Anda di halaman 1dari 11

PENEGAKAN HUKUM DI

INDONESIA
(UU TIPIKOR, PP, DAN LAIN-LAIN)

Disusun Oleh Kelompok 9


Indri Febrianti (210605507)
Kholifatunisa (210605508)
Lusi Firmawati (210605509)
M a l i a Yu n i t a ( 2 1 0 6 0 5 5 1 0 )
M a r d i a n a ( 2 1 0 6 0 5 5 11 )
Maryati (210605512)
M e i n u r m a I n d r i Ya n t i ( 2 1 0 6 0 5 5 1 3 )
LA Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah
TA
R air selama ini tidak saja merugikan Keuangan Negara atau
BE
Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan
LA
KA pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
NG
masyarakat, menghambat pertumbuhan dan

kelangsungan pembangunan nasional untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat

digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi

kejahatan luar biasa. Metode konvensional yang selama

ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan

korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya

pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa.


Istilah korupsi diturunkan dari bahasa Latin corruptio yang berarti

PENGERTIAN hal merusak, godaan, bujukan, atau kemerosotan. Kata kerjanya

adalah corrumpere (corrumpo, saya menghancurkan) yang berarti


Pengertian korupsi secara harfiah
menimbulkan kehancuran, kebusukan, kerusakan, kemerosotan.
dapat berupa:

1. Kejahatan, kebusukan, dapat Bahasa Latin juga menamai pelaku korupsi dengan corruptor.
disuap, tidak bermoral, kebejatan
Bahasa Indonesia pun menamai pelaku korupsi dengan koruptor.
dan ketidak jujuran.

2. Perbuatan yang buruk seperti (Priyono, 2018: 22).


penggelapan uang, penerimaan
uang sogok dan sebagainya.

Perbuatan yang kenyataannya 3. Menurut Sayed Hussein Alatas dalam bukunya “Corruption and
menimbulkan keadaan yang
bersifat buruk. the Disting of Asia” menyatakan “bahwa tindakan yang dapat
4. Perilaku yang jahat dan tercela,
atau kebejatan moral.
dikategorikan sebagai korupsi adalah penyuapan, pemerasan,

5. Sesuatu yang dikorup, seperti nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk
kata yang diubah atau diganti
secara tidak tepat. kepentingan pribadi.
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berbagai peraturan perundang-undangan berkaitan dengan upaya pemberantasan KKN (Korupsi,


Kolusi dan Nepotisme) dapat dicatat antara lain:

Peraturanpemberantasan korupsi yang pertama ialah Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April
1957 Nomor : Prt/PM/06/1957, tanggal 27 Mei 1957 Nomor Prt/PM/03/1957 dan tanggal 1 Juli
1957 Nomor : Prt/PM/011/1957.
Undang-Undang Nomor : 24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Lembaga Penegakan Tindak Pidana Korupsi

Kejaksaan Agung
Republik Indonesia

Kepolisian
Republik
Indonesia
Selain lembaga-lembaga tersebut, dalam upaya meningkatkan
kemampuan dalam penanggulangan korupsi, telah pula dibentuk
beberapa lembaga baru yaitu:

•Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

•Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; yang dibentuk


berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005);

•Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;

•Tim Pemburu Koruptor.


Upaya yang telah termuat dalam peraturan perundang-undangan untuk
menjamin terpulihkannya kerugian negara antara lain melalui:

Perampasan aset hasil tindak pidana korupsi;

Pembuktian terbalik dalam rangka optimalisasi


pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi
Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi
melalui gugatan perdata serta
Pidana pembayaran uang pengganti dalam rangka

pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.


Soerjono Soekanto bahwa agar hukum itu berfungsi
dimasyarakat diperlukan adanya keserasian antara empat
faktor, yakni:

Adanya sinkronisasi yang sistematis diantara kaidah-kaidah hukum atau peraturan baik

secara vertikal maupun horizontal sehingga tidak bertentangan satu sama lain;

Pelaksana penegak hukum mempunyai pedoman yang jelas tentang kewenangannya dalam

menjalankan tugas, sekaligus kualitas kepribadian petugas untuk melaksanakan dan


mentaati peraturan yang diberlakukan;

Derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum sangat mempengaruhi


pelaksanaan hukum. Derajat kepatuhan hukum ini tergantung dari proses pembuatan
hukum.
Fasilitas atau sarana pendukung pelaksanaan hukum harus memadai secara fisik
Peraturan Perundang-undangan

1.Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi


Pemberantasan Korupsi.
2.Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasa Tindak Pidana korupsi.
3.Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasa Tindak Pidana korupsi.
Penyelesaian tindak pidana korupsi dapat ditinjau
dari berbagai aspek yaitu :

•Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP)

•Aturan Hukum di luar KUHP


KESIMPULAN SARAN

Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga Salah satu langkah yang harus
saat ini masih menjadi salah satu penyebab
diambil dalam rangka mendorong
terpuruknya sistem perekonomian bangsa.

Hal ini disebabkan karena korupsi di


percepatan pemberantasan korupsi

Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas di Indonesia adalah meninjau


sehingga bukan saja merugikan kondisi kembali peraturan perundang-
keuangan negara, tetapi juga telah melanggar
undangan tentang korupsi yang
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
telah ada termasuk di dalamnya
secara luas. Untuk itu pemberantasan tindak

pidana korupsi tersebut harus dilakukan prosedur dalam penanganan


dengan cara luar biasa dengan menggunakan perkara korupsi secara keseluruhan.
cara-cara khusus.

Anda mungkin juga menyukai