Kelompok 3 - Edema Paru
Kelompok 3 - Edema Paru
PARU
Pendahulua
Endema paru merupakan sebagai suatu
keadaan dimana terjadi perpindahan
cairan dari vaskular paru ke interstisial dan
alveoli paru.
Di Indonesia
Tahun 1994
insiden tersebar
terdapat 74,4
pada IR 5,99% : Th 2000
juta penderita tahun 19,24% : Th 2002
edema paru 1998 dengan
23,87% : Th 2003
incidence
di seluruh rate(IR)=
dunia. 35,19
per
100.000
penduduk
Pembahasa
n
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskular
dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :
1.Peningkatan tekanan hidrostatis.
2.Peningkatan permeabilitas kapiler paru.
(Arif Muttaqin, 2008)
Edema, pada umumnya berarti pembengkakan, ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan –jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh- pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung segala sel-sel darah ).
Jenis edema paru
1. Edema paru kardiogenik, yang menunjukkan edema akibat
peningkatan netto tekanan transmural (hidrostatik atau osmotik);
2. Edema paru non-kardiogenik, yang menunjukkan edema yang
terjadi akibat peningkatan permeabilitas.
Patofisiologis
Jika terbentuknya cairan interstisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadilah edema dinding alveolar.
Pada fase ini komplians paru berkurang. Hal ini meyebabkan terjadinya tapiknea yang mungkin merupakan
tanda klinis awal. Pada klien dengan edema paru, ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
menyebabkan hipoksemia memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak tergantung dan klien
akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.
Edema paru akan mempengaruhi kemampuan mekanik dan pertukaran gas di paru dengan berbagai
mekanisme. Produksi lapisan surfaktan terganggu karena alveoli terendam cairan, serta adanya protein dan sel
debris. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tegangan permukaan pada alveoli, sehingga memudahkan
terjadi kolaps (atelektasis). Adanya penumpukan cairan berlebihan di ruang intestisial juga mengurangi
kelenturan paru dan mempermudah kolaps alveoli dan saluran respiratorik kecil. Resistensi jalan napas juga
meningkat akibat kompresi saluran respiratorik kecil oleh cairan dan penumpukan cairan di interstisial
peribronkial. Efek ini bersama- sama akan mengurangi komplians paru dan meningkatkan resistensi jalan napas
yang secara langsung meningkatkan kerja pernapasan, akhirnya terjadi kelelahan otot respiratorik, dan terjadi
gagal napas.
Diagnosis
Klinis
1. Anamnesa
a. Airway : Pasien EPA harus diperhatikan patensi jalan nafas, apakah ada ditemukan benda asing, atau
kemungkinan aspirasi. Pasien diposisikan dalam posisi duduk sehingga dapat meningkatkan volume dan
kapasitas vital paru, mengurangi kerja otot pernafasan, menurunkan aliran darah vena balk ke jantung dan
mencegah aspirasi.
b. Breathing : Lakukan pemasangan sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15 L/menit oksigen (target
Saturasi O2>90%), berikan bersamaan dengan pemasangan akses IV, monitor EKG dan monitor Saturasi O2
dengan pulse oximetry. Pertimbangkan penggunaan noninvasive positive pressure ventilation (NPPV) atau
bahkan intubasi dan ventilasi mekanik jika sesak nafas semakin berat.
c. Circulation : Monitor sirkulasi secara berkelanjutan. Pada pasien dengan tensi yang tinggi, dapat dilakukan
pemberian nitrogliserin intravena dengan dosis 10-20mcg/menit dititrasi dengan memantau tekanan darah.
Pasien dengan hipotensi dapat diberikan Dobutamin 2-20mcg/kgBB/menit tanpa syok, dan dopamine 2-
20mcg/kgBB/menit jika hipotensi disertai syok.
Kesimpulan
1. Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini
disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :
• Peningkatan tekanan hidrostatis.
• Peningkatan permeabilitas kapiler paru.
2. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan dalam ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan
hidrostasis dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap
air, zat terlarut (solut), dan molekul besar seperti protein plasma (Aryanto,1994).
3. Diagnosis cepat Edema Paru Akut (EPA) diperlukan untuk memulai pengobatan dengan segera. Edema paru akut
dapat didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yaitu dyspnea, takipnea, dan dahak yang berwarna kemerahan.
Pemeriksaan dengan rontgen thoraks dan EKG (elektrokardiografi), berikut echocardiografi atau kateterisasi arteri
pulmonal dapat mengonfirmasi diagnosis edema paru akut.
4. Penatalaksanaan awal dari Edema Paru Akut (EPA) harus melalui pendekatan resusitasi ABC (airway,
breathing, dan circulation).