Anda di halaman 1dari 2

Selama ini sebagian dari kita, hanya mengetahui dan mengenal pak Kas Hartadi, namun hanya sedikit

yang mengetahui siapa asisten pak Kas. Pendamping Pak Kas Hartadi adalah Hartono Ruslan. Berikut ini sekilas profil tentang beliau : DI ITALIA,sosok Franco Baresi dan Paolo Maldini akan selalu dikenang. Keduanya mampu membawa timnas Italia selau disegani di kancah internasional. Bahkan, Baresi dan Maldini sempat dipercaya sebagai kapten timnas negaranya tersebut. Tapi, ada yang lebih di kedapankan dari keduanya. Dua pemain yang sama-sama beroperasi sebagai pemain belakang tersebut setia membela klubnya, AC Milan. Meski, Baresi dan Maldini selalu digoda untuk pindah klub.Bahkan, sampai pensiun, keduanya tetap membela klub berjuluk Rossoneri tersebut. Di Indonesia pun juga ada. Siapa? Hartono Ruslan namanya. Memang agak asing bagi penggemar sepak bola nasional. Wajar karena aktif sebagai pemain di era 1980-an hingga awal 1990-an. Satusatunya klub yang dibelanya saat terjun sebagai pemain professional hanya Arseto. Sebenarnya, saya juga pernah membela klub lain yakni Persema Malang. Tapi,itu masih di junior dan belum masuk professional, kata Hartono saat ditemui di rumahnya di kawasan Banyuanyar, Solo,pada 29 Agustus 2011. Dia membela Persema karena Malang merupakan kota kelahirannya. Setelah itu, dalam usia yang sangat muda, 20, Hartono berani meninggalkan Kota Dingin, julukan Malang, untuk mengembangkan karir sepak bolanya. Saya selalu diajak Pak Lekan (Solekan, pelatih sepak bola papan atas Indonesia, red), jelas Hartono. Kali pertama membela Arseto pada 1981 saat klub kepunyaan putra mantan presiden Soeharto Sigit Hardjojoedanto tersebut masih berada di Jakarta.Dia pun langsung nyetel dengan pemain lama Arseto. Hanya, di awal karirnya tersebut, dia belum mempunyai posisi yang pas. Semua posisi di belakang pernah dipercayakan kepada lelaki kelahiran Malang 1960 tersebut. Bek kanan, bek kiri, hingga stopper saya jalani. Hingga akhirnya menemukan posisi yang pas sebagai libero/stopper, lanjut Hartono. Bahkan, sampai pensiun pada 1992, dia tak tergantikan sebagai pemain belakang. Dia pensiun setelah Arseto mendatangkan pemain-pemain binaan PSSI Garuda yang ditempa di Eropa. Saya tidak mau dianggap menghambat regenerasi, tambah Hartono. Saat dia pensiun, Arseto memang telah mempunyai Sudirman dan Imron Asad serta Anshar Ahmad. Trio ini mempunyai tenaga yang lebih dibandingkan Hartono yang usianya telah merambat tua. Saya minder kalau saingannya pemain yang posturnya besar besar, jelas Hartono sambil terkekeh-

kekeh. Karirnya sebagai pemain di Arseto selama 10 tahun telah memberikan prestasi juara Galatama pada 1991. Sebelumnya, juara Piala Liga 1985 pun diberikan kepada klub yang mempunyai kostum kebesaran biru muda tersebut. Ternyata, setelah pensiun, Hartono tetap berada di Arseto. Dia dipercaya menangani pemain muda yang dibina dalam Diklat Arseto. Hanya, saat dia menangani Diklat tersebut, dia beberapa kali sempat ditawari kembali menjadi pemain karena kemampuannya yang masih dianggap berlaga di level Galatama ataupun Liga Indonesia, setelah Galatama melebur dengan perserikatan. Saya tolak karena malu. Saya juga sudah mulai enjoy mendidik pemain muda, kenang Hartono. Di tangannya pemain muda Diklat Arseto tersebut meraih runner-up Piala U-15 PSSI. Ini yang membuat dia pun dipromosikan sebagai asisten pelatih senior. Di Arseto, dia sempat berkolaborasi dengan Dananjaya, Sinyo Aliandoe, Salam Sadimin, Sartono Anwar dan yang terakhir Tumpak Sihite.Saya juga sempat jadi pelatih kepala pada 1996. Tapi, saya mengundurkan diri karena pemain yang memberikan kesan yang bagus kepada saya karena mayoritas pemainnya merupakan pemain nasional, ungkap Hartono. Bubarnya Arseto pada 1998 karena kerusuhan social dan politik membuat dia sempat limbung. Hartono memutar otak agar asap dapurnya tetap mengepul. Saya terima tawaran menangani klub Indonesia Muda di Sragen. Dari sanalah, saya memulai karir sebagai pelatih di luar Arseto. Memang butuh perjuangan ekstrakeras, tegas bapak dua anak cewek ini. Habis Indonesia Muda, PSISra Sragen kepincut dengan Hartono. Hanya, selama menangani Laskar Sukowati, julukan PSISra, tapi gajinya tetap dibayar Indonesia Muda. Semua saya lakukan karena saya juga tengah merintis karir. Biar ilmu yang saya peroleh di Arseto bisa dipakai di luar juga, kata Hartono. Tangan dinginnya di PSISra membuat dia pun dilirik Persis Solo. Bersama Laskar Samber Nyawa, julukan Persis, dia mulai diburu banyak klub. Persibat Batang, Persepar Palangkaraya, Persipon Pontianak, Persela Lamongan, hingga Perseman Manokwari pernah menggunakan jasa dan kemampuannya. Hanya, klub yang pernah saya bela dan tangani,Arseto tetap yang susah dilepaskan dari kenangan hidup. Banyak hal yang saya peroleh dari sana, pungkas Hartono. (*) BIODATA Nama: Hartono Ruslan Lahir: Malang 1960 Klub yang pernah dibela: Persema, Arseto KLub yang pernah ditangani: Diklat Arseto, Arseto, Indonesia Muda Sragen, PSISra Sragen, Persis Solo, Persibat Batang, Persepar Palangkaraya, Persibas Banyumas, Persipon Pontianak, Persela Lamongan, Perseman Manokwari

Anda mungkin juga menyukai