Ex Ante
Hai, namaku Arga. Tawa meledak saat pertemuan pertama kami. Terasa kaku, sekaligus lucu. Aku tidak akan memperkenalkan diri, tentu. Tapi, karena aku akan menjelajahi seluk beluk tubuhnya maka kupikir tidak ada salahnya ia mengenalkan dirinya. Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu, jadi maaf kalau aku begitu kaku. Aku menepuk bahunya pelan berlagak kebapakan. Jangan khawatir karena aku menawarkan ketenangan, Arga menengadah mendengar jawabanku, wajahnya menyiratkan berjuta emosi. Pengharapan, sekaligus ketakutan. Mata yang sering kulihat saat berjumpa dengan orang-orang semacamnya. Ah, Arga tak ubahnya manusia lain. Dia meremas-remas tangannya, pertanda ia gelisah. Aku diam karena memang tak ingin bicara. Saat-saat ini pastinya adalah saat-saat penuh kebimbangan baginya. Titik balik. Puncak keputusan. Maka biarlah ia bergumul dengan nurani dan akal sehatnya. Tidak baik menginterupsi momen-momen seperti ini. Tapi, beberapa saat kemudian Arga tertawa dan berkisah. Aku nggak tau kenapa sampai melibatkan kamu dalam hal ini, dan dia merogoh sakunya, mengeluarkan pemantik dan sebatang rokok putih langsing, padahal ini hanya antara aku dan egoku. Aku memajukan tubuh, menegakkan telinga. Dari mana kamu mendapatkan aku? Sebelum bertanya lebih jauh, aku ingin mengetahui hal-hal dasar dulu. Interogasi kecil-kecilan. Arga mengernyitkan kening, berpikir. Ia menimang-nimang rokoknya dan dia mulai bersuara dengan nada datar. Kamu beredar seperti kentut di antara kami; berbau, bercampur, dan tidak bisa dideteksi dari siapa asalnya. Hanya dampaknya saja, bikin orang-orang pusing. Lagi, kami meledak dalam tawa.Tawa yang tiada guna, sesungguhnya.Tapi, kami butuh pencair suasana, untuk merilekskan pikiran dan jiwa yang bergejolak. Bukan kami, sesungguhnya. Hanya Arga. Aku tersenyum simpul saat Arga akhirnya menyalakan rokoknya. Ego? tanyaku memancingnya.Hanya antara kau dan egomu? Dia tersenyum. Tampaknya ia senang karena aku juga terlihat tertarik padanya. Iya, ego, ulangnya, mengisap filter dan mengembuskan asap dengan elegan, antara aku dan title kemenangan. Kemenangan yang mengabaikan etika ,kemenangan yang tidak jelas untuk apa dan siapa. Sebelumnya belum ada yang bicara soal etika, celetukku. Arga mengernyitkan kening. Lalu? Apa yang mereka bicarakan? Tidak ada. Mungkin karena mereka sudah mantap. Jadi kasarnya kau ingin mengatakan kalau aku belum mantap?