Anda di halaman 1dari 54

PENDAHULUA

Meningkatkan derajat kesehatan


Rumah Sakit/ masyarakat
Fasyankes Memberikan layanan
kesehatanbermutu,akuntabel,
transparan ke masyarakat

Padat karya

PPI Healthcare
Associated Patient Safety
Infections

Kebijakan Kemkes Dasar Hukum


Penilaian Akreditasi
HEALTHCARE
ASSOCIATED
INFECTIONS
Dahulu namanya (HAIS)
: Infeksi Nosokomial
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, dimana tidak infeksi
atau dalam masa inkubasi saat masuk rawat serta
dapat muncul setelah pulang rawat dan juga
infeksi yang dapat terjadi pada petugas di
fasilitas pelayanan kesehatan karena pekerjaanya
 Gambaran mutu, citra, kualitas pelayan
 Peningkatan kasus penyakit infeksi (New
Emerging, emerging dan re emerging
disieases) dan infeksi terkait pelayanan
kesehatan
 KLB (out Break) unprectable
 Patient Safety dan Healthcare worker
safety
 Hais berisko terhadap biaya dan tuntutan
hukum
 PPI sebagai upaya kegiatan untuk
meminimalkan atau mencegah terjadinya
infeksi pada pasien, petugas , pengunjung dan
masyarakat
 Kebijakan, Pedoman, SPO disusun
berdasarkan per undang undangan yang
berlaku
 Acuan pembanding : WHO, CDC, Jurnal,
riset dan evident based
Petugas
 Kurangnya kompetensi tenaga kesehatan
Kurangnya kepatuhan melaksanakan prinsip-prinsip
PPI:penerapan Kewaspadaan Standar, penerapan bundles of
HAIs, penggunaan antimikroba yang tidak rasional
 Kurangnya kepedulian tenaga kesehatan

Peralatan
 Tidak bersih
 Tidak steril

Lingkungan
 Udara yang tidak sehat
 Peralatan yang tidak steril
 Permukaan lingkungan yang kotor

 Antibiotika tidak rasional/bijaksana


PERMASALAHA
N Setelah
Kebutuhan selesai
PPI Dianggap
Akreditasi
back
to
basic

KUANTIT Mutu pelayanan


AS

KUALIT Pimpinan Kuantitas


yankes
AS
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN
 KEWASPADAAN ISOLASI
 SURVEILANS HAIs
 PENCEGAHAN PPI DENGAN BUNDLES
HAIs
 PENDIDIKAN &PELATIHAN PPI
 PENGGUNAAN AB YANG BIJAK
PPI dilaksanakan melalui penerapan:
 Prinsip kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan berdasarkan
transmisi;
 Penggunaan antimikroba secara bijak; dan
 Bundles Hais
 Surveilans Hais
 Pendidikan dan pelatihan
• Pengelolaan • Limbah RS :
alkes : kritikal, infeksiun, non
semi kritikal, infeksius, benda
Non kritikal tajam

APD : Sarung
KEBERSIHA
tangan,
N TANGAN :
Masker,
Praktek Lumbah 5
MOMENT & 6 kacamata, Penempatan
Fungsi : lokasi gaun, sepatu
LANGKAH pasien : Kohort,
tindakan, asepsis,
Isolasi (airborne,
penggunaan APD
mekanik, natural
ventilasi)
Manajemen Pengendalian
Linen : Kotor, Lingkungan :
Infeksius dekontaminasi

• Kesehatan • Penyuntikan
petugas : needle yang aman :
stick injuri dan single use, obat
immunisasi Kebersihan high allert
pernafasan/etika
batuk wardanelayunus@yahoo.com
KEWASPADAA
N
TRANSMISI

16
PELAKSANAAN PROGRAM KEGIATAN ICRA
KEPADA :

 ICRA KONSTRUKSI
 Identifikasi tipe/jenis konstruksi kegiatan proyek
 indentifikasi kelompok resiko
 matrix pengendalian infeksi antara kelompok resiko
dengan type konstruksi
 Menetapkan kelas/tingkat infeksi
 tindakan pengendalian infeksi berdasarkan
tingkat/kelas resiko infeksi
 monitoring pelaksanaan
 ICRA PROGRAM PPI
• Indentifikasi masalah resiko infeksi
• indentifikasi frekuensi/probality kejadian
• Indentifikasi Dampak risiko
• penilaian sistem, peraturan dan fasilitas
yang ada
• penilaian skoring dan prioritas
• tindakan pengendalian masalah berdasarkan
prioritas
• Monitoring pelaksanaan
PENERAPAN PPI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN (HEALTH
CARE ASSOCIATED INFECTIONS / HAIs)

Infeksi Daerah Operasi (IDO) ATAU Surgical Site Infection


(SSI) adalah infeksi yang terjadi setelah tindakan operasi atau insisi
yang dapat muncul dalam kurun waktu 30 – 90 hari atau 1 tahun
setelah tindakan
Infeksi saluran Kemih (ISK)/ Urinary Tract Infeksi (UTI)
adalah infeksi setelah dipasang alat pada saluran kemih setelah 2 x
24 jam ditemukan tanda tanda kearah infeksi
Ventilator Associated Infection (VAP) adalah infeksi
setelah dipasang alat ventilator setelah 2 x 24 jam ditemukan
tanda tanda kearah infeksi
 Infeksi Aliran Darah (IAD) infeksi setelah dipasang alat
intra vaskuler setelah 2 x 24 jam ditemukan tanda tanda kearah
infeksi
Program pencegahan dan pengendalian infeksi direncanakan dan dilaksanakan oleh
seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan
meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan

Pokok Pikiran
• Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan (lihat Permenkes 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas kesehatan)
• Tujuan PPI adalah mencegah dan menurunkan risiko infkesi yang didapat dan ditularkan
diantara pasien, staf, tenaga professional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelam
mahasiswa, pengunjung dan masyarakat
• Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada kompleksitas, kegiatan
klinis dan pelayanan Puskesmas, besar kecilnya area Puskesmas,tingkat risiko dan
cakupan populasi yang dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai.
PERSIAPAN PENILAIAN :
1. Buat kebijakan, pedoman dan Prosedur PPI dalam
penyelenggaraan pelayanan Puskesmas dengan menetapkan
indikator kinerja program PPI untuk tiap kegiatan yang
direncanakan (R)
2. Ditetapkan tim atau petugas yang bertanggung jawab dalam PPI.
(R)
3. Merancang dan Mengimplementasikan Program PPI
4. Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut program PPI
dengan menggunakan indikator (D, W)
Identifikasi prosedur & pelaksanaan terkait risiko infeksi dengan
menerapkan strategi untuk meminimalkan terjadinya risiko infeksi

Pokok Pikiran
• Puskesmas dalam melakukan asesmen dan pemberian asuhan
memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan staf.
Dalam hal ini, sangat penting mengukur dan mengkaji proses
tersebut untuk menurunkan infeksi. Asesmen risiko terhadap
kegiatan penunjang juga harus dilakukan sesuai prinsip PPI.
• ICRA merupakan pengkajian risiko infeksi yang dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif terhadap risiko infeksi terkait aktifitas
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan serta
mengenali ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut
Elemen Penilaian
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait
dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas
termasuk penunjang layanan. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko
infeksi terkait dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan
petugas termasuk penunjang layanan (D,W)
3. Terdapat bukti strategi ICRA dalam pelaksanaan program
PPI pada renovasi bangunan (D,W)
Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi
yang didapat di fasilitas kesehatan

Pokok Pikiran
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan panduan mengenai kebersihan tangan.
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5
(lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
 Fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu
pengering tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
 Hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus
terjamin di Puskesmas,
Elemen Penilaian
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada
tenaga medis, tenaga kesehatan, seluruh
karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga
pasien. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk
kebersihan tangan tersedia di tempat
pelayanan (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
terhadap pelaksanaan kebersihan tangan.
(D, W)
5.4 Mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan perlu melaksanakan dan
mengimplementasikan program PPI, untuk mengurangi risiko
infeksi baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat,
dan lingkungan
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi

• Sarana yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi


adalah alat pelindung diri (APD). Oleh karena itu APD harus
tersedia di setiap tempat asuhan pasien yang membutuhkan.
• Agar penggunaan APD maksimal maka perlu diberikan edukasi tentang
cara memasang dan melepas alat pelindung diri.
• APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google
(perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung
digunakan secara tepat dan benar oleh petugas puskesmas, dan
digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien
Peralatan perawatan pasien dibersihkan, didisinfeksi, dan
disterilisasi dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

• Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui


proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi
dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding
meliputi :
 Kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan
steril atau sistim pembuluh darah dengan menggunakan tehnik sterilisasi,
seperti instrumen bedah, partus set
 Semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil
dikulit yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca gigi,
 Non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
disinfeksi tingkat rendah seperti tensimeter atau termometer
• Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja
dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua
kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk
kemudian dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi
dan sterilisasi.
• Pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua
kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan
secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen
atau laruatan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi
atau sterilisasi.
1. Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritiakl untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospore
bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau menggunakan
disinfektan kimiawi

2. Sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua


mikroorganisme termasuk endospore menggunakan upa bertekanan
tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara
sterilisasi yang lain.
Pengelolaan linen dilakukan dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

1. Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya
untuk menurunkan resiko infeksi.
2. Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor
infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau
cairan tubuh lainnya.
3. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan
hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD petugas yang
mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai prinsip PPI terutama
pada linen infeksius. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat
regulasi pengelolaan.
4. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di
ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan
penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry.
4. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan,
transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di
ruang cuci/laundry.
PROSEDUR PENGELOLAAN LINEN
TROLLY LINEN
Finishing
Pengeringan
Pemerasan
Pencucian
Penerimaan dan
Pemilahan

Penyetrikaan Pelipatan Penyimpanan Distribusi

luwi-edit 14 Maret 2016


Pengelolaan limbah infeksius dan limbah benda tajam dilakukan dengan
benar untuk mengurangi risiko infeksi

• Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah


cairan tubuh infeksius, darah, dan sampel laboratorium, serta
benda tajam dan jarum
• Pengelolaan limbah meliputi :
 Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang
dimasukan ke dalam kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan
proses sesuai ketentuan peraturan perundangan
 Limbah Non Infeksius adalah semua limbah rumah tangga dan
limbah yang tidak terkontaminasi darah produk darah & cairan tubuh
 Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan
tajam yang dimasukan kedalam safety box (penyimpanan khusus
tahan tusukan dan tahan air)
• Limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah
cair (spoel hoek)

• Pengelolaan limbah meliputi


dimaksud penampungan, identifikasi, tempat
pengangkutan,
sementara, pengolahan akhir limbah penampungan
• Pembuagan jarum yang tidak terpakai, pisau bedah, dan benda tajam
lainya yang tidak benar merupakan salah satu penyebab bahaya luka
tusuk jarum bekas pakai yang menyebabkan penularan penyakit infeksi
melalui darah.
Dilakukan prosedur penyuntikan yang aman untuk mencegah resiko
penularan penyakit infeksi

• Tindakan penyuntikan perlu memperhatikan kesterilan alat yang


digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan
jarum suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku
juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien.
• Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
 Tehnik aspetik, tidak menggunakan spuit yg sama utk penyuntikan
 Peralatan injeksi single : satu pasien, satu obat, satu spuit
 Gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/flushing
 Proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan
yang berlaku
 Pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai
perundangan yang berlaku
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai pokok pikiran
(R)
2. Terdapat bukti diterapkannya prinsip prinsip
pengelolaan sesuai pokok pikiran dan sesuai prosedur
yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sesuai
pokok pikiran dalam kegiatan pelayanan di puskesmas.
(D,W) dan dilakukan penanganan serta pelaporan jika
terjadi pajanan. (D,W)
4. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran yang
dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus
memastikan standar mutu pada pihak ketiga sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W)
 
upaya pencegahan penularan infeksi pada proses pelayanan dan
transfer pasien dengan penyakit yang dapat ditularkan melalui
transmisi air borne

Pokok Pikiran
Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan transmisi terdiri dari
kontak, droplet dan air borne. Penularan penyakit air borne disease salah
satunya risiko yang paling banyak di Puskesmas

Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya dengan


menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, maupun
transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. 
Pokok Pikiran
Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan perlindungan
kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien. Pembersihan kamar
dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di puskesmas dan
pembersihan kembali setelah pasien pulang harus dilakukan sesuai standar
atau pedoman pengendalian infeksi.

Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi


pasien yang berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di
tempat tersendiri atau kohorting dan mengajarkan etika batuk.

Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP


pengelolaan pasien sesuai ketentuan.
.
Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur pencegahan penularan
infeksi melalui transmisi airborne baik dalam penataan ruang
periksa, penempatan, maupun transfer pasien (R)
2. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas (D,W)
3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi
yang disusun (D,O,W)
4. Dilakukan monitoring pelaksanaan pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi air-borne melalui penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien (D,W)
Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran
• Apabila terjadi outbreak, Puskesmas menetapkan regulasi tentang
isolasi, pemberian penghalang pengaman, serta penyediaan
fasilitasnya. Regulasi ditetapkan berdasarkan bagaimana penyakit
menular dan cara menangani pasien infeksius. Regulasi isolasi juga
memberikan perlindungan
kepada karyawan dan pengunjung serta lingkungan pasien.
• Kriteria outbreak adalah:
 Terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama
tidak pernah muncul
 Peningkatan kejadian 2 kali lipat dibanding periode
sebelumnya
 kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama
Elemen Penilaian

1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur penanganan


outbreak infeksi baik yang terjadi di Puskesmas atau di
wilayah kerja Puskesmas (R)
2. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak
infeksi baik yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja
Puskesmas (D,W)
3. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan
sesuai dengan regulasi yang disusun (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang
penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun (D.W)
Dilakukan upaya monitoring dan penggunaan antimikroba secara bijak
untuk mengendalikan resistensi antimikroba

Pokok Pikiran
1. Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) menjadi
masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan
yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan
kesehatan khususnya biaya dan
keselamatan pasien.
2. Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan
antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab, serta penyebaran
mikroba resisten
3. perlu ditetapkan panduan penggunaan antrimikroba di
Puskesmas, dan dilakukan monitoring pola penggunaan antimikroba,
untuk menilai kesesuaian terhadap panduan yang disusun.
Elemen Penilaian
1. Ditetapkan panduan monitoring penggunaan
antimikroba di Puskesmas (R)
2. Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak
pada tenaga medis yang bekerja di Puskesmas (D,W)
3. Dilakukan monitoring pola penggunaan antimikroba di
Puskesmas (D,W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil monitoring pola
penggunaan antimikroba di Puskesmas (D,W)
Dilakukan monitoring pelaksanaan upaya pengendalian infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan

1. Puskesmas perlu mengumpulkan, menganalisis, dan menindak lanjuti


hasil monitoring pelaksanaan kebersihan tangan dan penggunaan APD,
proses pembersihan peralatan perawatan pasien, penempatan pasien,
praktik penyuntikan yang aman,
pengendalian lingkungan, pengelolaan limbah, tata laksana linen,
tata laksana pajanan, etika batuk sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan
2. Monitoring dilakukan untuk memastikan kepatuhan petugas
dalam melakukan pencegahan terjadinya infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan, dan menindak lanjuti dengan upaya perbaikan.
Contoh: Tool Audit Fasilitas Kebersihan Tangan
No Item Ya Tdk Ket
1 Tersedia Sabun cair disetiap wastafel √
2 Tersedia handuk kertas disetiap wastafel √
3 Tersedia cairan antibakterial di wastafel ruang √
tindakan invasif
4 Wastafel bebas dari peralatan yang tidak tepat √
5 Fasilitas cuci tangan bersih √
6 Ada tempat sampah di bawah wastafel √
7 Tersedia handrub di setiap ruangan ICU √
8 Tersedia poster kebersihan tangan √
Total 6 2

6
Skoring :------ x 100 % = 75 %
8
Contoh: Tool Audit Kepatuhan Kebersihan Tangan
No Item Ya Tdk Ket
1 Sebelum kontak pasien √
2 Sebelum memberikan suntikan √
3 Sebelum memakai sarung tangan steril √
4 Sebelum memasang infus √
5 Sebelum mengukur tanda-tanda vital √
6 Setelah menyentuh pasien √
7 Setelah menyentuh darah atau cairan tubuh √
8 Setelah kontak dengan benda-benda √
disamping pasien
Total 3 8

3
Skoring :------ x 100 % = 37.5 %
8

Anda mungkin juga menyukai