Anda di halaman 1dari 21

6 6

1 9
V
N
CO 9
7
6

E 1 8

IN
N 1
U 0
2
L T
A
H
U
N

A D R
4
7
T
A
H

LO O
M
O
O
R
8
4

N M
S O
E N
R S
P E
P R
E P
K R
E
P
Konvensi ini bertujuan :

menetapkan prinsip dan peraturan yg seragam


untuk menentukan batas kapal - kapal yg melayari
pelayaran internasional untuk dapat dimuati guna
menjamin keselamatan jiwa dan harta benda di
laut.
GARIS MUAT KAPAL
• Kapal-kapal dalam pelayaran internasional harus disurvei,
ditandai, dan diberikan Sertifikat Garis Muat Internasional
(1966) Konvensi tidak berlaku untuk:
(a) Kapal Perang
(b) Kapal baru kurang dari 24 mtr. panjangnya;
(c) Kapal yang ada kurang dari 150 GT;
(d) Kapal pesiar yang tidak terlibat dalam perdagangan;
(e) Kapal penangkap ikan
Pasal 13 dan 14 Load Line Convention memberi pedoman yang
berkaitan dengan survey dan penandaan (marking) atas kapal
menurut jenis air dan musim

Pasal 14 SURVEY

Survey pendahuluan (initial Survey). Yang dilakukan pada saat


kapal belum pernah dioperasikan atau dalam proses
pembangunan.
Survey tahunan ( annual survey) yang dilakukan tiga bulan
sebelum dan sesudah ulang tahun sertifikat pada tahun kedua,
ketga dan keempat,
Survey Pembeharuan ( Renewal Survey) tiga bulan sebelum
ulang tahun sertifikat yang kelima
BADAN KLASIFIKASI ASING YANG DIAKUI DALAM KETENTUAN
PASAL 5 KM 20 TAHUN 2006 ADALAH :

1. Loyd Register of Shipping (UK atau Inggris)


2. Germanisher Llyoid (Jerman)
3. American Bureau of Shipping (Amerika Serikat)
4. Nippon Kaiji Kyokai (Jepang)
5. Det Norske Veritas (Norwegia)
6. Bureau Veritas (Perancis)
7. China Classification Society (RRC)
8. Korean Register of Shipping (Korsel)
9. Russian Register of Shipping  (Rusia).
Adapun isi dari sertifikat garis muat meliputi Nama kapal, nama panggilan kapal,
nama pelabuhan pendaftaran, isi kotor, dan ukuran serta susunan lambung
timbul/Merkah Kambangan/Plimsol Mark dituliskan huruf : (lihat gambar dibawah
ini).

S = Musim panas
T = Daerah Tropis
F = Daerah Air Tawar
TF = Daerah Air Tawar di tempat Tropis
PERATURAN NASIONAL GARIS MUAT KAPAL

 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Th 2016 tentang Garis Muat Kapal dan
Pemuatan.
 Surat Edaran No. 003/3/11/DJPL-18 yang ditandatangani Dirjen Perhubungan Laut
pada 12 Januari 2018
 Sertifikat garis muat kapal pertanggal 1 Februari 2018 harus ditulis dalam format
Bahasa Indonesia atau dual bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
 pemasangan marka garis muat, wajib dipasang di atas kapal berbendera Indonesia
yang peletakan lunasnya atau kapal asing yang berganti bendera Indonesia dilakukan
setelah Surat Edaran dikeluarkan
 KM Perhubungan No 65 th 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera
Indonesia
KM Perhubungan No 65 th 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera
Indonesia (NON CONVENTION VESSEL STANDAR/NCVS Bab VI)
Berlaku Untuk Kapal :
• seluruh kapal niaga yang tidak berlayar ke luar negeri,
• kapal-kapal barang berukuran GT dibawah 500 yang berlayar ke luar negeri,
• kapal yang tidak digerakkan dengan tenaga mekanis (tongkang, pontoon dan
kapal layar);
• Kapal-kapal kayu atau kapal layar motor (KLM) dengan mesin penggerak;
• Kapal-kapal penangkap ikan;
• Kapal-kapal pesiar;
• Kapal-kapal dengan rancang bangun baru dan tidak biasa (novel);
• Kapal-kapal negara yang difungsikan untuk niaga;
• semua kapal yang ada, yang mengalami perubahan fungsi.
PENGECUALIAN KONVENSI LOAD LINE 1966
Pasal 6
Kapal-kapal yang melakukan pelayaran internasional antara batas pelabuhan-
pelabuhan tetangga dua atau lebih negara
Sebuah kapal yang biasanya tidak menggunakan pelayaran internasional tetapi,
diharuskan untuk melakukan pelayaran internasional.

Pasal 12 - Perendaman
Kapal-kapal di air tawar dapat terbenam sampai dengan batas di air tawar yg
diperbolehkan(FWA) yang ditunjukkan pada Sertifikat.
RUANG LINGKUP PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR 39 TH 2016 TENTANG GARIS MUAT KAPAL DAN PEMUATAN.
Pasal 2
a. kapal berbendera Indonesia semua ukuran yang berlayar di pelayaran Kawasan Indonesia;
b. kapal berbendera Indonesia dengan panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dan
tonnase kotor (GT) kurang dari 150 GT yang berlayar di perairan internasional;
c. kapal berbendera Indonesia yang hanya beroperasi di pelayaran kawasan Indonesia dapat
menerapkan ketentuan konvensi garis muat Internasional;
d. kapal berbendera Indonesia dengan panjang 24 m (dua puluh empat meter) atau lebih dan/atau
kapal dengan tonase kotor GT 150 atau lebih dengan yang berlayar di pelayaran Internasional
wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam konvensi garis muat Internasional/ International
ILLC 1966; dan
e. kapal Asing dengan panjang 24 m atau lebih dan/atau kapal dengan tonase kotor GT 150 atau
lebih yang berlayar atau masuk di pelayaran kawasan Indonesia wajib memenuhi ketentuan yang
diatur dalam konvensi garis muat Internasional/ILLC
Pasal 3
Ketentuan mengenai kapal asing dengan panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter
dan/atau tonase kotor (GT) kurang dari 150 GT (seratus lima puluh Gross Tonnage) yang
berlayar atau masuk di pelayaran kawasan Indonesia harus memenuhi sekurang-kurangnya
persyaratan garis muat sebagaimana diterapkan dari pemerintah negara benderanya untuk
pelayaran internasional.
BATAS GARIS MUAT
Pasal 39
(1) Marka garis muat kapal tidak boleh terbenam pada saat kapal berangkat, selama
dalam pelayaran dan pada waktu tiba sesuai dengan garis muat yang telah ditentukan.
(2) Pemuatan dikapal tidak boleh melebihi batas marka garis muat yang telah ditentukan
di dalam sertifikat garis muat.
(3) Dalam hal pemuatan di atas kapal melebihi batas garis muat yang telah ditentukan
dalam sertifikat maka terhadap kapal tersebut harus dilakukan penyesuaian.
(4) Dalam hal kapal berada di air tawar dengan densitas satu, garis muat yang sesuai
dapat berada di dalam air sebesar jumlah air tawar yang tercantum pada sertifikat
sesuai peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal densitas berbeda dari satu, suatu kelonggaran harus diperhitungkan secara
proporsional terhadap perbedaan antara 1,025 dan densitas yang aktual.
(6) Dalam hal kapal meninggalkan suatu pelabuhan yang berlokasi di sungai atau
perairan darat, pemuatan yang lebih dalam harus diperbolehkan sesuai dengan berat
bahan bakar dan bahan lain yang diperlukan untuk konsumsi diantara titik
keberangkatan dan laut.
INTERNATIONAL LOAD LINES CONVENTION
The Convention have 34 Articles, includes three annexes.

Annex I is divided into four Chapters:


Chapter I - General;
Chapter II - Conditions of assignment of freeboard;
Chapter III - Freeboards;
Chapter IV - Special requirements for ships assigned timber freeboards.
Annex II covers Zones, areas and seasonal periods.
Annex III contains certificates, including the International Load Line Certificate.
AMENDMENTS
Various amendments were adopted in 1971, 1975, 1979, and 1983 but they required positive
acceptance by two-thirds of Parties and never came into force.

The 1988 Protocol, adopted in November 1988, entered into force on 3 February 2000. As
well as harmonizing the Convention's survey and certification requirement with those
contained in the SOLAS and MARPOL conventions, the 1988 Protocol revised certain
regulations in the technical Annexes to the Load Lines Convention and introduced the tacit
amendment procedure, so that amendments adopted will enter into force six months after
the deemed date of acceptance unless they are rejected by one-third of Parties. Usually, the
date from adoption to deemed acceptance is two years.
N D
L A
R O ST
N T LA
O A L
C B 04
E
TH IPS S 20 1
5

O R SH T 2
0
F OF EN N
O N T IM H
U
I
T E N E D T
A
N
E EM D S 3
2
V
N AG AN
1
O
C AN R M
O
R

M AT E N
O
S
W R
E
P
R
E
P
LATAR BELAKANG
• Posisi Indonesia di perlintasan pelayaran kategori padat karena berada
diantara dua benua dan dua samudera berpotensi mengalami pencemaran
dari air ballas (ALKI).

• UNCLOS 1982 Bagian XII, bahwa semua negara berhak untuk mencegah,
mereduksi dan mengontrol pencemaran yang terjadi pada lingkungan laut
dengan memanfaatkan segala bentuk teknologi dibawah pengawasan atau
yuridiksi suatu negara untuk mengontrol dan mencegah suatu pollutant yang
mungkin berpotensi dan mengganggu ekosistem laut.
LATAR BELAKANG
• Convention on Biological Biodiversity/CBD 1992, di lautan berpotensi
adanya perpindahan suatu organisme aquatic yang merugikan dan bersifat
patogen melalui ballast water yang dihasilkan oleh aktivitas kapal dapat
mengganggu proses konservasi akibat adanya spesies asing yang datang
(invasive species) melalui ballast water

• International Health Regulation (IHR 1969), disebutkan bahwa pada setiap


pelabuhan laut dan udara haruslah tersedia cara yang efektif dan aman
dalam pembuangan kotoran dan limbah serta benda-benda lain yang
berbahaya bagi kesehatan
ISI KONVENSI

• Terdiri dari 22 pasal yang mengatur mengenai kewajiban flag states dan port
states.
• Konvensi ini memiliki 5 (lima) Annex.
• Bagian A mengatur mengenai aturan umum (general provisions) yang
menjelaskan berbagai terminologi yang digunakan di dalam konvensi.
• Bagian B mengatur mengenai ketentuan pengelolaan dan kontrol terhadap
kapal. Setiap kapal diwajibkan untuk menerapkan konsep pengelolaan air
balas.
• Bagian C mengatur beberapa wilayah dengan aturan khusus.
• Bagian D mengatur standar pengelolaan air balas, sedangkan
• Bagian E mengatur ketentuan tentang survei dan sertifikasi pengelolaan air
balas.
RUANG LINGKUP

• Air ballast adalah air yang digunakan sebagai pemberat dan penyeimbang kapal saat
berlayar. Air ballast di kapal sangat berperan untuk meningkatkan stabilitas kapal,
namun memiliki dampak serius terhadap ekologi karena banyak spesies laut dibawa
dalam air ballast. Spesies laut termasuk bakteri, mikroba, invertebrata kecil, telur,
kista dan larva dari berbagai spesies yang terdapat dalam air ballast yang diambil
dari suatu perairan akan mengganggu ekosistem yang ada di perairan lainnya ketika
air ballast tersebut dibuang atau dikeluarkan dari kapal.
• Ketika kapal melakukan proses ballasting dan deballasting maka akan terjadi
pertukaran organisme di satu daerah dengan daerah lainnya. Proses ini berlangsung
selama bertahun-tahun selama kapal beroperasi. Hal ini mengakibatkan
keseimbangan ekosistem terganggu. Karena organisme asli bercampur dengan
organisme pendatang yang menyebabkan banyak terjadi mutasi genetika.
RUANG LINGKUP
• Konferensi Diplomatik yang diadakan di markas besar IMO di London pada tanggal
13 Februari 2004.
Dalam konvensi tersebut mengharuskan semua kapal harus menerapkan rencana air
ballast dan manajemen sedimen. Semua kapal harus membawa buku catatan air
ballast dan akan diminta untuk melakukan prosedur pengelolaan air ballast yang
ditetapkan oleh standar IMO.

• Pada kapal-kapal yang dibuat pada tahun 2012 dengan kapasitas ballast water
sebesar 5000 m3 atau lebih dari itu harus menerapkan ballast water management
dan harus memenuhi standart yang telah ditentukan pada regulasi sebelumnya.
RUANG LINGKUP
• Konvensi Internasional untuk Kontrol dan Manajemen Air Ballast yang diadakan pada tahun
2004, mewajibkan semua kapal yang menggunakan air ballast untuk menerapkan Standard
D-2 atau melengkapi dengan pengolahan air ballast (Water Treatment) pada tahun 2016.

• Standar Manajemen Air Ballast Berdasarkan Standard D-2 (Ballast Water Treatment).

Standar ini mensyaratkan adanya treatment bagi air ballast yang ditemukan adanya
kandungan lebih dari 10 mikroorganisme per meter kubik yang berukuran lebih dari atau
sama dengan 50 mikron. Dengan adanya pengolahan (Water Treatment) ini maka tidak akan
ada lagi mikroorganisme yang lolos ke lingkungan baru, sehingga kerusakan lingkungan
dapat dicegah.

Anda mungkin juga menyukai