Anda di halaman 1dari 41

Modul 7

PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA


DAN TUNALARAS
OLEH :
KELOMPOK 5
1. YUZI SEPTIA PUTRI
2. ARISAH
3. ANNISA SHAQIENA
4. DAMERIA SIHOMBING
KEGIATAN BELAJAR 1

DEFENISI, PENYEBAB, KLASIFIKASI


DAN DAMPAK TUNALARAS
A. PENGERTIAN DAN DEFENISI ANAK
TUNADAKSA

Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat
fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang
berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh“. Tunadaksa
adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan
istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak
cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Orthopedic
mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian.
Cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang dan
persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang
terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk
kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang
dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi,
mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu
definisi mengenai anak tunadaksa menyatakan bahwa anak tunadaksa
adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat pada kelainan
bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya.
B. PENYEBAB KETUNADAKSAAN
1. Sebab-sebab sebelum kelahiran atau fase prenatal
Pada fase ini kerusakan dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang ibu hamil, bayi
dalam kandungan terkena radiasi, ibu hamil mengalami kecelakaan sehingga mengganggu
pembentukan sistem saraf pusat pada janin, RH bayi tidak sama dengan ibunya.

2. Sebab-sebab pada kelahiran atau fase Natal


Hal-hal yang menyebabkan ketunadaksaan pada fase Natal, antara lain proses kelahiran yang
terlalu lama karena pinggul Ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan zat asam
rusaknya jaringan saraf otak akibat kelahiran yang dipaksa, bayi lahir sebelum waktunya.

3. Sebab-sebab setelah proses kelahiran atau fase postnatal


Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan otak setelah bayi dilahirkan antara lain:
kecelakaan yang merusak otak bayi penyakit atau tumor otak, virus polio menyerang
sumsum tulang belakang anak.
C. KLASIFIKASI ANAK TUNADAKSA

Menurut derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi

• ringan, dengan ciri-ciri, yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan
dapat menolong diri

• sedang, dengan ciri-ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara,


berjalan, mengurus diri, dan alat-alat khusus, seperti brace

• berat, dengan ciri-ciri, yaitu membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi,


bicara, dan menolong diri.
menurut letak kelainan di otak dan fungsi geraknya cerebral palsy dibedakan atas:

• spastik, dengan ciri seperti terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.

• dyskenisia, yang meliputi athetosis (penderita memperlihatkan gerak yang tidak


terkontrol), rigid (kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan);
tremor (getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau pada kepala).

• Ataxia (adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan


tangan tidak berfungsi.

• jenis campuran (seorang anak mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe di
atas).
Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Poliomyelitis merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh
virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel
motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi:
• tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan
kaki.
• tipe bulbair, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai
adanya gangguan pernapasan.
• tipe bulbispinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dam bulbair.

• encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-
kadang kejang.
2. Muscle Dystrophy

Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena


mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada
hubungannya dengan keturunan.

3. Spina bifida

Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan


terbukanya satu atau 3 ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya
kembali selama proses perkembangan. Akibatnya, fungsi jaringan saraf
terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu
pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan.
D. DAMPAK TUNADAKSA
1. Dampak Aspek Akademik

Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan
rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan
anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang
mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Hardman (1990) mengemukakan bahwa 45%
anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunagrahita), 35% mempunyai tingkat
kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit di bawah rata-rata.
Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan bahwa tidak ditemukan hubungan secara
langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak. Artinya, anak cerebral palsy
yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.
2. Dampak Sosial/Emosional

Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak


yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang
mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah suai lainnya.
Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari
masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak
dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya problem
emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul,
pemalu, menyendiri, dan frustrasi.
3. Dampak Fisik/Kesehatan

Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh


adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya
pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak
ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan
motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga
mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat
dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia
sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya,
dan aphasia motorik, yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya
melalui indra pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan.
KB. 2 KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL
PENDIDIKAN ANAK TUNA DAKSA
A. Kebutuhan Khusus Anak Tuna Daksa
1. Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan memosisikan diri
Dari tingkat ringan sampai berat, penyandang ini membutuhkan alat-alat
khusus seperti kursi roda, alat penopang, tongkat, dan sebagainya. Selain
itu, juga membutuhkan ruangan yang luas dan lantai yang landau agar
memudahkan mereka mengeksplorasi ruangan.
2. Kebutuhan komunikasi
ereka yang tergolong berat yang kemungkinan tidak mampu
menggunakan otot-otot bicaranya dan ada juga yang kesulitan
menggerakkan kepala dan mata yang dibutuhkan untuk membaca dan
menulis dapat dibantu dengan alat komunikasi khusus misalnya papan
komunikasi.
3. Kebutuhan keterampilan memelihara diri
Untuk yang berkelainan fisik tentu membutuhkan Latihan dan bantuandalam melakukan
kegiatan bina diri, seperti :
• Merawat diri : makan, minum, mandi, cuci tangan, cuci kaki.
• Menolong diri : mengendalikan dan menghindari bahaya benda tajam ,binatang buas.
• Komunikasi : menyampaikan keinginan, memahami pesan orang lain.
• Okupasi : kegiatan kesibukan di rumah seperti menyiapkan makan dan minum
sendiri dan orang lain

4. Kebutuhan psikososial
Untuk berkelainan fisik seperti yang mengalami tidak percaya diri dan harga diri sehingga
meyebabkan keterbatasan bergaul dan masyarakat pun menganggap mereka sebagai beban
dalam lingkungan.
B. Profil Pendidikan Anak Tuna Daksa
1. Tujuan pendidikan
Tujuan Pendidikan anak tunadaksamengacu pada peraturan pemerintah No 72
tahun1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dlam mengadakan
hubungantimbal balik dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitar
serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan lanjutan.
Ada 7 aspek yang perlu dikembangkan dalam Pendidikan tunadaksa menurut
Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) :
a. Pengembangan intelektual dan akademik
b. Membantu perkembangan fisik
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri
d. Mematangkan aspek social
e. Meningkatkan ekspresi diri
f. Mempersiapkan masa depan anak
2. Sistem pendidikan
Sistem Pendidikan anak tunadaksa sesuai pengorganisasian tempat Pendidikan
dikemukakan sebagai berikut :
a. Pendidikan (integrasi terpadu), yaitu anak tunadaksa mengikuti Pendidikan di
sekolah umum dan mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa memperoleh
program khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Adaptasi pendidikan bagi anak tunadaksa yang ditempatkan di sekolah ini
sebagai berikut :
• Penempatan di kelas regular, dengan cara menyiapkan lingkungan belajar
tambahan sehingga memungkinkan untuk bergerak sesuai dengan
kebutuhannya dan menyiapkan program khusus untuk mengejar
ketinggalan karena kemungkinan anak ini sering tidak masuk sekolah.
• Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus, terutama untuk
anak yang mengalami ketinggalan belajar dari kelas regular dan juga
khusus untuk anak yang mengalami kelainan fisik tingkat sedang dengan
intelegensia normal.
b.Pendidikan segresi (terpisah), yaitu penyelenggaraan pendidikan anak
tunadaksa yang ditempatkan di tempat khusus, seperti sekolah khusus
yang menggunakan kurikulum Pendidikan Luar Biasa Anak
Tunadaksa.
c. Sistem Inklusif, yaitu penyelenggaraan Pendidikan anak tuna daksa
yang kelainannya ringan mengikuti Pendidikan bersama-sama dengan
anak biasa di kelas atau di sekolah regular.
3. Pelaksanaan pembelajaran
a. Perencanaan belajar mengajar
Ronald R Taylor (1984) mengemukakan bahwa apabila seorang
penyandang cacat menerima pelayanan Pendidikan di sekolah formal
maka ia harus memperoleh pelayanan pelayanan yang
diindividualisasikan.
Adapun Langkah-langkahnya (Modul PDGK4407, hal 7.18 – hal 7.19)
b. Prinsip pembelajaran
Terdiri dari dua prinsip utama dalam memberikan pendidikan bagi anak
tunadaksa :
• Prinsip multisensori (banyak indera)
Anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mngembangkan
indera-inderanya sebab dengan pendekatan ini dapat membantu proses
pemahaman.
• Prinsip Individualisasi
Artinya hal utama dalam layanan Pendidikan ini adalah
mengembangkan kemampuan anak secara individu. Model layanannya
berbentuk klasikal dan individual
4. Penataan lingkungan belajar dan sarana khusus

Terkait bahwa anak tunadaksa mengalami gangguan motorik, maka mereka membutuhkan

perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya, Gedung dilengkapi sarana dan prasarana tertentu

yang memungkinkan dapat mendukung kelancaran kegiatan anak tersebut di sekolah. Bangunan-

bangunan dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah keluar masuk, mudah

bergerak dalam ruangan, mudah mengadakan penyesuaian dalam ruangan itu.

5. Personel

Personel yang dibutuhkan, yaitu :


a. Guru yang berlatar Pendidikan luar biasa, khususnya Pendidikan anak tuna daksa.
b. Guru yang memiliki keahlian khusus, misalnya keterampilan dan kesenian.
c. Guru sekolah biasa
d. Dokter umum
e. Dokter ahli ortopedi
f. Neurolog
g. Ahli terapi lainnya, seperti ahli terapi bicara, ahli fisioterapi, BK, orthist prosthetist dan lain-lain.
6. Evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan berat ringannya kelainan, seperti :
1. Anak yang kelainannya ringan, dapat mengikuti pembelajaran
secara regular, maka evaluasinya juga berlaku regular.
2. Anak yang kelainannya berat, maka harus dievaluasi secara
khusus sesuai kebutuhan dan program yang diperuntukkan
kepadanya, berlangsung terus menerus dan memakai sistem
penilaian khusus pula.
Definisi, Klasifikasi,
penyebab, dan Dampak
Ketunalarasan
KEGIATAN BELAJAR 3
01 PENGERTIAN DAN
DEFINISI ANAK TUNA 02 PENYEBAB
KETUNALARASAN
LARAS

03 KLASIFIKASI ANAK
TUNA LARAS 04 DAMPAK ANAK TUNA
LARAS
A. PERNGERTIAN DAN DEFINISI ANAK TUNA
LARAS
Istilah resmi “tunalaras” baru dikenal dalam Dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Istilah tuna laras berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” berarti
sesuai. Jadi, anak tuna laras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai
dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang
terdapat dalam masyarakat tempat ia berada. Dalam peraturan pemerintah no.
72 tahun 1991 disebutkan bahwa tuna laras adalah
gangguan/hambatan/kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan
diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sering dikenal dengan istilah anak nakal, definisi mengenai tunalaras juga beraneka ragam. Berbagai
definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) sebagai berikut.

1. Public law 92-242 (undang-undang PLB di Amerika Serikat) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah
gangguan emosi. Gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala
berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :

a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan atau kesehatan;

b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru;

c. Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal

d. Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus-menerus;

e. Cenderung menujukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah


2. Kauffman (1997), mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah anak yang secara kornis
mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau
secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat
diterima dan secara pribadi menyenangkan.

3. Schmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan
terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar
meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin
hubungan baik dengan orang lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf,
atau inteligensia.
4. Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika :

a. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak normal menurut usia dan jenis
kelaminnya;
b. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi;
c. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama
B. KLASIFIKASI ANAK TUNALARAS

Pengklasifikasian anak tunalaras diantaranya.

1. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembera, dkk. (1992)adalah anak tunalaras yang dikelompokkan
atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah . Yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif,
pembangkang, dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang beresiko rendah yaitu
autisme dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada
persamaannya setiap klasifikasi, yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan, menarik diri, kurang dewasa,
dan agresif.
2. Sistem klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan oleh Quay, 1979 dalam Samuel A. Krik and
James J. Gallagher (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh. Amin, dkk (1991:51) adalah sebagai berikut.

a. Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct disorder) mengacu pada tipe anak
yang melawan kekuasaan, seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka
menyerang, hiperaktif.
b. Anak yang cemas-menarim diri (anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka
menyendiri, peka dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
c. Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat,
tak berminat sekolah, pemalas, suka melamun, dan pendiam. Mereka mirip seperti anak autistik.
d. Anak agresi sosialisasi (sosialized-aggressive) mempunyai ciri atau masalah perilaku yang sama
dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “gang” tertentu. Anak ini tipe termasuk
dalam perilaku pencurian dan pembolosan. Mereka merupakan suatu bahaya bagi masyarakat
umum.
C. PENYEBAB KETUNALARASAN

1. Faktor Keturunan 3. Faktor Lingkungan


Adanya garis keturunan yang Hubungan keluarga yang tidak harmonis,
menderita depresi dapat menambah tekanan-tekanan masyrakat, pengaruh sekolah
kemungkinan seseorang mempunyai yang tidak baik, pengaruh komunitas dan anak
depresi remaja.

2. Faktor Kerusakan Fisik 4. Faktor Lain


Menyebabkan gangguan emosional dalam hal Pengaruh alkohol dan penyalahgunaan
ini : kelainan saraf, cidera, problem kimiawi obat-obatan.
tubuh dan metabolisme, genetika, dan
penyakit.
D. DAMPAK ANAK TUNALARAS

1. Dampak Akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian
yang buruk tersebut maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata
b. Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan discipliner.
c. Seringkali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya
d. Sering kali membolos sekolah
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat
f. Anggota keluarga, terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian
absensi
g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi
h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwenang
i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan
2. Dampak sosial/Emosional

a) Aspek sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri: perilaku tidak diterima
masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah,
dan rumah tangga

2) perilaku tersebut ditandai dengan Tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat
mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.

3) melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.


b. Aspek emosional
1) adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak. Seperti tekanan
batin dan rasa cemas.
2) adanya rasa gelisah, seperti rasa baru, rendah diri, ketakutan, dan sangat
sensitive atau perasa.

3. Dampak fisik/Kesehatan
dampak fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan adanya gangguan makan,
gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik). Sering kali anak merasakan ada
sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan,
merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain
yang berwujud kelainan fisik, seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering
mengompol, dan jorok.
KB
4.
KEBUTUHAN KHU
SUS DAN PROFIL
PENDIDIKAN ANA
K
A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK
TUNALARAS
Kebutuhan akan penyesuaian lingkungan
belajar Mengembangkan kemampuan fisik
Penguasaan ketrampilan khusus untuk bekal
hidup Kebutuhan akan adanya kesempatan
sebaik- baiknya agar anak dapat menyesuaikan
diri dengan linkungan
Kebutuhan rasa
aman S uasanya yang
nyaman
B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK
TUNALARAS 1.Tujuan pelayanan:
Mengilangkan kondisi yang kurang menguntungkan :
1.Lingkungan fisik yg kurang persyaratan: kelas
kecil, sanitasi buruk
2.Disiplin yang kaku dan tidak konsisten
3.Guru yg tidak simpatik
4.Kurikulum yg tidak berdasarkan kebutuhan
5.Metode pengajaran yang tidak mengaktifkan
siswa
2. S TRATEGI PEMBELAJARAN

a. Model layanan
1.Metode biogenetik : gangguan perilaku disebabkan
oleh kecacatan genetik sehingga
penyembuhannya dng olahraga, diet
2.Behavioral : ketidakmampuan menyesuaiakan diri
3.Psikodinamika: penyimpangan
perkembangan kepribadian akibat konflik
batin
4.Ekologis : adanya disfungsi interaksi antara
2. S TRATEGI PEMBELAJARAN

b. Teknik/pendekatan
1.Perawatan dengan obat: pemberian obat-obatan yang
dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan
perilaku.
2.Modifukasi perilaku:teknik yang dilakukan untuk
mendorong perilaku prososial dan mengurangi
antisosial.
3.S trategi psikodinamika:membantu anak menjadi
sadar akan kebutuhan, keinginan dan kekuatannya
sendiri.
3. TEMPAT PELAYANAN
1. Tempat Khusus : Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras
(SLB-E). Memiliki kurikulum dan sruktur pelaksanaannya
disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras.
2.Di Sekolah Inklusi: 3 Jenis anak tunalaras yaitu:
a. Hiperaktif : anak yang terlalu aktif, suka mengacau teman
dan sulit memperhatikan dengan baik.
b. Distrakbilitas: gangguan dalam perhatian pada stimulus
yang relevan secara efisien.
c. Impulsivitas: kecenderungan mengikuti kemauan hati
dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berfikir panjang.
4. S ARANA
S arana pendidikan anak tuna laras
memerlukan ruangan khusus, misalnya
a.ruang konsultasi psikologi
b.Bimbingan dan konseling,
c.ruang pemeriksaan kesehatan
d.ruang terapi fisik
5. PERS ONIL
Lembaga pendidikan anak
tunalaras membutuhkan
personil:
Psikolog
Konselor
Psikiater
Neurolog
Pekerja
sosial
6. EVALUAS I
Pada dasarnya evaluasi yang dilakukan
pada anak tunalaras sama dengan anak
disekolah reguler yakni evaluasi yang
berkaitan dengan prestasi belajar anak.

Anda mungkin juga menyukai