Anda di halaman 1dari 37

PERITONITIS

Preseptor : dr. Amry Junus., SpB., FInaCS

Presentan :
Edwina Sukmasari Yunus
Perisza Kenanga M
Mochammad Faris Ardiasnyah
Peritoneum merupakan suatu lapisan membrane
serosa tipis yang menempel pada dinding
abdomen dan melindungi organ dalam rongganya.

-Parietal peritoneum: lapisan yang menempel pada


dinding abdomen dan rongga pelvis

-Visceral peritoneum: lapisan yang menempel pada


organ viscera

-Peritoneal cavity: rongga antara lapisan parietal


dan visceral peritoneum, pada laki-laki akan
menutup secara penuh, sedangkan pada
perempuan akan terdapat hubungan dengan
eksternal melalui tuba uteri, uterus, dan vagina.
• Peritoneal Cavity
• -Greater sac :  menempati sebagian
besar ruang di rongga peritoneum,
dimulai dari superior di diafragma
dan berlanjut secara inferior ke
dalam rongga panggul.
• -Omenta bursa: rongga peritoneal di
posterior lambung dan hati dan
berlanjut dengan greater sac melalui
sebuah lubang yang disebut foramen
omental (epiploic).
• Omentum
• Dua lapisan peritoneum, yang melintasi bagian lambung
dan bagian pertama dari duodenum ke organ dalam
lainnya. Terbagi menjadi:
• -Greater omentum: lipatan peritoneum besar seperti
apron yang menempel pada bagian greater lambung dan
bagian pertama pada duodenum
• -Lesser Omentum: lipatan peritoneum yang menempel
pada lesser lambung  dan bagian pertama dari
duodenum ke permukaan inferior hati
• Mesenterium
• Mesenterium adalah lipatan
peritoneum yang besar,
berbentuk kipas, dan berlapis
ganda yang menghubungkan
jejunum dan ileum ke dinding
posterior abdomen.
Mesenterium berisi arteri,
vena, saraf, dan limfatik yang
memasok jejunum dan ileum.
• Ligamen Peritoneum
• Ligamen peritoneal terdiri dari dua
lapisan peritoneum yang
menghubungkan dua organ satu sama
lain atau menempelkan satu organ ke
dinding tubuh. mereka biasanya dinamai
sesuai struktur yang dihubungkan.
Sebagai contoh, ligamentum
splenorenal menghubungkan ginjal kiri
ke limpa dan ligamen gastrofrenik
menghubungkan lambung ke diafragma.
• FUNGSI
• Sekresi serosa untuk lubrikasi mengurangi
gesekan organ visera
• Absorbsi cairan
• Menyokong organ visera
• Hubungan antara peritoneum dengan organ viseral
• Intraperitoneal viscera - secara menyeluruh organ
tersebut diselimuti peritoneum. Contoh: lambung,
bagian superior duodenum, jejenum, ileum, caecum,
appendix, transverse dan sigmoid colon, spleen, dan
ovarium.
• Interperitoneal viscera - sebagian besar organ
visera dikelilingi oleh peritoneum. Contoh: liver,
gallbladder, ascending descending colon, bagian atas
rectum, kandung kemih, dan uterus.
• Retroperitoneal viscera - hanya bagian anterior
organ viscera yang berhubungan dengan peritoneum
dikarenakan posisi nya berada di posterior peritoneum.
Contoh: ginjal, suprarenal, pancreas, bagian horizontal
dan descending duodenum, bagian tengah dan
bawah rectum, dan ureter.
• Peritoneal fluid
• Peritoneal fluid adalah suatu cairan bewarna kuning pucat yang
kaya akan leukosit. Mobile viscera gliding secara mudah satu
sama lain. Peritoneal fluid bergerak secara upward menuju
subphrenic spaces- sebagaimana posisi badan oleh:
• Pergerakan diaphragma.
• Pergerakan otot abdominal
• Pergerakan peristaltik
• Peritoneum luas di daerah diaphragma
DEFINISI
• Peritonitis – peradangan yang disebabkan oleh infeksi
pada selaput organ perut (peritonieum)
• Dikarakteristikkan dengan adanya nyeri dengan
muscle guarding
• Rebound /percussion tenderness yang positif pada
pemeriksaan fisik
• Nyeri berkurang ketika berbaring diam dan semakin
nyeri dengan pergerakan
• Dapat terjadi secara localised atau generalised
•Epidemiologi :

- Laki-laki > perempuan

- Pada tahun 2008 prevalensi peritonitis di Indonesia 7 % dari total

penduduk Indonesia atau sekitar 179.000

- Di Indonesia : Penyebab tersering: perforasi appendisitis, perforasi

typhus abdominalis, trauma organ hollow viscus.


Etiologi :

● perforasi
● Apendisitis perforasi
● typhus abdominalis
● trauma organ
● peritonitis yang disebabkan infeksi kuman
mycobacterium Tuberculosis

Infective –
 Penyebab tersering peritonitis : bakteri

 Non-infective –
 Kebocoran dari cairan tubuh yang steril ke peritoneum
yang menyebabkan peritonitis

\
Faktor Risiko
• Penyakit hati dengan ascites
• Appendicitis
• Pancreatitis
• Trauma
• CAPD (Countinous Ambulatory Peritonealn Dyalisis
• Ulkus gaster
• Infeksi kandung empedu
• Kerusakan ginjal
• Klasifikasi

• Berdasarkan pathogenesis
• Primary peritonitis
• Secondary peritonitis
• Tertiary peritonitis
• Primary Peritonitis
• Primary peritonitis occurs when microbes invade the normally
sterile confines of the peritoneal cavity via hematogenous
dissemination from a distant source of infection or direct
inoculation.
• This process is more common among patients who retain
large amounts of peritoneal fluid due to ascites, and in those
individuals who are being treated for renal failure via
peritoneal dialysis.
• Secondary Peritonitis
• Secondary peritonitis occurs subsequent to
contamination of the peritoneal cavity due to
perforation or severe inflammation and
infection of an intra-abdominal organ.
• Examples include appendicitis, perforation of
any portion of the gastrointestinal tract, or
diverticulitis.
• Tertiary (persistent) peritonitis.
• Patients in whom standard therapy fails then develop an
intra-abdominal abscess, leakage from a GI anastomosis
leading to postoperative peritonitis
• Even with effective antimicrobial agent therapy, this
disease process is associated with mortality rates in
excess of 50%.
• Hypotension and tachycardia

• Acute abdominal pain and tenderness

• Fever

• Location of the pain depends on the underlying cause

Manifestasi
and whether the inflammation is localized or generalized.

• Rigidity of abdominal wall

Klinis
• Absent of bowel sound

• Sign of dehydration

• Leukocytosis at laboratory findings

• Plain abdominal film may show dilation of large and small


bowel with edema of the bowel wall. Free air under the
diaphragm is associated
with a perforated viscus.
• Anamnesis
• Nyeri perut yang hebat, tajam, dirasakan terus-
menerus, dan diperparah dengan adanya pergerakan. 
• Adanya anoreksia, mual, dan muntah (tergantung
etiologi dari peritonitis)
• Etiologi dari peritonitis sekunder: riwayat penyakit
sekarang (riwayat dyspepsia kronis mengarahkan ke
perforasi ulkus peptikum)
• Peritonitis primer patut dicurigai pada pasien-pasien
dengan tanda klinis asites dan riwayat penyakit liver
kronis (terutama sirosis hepatis)
•B. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
• Distensi abdomen
• Pasien cederung diam tidak bergerak
• Dalam posisi meringkuk (mengurangi nyeri)
• Palpasi
• Guarding
• Rebound tenderness
• Involuntary rigidity
• Perkusi
• Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal hal ini menandakan adanya
udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi.
•C. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
• Darah rutin & hitung jenis leukosit
• Analisa kultur cairan peritoneal  10-20 ml ke dalam 100 ml botol kultur
• (The presence of more than 100 WBCs/mL (100,000 WBCs/mm3), and microbes with a single
morphology or double on Gram’s stain performed on fluid obtained via paracentesis. )
• Radiologi
• USG
• Melihat cairan peritoneal
• Mencari penyebab: apendisitis, pankreatitis, dll
• X-ray thorax PA, lateral & abdomen
• Air-fluid level
• Pneumoperitoneum
• CT-scan
• Melihat abses peritoneal
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
•Terbagi menjadi dua:
• Terapi umum  Terapi suportif seperti :
oksigenisasi jaringan, dekompresi, resusitasi
cairan dan elekrolit.
• Terapi khusus  Terbagi menjadi dua yaitu
terapi non operatif dan terapi operatif.
PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan :
● mengontrol sumber infeksi
● menghilangkan bakteri dan toksinnya
● menstabilkan fungsi system tubuh
● mengontrol proses inflamasi
PENATALAKSANAAN

Terapi non operatif termasuk;


● pemberian antimikroba sistemik,
● perawatan intensif,
● pemberian nutrisi yang cukup
Secara umum, pasien dengan peritonitis mengembangkan beberapa derajat disfungsi usus
(misalnya, ileus) setelah eksplorasi. Kebutuhan nutrisi meningkat selama sepsis, dengan
kebutuhan kalori 25-35 kkal/kg/hari.
● terapi modulasi respon inflamasi
1. Resusitasi Hemodinamik
● Resusitasi cairan agresif untuk mengobati penipisan cairan intravaskular harus
dilakukan. Pemberian cairan memerlukan pemantauan tekanan darah, nadi,
pengeluaram urin, hemoglobin dan hematokrit, elektrolit.
2. Terapi antibiotik
● Pengobatan empiris lini pertama adalah dengan sefalosporin generasi ketiga karena
sebagian besar kasus disebabkan oleh mikroba gram negatif aerobik seperti E. coli,.
Etiologic Organisms
Peritonitis Antibiotic Therapy
(Type) (Suggested)
Class Type of Organism

E coli (40%)
K pneumoniae (7%)
Pseudomonas species (5%)
Primary Gram-negative Third-generation cephalosporin
Proteus species (5%)
Streptococcus species (15%)
Staphylococcus species (3%)
Anaerobic species (<5%)
E coli
Gram-negative Enterobacter species
Klebsiella species
Proteus species
Streptococcus species
Gram-positive Second-generation cephalosporin
Enterococcus species
Third-generation cephalosporin
Penicillins with anaerobic activity
Secondary
Quinolones with anaerobic activity
Quinolone and metronidazole
Bacteroides fragilis Aminoglycoside and metronidazole
Other Bacteroides species
Anaerobic Eubacterium species
Clostridium species
Anaerobic Streptococcus species

Enterobacter species Second-generation cephalosporin


Gram-negative
Pseudomonas species Third-generation cephalosporin
Enterococcus species Penicillins with anaerobic activity
Quinolones with anaerobic activity
Tertiary Gram-positive Staphylococcus species Quinolone and metronidazole
Aminoglycoside and metronidazole
Carbapenems
Triazoles or amphotericin (considered in fungal etiology)
Fungal Candida species (Alter therapy based on culture results.)
Persiapan pra operasi
● Resusitasi volume dan pencegahan disfungsi sistem organ sekunder adalah yang paling penting dalam pengobatan pasien
dengan infeksi intra-abdominal.
● Tergantung pada tingkat keparahan penyakit, penempatan kateter Foley dapat diindikasikan untuk memantau keluaran urin.
● Setiap gangguan elektrolit serum yang ada dan kelainan koagulasi harus dikoreksi sejauh mungkin sebelum intervensi apapun.
● Terapi antibiotik sistemik, spektrum luas, empiris harus dimulai segera setelah diagnosis infeksi intra-abdomen dicurigai, dan
terapi selanjutnya harus disesuaikan dengan proses penyakit yang mendasari dan hasil kultur.
● Karena pasien dengan peritonitis sering mengalami nyeri perut yang parah, analgesia yang diberikan sesegera mungkin.
● Dalam keadaan mual, muntah, atau distensi abdomen yang signifikan yang disebabkan oleh obstruksi atau ileus, dekompresi
nasogastrik harus dilakukan sesegera mungkin.
● Pada pasien dengan bukti syok septik atau perubahan status mental, intubasi dan dukungan ventilator harus dipertimbangkan
pada tahap awal untuk mencegah dekompensasi lebih lanjut.
PENATALAKSANAAN
● Prinsip operasi :
○ Eliminasi sumber infeksi
○ Reduksi jumlah bakteri
○ Cegah infeksi persisten & rekuren

Debridement, suctioning, lavase, irigasi


PENATALAKSANAAN
Prinsip Laparotomi
● Prinsip I : Repair
Kontrol sumber infeksi
● Prinsip 2: Purge
Evakuasi inokulasi bakteri , pus, dan adjuvants (peritoneal “toilet”)
● Prinsip 3: Dekompresi
Terapi “abdominal compartment syndrome”
● Prinsip 4 : Kontrol
Pencegahan & terapi infeski yg. persisten/rekuren atau pembuktian “ repair” & “ purge”
PENATALAKSANAAN
DD

 Acute pancreatitis

 Ileus obstruktif
Complication
Left untreated, peritonitis can extend beyond peritoneum, where it may cause:
 A bloodstream infection (bacteremia).
 An infection throughout your body (sepsis). Sepsis is a rapidly progressing,
life-threatening condition that can cause shock and organ failure.
Prognosis
• Mortality rates are <10% for uncomplicated
peritonitis
• Mortality rates are >40% have been reported for
elderly people, those with underlying illness, and
when peritonitis has been present for >48h
DAFTAR PUSTAKA

 Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartz’s, Principles of Surgery. 9 th


Edition. McGraw-Hill. 2010.
 Skipworth, R.J.E., 2007. Acute abdomen : peritonitis. , pp.1–4.
 T. R. Harrison, MD. Harrison’s, Principles of Interna Medicine. 19 th
edition. McGraw-Hill. 2015
 Szeto, CC., Piraino, B., Arteaga, JD. ISPD Peritonitis Recommendation :
2016 update on prevention and treatment. 2016
 Longo, D.L ., Fauci, A.S. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology.
McGraw-Hill. 2010

Anda mungkin juga menyukai