokter gigi tidak memperburuk keadaan.
Kalaupun terjadi, hendaknya antar teman sejawat ada saling keterbukaan, sehingga tidak terjadi
Pasal 15
Setiap dokter gigi di Indonesia tidak dibenarkan mengambil alih pasien dari teman sejawatnya
tanpa persetujuan.
Penjelasan: Pasien memilih dokter gigi tertentu dan setia mengunjunginya, tetapi ada juga yang
berpindah-pindah dokter gigi. Dokter gigi yang menerima mereka seperti ini tidak dapat dikatakan
merebut pasien dari teman sejawatnya. Lain halnya bila diketahui pada perawatan sebelumya telah
mendapat pertolongan dari dokter gigi lain. Kepada pasien seperti itu, hendaknya dianjurkan agar
kembali ke dokter gigi semula. Dalam keadaan darurat dokter gigi dapat menolong melakukan
pera watan pasien dokter gigi lain. Selanjutnya harus dikembalikan kepada dokter gigi semula,
Pasal 16
pengganti.
Penjelasan: Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media cetak atau pengumuman tertulis
ditempat praktek. Dokter gigi pengganti selain harus mempunyai Surat Ijin Praktek, juga harus
mempunyai kemampuan yang sama. Apabila kemampuan tidak sama harus diinformasikan kepada
pasien.
BAB IV
KEWAJIBAN DOKTER GIGI TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 17
Setiap dokter gigi di Indonesia wajib mempertahankan dan meningkatkan martabat dirinya.
Penjelasan: Meningkatkan martabat dirinya berarti bahwa dokter gigi wajib bekerja secara teliti
dan hendaknya selalu berusaha mawas diri, termasuk untuk tidak melakukan atau mencoba
Pasal 18
Setiap dokter gigi di Indonesia wajib mengikuti secara aktif perkembangan ilmu pengetahuan dan
Penjelasan: Setiap dokter gigi di Indonesia wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta etika terutama dibidang kedokteran gigi dengan jalan membaca, diskusi ilmiah
antar teman sejawat, mengikuti pertemuan ilmiah dan sebagainya. Untuk kegiatan itu setiap dokter
gigi di Indonesia wajib mengiuti pembinaan yang dilaksanakan oleh Konsil bersama-sama dengan
Organisasi Profesi.
Pasal 19
Setiap dokter gigi di Indonesia harus memelihara kesehatan supaya dapat bekerja dengan baik.
Penjelasan: Mengingat bahwa sebagai dokter gigi melakukan praktek swasta pada sore hari,
setelah bekerja pada pagi hari, maka mereka memerlukan istirahat. Sudah sewajarnya seorang
dokter gigi memberi teladan untuk hidup sehat, karena diantara teman sejawat banyak yang
secara berkala sekali setahun, terutama yang telah berusia 40 tahun atau lebih.
perlindungan dan pencegahan antara lain dengan imunisasi, memakai masker, kaca mata, sarung
Apabila dokter gigi mengidap penyakit menular yang dapat mem bahayakan pasien dan stafnya,
Dokter gigi di Indonsia dilarang mengkonsumsi atau menyalahgunakan obat-obatan yang dapat
BAB V
PENUTUP
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia wajib dihayati dan diamalkan oleh setiap dokter gigi di
Indonesia.
Penjelasan: Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia menjadi landasan dan pedoman dalam
melaksanakan pekerjaan profesi, bukanlah kata demi kata yang tersusun rapi dalam Kode Etik,
melainkan jiwa dan perbuatan untuk segala jaman, serta untuk semua insane yang selalu
mengumandangkan:
APA YANG TIDAK KAU INGINKAN ORANG LAIN PERBUAT TERHADAPMU JANGAN
Oleh karena itu setiap dokter gigi Indonesia harus menjaga nama baik profesi dengan
menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan,
teknologi dan Etika. Seseorang atau beberapa orang berbuat salah, seluruh dokter gigi terbawa
dalam kesalahan itu ataupun mendapat nama tidak baik, seperti peribahasa KARENIA NILA
Keberhasilan penghayatan dan pengamalan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia bergantung dari
Sesuai keputusan Kongres PDGI 2005 di Makasar No. 03C/KPDGI XXII/III/05, dibentuk Pokja
Sekretaris : Sri Susilawati, drg., Mkes (merangkap anggota) : H. Eddy Prijono, drg., MS
Anggota Hj. Ellen Latjeno Saboe, drg.,Mkes H. Nandang Sudarsana, drg., MS Prof. Dr. H.R.M.
Richata Fadil, drg Prof. Hj. Tet. Soeparwdi, drg.,SpBM H. Muslich Mahmud, drg., SpPros.
H.Moch. Endang Daud, drg., SpBM.,DSS H. Dede Sutardjo, drg., SKM Prof. Dr. H. Soehardjo,
Ketua
Lampiran 4
KODE ETIK AHLI GIZI
Mukadimah
Ahli Gizi yang melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecer dasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya
perbaikan gizi, pen didikan gizi, pengembangan ilmu dan tekhnologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait.
Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya harus senantiasa ber taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menunjukkan sikap dan per buatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli
A. PENGERTIAN
1. Profesi Gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilak sanakan berdasarkan suatu
keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
2. Ahli Gizi dan Ahli Madya Gizi adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan akademik dalam bi dang gizi sesuai aturan yang berlaku, mempunyai tugas, tang gung
jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan
gizi, makanan dan dietetic baik di masyarakat, individu atau rumah sakit.
3. Sarjana Gizi adalah seorang yang telah mengikuti dan me nyelealKn minimal pendidikan
4. Ahli Gizi-Ahli Diet Teregistrasi atau disebut Registered Di etisien yang disingkat RD adalah
sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi (internship) dan ujian profesi ser ta
dinyatakan lulus kemudian diberi hak untuk mengurus ijin memberikan pelayanan dan
5. Ahli Madya Gizi Teregistrasi atau disebut Teknikal Regis tered Dietisien adalah seorang yang
telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Diploma III Gizi sesuai aturan yang berlaku,
memiliki tugas, tanggung jawab dan kami wenang secara penuh untuk melakukan kegiatan
fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic baik di masyarakat, individu atau
rumah sakit.
B. KEWAJIBAN UMUM
1. Ahli Gizi berperan meningkatkan keadaan gizi dan kesehat an serta berperan dalam
2. Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap,
perilaku dan budi luhur ser ta tidak mementingkan diri sendiri Ahli Gizi berkewajiban senantiasa
menjalankan profesinya
4. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil
5. Ahli Gizi berkewajiban menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini,
dan dalam menginterpreta sikan informasi hendakmya objektif tanpa membedakan indi vidu dan
6. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa mengenal dan memaha mi keterbatasannya sehingga dapat
7. Ahli Gizi dalam melakukan profesinya mengutamakan kepent ingan masyarakat dan
berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
8. Ahli Gizi dalam bekerjasama dengan para professional lain di bidang kesehatan maupun lainnya
1. Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusa ha memelihara dan meningkatkan
status gizi klien baik dalam lingkungan institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum
2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya
baik pada saat klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien
3. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya senantiasa meng hormati dan menghargai kebutuhan
unik setiap klien yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak. melakukan
diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status social, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan
pelece han seksual. Ahli Gizi Gizi berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan.
5. Ahli Gizi berkewajiban memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga
memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan infor masi tersebut.
6. Ahli gizi dalam melakukan percobaan, apabila mengalami keraguan dalam memberikan
pelayanan berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang memiliki
keahlian.
1. Ahli Gizi berkewajiban melindungi masyarakat umum khu susnya tentang penyalahgunaan
pelayanan, informasi. yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan
termasuk makanan dan terapi gizi/ diet. Ahli gizi hendaknya senantiasa memberikan pelayanan
sesuai dengan informasi factual, akurat dan dapat dipertanggung jawahkan kebenarannya.
2. Ahli Gizi senantiasa melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat
3. Ahli Gizi berkewajiban senntiasa peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah
4. Ahli Gizi berkewajiban member contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang
5. Dalam bekerja sama dengan professional lain di masyara kat, Ahli Gizi berkewajiban
hendaknya senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain
dengan sungguh-sungguh demi tercapinya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat
6. Ahli Gizi dalam mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban
senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau menyesatkan
masyarakat.
1. Ahli Gizi dalam bekerja melakukan promosi gizi, memeliha ra dan meningkatkan status gizi
masyarakat status gizi ma syarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa beker jasama dan
2. Ahli Gizi berkwajiban senantiasa memelihara hubungan persa habatan yang harmonis dengan
semua organisasi atau disiplin ilmu/professional yang terkait dalam upaya menigkatkan sta tus gizi,
1. Ahli Gizi berkewajiban menaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang
2. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memajukan dan mem sesuai dengan pengetahuan dan
keahlian yang diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
3. Ahli Gizi harus menunjukkan sikap percaya diri, berpenge tahuan luas, dan berani
mengemukankan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati dan mau meneri ma
4. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang layak sesuai dengan jasanya,
5. Ahli Gizi berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang mela wan hukum, dan memaksa orang
6. Ahli Gizi berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan
baik.
8. Ahli Gizi berkewajiban selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi
profesi.
G. PENETAPAN PELANGGARAN
Pelanggaran terhadap ketentuan kode etik ini diatur tersendiri dalam Majelis Kode Etik
Kode etik Ahli Gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi bertanggung jawab
terhadap kiprah anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya.
Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini oleh siding tertinggi sesuai
dengan ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga profesi gizi
PENUTUP
Demikian Standar Profesi ini disusun, standar ini diharapkan men jadi acuan dalam melaksanakan
Lampiran 5
MUKADIMAH
Sebagai profesi turut serta mengusahakan tercapainya kesejah teraan fisik, material dan
mental spiritual untuk mahluk insani dalam wilayah RI, maka kehidupan profesi keperawatan di
Indonesia selalu berpedoman kepada sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan
pelayanan keperawatan.
universal bagi individu, keluarga, masyarakat, oleh karenanya pelayanan yang dipersembahkan
oleh para perawat adalah selalu berdasarkan kepada cita-cita yang kuhur, niat yang murni untuk
keselamatan dan kesejahteraan umat tanpa membedakan kebangsaan, kesukaan, warna kulit, umur,
jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan social.
masyarakat, cakupan tanggung jawab perawat Indonesia adalah meningkatkan derajat kesehatan,
kesehatan yang kesemuanya ini dilaksanakan atas. dasar pelayanan yang paripurna.
Dalam melaksanakan tugas professional yang berdayaguna dan berhasilguna, para perawat
mampu dan ikhlas mempersembahkan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan
meningkatkan. integritas sifat-sifat pribadi yang luhur dengan ilmu dan keterampilan yang
memadai serta dengan kesadaran bahwa pelayanan yang dipersembahkan adalah merupakan
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air. Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyadari
bahwa Perawat Indonesia yang berjiwa Pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk
dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera dibawah ini:
BAB I
MASYARAKAT
dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera dibawah ini:
Pasal 1
yang bersumber dari adanya kebutuhan akan keperawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Pasal 2
suasana lingkungan yang mengormati nilai nilai budaya, adapt istiadat dan kelangsungan hidup
Pasal 3
Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu keluarga dan masyarakat senantiasa
dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
Pasal 4
Perawat senantiasa menjalin hubungan kerjasama individu, keluarga dan masyarakat dalam
mengambil prakarsa dan mengadakan. upaya kesehatan khususnya serta upaya kesejahteraan
Pasal 5
Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
Pasal 6
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehu bungan dengan tugas yang
dipercyakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan
Pasal 7
Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang
Pasal 8
Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajiban senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran
agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukaan, warna kulit, umur jenis kelamin,
Pasal 9
menerima atau mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya keperawatan.
Pasal 10
Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan
lainnya, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai
Pasal 11
sesama perawat serta menerima penge tahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka
Pasal 12
Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan professio nal secara sendiri-sendiri dan
atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
Pasal 13
Perawat senantisa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjuk prilaku
Pasal 14
Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pen didikan dan pelayanan
Pasal 15
Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan
BAB 1V
Pasal 16
Pasal 17
Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah
Uraian dibawah ini adalah mengenai standar proses pemberian asuhan keperawatan oleh
perawat kesehatan yang diterapkan pada semua tempat pelayanan kesehatan, unit pelayanan
Standar proses ini menggambarkan bagaimana perawat kesehatan harus bekerja dalam
proses pemberian asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
secara keseluruhan.
b. Meminta bantuan kepada perawat yang lebih mampu atau tenaga kesehatan lainnya, atau
institusi pelayanan kesehatan lain secara lintas program dan sektoral dalam memberikan
c. Mengakui kesalahan dalam melaksanakan tugas kepada. atasan langsung dan berusaha
untuk memperbaiki.
d. Tidak melaksanakan tugas diluar kewenangan yang diminta oleh pasien/ klien dan atau
teman kerjanya.
c. Memperlakukan pasien/ klien secara manusiawi sebagai individu yang unik dan mitra aktif
dalam proses pemberian asuhan kepe rawatan dan pelayanan kesehatan. Misalnya.
ii.Mitra yang aktif dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan.
b.Berlaku sopan terhadap pasien/ klien dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
c. Tidak membedakan pasien/ klien berdasarkan agama, suku/ bangsa, jenis kelamin, status social
d.Melibatkan pasien/ klien secara aktif dalam proses d. pemberian asuhan keperawatan.
bio-psiko-sosial-spiritual.
f.Memperhatikan factor keluarga dan masyarakat, misalnya cirri keluarga, status social ekonomi,
kedudukan pasien dalam keluarga, gaya hidup, masyarakat pedesaan atau perkotaan dan
sumber atau upaya pelayanan kesehatan yang terkait dengan proses pemberian asuha
perawatan.
h.Tanggap dan cepat bertindak terhadap keluhan, permintaan bantuan dan hasil pengamatan
i. Sabar dan menghindari sikap yang tidak terpuji terhadap pasien/ klien.
a. Memanggil pasien dengan benar sesuai dengan identitasnya (nama, umur dan status
b. Menggunakan kata-kata, istilah dan bahasa yang mudah dimengerti pasien/ klien.
c. Berbicara dengan pasien/ klien secara tepat dan benar (memperhatikan intnasi, keras lebutnya
suara, ekspresi muka dan isyarat yang disertai grakan anggota tubuh).
keluahan pasien/ klien (sabar, penuh perhatian, menghargai pendapat, percaya, sikap
bebas.
f. Berkomunikasi dengan pasien/ klien secara tepat, sesuai dengan waktu, situasi dan
kondisinya.
a. Menciptakan hubungan timbal balk yang harmonis diantara sesama pasien dan
c. Mencegah konflik dengan pasien/ klien dan bila terjadi berusaha untuk segera
menyelesaikannya.
d. Mencegah sikap pilihkasih atau perhatian yang berlebihan terhadap pasien/ klien.
e. Menilai dampak dari tindakan dan perilakunya untuk mencegh tindakan yang tidak
dan meyakinkan.
g. Memperhatikan dan tanggap terhadap permintaan bantuan, keluhan dan kritik dari pasien/
klien.
j. Menyediakan dan meluangkan waktu untk berbicara dengan pasien/ klien setiap ada
kesempatan.
m. Menghargai kebiasaan, kepercayaan dan nilai yang diyakini pasien/ klien sepanjang
o. Menjamin kepercayaan pasien/ klien terhadap unit pelayanan kesehatan setempat beserta
stafnya.
f. Membina hubungan antar manusia dan bekerjasama dengan sesama kawan dalam semangat kerja
tim.
1.1. Menyadari dirinya sebagai anggota tim yang harus bekerjasama dan yang saling tergantung
1.3. Berperan serta dalam membina hubungan antar manusia dan suasana kerja yang harmonis
dalam tim
1.4. Berperan sera dalam menciptakan rasa kebersamaan dalam tim kerja melalui:
(4). Menghargai pendapat, sumbangan pikiran, dan keikutsertaan setiap anggota tim dalam
Lampiran 6
KODE ETIK
BIDAN INDONESIA
MUKADIMAH
Dengan rahmat Tuan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang luhur demi tercapainya:
1. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Maka Ikatan Bidan Indonesia sebagai organisasi profesi Kesehatan yang menjadi wadah persatuan
dan kesatuan para Bidan di Indonesia menciptakan Kode Etik Bidan Indonesia yang disusun atas
dasar penekanan keselamatan klien diatas kepentingan lainnya. Terwujudnya kode etik ini
merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap Bidan untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim Kesehatan pada umumnya, KIA/ KB dan
kesehatan keluarga pada khususnya. Mengupayakan segala sesuatu agar kaumnya pada detik-detik
yang sangat menentukan pada sat menyambut kelahiran insan generasi secara selamat, aman dan
nyaman merupakan tugas sentran dan para Bidan. Menelusuri tuntutan masyarakat terhadap
pelayanaan Kesehatan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai
sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat sudah sewajarnya Kode Etik Bidan ini berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan dan ideal dan Garis-Garis Besar
Haluan Negara sebagai landasan operasional. Sesuai dengan wewenang dan peraturan
kebijaksanaan yang berlaku bagi Bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan
Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan Kesehatan yang komprehensif terhadap ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang
menjadi insan Indonesia yang shat pada jasmani dan rohani dengan tetap mempertahankan
kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat dan keluarga pada khususnya, serta berpegang
BAB I
KEWAJIBAN BIDAN
Pasal 1
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
Pasal 2
Setiap bidan dalam menialankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
Pasal 3
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak
Pasal 5
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga
dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan
yang dimilikinya.
Pasal 6
Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya
optimal.
BAB II
Pasal 1
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat
sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
Pasal 2
Pasal 3
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan
klien
BAB Ill
Pasal 1
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja
yang serasi.
Pasal 2
BAB IV
Pasal 1
Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan
kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
Pasal 2
Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan dir dan meningkatkan kemampuan profesinya
Pasal 3
Setiap bidan senantiasa berperan sera dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang
BAB V
Pasal 1
Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan
baik.
Pasal 2
Setiap bidan wajb meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan
Pasal 3
BAB VI
Pasal 1
Pasal 2
Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah
untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
BAB VIl
PELAYANAN KEBIDANAN
Pelavanan kebidanan adalah bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan, dilakukan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan dalam pelayanan kesehatan
ibu, kesehatan aak dan kesehatan reproduksi perempuan termasuk keluarga berencana sesuai
dengan rang lingkupnya. Pelayanan kebidanan diselenggarakan mulai dari fasilitas pelayanan
Kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga yang tersusun dalam suatu
langsung kontak pertama dengan perorangan atau masyarakat, terdiri dari upaya Kesehatan
langsung berupa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan. kesehatan masvarakat sera upaya
kesehatan tidak langsung. Upaya kesehatan tingkat kedua dan tingkat ketiga adalah upaya
kesehatan tingkat rujukan dan tingkat rujukan lanjut. (kutipan UU No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan). Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan yang dilakukan sesuai standar,
didukung ole ketersediaan bidan dalam jumlah dan kualitas yang memadai, terdistribusi secara
merata, serta dimanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya-guna. Bidan sebagai tenaga kesehatan
memiliki posisi penting dan strategis dalam mempersiapkan generasi yang berkualitas dan
berperan dalam akselerasi penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi, sehingga dibutuhkan
bidan yang berkualitas diperoleh melalui jenjang pendidikan tinggi yang terstandar dengan jumlah
yang mencukupi dan memiliki kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan, terutama dalam hal in adalah Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan
dan Pendidikan.
Pelayanan Kebidanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga meliputi : Rumah Sakit yang
setara dengan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik
kebidanan pada masa pra hamil, hamil, bersalin, nifas, menyusui, bayi baru lahir,
bayi, balita dan anak pra sekolah serta pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
2) Pelayanan kebidanan secara kolaborasi dengan tim kesehatan lain di Fasilitas Pelayanan
b. Kehamilan,
c. masa persalinan
d. masa nifas,
e. Masa menyusui
f. Masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan anak pada :
a. sebuah. bayi baru lahir,
b. Bayi, anak balita, dan
c. Anak pra sekolah.
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
D.KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi inti yang harus dimiliki oleh bidan untuk dapat melaksanakan
peran dalam memberikan pelayanan kebidanan meliputi area kompetensi :
1. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu dasar dan
ilmu kesehatan masyarakat yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi
sesuai dengan budaya serta menerapkan etika profesi (General Kompetensi)
2. Mampu memberikan asuhan kebidanan pada wanita pra konsepsi, Keluarga
Berencana (KB).
3. Mampu memberikan asuhan dan konseling selama kehamilan
4. Mampu memberikan asuhan persalinan dan kelahiran
5. Mampu memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui
6. Mampu memberikan asuhan pada bayi baru lahir
7. Mampu memberikan asuhan pada bayi, balita dan anak prasekolah
8. Mampu memberikan asuhan pada keluarga, kelompok dan masyarakat dengan
memperhatikan budaya setempat
9. Mampu memberikan asuhan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi.
STANDAR I : Pengkajian
1. Pernyataan Standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
2. Kriteria Pengkajian :
a. Mengumpulkan data secaratepat, akurat dan lengkap.
b. mengumpulkan data Subjektif yang terdiri dari hasil Anamnesa; biodata,
keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial
budaya.
c. menjadwalkan data Objektif yang terdiri dari hasil Pemeriksaan fisik, observasi
dan pemeriksaan penunjang.
2. Kriteria Implementasi :
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk
biopsiko-sosial-spiritual-kultural.
b. meminta persetujuan dari klien dan atau keluarga padasetiap asuhan yang
diberikan (informed consent).
c. Melaksanakan tindakan asuhan sesuai standar.
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e. Menjaga dan menghargai privasi klien/pasien.
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi dan keselamatan pasien (patient
safety).
g. mengikuti perkembangan kondisi klien secara ber kesinambungan.
h. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai kebutuhan.
i. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
j. kolaborasi, konsultasi dan rujukan.
STANDAR V : Evaluasi
1. Pernyataan standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berke sinambungan untuk melihat
efektifitas dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan
kondisi klien.
2. Kriteria Evaluasi:
a. Melakukan penilaian segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien.
b. Mencatat hasil penilaian dan komunikasi pada klien dan atau keluarga
c. melakukan penilaian sesuai standar
d. Menindak lanjuti hasil penilaian sesuai kondisi klien/ pasien
Standar kinerja bidan merupakan suatu standar dengan batas tertentu untuk mengukur
kinerja bidan yang berkaitan dengan asuhan kebidanan kepada klien dan atau
pasien. Standar ini menguraikan tingkat kemampuan dan sikap yang mencakup
aktivitas yang berhubungan dengan asuhan, pendidikan, etik, kolaborasi, penggunaan
sumber daya, dan membasahi menggeser kepemimpinan. Sesuai dengan ruang
lingkupnya, maka standar kinerja bidan meliputi:
7. Standar VII : Kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan Pernyataan standar : Bidan sebagai
8. Standar VIII : Penelitian Pernyataan standar : Bidan melakukan penelitian secara mandiri dan
atau berkelompok , serta memanfaatkan hasil - hasil penelitian secara tepat , dengan kriteria:
a. Melakukan dan atau berpartisipasi dalam penelitian terapan di bidang kesehatan baik
kualitas pelayanan kebidanan Melakukan observasi empirik pada kasus - kasus spesifik.
KODE ETIK
( PEREKAM MEDIS )
MUKADIMAH
Bahwa memajukan kesejahteraan umum adalah salah satu tujuan nasional yang ingin diwujudkan
oleh bangsa Indonesia . Kesehatan merupakan salah satu wujud dari kesejahteraan nasional dan
mempunyai andil yang besar dalam pembangunan sumber daya manusia berkualitas yang dapat
mendukung kelangsungan kehidupan bangsa dan terwujudnya cita - cita nasional yaitu masyarakat
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan merupakan aspek penting untuk mendukung keberhasilan
pembangunan kesehatan . Oleh karena itu pengembangan system dan penerapannya didukung oleh
tenaga professional yang berkualitas . Karena Rekam Medis dan Informasi Kesehatan menyangkut
kerahasiaan pasien dan rahasia jabatan , maka Administrator Informasi Kesehatan merasa perlu
untuk merumuskan pedoman sikap dan perilaku profesi , baik anggota Perhimpunan Profesional
Pedoman sikap dan perilaku Administrator Informasi Kesehatan ini dirumuskan dala rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna partisipasi kelompok Administrator Informasi Kesehatan
diatas , kongres I PORMIKI menyepakati Kode Etik Administrator Informasi Kesehatan sebagai
berikut :
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Seorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan sehungga memiliki kompetensi yang diakui oleh pemerintah dan profesi serta
mempunyai tugas , tanggung jawab , wewenang dan hak secara penuh untuk melakukan
kegiatan pelayanan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan pada unit pelayanan
kesehatan .
Kode Etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai - nilai internal dan eksternal
suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang
BAB II
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 2
tertinggi .
3. Administrator Informasi Kesehatan lebih mengutamkan pela yanan daripada kepentingan
pribadi dan selalu berusaha memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pela yanan
4. Administrator Informasi Kesehatan wajib menyimpan dan menjaga data rekam medis serta
5. Administrator Informasi Kesehatan selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak
atas informasi pasien yang terkait dengan identitas individu atau social .
Pasal 3
1. Menerima ajakan kerjasama seseorang / orang untuk melakukan pekerjaan yang menyimpang
2. Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam rekam medis yang dapat merusak citra
3. Menerima imbalan jasa dalam bentuk apapun atas tindakan No. 1 dan 2 .
Pasal 4
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan professional , baik anggota maupun organisasi dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan , kemam puan profesi melalui penerapan ilmu dan teknologi
yang berkaitan dengan perkembangan dibidang Rekam Medis dan Informasi Kesehatan .
BAB III
Pasal 5
kesehatan
4. Administrator Informasi Kesehatan wajib menghormati dan mentaati peraturan dan kebijakan
organisasi profesi .
BAB IV
Pasal 6
1. Perekam Medis memberikan informasi dengan identitas diri , kre densial profesi , pendidikan
dan pengalaman serta rangkapan minat dalam setiap pengadaan perjanjian kerja atau
2. Wajib menjalin kerjasama yang baik dengan organisasi pemerintan dan organisasi profesi
lainnya dalam rangka penigkatan mutu Administrator Informasi Kesehatan dan mutu
pelayanan kesehatan .
BAB V
Pasal 7
1. Administrator Informasi Kesehatan wajib menjaga kesehatan dirinya agar dapat bekerja
dengan baik .
BAB VI
PENUTUP
Pasal 8
Administrator Informasi Kesehatan wajib menghayati dan mengamalkan Kodde Etik profesinya .
Demikianlah Standar Profesi Administrator Informasi Kesehatan ( Perekam Medis ) Indonesia
uang disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan Indonesia DPP PORMIKI . Semoga buku ini bermanfaat bagi seluruh Profesi
Lampiran 8
Pendahuluan Merujuk kepada tulisan Prof. Dr Ratna Suprapti Samil SpOG tentang Etika Rumah
Sakit , maka diperlukan adanya Komite Etik Rumah Sakit di tiap Rumah Sakit . Namun dengan
kesadaran hukum di masyarakat maka tidak hanya hal etik saja yang perlu perhatian tetapi juga
hal hukum sehingga dibentuklah Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit .
Pembentukan panitia etika rumah sakit memberi kemungkinan kepada karyawan kesehatan
sebagai suatu kelompok berhadapan dengan masalah - masalah besar dan selanjutnya mampu /
Membicarakan masalah - masalah etika secara terbuka dan secara berkala dapat membawa kita
pada keputusan - keputusan yang lebih baik , di samping meningkatkan hubungan antar karyawan
Dengan membicarakan hal - hal etik lainnya , kita dapat belajar dari sesama anggota dan akhirnya
juga dapat menghormati pendapat sesama anggota panitia etika . Pada awalnya panitia etika
dibentuk untuk melayani dan melindungi kepentingan pasien . Dalam banyak hal , kepentingan
Pada situasi lain kepentingan pasien tidak jelas atau tidak pasti , dan dalam situasi demikian ,
tampaklah kesan bahwa kepentingan rumah sakit dan karyawan medis lebih didahulukan .
Etika kedokteran sekarang telah menjadi suatu keharusan dalam ilmu kedokteran yang
mempunyai cita - cita ( implan ) agar dunia ini bebas dari penyakit dan bebas dari penderitaan
Sebuah tindakan medis makin lama semakin teliti dianalisis tidak hanya oleh profesi kedokteran
sendiri , tetapi juga diluar profesi karena ilmu kedokteran dan kehidupan masa kini telah menjadi
Masyarakat terus menuntut atau meminta agar profesi kedokteran mempertanggung jawabkan
segala tindakannya . Masyarakat masa kini menuntut agar diikutsertakan dalam pemanfaatan
Tindakan kedokteran berhubungan dengan penilaian secara moral . Kebutuhan akan hal tersebut
timbul tidak hanya karena masyarakat yang mula - mula terdiri dari suatu masyarakat yang
berfikir secara seragam , tetapi juga karena perubahan yang mendasar dari ilmu kedokteran dan
pelayanan kesehatan di bawah pengaruh ilmu dan teknologi kedokteran dengan segala
merupakan masalah mutlak manakala faal organ - organ esensial berhenti . Akan tetapi , dengan
perkembangan teknik - teknik resusitasi di ruang perawatan intensif , kematian menjadi masalah
yang dapat dimanipulasi . Sehingga masalah hidup atau yang sudah menjadi realitas sehari-hari -
hari yang jawabannya tergantung pada kriteria yang dianut. Kriteria ini juga merupakan jawaban
Kebiasaan para dokter untuk membuat keputusan akan hidup dan mati terhadap nasib para pasien
semakin langka. Dewasa ini , keputusan dokter tentang kematian pasien masih dilakukan jika
dokter tersebut berada di rumah pasien atau di rumah sakit dimana ia bertindak sendiri. Akan
tetapi di dalam sebuah rumah sakit rujukan dengan pengobatan dan perawatan pasien yang
mengikutsertakan banyak konsulen peserta pendidikan dokter spesialis, perawat dan berbagai
karyawan lainnya , maka keputusan mengenai tidak mungkin menjadi keputusan yang dapat
dianggap berdiri sendiri. Keikutsertaan pihak luar, malahan dari pihak awam sering terasa
diperlukan .
Tidak hanya akhir kehidupan , tetapi awal kehidupan pun saat ini juga telah masuk dalam batas -
batas kemungkinan dari ilmu kedokteran , seperti kemampuan untuk memperoleh embrio secara
Kemajuan luar biasa yang saat ini telah dicapai, antara lain : transplantasi organ , eksperimen pada
manusia , diagnosis kelainan genetik prenatal , dan pengendalian perilaku manusia . Perlu kita
sadari bahwa setiap kemajuan akan menimbulkan masalah yang pelik, yang tidak hanya
membutuhkan pengetahuan secara ilmiah , tetapi juga diperlukan wawasan dan tanggung jawab
secara etis.
Ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan pada umumnya telah menjadi masalah besar justru
karena bertambahnya ilmu dan kemampuannya tersebut . Sampai dimana batas - intervensi medis
dan siapa yang harus menetapkan batas tersebut , adalah suatu pertanyaan yang belum dapat
dijawab .
Permulaan kesadaran akan kebutuhan suatu konsensus yang dirumuskan dalam usaha mencari
kebenaran dan keadilan tidak terjadi secara tiba - tiba Hal ini terjadi sebagai akibat dari kemajuan
ilmu dan teknologi perawatan dan alat - alat resusitasi ) dan alasan atau indikasi apa yang
membawa kita kepada keputusan tersebut ; sebaiknya keputusan itu diambil oleh sebuah panitia
Di Amerika Serikat pada akhir tahun 70 - an dan awal tahun 80 - an telah dibentuk / didirikan
banyak panitia - panitia etika rumah sakit karena masalah - masalah tersebut diatas . Juga pada
pendidikan etik di perguruan tinggi kedokteran . Evaluasi pendidikan ini menyatakan bahwa
mahasiswa dapat dididik untuk menilai dimensi moral dari sebuah kasus , yang diutamakan adalah
pembicaraan kasus dengan guru / pembimbing di dalam klinik . Panitia etik rumah sakit ini
ternyata semakin tumbuh dan berkembang . Salah satu harapan dibentuknya panitia atau komite
etik rumah sakit ( KERS ) adalah bahwa KERS dapat menyelesaikan masalah - masalah yang
sukar . Anggota panitia KERS berasal dari beberapa disiplin ilmu dan di dalam panitia KERS
tersebut terjadi tukar pikiran untuk memperoleh penyelesaian terhadap suatu masalah yang sedang
dihadapi.
Pengalaman KERS terbatas , tetapi baik di Amerika Serikat maupun di Eropa makin lama makin
terasa kebutuhan KERS tersebut karena meningkatnya masalah - masalah dalam pelayanan
kesehatan . Meskipun secara hukum kedudukan Komite Etika Rumah Sakit ( KERS ) pada
awalnya dinyatakan tidak sah , tetapi ternyata makin lama makin bertambah jumlahnya. Di
Netherland pada awal tahun 1976 , mulai terbentuknya KERS pertama di Leiden , dan pada tahun
1990 sudah terbentuk lebih dari 200 KERS yang tersebar di seluruh negeri Belanda .
Kecenderungan Penyimpangan Etik
Hukum kedokteran dan etika kedokteran dalam masyarakat ber kembang dengan latar belakang
yang sama , yaitu latar belakang sosial , budaya dan falsafah . Akan tetapi kedua hal tersebut
berbeda di dalam beberapa masalah yang penting . Davis dan Smith mengatakan bahwa kita dapat
melihat hubungan antara etika kedokteran dan hukum kedokteran dalam masalah - masalahnya
sebagai berikut .
Para karyawan kesehatan sering berhadapan dengan kemungkinan ketiga dan keempat karena kita
harus menetapkan apa yang benar di dalam pandangan yang luas dan kita tidak berpihak . Sering
hukum dapat menolong memecahkan suatu masalah didasarkan pada hukum , sedangkan
kebenaran dalam hal etika didasarkan pada prinsip - prinsip dan nilai - nilai etika . Umpamanya ,
berbicara secara bebas adalah suatu hak yang negatif . Banyak hal yang bisa membawa seorang
dokter berhadapan dengan hal - hal etika . Misalnya , kita berhadapan dengan masalah yang sukar
yang agaknya tidak mungkin dipecahkan secara memuaskan atau kita harus memilih antara dua
pilihan yang kedua - duanya tidak memuaskan. Kita sebagai seorang dokter harus memperpanjang
hidup dan meringankan penderitaan. Dokter sering dihadapkan pada keadaan sehingga ia sendiri
bertanya , apa yang seharusnya dilakukan . Hal ini berhubungan dengan antara lain euthanasia .
Contoh lain yang sering terjadi adalah pertentangan antara pasien untuk dapat menetapkan segala
hal bagi dirinya dan intervensi seorang karyawan kesehatan dalam hal pembatasan hak pasien
tersebut demi kesehatannya . Umpamanya , mengenai transfusi darah . Hukum mengatakan bahwa
pasien dewasa memiliki hak untuk menolak transfusi darah berdasarkan agamanya , meskipun
menurut indikasi medis pasien itu harus menerimanya . Dengan demikian , pasien memutuskan
lebih baik mati daripada menerima transfusi darah. Pengadilan kemudian menyatakan bahwa
pasien tersebut secara mental kompeten untuk membuat keputusan sehingga keputusan itu
dianggap sah. Akhirnya pengadilan menyatakan bahwa pasien yang telah menyatakan
Kecenderungan penyimpangan etika kedokteran terjadi karena sering indikasi medis tidak
dibuktikan . Dalam hal ini tiap - tiap rumah sakit sebaiknya mempunyai laporan tahunan mengenai
hal ihwal yang terjadi di rumah sakit . Demikian pula sebaiknya tiap - tiap rumah sakit
mempunyai sebuah panitia etik rumah sakit yang di dalamnya juga terdapat panitia jaringan
sehingga preparat / jaringan hasil pembedahan dapat berupa bukti mengenai kebenaran yang
dilaksanakan pada tiap - tiap pembedahan . Untuk itu juga diperlukan standar profesi bagi tiap -
KEHRS pada awalnya dibentuk sebagai akibat seorang dokter spesialis atau lebih yang merasa
ragu - ragu dan tertekan menghadapi kesukaran mengambil keputusan dalam hal : menghentikan
pemberian dialisis kepada seorang pasien penyakit ginjal , menghentikan respirator , dan hal - hal
seperti itu . Timbul pertanyaan bahwa kita membutuhkan sebuah kebijakan untuk menghentikan
respirator .
Dalam hal lain ada pertanyaan bahwa menghadapi ketidak sepakatan mengenai kasus tertentu ,
dan karyawan kesehatan tidak mengetahui bagaimana mengambil keputusan maka timbul
kebutuhan akan KEHRS yang kemudian ditunjang oleh pihak - pihak resmi .
Kalau KEHRS akhirnya diangkat dengan surat keputusan , pada awalnya bentuk strukturnya
tidak jelas . Sering anggota - anggotanya adalah anggota sukarela , masa jabatannya tidak jelas ,
dan dukungan resmi juga sering tidak jelas . Akan tetapi dalam perkembangannya makin lama
Semua hal diatas dapat diusahakan tanpa mandat yang berarti bahwa pembentukan sebuah
KEHRS itu akhirnya harus resmi dan didukung oleh sebuah surat keputusan yang resmi oleh pihak
yang berwenang . Sebaiknya sebuah KEHRS sejak awal menetapkan tugas dan batasan tugas
tersebut , antara lain tugas dan tanggung jawab sekretariat dan pendanaannya . Demikian pula
kedudukan strukturalnya meskipun pada awal semua belum jelas , dengan keinginan para anggota
yang selalu ingin belajar dan menambah pengalaman dan selalu terbuka untuk usaha memperbaiki
Tugas utama lain adalah meningkatkan pendidikan anggota KEHRS sendiri , untuk para dokter
dan perawat di rumah sakit , untuk para pasien dan keluarganya , serta untuk masyarakat sekeliling
Mengenai kebijakan sebaiknya sebuah KEHRS harus secara tertulis menguraikan mengapa
KEHRS terbentuk , telah ditetapkan kedudukannya , dan bagaimana cara melaksanakan tugas -
tugas tersebut .
Jika tugas etika dirasakan amat luas , sebaiknya diadakan panitia ad hoc untuk masalah - masalah
yang tidak tercakup oleh KEHRS , atau mengadakan subpanitia yang tetap , atau panitia yang
terpisah , seperti :
a) Panitia bayi - bayi baru lahir dengan keadaan yang gawat , atau kelainan yang multipel
( panitia neonatal )
c) Panitia : transplantasi ginjal , transplantasi sumsum tulang , trans plantasi jantung , hepar
Seringkali terutama pada awal pembentukan sebuah KEHRS memikul tugas yang terlampau luas ,
dan mengambil keputusan terlampau cepat . Sampai tiba saatnya , dimana dukungan rumah sakit
amat kuat dan pengalaman para anggota KEHRS sungguh sungguh mendalam dan latar belakang
Posisi KEHRS dalam struktur organisasi rumah sakit tergantung pada bagaimana KEHRS
Imunitas KEHRS
Meskipun ada hukum kedokteran yang berbeda di tiap negara, umumnya imunitas catatan KEHRS
dihormati karena tugas KEHRS adalah mengambil langkah dan meningkatkan mutu pelayanan
Mengenai pernyataan tersebut dalam hukum kedokteran baik di negara-negara bagian Amerika
Serikat maupun Eropa, terdapat banyak kontroversi. Ini disebabkan karena adanya KEHRS
merupakan masalah baru, sehingga para ahli hukum kesehatan kedokteran belum dapat
sampai sekarang, belum ada masalah, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yang
mengharuskan para ahli hukum mengambil inisiatif untuk membicarakan dan mengatur imunitas
tersebut.
Apakah seorang anggota KEHRS boleh dipanggil sebagai saksi ahli, atau didengar oleh
Peranan KEHRS
Peranan yang diambil oleh sebuah KEHRS tidak boleh hanya berupa masalah-masalah medis,
yang merupakan masalah utama para dokter; ahli administrasi dan ahli keperawatan, harus juga
mengemukakan masalah-masalah dalam tugasnya, sehingga terjalin kerjasama yang baik antar
Banyak pihak beranggapan bahwa dalam sebuah KEHRS separuh jumlah anggota harus dokter,
dan untuk kredibilitasnva ketua harus seorang dokter. Para anggota KEHRS harus berlatar
belakang pendidikan dan profesionalisme, yang kuat. Dianjurkan mengangkat anggota dari luar
profesi medis., misalnya ahli hukum. jumlah Anggota KEHRS
KEHRS sering diminta mengangkat seorang awam dalam masyarakat sebagai anggota. Anggota
tersebut sebaiknya sama sekali tidak ada hubungan dengan masalah kesehatan atau rumah sakit,
Seperti telah diuraikan di atas, yang menjadi anggota KEHRS selain para dokter dalam beberapa
disiplin ilmu kedokteran (of known advanced science), adalah para perawat, ahli administrasi,
Menurut pendapat mum anggota KEHRS adalah orang-orang yang mempunyai perhatian terhadap
masalah etika. Temperamen dan kemampuan untuk berpikir secara kritis lebih penting daripada
yang dapat berpikir secara kritis dan reflektif, ingin dan mampu maju secara lamban, untuk
mengizinkan pemikiran yang berlainan, menerima dan menghormati pendapat sesama anggota
KEHRS, semuanya ingin memperjuangkan keadilan dan kebenaran (fairness and truth).
Kalau sebuah KEHRS hanya terdiri atas para dokter/dokter spesialis, betapapun ulung dan
diakuinya mereka sebagai pakar, KEHRS tidak akan memperoleh kredibilitas, slain anggota tetap,
sewaktu-waktu bila diperlukan harus diangkat pula para dokter dan perawat NICU dan /CU tempt
yang sering timbul masalah etik karena kemampuan/pengalaman mereka sering dibutuhkan.
Sebaiknya juga ada seorang ahli hukum sebagai anggota, yang mengerti batasan-batasan hukum
dalam kedokteran.
Dewasa in ada keahlian yang menyebut dirinya ahli bioethic. Kalau ada ahli seperti itu, barangkali
Mengenai imunitas catatan-catatan sebuah KEHRS telah diurai- kan sebelum ini. Kalau ada
masalah yang baru, sebaiknya KEHRS membentuk sebuah subpanitia yang menangani masala
dibutuhkan.
Mengambil Keputusan
Meskipun pemungutan suara adalah cara demokrasi, tetapi di dalam KEHRS keputusan sebaiknya
Kepemimpinan
Setelah para anggota melampaui masa pendidikan pribadi, maka rapat-rapat harus dipimpin secara
Terbentuknya KEHRS
KEHRS adalah:
1. Suatu kesatuan yang dipercaya oleh banyak orang untuk memecahkan sejumlah masala
medikolegal dan etikolegal dalam pelayanan kesehatan modern (masa kini), di rumah sakit
termasuk rumah sakit khusus kebidanan yang menangani bayi yang baru lahir dengan
bermacam masalah, dan yang diharapkan dapat merumuskan kebijakan rumah sakit dan
menyusun pedoman bagi pengelolaan (manajemen) berbagai kasus dengan diagnosis yang
khusus (spesifik)
2. Suatu kesatuan yang dipercaya dapat memonitor hal-hal/efek pada kasus-kasus tersebut
3. Suatu kesatuan yang dipercaya dapat meninjau kembali kasus gawat darurat yang bila
Manfaat KEHRS
Sejumlah manfaat dinyatakan oleh para pendukung KEHRS karena KEHRS akan memenuhi
kebutuhan pendekatan yang lebih sistematik dan lebih mendasar terhadap dilema masa kini dalam
mengambil keputusan etikolegal dalam rumah sakit dan pada sarana perawatan secara lama dan
menahun (long term care-institutions).
Jika masalah medis dibicarakan secara terbuka oleh para pakar yang menaruh perhatian dan
menguasai masalah, keputusan yang diambil akan lebih mendasar dan dengan lebih banyak
pertimbangan
pandangan-pandangan sepihak oleh para dokter dan perawat mengenai beberapa masalah.
Barangkali hal in karena pada waktu menghadapi masalah, mereka tidak mengetahui kemana
mereka harus meminta pertimbangan, dan nasihat jika menghadapi suatu dilema etik dan adanya
peraturan-peraturan yang mengatur langkah-langkah apa yang dapat ditempuh dalam menghadapi
masalah-masalah tersebut.
Manfaat lain yang sangat erat hubungannya dengan yang pertama adalah bahwa KEHRS bertindak
dan mengobati pasien-pasien khusus yang secara jelas merupakan kasus-kasus bermasalah
Tugas KEHRS
1. Pendidikan,
sakit, serta
3. Pemberian konsultasi dan membicarakan kasus-kasus yang sulit, dan memberi keputusan
Jika kita meninjau tugas-tugas yang dibebankan kepada KEHRS yang telah bekerja, kita terkesan
oleh banyaknya konteks dalam bidang mana KEHRS tersebut bekerja dan tugas-tugas apa yang
1. Pendidikan
Pendidikan KEHRS berarti bahwa para anggotanya ikut serta dalam diskusi semua
bidang yang ada hubungannya dalam pendidikan maupun diskusi-diskusi kasus mengenai
masalah (isu) medikolegal dan etikolegal. Pendidikan para anggota KEHRS sendiri, untuk
memperluas pengetahuan mereka masing-masing dan memperluas pengamlamannya dengan
(continuing education) melalui satu atau dua konferensi setahun, mengenai pedoman/panduan
Hasilnya ialah lebih banyak informasi dan pelaksanaan yang lebih seragam dalam kebijakan
KEHRS harus dengan tegas menyusun kebijakan yang jelas, dan masyarakat mum
mengetahui bagaimana dan oleh siapa keputusan- tersebut diambil, terutama bagi pasien yang
Untuk peran ini KEHRS ternyata sangat cocok. KEHRS juga mengusulkan, meninjau,
dan member rekomendasi secara administratif mengenai kebijakan dan pedoman panduan
seperti penentuan keadaan MAT!, instruksi untuk tidak mengadakan resusitasi (DNR),
instruksi-instruksi untuk pemberian perawatan penunjang, dan perawatan bayi baru lahir
dengan kelainan bawaan. KEHRS juga secara terus menerus meninjau berbagai kebijakan
dengan mengikut sertakan lebih banyak pihak, sehingga menjamin kepentingan semua pihak,
terutama bagi orang yang bermasalah dan keputusan yang telah diambil berada dalam
Barangkali cara in kontroversial dan ada pihak yang menentang-nya karena KEHRS
tidak memutuskan cara pengobatan dan tidak ikut serta dalam kasus yang wali pasiennya
Masalah-masalah
(KEHRS) juga mempunyai beberapa masalah yang diketahui oleh KEHRS sendiri. Banyak
komentar bahwa sering KEHRS bergerak tidak terbatas pada bidangnya, KEHRS tidak hanya
menyelesaikan masalah etik dan moral, tetapi sering juga masalah penilaian terhadap staf medis
dan masalah pasien yang ditangani
Banyak rumah sakit kurang atau tidak memiliki tenaga yang memenuhi persyaratan yang
telah diuraikan diatas untuk membentuk KEHRS karena kesibukan-kesibukannya. Akan tetapi,
jangan kita lupakan manfaat dan kekuatan/potensial yang telah terbukti dengan adanya KEHRS.
Masa Depan
1. Meningkatkan dan menjadi fasilitator pemikiran dan informasi, termasuk publikasi buku atau
majalah KEHRS;
2. Menciptakan dan memelihara perpustakaan untuk pendidikan dan pembahasan kasus-kasus bagi
anggota KEHRS;
3. Mendirikan dan menyelenggarakan kantor bagi para konsultan dan para pembicara untuk
member bantuan kepada KEHRS dalam mendidik para anggotanya atau staf rumah sakit dan
KEHRS ditantang dan diberi kesempatan bagi para karyawan kesehatan; para dokter, tenaga
perawat, tenaga-tenaga administrasi, para ahli hukum kesehatan, dan keluarga pasien untuk
diambil adil bagi mereka (pasien, para dokter dan keluarga masing-masing).
Penilaian KEHRS
Paling sedikit tiap tahun secara formal dan secara pribadi pekerjaan KEHRS harus dinilai. Ketua
menulai setiap anggotanya, antara lain mengenai kehadirannya. Para anggota masing-masing
menilai pekerjaan KEHRS secara keseluruhan, yaitu mengenai pendidikan, konsultasi, serta
Committees, 1986
Jakarta
3. Ronald E, Cranford MD, A. Edward Doudera JD. Institutional Ethics Committees and Health
Care Decision Making. ASLM, Health Administration Press, Ann arbor, Michigan, 1984
Lampiran 9
Salah satu tugas utama etika kedokteran adalah memberikan pedoman dalam menentukan
baik-buruknya atau benar-salahnya perbuatan (kedokteran) dilihat dari sudut moral. Memang pada
umumnya mudah menentukan suatu perbuatan itu baik atau benar, atau selaiknya buruk atau salah,
namun pada keadaan tertentu pembuatan keputusan yang etis sering kali menjadi sulit.
Guna membantu mencapai keputusan etik, para ahli mengemukakan beberapa tori etik
sebagai landasan menalarnya. Teori etik dikenal sebagai "cara" yang memiliki hirarki tertinggi
dalam membuat keputusan yang etis. Dua teori etik yang sangat menonjol adalah teleology dan
deontologi.
Teleologi atau paham-paham yang sealiran, pada mulanya diajukan oleh David Hume,
Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Kedalamnya dapat dimasukan teori utilitarian. Teori ini
menyatakan bahwa sesuatu perbuatan itu benar secara moral lebih didasarkan kepada hasil atau
perbuatan tersebut. Penilaian in khususnya ditujukan kepada nilai-nilai non moral yang diproduksi
dil. Utilitarian dalam prakteknya banyak membantu pengembangan prinsip moral dalam dunia
Deontologi pada awalnya diajukan oleh Immanuel Kant. Teori ini lebih mendasarkan kepada
niat baik dan kewajiban, lebih menggunakan norma agama dan tradisi/ budaya. Deontologi
menyatakan bahwa konsep kewajiban dan hak harus dibedakan dengan konsep baik-buruk, dan
kebenaran moral suatu perbuatan ditentukan terpisah dari baik-buruknya hasil. Benar atau
tidaknya suatu perbuatan secara moral ditentukan berdasarkan nilai moral yang terkandung
didalam perbuatan itu sendiri. Hasil baik memang kadang-kadang merupakan hasil dari suatu
perbuatan yang benar, tetapi tidak selalu demikian. Suatu perbuatan dianggap benar apabila
benar (truth telling). Sementara itu euthanasia terhadap pasien yang sakit pada stadium terminal
dianggap memiliki logika yang inkonsisten, bagaimana mungkin meningkatkan (mutu) kehidupan
Selain kedua teori diatas, masih dikenal juga teori-teori etika yang lain, seperti teori natural
law (Aristoteles, St. Thomas Aquinas). Rawls's theory (John Rawls), Casuistry (Jonsen and
Toulmin), Virtue Ethics (Pellegrino and Thomasma), dan Ethics of Care (Carol
Gillian). Perbedaan teori-teori etik diatas dapat saja menghasilkan kesimpulan yang sama, dengan
menggunakan penalaran yang berbeda melalui konstruksi dan criteria yang berbeda pula.
O' Rourke (2000) menyebutkan pula teori-teori etik yang seringkali digunakan orang dalam
membuat keputusan etik, walaupun penggunaan tori etik itu secara esensial sangat diragukan
kebenarannya. Teori-teori etik tersebut antara lain adalah Emotivism, yaitu pembuatan keputusan
etik dengan pembuatan respons emosi, subyektivitas, dengan mengacu kepada "saya rasa itu
benar........ atau salah"; Legalism, yaitu pembuatan keputusan etik dengan mengacu kepada kaidah
turunan hokum, misalnya dokter berani melakukan withdrawing dan withholding life support
kalau sudah ada kaidah hokum tentang itu; Culture relativism, yaitu perbedaan keputusan etik
masyarakat atau bagian tertentu. Dalam kedokteran hal ini biasa disebut sebagai "common
Para ahli teori etik mengajukan beberapa kaidah (Obligation) yang harus dikuti oleh manusia
dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, yang kemudian telah menjadi prima face dalam
menilai benar atau salahnya sesuatu perbuatan manusia. Kaidah-kaidah tersebut disebut sebagai
kaidah dasar (principles), yang memiliki beberapa kaidah turnan (rules). Disebut kaidah dasar
apanila kaidah tersebut dianggap primer atau fundamental, sedangkan lainnya disebut kaidah
turunan apabila dianggap sekunder atau derivative. Namun sayangnya tidak semua ahli sependapat
tentang penempatan kaidah mana yang kaidah dasar dan mana yang kaidah turuman. Belmont
report (1979) mengajukan 3 kaidah dasar, yaitu respect for person, beneficence and justice. Veatch
(1981) menyebut kaidan dasar terdiri dari beneficence, contract keeping, autonomy, honesty,
turunannya adalah informed consent. Sedangkan Beauchamp and Chiidress (1994) mengajukan 4
kaidah dasar, yaitu autonomy, beneficence, non-maleficence dan justice, dengan kaidah
Darr (1997) menyebut kaidah-kaidah respect for persons, beneficence, non-maleficence dan
justice, sebagai kaidah dasar. la menyatakan bahwa respect for persons terdiri dari 4 elemen, yaitu
(kaidah dasar) akan menggunakan kaidah dasar diatas sebagai prime facie dalam menilai moralitas
perbuatan yang akan dinilai. Hasil penalaran moralitas dengan mengguakan kaidah-kaidah dasar
dasar dengan kaidah dasar lainnya. Namun dalam keadaan tertentu mereka dapat saling
etik.
Beauchamp and Childress mengatakan bahwa semua kaidah dasar dan kaidah turunan
tersebut hanya mengikat sebagai prime facie, sehungga dapat "dikalahkan" ole kaidah dasar dan
kaidah turunan lain. Posisi kaidah dasar sebagai prime facie tersebut disatu sisi menguntungkan
karena dengan mudah dapat digantikan oleh kaidah dasar lain, namun disisi lain dapat
menyulitkan dalam menentukan kaidah dasar mana yang lebih domonan dalam membuat
keputusan akhir.
Henry Richardson (1990) menguraikan 3 model dalam meng- hubungkan antara kaidah dasar
dan kaidah turunan diatas dengan keputusan pada kasus tertentu, yaitu melalui "aplikasi" deduktif
kaidah dasar dan kaidah turunan melalui "balancing" dengan membandingkan bo bot secara
"'spesifikasi" dengan menspesifikan arti dan lingkup masing-masing kaidah dasar dan kaidah
turunan kedalam kasus.
Autonomy
Kaidah dasar autonomy memberikan hak kepada seseorang untuk menentukan apa yang
boleh dilakukan pada diri orang tersebut (the right of self determination). Setiap tindakan medis
kepada seseorang pasien hanya bisa dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pasien
tersebut. Orang lain dapat bertindak mewakili pasien apabila pasien memang tidak dapat membuat
keputusan dan orang lain tersebut memang dapat merepresentasikan kepentingan pasien, yaitu
biasanya keluarga terdekatnya. Meskipun de mikian, pada umumnya dalam keadaan tertentu
(darurat medik), tindakan medis dapat dilakukan tapa persetujuan pasien untuk
Kaidah dasar ini mendasari doktrin informed consent, yang mengatakan bahwa pasien hanya
dianggap telah membuat keputusan yang layak apabila sebelumnya telah diberi informasidan
memahami tentang hal-hal yang diperlukan untuk membuat keputusan tersebut. A patient with
a professional to do something.
Beneficence
Kaidah dasar beneficence memberikan kewajiban kepada para dokter atau tenaga kesehatan
pada umumnya untuk selalu memperhatikan atau mengutamakan kebaikan bagi pasien.
Kepentingan pasien adalah yang utama dalam mempertimbangkan suatu keputusan atau tindakan
medis. Dalam hal ini tidak berarti bahwa hanya tindakan yang scara absolute memberikan dampak
beneficence). Melainkan juga tindakan yang memiliki dampak positif relative lebih bear daripada
dampak negatifnya (balancing of utility atau proportionality, balancing of benefit and harm).
Untuk mempertimbangkannya dapat dilakukan cost benefit analysis, cost effectivenenn alaysis,
Kaidah dasar autonomy dapat bertentangan dengan prinsip kedokteran pada umumnya yang
bertujuan untuk kebaikan pasien. Dokter harus berhati-hati dalam membuat keputusan dengan
dan tenaga kesehatan lainnya untuk tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien
primum non nocere dan first do no harm adalah slogan yang biasa merepresentasikan kaidah dasar
kewajiban mencegah negative. Suatu tindakan yang merugikan tidak selalu dianggap tindakan
yang birik (princip double effect), yaitu apabila tindakan tersebut secara intristik tidak salah
memperoleh akibat baik. Akibat buruknya bukanlah cara untuk mencapai akibat baiknya, dan
terdapat pertimbangan yang layak antara akibat baiknya dengan akibat buruknya.
Justice
Kaidah dasar justice mewajibkan kepada para tenaga kesehatan untuk bersikap fair (jujur,
terbuka) dan adil dalam mendistribusikan sesuatu sumber daya (distributive justice). Seseorang
saman dapat saja dilakukan apabila ketidaksamaan tersebut justru menguntungkan semua pihak,
Pada dasarnya setiap orang harus memperoleh akses yang sama untuk memperoleh layanan
ditujukan untuk memberikan peluang bagi yang tidak mampu untuk tetap dapat memperoleh
layanan medis.
Privasi dan kerahasiaan informasi dalam pelayanan kedokteran memiliki 2 peran, yaitu
pertama sebagai penghormatan atas individualitas pasien dan kedua sebagai dasar terjadinya rasa
percaya pasien yang diperiukan dalam arangka pelayanan kedokteran. Kerahasiaan informasi
dianggap sebagai sebagai salah satu hak pasien yang azasi, dikrarkan dalam sumpah dan kode etik
Pasien adalah pemilik informasi tentang dirinya (tidak terbatas hanya informasi kesehatan,
melainkan juga informasi tentang pribadinya), diserahkan kepada para petugas kesehatan untuk
dipergunakan dalam upaya kesehatan terhadap dirinya, tetapi dirahasiakan dari pihak lain yang
misalnya pihak asuransi kesehatan, tetapi mereka hanya dapat informasi atas persetujuan pasien.
Immanuel Kant percaya bahwa berkata benar sangat penting dibidang kedokteran. Dokter
dengan pasien harus bisa berbicara terbuka secara bebas dalam kesetaraan, jujur satusama lain,
membuka informasi secara akurat dan menghindari kebohongan sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman. Meyer (1969) disisi lain mengatakan bahwa berkata benar memang penting,
tetapi tidak bila pengungkapan informasi itu membahayakan kesehatan pasien. Dalam hal ini
kesehatan tertentu bag pasien-pasien dengan keadaan kesehatan (terutama mental) tertentu.
Fidelity
Kaidah turunan in mewajibkan kepada para tenaga Kesehatan untuk tetap memberikan layanan
kedokteran demi kepentingan pasien, sepajnjang tidak ada alas an untuk menghentikan hubungan
Kata Akhir
Pembuatan keputusan etik dibidang kedokteran pada umumnya dapat dibuat dengan menggunakan
pendekatan dan kaidah dasar moral mum yang berlaku dikalangan kedokteran serta melalui tata
cara penalaran dan justifikasi yang baku. Meskipun demikian, putusan yang diambil sangat
ditentukan oleh situasi-kondisi kasus per-kasus dengan mempertimbangkan juga factor-faktor lain
Keputusan etik yang telah pernah dibuat dan diketahui dapat diterima (acceptable) dapat
diulang pada situasi dan kondisi yang serupa. Setiap staf medis didalam rumah sakit dapat
membuat keputusan etik yang bersifat umum dan sehari-hari. Namun perlu diingatkan bahwa
setiap staf medis diharapkan untuk berupaya berkonsultasi dengan sejawatnya atau seniornya atau
bahkan dengan Ketua Departemennya dalam hal akan membuat keputusan etik yang baru baginya.
Komite Etika Rumah Sakit merupakan suatu badan yang tepat untuk berkonsultasi bagi para
staf medis, baik secara pribadi ataupun secara institusional, dalam rangka membuat keputusan etik
Kepustakaan
1. Beauchamp TL and Childress JF. Principles of Biomedical Ethics. Third edition. New York:
2. Darr K. Ethics in Health Services Management. Third Edition. Baltimore: Health Proffesion
Press, 1997.
3. P"Raurke K. A Primer for Health Care Ethics, Essaya for a pluralistic society. Second Edition.
4. Monagle JF and Thomasma DS. Health Care Ethics, Critical Issues for the 21st century.
5. Vetch RM. Medical Ethics. Second Edition. Boston: Jones and Bartlett Publishers, 1997.
7. Meyer BC. Thruth and the physician. Bull of the New York Academy of Medicine 45 (1969):
59-71.
Lampiran 10
HAK-HAK PASIEN'
1. Pasien berhak menerima perawatan yang diberikan kepadanya dengan sopan dan penh
perhatian.
2. Pasien berhak menerima keterangan lengkap dan jelas dari dokternya mengenai diagnosis,
perawatan dan prognosisnya melalui istilah yang mudah ditangkap dan dimengerti oleh
pasien. Bila kesehatan pasien tidak memungkinkan dia memperoleh keterangan itu secara
langsung, keterangan itu harus disampaikan kepada orang yang mewakili pasien. Pasien
3. Pasien berhak mendapat keterangan yang jelas sebelum ia diminta menyetujui suatu prosedur
atau perawatan lain. Kecuali dalam keadaan gawat, pasien harus menerima keterangan yang
terinci mengenai risiko yang dihadapi dan berapa lama a harus dirawat sebelum pulih
kembali. Pasien juga berhak mendapat keterangan mengenai perawatan alternatif. Pasien juga
berhak mengetahui nama orang yang akan melaksanakan perawatan atau tindakan tersebut.
4. Pasien berhak menolak perawatan atau tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku dan
5. Keterangan medis mengenai pasien bersifat sangat pribadi. Diskusi, konsultasi pemeriksaan
dan perawatan harus dilaksanakan dengan merahasiakan keterangan mengenai pasien ini
sehingga orang lain yang tidak berkepentingan tidak akan mengetahuinya. Pasien harus
member ijin sebelum orang yang tak berhubungan langsung dengan perawatannya boleh
6. Pasien berhak menerima jaminan bahwa semua dokumen yang berhubungan dengan
perawatannya akan dianggap sangat pribadi dan tidak dapat diberikan kepada orang yang tak
7. berkempentingan.
8. Pasien berhak atas pelayanan yang sebaik-baiknya dan permintaannya yang dapat dipenuhi
harus dipenuhi. Bila diperlukan, pasien dapat dipindahkan ke lembaga medis atau rumah
sakit yang lain, tetapi sebelum in dilaksanakan pasien harus memahami alas an dan
pertimbangan atas keputusan ini. Pasien juga harus dijinkan masuk rumah sakit atau lembaga
meds lain.
9. Pasien berhak menerima keterangan mengenal hubungan rumah sakit tempat ia berada
dengan lembaga meds lain yang terlibat dalam perawatannya. Pasien juaga berhak
mengetahui
10. hubungan profesional diantara dokter dan orang lain yang memberikan perawatan.
11. Pasien berhak diberitahu bila rumah sakit tempat a berada mengadakan penelitian-penelitian
yang mellbatkan pasien. Pasien berhak menolak ikut dalam program penelitian.
12. Pasien berhak memperoleh jaminan bahwa perawatan yang ia terima tak akan terputus, tetapi
akan berlangsung dengan lancer. Pasien berhak mendapat keterangan mengenal tindak
13. lanjut perawatan setelah a pulang dari rumah sakit.
14. Pasien berhak melihat perincian biaya perawatan rumah sakit, meskipun bukan a sendiri yang
15. Pasien berhak mendapat keterangan mengenal segala peraturan rumah sakit yang berlaku dan