Anda di halaman 1dari 114

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut data dari World Health Organization (WHO) bahwa Indonesia mendapat urutan yang ke empat banyaknya jumlah penderita Gastritis setelah Negara Amerika, Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta penderita Gastritis (Depkes RI, 2004). Di Inggris 6-20% menderita Gastritis pada usia 55 tahun dengan prevelensi 22% insiden total untuk segala umur pada tahun 1988 adalah 16 kasus/1000 pada kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk Gastritis adalah 10% (Riyanto, 2008). Gastritis merupakan penyakit terbesar di seluruh dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua (Budiana, 2006). Di dunia, insiden Gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun dan umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun. Sedangkan di Asia Tenggara, insiden terjadinya Gastritis sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi Gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2 % yang secara substantial lebih tingggi daripada populasi di Barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Angka kejadian Gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah

dan Unun pada tahun 2006, di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6% (Anonim, 2010). Di negara-negara Asia, Indonesia mendapat urutan ke tiga setelah Negara India dan Thailand yaitu berjumlah 123 ribu penderita. Sedangkan di Indonesia sendiri kota yang penduduknya paling banyak menderita penyakit Gastritis adalah kota Jakarta yaitu 25 ribu penduduk. Pemicu dari penyakit Gastritis di ibukota Jakarta yaitu dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang padat dan berpotensi gila kerja sehingga mengakibatkan makan menjadi tidak teratur dan banyak menderita penyakit Gastritis ini (Profil Dinkes, 2004). Pada tahun 2004 penyakit gastritis menempai urutan yang ke- 9 dan 50 peringkat utama pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500 ( DEPKES RI, 2004). Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 - 6 tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Laki-laki lebih banyak dan mengalami Gastritis karena meningkat kebiasaan dengan

mengkonsumsi

alkohol

merokok.

Prevalensi

meningkatnya umur. Jenis penyakit Gastritis yang paling tinggi prevalensinya di Indonesia berdasarkan data dari RS Tegal, peningkatan kasus ini dimulai pada 1997 dengan 248 kasus, kemudian melaju dengan cepat hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus. Sedangkan dari survey yang dilakukan pada masyarakat jakarta pada tahun 2007 yang melibatkan 1.645 responden mendapatkan bahwa pasien dengan masalah Gastritis ini mencapai 60% artinya

masalah Gastritis ini memang ada dimasyarakat dan tentunya harus menjadi perhatian kita semua (Wijoyo,2009). Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik Penyakit Dalam (Sopearman, 2001). Gastritis adalah radang pada jaringan dinding lambung paling sering diakibatkan oleh ketidak teraturan diet, misalnya makan terlalu banyak, makan terlalu cepat, makan-makanan terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi penyebab yang lain termasuk alkohol, aspirin, refluk empedu atau terapi radiasi (Suddarth & Brunner, 2005). Adanya penemuan infeksi Helicobacter Pylory ini mungkin berdampak pada tingginya kejadian Gastritis. Faktor etiologi Gastritis lainnya adalah asupan alkohol berlebihan (20%), merokok (5%), makanan berbumbu (15%), obat-obatan (18%) dan terapi radiasi (2%) (Herlan, 2001). Secara garis besar Gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran histologi yang khas, distribusi anatomi dan kemungkinan patogenesis Gastritis. Berdasarkan pada manifestasi klinis, Gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Masalah yang sering timbul pada Gastritis umumnya mengalami masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri. Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia, misalnya obatobatan dan alkohol, makanan yang panas, pedas maupun asam. Pada orang yang mengalami stress akan terjadi perangsang saraf simpatis nervus vagus yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCL) di dalam lambung, adanya HCI yang ada didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat

kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kalumner yang berfungsi menghasilkan mucus, mengurangi produksinya sedangkan mucus itu fungsinya untuk pemproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna, respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mucus bervariasi, di antaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang

memproduksi HCL (terutama daerah fundus ) dan pembuluh darah. Vasoditasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCL meningkat. Peningkatan HCL ini di samping dapat menimbulkan mual, muntah dan anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster (Underwood, 2002). Gastritis kronis terjadi karena Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desanuamasi sel muncullah respon radang kronis pada gaster, yaitu disfungsi kelenjar dan metapiamia. Metapiamia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sub mukosa yang lebih kuat. Karena sel squoniasa lebih kuat, maka diaktivasinya juga berkurang saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan pristalistik tetapi karena penggantinya kurang elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri (Underwood, 2002). Komplikasi dari penyakit gastritis ini apabila tidak di tanggulangi dengan baik akan berakibat diantaranya: perdarahan saluran cerna bagian atas ( SCBA ) berupa hematemesis dan melena dapat berakhir sebagai syok hemoragik, tukak

peptik. Komplikasi gastritis kronis yaitu : perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia Karena gangguan absorbs vitamin B12 (Mansjoer, 2003). Masalah yang ditemukan dari penyakit gastritis adalah nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi akibat peningkatan produksi HCl dimana nyeri dapat disebabkan adanya tanda-tanda inflamasi pada mukosa gaster seperti: pusing, nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman pada abdomen (perut terasa perih, panas dan muntah-muntah). Menurut Mansjoer (2003), tanda dan gejala gastritis adalah nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, pusing, dan kelemahan. Akibat peningkatan produksi HCl sebagai prioritas utama karena berdasarkan triage konsep nyeri merupakan ancaman dan pada hirarki Maslow nyeri adalah kebutuhan fisiologi yang harus dipenuhi. Untuk mengatasi nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi akibat peningkatan produksi HCl, rencana asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri sehingga klien bisa mengatasi nyerinya sendiri, yaitu : kaji skala nyeri, dengan mengkaji skala nyeri diketahui klien berada dalam rentang respon yang mana dan dapat menentukan kualitas dari nyeri, ringan, sedang dan tidak tertahankan. Dari data yang di peroleh di RSUD dr. M.YUNUS Bengkulu bahwa pada tahun 2006 jumlah penderita Gastritis yaitu sebanyak 473 orang, sedangkan tahun 2007 berjumlah 510 orang. Pada tahun 2008 tepatnya bulan januari - juli penderita Gastritis mencapai 240 orang dan diperkirakan mengalami peningkatan sampai akhir 2008. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah penderita Gastritis yang

dirawat diruang melati yaitu sebanyak 182 orang, pada tahun 2010 jumlah penderita Gastritis yaitu sebanyak 246 orang, dan pada tahun 2011 jumlah penderita Gastritis yaitu sebanyak 395 orang ( Medical Record RSUD dr.M.Yunus, 2011). Dan dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan penulis di ruangan Melati RSUD dr.M.Yunus Bengkulu pada tanggal 27 Juni 2012, didapatkan 1 orang pasien yang menderita penyakit gastritis kronis dengan gejala nyeri lambung, mual dan muntah. Berdasarkan uraian diatas maka merasa tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu

1.2 Ruang lingkup Masalah Dalam ruang lingkup ini, hanya akan membahas asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu dalam 3 hari perawatan.

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus 1.3.1 Tujuan Umum : Memperoleh informasi dan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan klien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis kronis.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mampu menjelaskan konsep teori tentang gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis. 2. Mampu melakukan pengkajian pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr.M.Yunus Bengkulu. 3. Mampu menentukan diagnosa keperawata pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr.M.Yunus Bengkulu. 4. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu. 5. Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu. 6. Mampu menganalisa kesenjangan yang terjadi antara konsep teori dengan aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu. 7. Mampu menyimpulkan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri dan gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu, dengan :

a. Mampu menjelaskan dan menuangkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu. b. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis kronis di RSUD dr. M.Yunus Bengkulu. c. Mampu mengidentifikasi kesenjangan pada setiap proses

keperawatan. d. Mampu memberikan masukan berupa alternatif pemecahan masalah dengan memperhitungkan situasi dan kondisi yang ada.

1.4

Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.

9 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep dasar Gastritis 2.1.1 Pengertian Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/ peradangan. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer, 2003). Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal ( Price, 2006). Gastritis merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung yang dapat bersifat akut dan kronik difus atau lokal (Soeparman, 2001). Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung klinis yang ditemukan berupa dispepsia atau indigesti berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto

memperlihatkan iregulalitas mukosa (Brunner & Suddarth, 2005).

10

2.1.2 Anatomi fisiologi system pencernaan

Gambar 1: Anatomi system pencernaan Lambung terletak di daerah epigastrik dan sebagian di sebelah kiri hipokondrik dan umbilikal. Bagian atas disebut fundus dan bagian bawah disebut antrum pilorik. Berhubungan dengan esofagus melalui spinkter kardia dan duodenum melalui spinkter pilorik. Struktur lambung : 1) Lapisan peritoneal yang merupakan lapisan serosa 2) Lapisan otot a) Lapisan longitudinal yg bersambung dgn esofagus b) Lapisan sirkuler yg paling tebal dan terletak di pilorik membentuk spinkter. c) Lapisan obliq yg terdapat pada bagian fundus dan berjalan mulai dari orifisium kardiak, membelok ke bawah melalui kurvatura minor.

11

3) Lapisan sub mukosa terdiri dari jaringan areolar yg banyak mengandung pembuluh darah dan limfe. 4) Lapisan mukosa berbentuk rugae (kerutan), dilapisi epitelium silindris yg mensekresi mukus. Terdapat 3 tipe sel sekresi dalam mukosa lambung: a. Sel-sel parietal, mensekresi asam hidroklorik (HCl) b. Faktor-faktor instrinsik; sel-sel chief yang mensekresi enzim pencernaan seperti : pepsinogen c. Sel-sel gastrin pada kelenjar pilorik, mensekresi hormon gastrin. d. Pepsinogen disekresikan sebagai prekusor tidak aktif, yang diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin (enzim pemecah protein) e. Mensekresi lipase dan amilase (pemecah lemak dan zat tepung atau KH). f. Gastrin, hormon yang mengatur lingkungan asam Menurut (Evelyn, 2002) Lambung dan saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak terletak di epigastrik dan sebagian di sebelah kiri hepokondria umbilikalis, lambung terdiri fundus bagian utama dan atrum pilorik. Lambung berhubungan dengan esofogus melalui arifisium/kardia duodenum melalui arifisium pilorik. Lambung terletak dibawah diafragma, di depan pankreas dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus. Lambung terdiri dari 4 lapisan :

12

1) Lapisan peritorial luar, yaitu lapisan serosa. 2) Lapisan berotot, terdiri dari serabut longitudinal, serabut sirleviar dan serabut obilik. 3) Lapisan submukosa, terdiri dari jaringan areolar berisi pembulu darah saluran limfe. 4) Lapisan mukosa terletak di dalam, tebal banyak larutan / rugae membran mukosa di lapisi epiterium srinaris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel mengeluarkan secret mukus. Kelenjar kardio terletak paling dekat lubung di selah usofagus. Kelenjar dari fudus terdahulu bekerja, kelenjar turbuler dan berisi berbagai jenis sel. Kelenjar dan saluran pilorik juga berbentuk tubuler. Lambung menerima persediaan darah yang melimpah dari arteria gastrika dan arteria irenalis persarafan diambil dari vagus dan plaxus seliaka sisterna simpatis. Fungsi lambung yaitu : 1) Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka pendek. 2) Semua makanan di cairkan dan di campur dengan asam hidro khlorida dengan cara ini disiapkan untuk dicerna oleh usus. 3) Protein dicerna menjadi pepton. 4) Susu dibekukan dan kasein di keluarkan. 5) Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung. 6) Faktor anti anemia di bentuk

13

7) Khina yaitu isi lambung yang cair, di salurkan melalui duodenum. Fisiologi Lambung Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Price, 2006). Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan

14

lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001). Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung

15

mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

2.1.3

Klasifikasi Menurut Mansjoer (2003), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: 1. Gastritis akut
a. Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda

dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil.
b. Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya

jinak dan dapat sembuh sendiri, merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah makan makanan yang terkontaminasi) alkohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen penyebab yang sering. Obat-obatan lain, seperti NSAID (indometasin, ibuprofen, naproksen), sulfanamide, steroid dan digitalis juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau mustard, dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
c. Gastritis akut adalah degenerasi pada bagian superfisial yang terpapar

zat-zat iritan seperti: alkohol, aspirin, steroid, dan asam empedu. Jika alkohol diminum bersama aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan efek masing-masing agen tersebut secara terpisah. Gastritis erosif haemorrogik difus biasanya terjadi pada peminum berat

16

dan pemakai aspirin dan dapat menyebabkan perlunya dilakukan reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap tidak akibat stres, oleh sebab keduanya memiliki banyak persamaan. Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan cidera.
d. Gastritis akut sering di sebabkan oleh diet yang tidak benar, makan yang

terlalu banyak dan terlalu cepat atau makan makanan yang pedas dan terlalu banyak bumbu.
e. Gastritis akut biasanya mereka bila agen-agen penyebab dapat

dihilangkan. Obat-obatan anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah. Jika penderita tetap muntah, mungkin perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan cairan intravena. Pemakaian penghambat H2 (seperti ranitidine) untuk mengurangi sekresi asam lambung, sukralfat atau antacid, dapat mempercepat penyembuhan. 2. Gastritis kronik
a. Gastritis kronik jelas berhubungan dengan helikobakteri pylori, apalagi

jika ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang.


b. Gastritis kronik adalah yang menimbulkan atropi beberapa sel

fungsional tunika mukosa.


c.

Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan perjalanan klinis yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi

17

helicobartes phylori.
d. Gastritis kronik ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai

dengan kehilangan sel pametal dan chief cell. Akibatnya produksi asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik menurun. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Bentuk gastritits ini sering dihubungkan dengan anemia pernisiosa, tukak lambung dan kanker.
e. Gastritis kronik diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung dan karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada anemia pernisiosa (10-15%).
f. Gastritis kronik berjalan perlahan-lahan gejala yang umum terlihat

adalah adanya rasa perih dan terasa penuh di lambung, kehilangan nafsu makan sehingga hanya mampu makan dalam jumlah yang sedikit.

2.1.4

Etiologi Menurut Misnadiarly (2009), penyebab gastritis akut antara lain :


1. Obat- obatan seperti aspirin 2. Alkohol 3. Trrauma pada lambung( seperti pengobatan dengan laser ) 4. Kelainan pembuluh darah pada lambung 5. Luka akibat operasi/ bedah lambung

18

Penyebab gasrtis kronis antara lain :


1. Autoimun pada anemia pernisiosa. 2. Adanya tumor pada lambung. 3. Faktor kejiwaan atau stressjuga berperan terhadap timbulnya serangan

ulang penyakit tersebut.


4. Gastropati reaktif. 5. Infeksi khususnya pada pylori.

19

2.1.5

Patofisiologi

20

2.1.6

Gejala klinis Tanda dan gejala dari gastritis menurut (Brunner & Suddarth, 2005) antara lain : 1. Rasa terbakar di lambung dan akan menjadi semakin parah ketika sedang makan 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nyeri ulu hati Mual dan sering muntah Tekanan darah menurun, pusing Keringat dingin Nadi cepat Kadang berat badan menurun Nasfu makan menurun secara drastis, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin 9. Perut terasa nyeri, pedih (kembung dan sesak) di bagian atas perut (ulu hati) 10. Merasa lambung sangat penuh ketika sehabis makan 11. Sering sendawa bila keadaan lapar 12. Sulit untuk tidur karena gangguan rasa sakit pada daerah perut

21

2.1.7

Pemeriksaan Penunjang 1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan /cedera. 2. Foto rontgen sisi lesi. 3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, = dilakukan untuk membedakan diagnosa penyebab /

mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh : peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duo denal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger Ellison. 4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilakukan bila endoskopi tidak

dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan. 5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah

diduga gastritis (Doengoes, 2001).

22

2.1.8

Diagnosis Menurut Brunner & Suddarth (2005) cara menegakkan diagnosis pada Gastritis adalah :
1. Gastritis akut

Tiga cara dalam menegakkan diagnosis yaitu ganbaran lesi mukosa akut dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal sengan tepi atas rata. Pada endoskopi dan gambaran radiologi. Dengan kontras tunggaal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superfisial, karena itu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitive dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.
2. Gastritis kronik

Diagnosa gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjuutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsy mukosa lambung. Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter Pylory apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum, mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai 100%. Dilakukan pula rapid ureum test (CLO). Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa Helicobacter Pillory, Jika hasil CLO dan atau PA positif. Dilakukan pula pemeriksaan serologi untuk Helicobacter Pillory sebagai diagnosis awal.

23

2.1.9

Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2003), faktor utama penatalaksanaan gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. Sedangkan penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah kemungkinan diberikan pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2,/ inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik. Jika endoskopi dapat dilakukan terapi eradikasi kecuali jika hasil CLO, kultur dan P ketiganya negatif atau hasil serologi negative. Terapi eradikasi juga diberikan pada seleksi khusus pasien ang menderita penyakit- penyakit seperti : ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT lymphoma, pasca reseksi kanker lambung.

2.1.10 Komplikasi Komplikasi gastritis menurut Mansjoer (2003), adalah : 1. Kompikasi gastritis akut a. Perdarahan saluran cerna bagian atas ( SCBA ) berupa hematemesis dan melena dapat berakhir sebagai syok hemoragik. b. Tukak peptik.

24

2. Komplikasi gastritis kronis a. Perdarahan saluran cerna bagian atas b. Ulkus c. Perforasi d. Anemia Karena gangguan absorbsi vitamin B12

2.2 Konsep Proses Keperawatan 2.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosio dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Pengkajian adalah pendekatan yang sistematis untuk

mengumpulkan data atau informasi tentang paisen, masalah kebutuhan dan keperawatan pasien (Nasrul, 1995). Data tersebut berasal dan pasien (data primer), dan keluarga (data sekunder) dan data dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang diperlukan pada klien Gastritis adalah sebagai berikut :

25

1) Data dasar Adapun data dasar yag dikumpulkan meliputi : a. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa. medis. b. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mengeluh nyeri uluh hati dan perasaan tidak mau makan, mual dan muntah serta mengalami kelemahan. c. Riwayat kesehatan masa lalu Kaji tentang peyakit apa yang pernah diderita oleh klien, apakah klien memang mempunyai rwayat penyakit maag sebelumnya. d. Riwayat kesehatan keluarga Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit keturuanan yang berhubungan dengan penyakit gastritis, dan riwayat penyakit keturunan lain yang ada dalam keluarga. Untuk penyakit gastritis bukanlah termasuk penyakit keturunan. e. Riwayat psikososial Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya.

26

f. Pola kebiasaan sehari-hari Meliputi cairan, nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan. 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang dilakukan mualai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi, inspeksi, auskultasi dan perkusi. Menurut Doengoes (2001), data dasar pengkajian pasien dengan gastritis adalah : 1) Aktivitas / Istirahat Gejala : kelemahan, kelelahan Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas). 2) Sirkulasi Gejala : a. Hipotensi (termasuk postural) b. takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)-kelemahan / nadi perifer lemah c. pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi) d. Warna kulit: pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah) kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat

(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik).

27

3) Integritas ego Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya. Tanda: tanda ansietas, misal : gelisah, pucat,berkeringat,perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar. 4) Eliminasi Gejala: Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya

karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal : luka peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses. Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.

Karakteristik feses : diare, darah warnagelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan

diet, penggunaan antasida). Haluaran urine : menurun, pekat. 5) Makanan / Cairan Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang didugao bstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka

28

duodenal). Masalah menelan : cegukan Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual / muntah.

Tanda: muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis). 6) Neurosensi Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan. Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi). 7) Nyeri / Kenyamanan Gejala : nyeri, digambarkan sebagai hebat tajam, dangkal, rasa

terbakar, perih, nyeri

tiba-tiba dapat

disertai

perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada

29

nyeri (varises esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, psikologis. Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit. 8) Keamanan Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA Tanda : peningkatan suhu Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi portal). 9) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 2001). reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor

30

3) Pemeriksaan Diagnostik Menurut priyanto, 2006 pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien gastritis adalah : a. Pemeriksaan darah seperti fib, Ht, Leukosit, Trombosit. b. Pemeriksaan endoskopi. c. Pemeriksaan hispatologi biopsy segmen lambung.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data,

pengelompokkan data dan menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah keputusan atau kesimpulan yang terjadi akibat dari hasil pengkajian keperawatan. Menurut Doengoes (2001), diagnosa keperawatan pada klien dengan gastritis adalah : 1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan. 2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri, nausea

31

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik 6. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan statuskesehatan, ancaman kematian, nyeri. 7. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan

berhubungan dengan informasi yang kurang.

2.2.3 Perencanaan Rencana asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang sistematis dan identifikasi masalah, penentuan tujuan, pelaksanaan serta cara atau strategi yang disusun dengan tujuan untuk menanggulangi masalah keperawatan dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan berdasarkan prioritas masalah pasien ( Nasrul, 1995) yaitu: 1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intake klien terpenuhi. Kriteria Hasil : a. Intake terpenuhi b. TTV dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-80 x/mnt, S: 36-37 C) c. Turgor kulit elastis

32

Rencana tindakan : a. Kaji turgor kulit Rasional : indikator dehidrasi atau hipovolemia, keadekuatan penggantian cairan. b. Catat intake dan output cairan Rasional : mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit. c. Pertahankan intake oral dan tingkatkan sesuai toleransi Rasional : mengurangi terjadinya dehidrasi. d. Hindari cairan yang bersifat asam yang dapat meningkatkan asam lambung. Rasional : makanan atau minuman yang dapat merangsang asam lambung dapat mengakibatkan mual dan muntah. e. Observasi TTV Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi. f. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic Rasional : mengurangi mual dan muntah. 2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah gangguan rasa nyaman : nyeri teratasi.

33

Kriteria Hasil : a. Rasa nyeri berkurang b. Keadaan klien tampak rileks c. Skala nyeri : 0- 3 d. TTV dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-80 x/mnt, RR : 16-20 x/mnt, S : 36-37 C) e. Tidak ada perilaku distraksi Rencana tindakan : a. Catat lokasi, lama, intensitas nyeri Rasional : identifikasi karakteristik nyeri dan factor yang berhubungan untuk memilih intervensi. b. Kompres hangat pada daerah nyeri Rasional : meningkatkan relaksasi otot. c. Observasi TTV Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi. d. Berikan posisi yang nyaman Rasional : menurunkan rasa nyeri. e. Ajarkan teknik manajemen nyeri Rasional : menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi rasa nyeri. f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik Rasional : menghilangkan nyeri sedang sampai berat.

34

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil : a. Nafsu makan bertambah b. Mual dan muntah berkurang c. Makan habis 1 porsi d. Berat badan bertambah secara bertahap Rencana tindakan : a. Kaji faktor penyebab klien tidak nafsu makan Rasional : menentukan intervensi selanjutnya. b. Berikan makanan yang hangat dalam porsi sedikit tapi sering Rasional : dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat. c. Hindari pemberian makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung. Rasional : mengurangi pemberian asam lambung yang dapat menyebabkan mual dan muntah. d. Hilangkan bau-bau yang menusuk dari lingkungan. Rasional : menurunkan stimulasi gejala mual dan muntah. e. Tanyakan pada klien tentang makanan yang disukai atau tidak

35

disukai. f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic dan antibiotik. Rasional : menghilangkan mual. g. Kolaborasi dengan dokter ahli gizi. Rasional : Menentukan diit makanan yang tepat. 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri, nausea, (Ignatavicius, 1991). Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jm diharapkan Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi. Kriteria hasil : a. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat b. Tidur tidak mengalami gangguan/ terbangun dini. Rencana tindakan: a. Observasi dan diskusikan kemungkinan penyebab gangguan tidur. b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi pasien untuk meningkatkan tidur dan istirahat. c. Bandingkan pola tidur pasien saat ini dengan kebiasaan tidur sebelum dirawat. d. Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur : pilih tindakan yang disetujui pasien misalnya memberikan musik yang lembut.

36

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik (engram, 1998 : 156) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawaan selama 3x 24 jam diharapkan klien dapat mendemonstrasikan peningkatan intoleransi aktivitas. Kriteria hasil : a. Dapat melakukan aktifitas tanpa rasa kelemahan Rencana tindakan : a. Tingkatkan tirah baring / duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan Rasional : meningkatkan istirahat dan ketenangan. b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik Rasional : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan. c. Lakukan tugas dengan tepat dan sesuai toleransi Rasional : memungkinkan periode-periode tambahan istirahat tanpa gangguan. d. Tingkat aktivitas sesuai dengan toleransi, bantu melakukan latihan getak rentang sendi positif / aktif

37

Rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan, ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat. e. Dorong penggunaan teknik manajemen stress Rasional : meningkatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping. 6. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan ansietas berkurang atau teratasi. Kriteria hasil : 1. Klien tampak rileks 2. TTV dalam batas normal 3. Tidak ada perilaku gelisah Rencana tindakan : a. Awasi respons fisiologi misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan. Rasional : dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status syok. b. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik. Rasional : membuat hubungan terapeutik.

38

c. Berikan informasi akurat. Rasional : melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan. d. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat Rasional : memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping. e. Dorong orang terekat tinggal dengan pasien Rasional: membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri. 7. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan

berhubungan dengan informasi yang kurang (Doenges, 2001) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan pengetahuan pasien bertambah. Kriteria hasil : a. Menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat badan normal. b. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala ( penurunan berat badan, gigi busuk) dengan perilaku tidak makan / pesta- pembersihan. c. Menyatakan tanggung jawab untuk belajar sendiri. d. Mencari sumber untuk membantu membuat identifikasi perubahan.

39

Rencana tindakan : a. Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit dan

penatalaksanaan. Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari klien. b. Instruksikan pasien untuk tidak makan-makanan yang mengandung asam. Rasional :Makanan yang mengandung asam dapat meningkatkan asam lambung. c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit dan

penatalaksanaan. Rasional : Membatu sebagai pengigat dan penguat belajar. d. Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam proses

pembelajaran. Rasional : Untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengingat.

2.2.4 Pelaksanaan/Implementasi Menurut Doengoes (2001), implementasi adalah tindakan pemberian keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien. Dalam

40

melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Keterampilan yang hams dipunyai perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor. Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan gastritis yang harus diperhatikan adalah pola nutrisi, skala nyeri klien, serta melakukan pendidikan kesehatan pada klien.

2.2.5 Evaluasi Menurut Doengoes (2001), evaluasi adalah tingkatan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.

41

Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun evaluasi dari diagnosa keperawatan gastritis secara teoritis adalah apakah rasa nyeri klien berkurang, apakah klien dapat mengkonsumsi makanan dengan baik, apakah terdapat tanda-tanda infeksi, apakah klien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri, apakah klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakit gastritis.

2.3 Konsep dasar nyeri 2.3.1 Pengertian Nyeri merupakan sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (IASP, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sedangkan defenisi nyeri menurut (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005) bahwa nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulasi nyeri dapat berupa stimulasi yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual

42

atau pada fungsi ego seseorang individu (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses destrukif jaringan (seperti tertusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti dirobek-robek, seperti diremas-remas) dan/atau suatu reaksi badan atau emosi (misalnya perasaan takut, mual, mabuk). Telebih lagi, perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas (ansietas) dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Sifat-sifat ini menunjukkan kualitas nyeri: nyeri merupakan sensasi maupun emosi. Jika adekuat, nyeri secara karakteristik berhubungan dengan perubahan tingkah laku dan respon stres yang terdiri dari meningkatnya tekanan darah, denyut nadi, kontraksi otot lokal (misalnya fleksi anggota badan, kekakuan dinding abdomen). Selain itu, seseorang yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenik pada orang tersebut (Ganong, 2001). Menurut Kozier dan Erb (1983) dalam Tamsuri (2007) nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderita yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi luka.

43

2.3.2 Fisiologi Nyeri Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda (Potter & Perry, 2005). Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : 1. Reseptor A delta Serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. 2. Serabut C Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam

44

meliputi reseptor nyeri yang terdapat tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Tamsuri, 2007).

2.3.3 Klasifikasi Nyeri 1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau durasi 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri akut biasanya menghilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh (Tamsuri, 2007). Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermitten, atau bahkan persisten. Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik (Tamsuri,

45

2007). Pada individu yang mengalami nyeri kronis timbul suatu perasaan tidak aman karena ia tidak pernah tahu apa yang dirasakan dari hari ke hari.Gejala nyeri kronik meliputi keletihan, insomnia, anoreksia, penurunan berat badan, depresi, putus asa, dan kemarahan ( Potter & Perry, 2005). 2. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom) (Tamsuri, 2007) : a. Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Nyeri berlangsung sebentar, terlokalisasi, dan memiliki sensasi yang tajam. b. Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya perenggangan dan iskemia. c. Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ interna. Nyeri bersifat difusi dan dapat menyebar keberbagai arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang terlibat.

46

d. Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari sensasi asal ke jaringan sekitar. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan. e. Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya masih ada. f. Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain. sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat dan lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri ke dalam medula spinalis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya. 3. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Organ Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial) organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis, umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan akut timbul pada klien (Tamsuri, 2007).

47

2.3.4 Respon Tubuh Terhadap Nyeri 1. Respon fisik Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap stres. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta nyeri superfisial, tubuh bereaksi membangkitkan General Adaptation Syndrome (Reaksi Fight or Flight), dengan merangsang sistem saraf simpatis sedangkan pada nyeri yang berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulasi terhadap saraf parasimpatis (Tamsuri, 2007). 2. Respon Perilaku Respon perilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat bermacam-macam menggambarkan fase perilaku terhadap nyeri yaitu: antisipasi, sensasi, dan pasca nyeri (Meinhart dan Mc. Caffery dalam Tamsuri, 2007). Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting dan merupakan fase yang memungkinkan individu untuk memahami nyeri. Individu belajar untuk mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri muncul, karena kecemasan dapat menyebabkan peringatan sensasi nyeri yang terjadi pada klien dan atau tindakan ulang yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi nyeri menjadi kurang efektif.

48

Pada saat terjadi nyeri, banyak perilaku yang diungkapkan oleh seorang individu yang mengalami nyeri seperti menangis, meringis, meringkukkan badan, menjerit, dan bahkan berlari-lari. Pada fase paska nyeri, individu bisa saja mengalami trauma psikologis, takut, depresi, serta dapat juga menjadi menggigil. 3. Respon Psikologis Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi individu. Individu mengartikan nyeri sebagai suatu yang negatif cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya pada induvidu yang memiliki persepsi nyeri sebagai pengalaman positif akan menerima nyeri yang dialaminya (Tamsuri, 2007).

2.3.5 Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual. Nyeri dalam intensitas yang sama kemungkinan dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan

49

tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar dan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat. Untuk itu perlu menyeleksi terapi yang cocok dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat ketidaknyamanan klien (Potter & Perry, 2005). Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat mengetahui pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Karakteristik nyeri meliputi awitan dan durasi, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan tindakan-tindakan yang memperberat dan memperingan nyeri. Ada banyak instrument pengukur nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR : 1) Skala analog visual 2) Numerical rating scale dan 3) Skala intensitas nyeri deskriptif Skala Intensitas Nyeri 1) Skala analog visual 2) Numerical Rating Scale 0 -1- 2- 3- 4- 5- 6- 7- 8- 9- 10 Tidak nyeri, Nyeri Sedang, Sangat nyeri

50

3) Skala Intensitas Nyeri Deskritif Menurut Brunner & Suddarth , (2005) Keterangan : 0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih rssssespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

51

2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri Menurut Potter & Perry (2005), penatalaksanaan nyeri dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu: 1) Manajemen Farmakologi a) Analgesik Opioid/analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Macam-macam obat Analgesik Opioid: a. Metadon. Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah. Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit. Efek tak diinginkan: * Depresi pernapasan * Konstipasi * Gangguan SSP * Hipotensi ortostatik * Mual dam muntah pada dosis awal.

52

b. Fentanil. Mekanisme kerja: Lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya. Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi. Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil

kemungkinannya. Rigiditas otot, bradikardi ringan. c. Kodein Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk). Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin. b) Obat Analgetik Non-narkotik Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer.

Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa

berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek

53

menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik narkotik). Efek samping obat-Obat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit. Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik: a. Ibupropen Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminum obat ini. b. Paracetamol/acetaminophen Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering

dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.

54

c. Asam Mefenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. c) Obat gastritis yag sering digunkan 1. Antasida. mengandung kalsium karbonat dan magnesium hidroksida. Ada yang berupa tablet atau cair. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat. Beberapa Antasid juga mengandung simethicone yang dapat menimbulkan gejala kelebihan gas. Minum Antasid saja atau dikombinasi dengan simethicone dapat digunakan untuk menangani gejala maag. Beberapa Antasid seperti aluminum karbonat dan aluminum hidroksida dapat diresepkan dengan makanan rendah fosfat untuk menangani hyperphosphatemia (terlalu banyak fosfat dalam tubuh). Aluminum karbonat dan aluminum hidroksida dapat juga digunakan dengan makanan rendah fosfat untuk mencegah batu ginjal.

55

Penggunaan: Untuk pasien yang menggunakan tablet kunyah: kunyahlah tablet sebelum ditelan agar obat dapat bekerja lebih cepat dan efektif. 2. H2 antagonis seperti ranitidine, cimetidine, nizatidine, dan famotidine yang berfungsi untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. Ranitidine adalah antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2). Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung. Dalam menghambat reseptor H2, ranitidine bekerja cepat, spesifik dan reversibel melalui pengurangan volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Ranitidine juga meningkatkan penghambatan sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Ranitidine diekskresi terutama bersama urin dalam bentuk utuh (30%) dan metabolitnya, serta sebagian kecil bersama feses. Komposisi: Tiap tablet salut selaput mengandung ranitidine hydrochloride setara dengan 150 mg ranitidine base. Indikasi: Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan duodenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti pada sindroma Zollinger-Ellison,

hipersekresi pasca bedah.

56

3. Penghambat pompa proton. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari pompa pompa dari sel sel di lambung yang menghasilkan asam lambung. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori. Lansoprazole adalah penghambat sekresi asam lambung yang secara spesifik menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) dari sel parietal mukosa lambung. Lansoprazole secara cepat diabsorpsi, kadar serum maksimum dicapai 1,7 jam setelah pemberian obat. Bioavailabilitas lansoprazole 80-90% pada dosis awal, sehingga efektifitas

penghambatan sekresi asam lambung cepat dicapai. Indikasi : Pengobatan jangka pendek pada ulkus duodenum, Benign ulkus gaster, dan refluks esofagitis. Kontra Indikasi : Penderita hipersensitif terhadap lansoprazole. 4. Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Sukralfat adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan polialuminium hidroksida. Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan kompleks sukralfat

57

dengan protein yang membentuk lapisan pelindung menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu. Indikasi: Pengobatan jangka pendek (sampai 8 minggu) pada duodenal ulcer. Kontra Indikasi : Tidak diketahui kontraindikasi penggunaan sukralfat. 2) Manajemen non farmakologi Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu, banyak aktivitas kaperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Meskipun ada beberapa laporan mengenai ketidakefektifan tindakan-tindakan ini, sedikit diantaranya yang belum dievaluasi melalui penelitian riset yang sistematik. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung berjam-jam atau berharihari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan bat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri.

58

a. Bimbingan antisipasi Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan suatu napas berirama lambat denfgan suatu bayangan mental relaksiasi dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa setiap napas yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidak nyaman dikeluarkan, menyebakan tubuh yang rileks dan nyaman. Setip kali menghirup napas, pasien harus membayangkan energi penyembuh dialairkan ke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali napas dihembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan. b. Distraksi Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertnggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Sesorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat

59

menurunkan persepsi nyeri dengan mensyimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. c. Hypnosis-Diri Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, dibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif. d. Biofeedback Riset telah menunjukkan bahwa pasien yang telah menerima pengobatan TENS (placebo) yang nyata atau pura-pura selain

60

perawatan standar, akan melaporkan jumlah pereda nyeri yang sama lebih besar efeknya daripada pereda nyeri yang diperoleh dengan pengobatan standar saja (Conn dkk.). Beberapa pasien, terutama pasien dengan nyeri kronis, akan melaporkan penurunan nyeri sebanyak 50% dengan menggunakan TENS. e. Relaksasi Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner dan Jensen, 1993; Altmaier dkk. 1992). Beberapa penelitian, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Lorenti, 1991; Miller & Perry, 1990). Ini mungkin karena relatif kecilnya otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. f. Mengurangi persepsi nyeri Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung

61

pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akaut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefektifan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang sama seperti pada cedera. Sebagai contoh: saat TENS digunakan pada pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. g. Stimulasi kutaneus Terori gate kontrol nyeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilan nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat

62

membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. 3) Pendidikan Kesehatan Segala upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. a. merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat. b. Adalah upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsikan perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, memberi kesadaran dan sebagainya. c. Upaya agara perilaku individu, kelompok dan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan. d. Secara konsep: penkes orang lain merupakan (individu, upaya keompok,

mempengaruhi/mengajak

masyarakat) agar berperilaku hidup sehat. e. Secara operasional: penkes adalah semua kegiatan untuk memberikan/ meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meingkatkan kesehatannya.

63

BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Pengkajian I. Identitas Klien 1. Nama Klien 2. Umur 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Agama 6. Pekerjaan 7. Status Perkawinan 8. Suku 9. Alamat Tanggal masuk RS Tanggal pengkajian Catatan kedatangan : Ny. R : 72 Tahun : Perempuan : SD : Islam : Tani : Kawin : Melayu : Sawah Lebar baru RT 02 RW 01 No 46 : 30 Juli 2012 : 30 Juli 2012 : Kursi roda ( ), Ambulans ( ), Brankar ( ) No Register : 519359

Keluarga Terdekat Yang Bisa Dihubungi Nama / Umur Pendidikan Pekerjaan : Tn. S : SLTA : Swasta

64

Alamat Sumber Informasi

: Sawah Lebar baru RT 02 RW 01 No 46 : Keluarga pasien, perawat, pasien

II. Riwayat Kesehatan sekarang 1. Keluhan utama / alasan masuk RS : Klien masuk ruang IGD RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada hari Senin, tanggal 30 Juli 2012 pada pukul 22.00 WIB di ruang RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan keluhan nyeri ulu hati dan nyeri perut kiri, mual,badan terasa panas dan menderita darah tinggi . Keluhan utama yang dirasakan Ny. R yaitu nyeri pada perut kiri atas, terasa seperti diremas-remas, nyeri dirasakan setiap saat, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit, saat dilakukan palpasi pada perut kiri atas, skala nyeri 6. Teraphy yang telah didapatkan di IGD yaitu IVFD RL 500 ml 20 tpm, Ranitidin 2x1 amp, Clobazam 1x1 Vial, Amlodipine 1x1 tab/oral, Neurodex 2x1 mg/oral, PCT 1x1 tab, Dexanta syr 3x1 sdm,

Hidroclortiazid 1x1 tab. 2. Keluhan saat pengkajian : Pada saat pengkajian tanggal 30 juli 2012 klien mengatakan perutnya masih terasa nyeri dibagian kiri atas, klien mengatakan terasa seperti diremasremas, nyeri dirasakan setiap saat, dan berlangsung lama, skala nyeri 6, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit, saat dilakukan palpasi nyeri tekan pada perut kiri atas, klien nampak memegang perutnya ,klien nampak menahan nyeri dan tampak meringis, selain itu klien mengeluh perut terasa mual, sehingga tidak

65

nafsu makan, makanan dari RS hanya dihabiskan porsi, klien mengatakan tidurnya juga terganggu, kalau nyerinya kambuh membuat tidak bisa tidur Klien mengatakan di RS tidur hanya 4- 5 jam III. Riwayat kesehatan dahulu Klien sebelumnya sudah pernah berkali- kali dirawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang sama, Ny. R mempunyai riwayat gastritis selama 3 tahun, obat yang sering diminum pada saat sakit adalah Promag. Ny. R juga

mempunyai riwayat hipertensi selama 3 tahun terakhir ini dan tidak terkontrol karena pasien memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan hanya kadangkadang. Alergi : Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, maupun makanan.

IV. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan atau menular yang berbahaya, diantara keluarganya hanya dirinya yang menderita darah tinggi. Keluarga mengatakan tidak ada anggota kelurga yang menderita penyakit yang sama seperti yang diderita klien. V. Pola Aktivitas Sehari- hari No 1 Aktivitas Nutrisi makan - Jenis nasi, lauk pauk, sayur, bubur, lauk pauk, sayur buah. dan buah. Sebelum sakit Saat sakit

66

- Jumlah - Frekuensi - Keluhan

1 piring makan. 3x sehari. Anoreksia

porsi. 3x sehari, anorexia, muntah. mual,

Minum - Jenis - Jumlah - Frekuensi - Keluhan 2 Eliminasi BAK - Jumlah - Frekuensi - Warna - Keluhan BAB - Jumlah - Frekuensi - Warna - Konsistensi - Keluhan 200 cc 1xsehari kuning kehitaman. Lembek Tidak ada kuning. 1x / 2 hari kuning kehitaman. Lembek Tidak ada 1800- 2000cc 7-8 x / sehari kuning jernih tidak ada 1500cc 800-1000 cc 4-5 x / sehari kuning jernih tidak ada Air putih 1800lt- 2lt. 8- 10 gelas Tidak ada Air putih 800-1000 cc/hari 4-5 gelas Tidak ada

67

Personal Hygiene mandi - Frekuensi 2 x sehari belum mandi pernah hanya dilap - Cara pemenuhan Gosok gigi - Frekuensi - Cara pemenuhan Keramas - Frekuensi - Cara pemenuhan 1 x / 2 hari pakai sampo Belum pernah keramas 2 x sehari pakai pasta gigi 1 x sehari Pakai pasta gigi 3 pakai sabun Menggunakan waslap

Istirahat tidur - Jumlah jam tidur - Pola 7-8 jam. 4- 5 jam.

tidur hanya pada malam tidur pada malam hari hari

- Keluhan 5 Aktivitas latihan

Tidak ada keluhan Membersihkan memasak,

Susah tidur

rumah, Aktivitas yang dibantu dari berdiri tempat dan

berbelanja, bangun

berjalan, tidak mampu tidur, melakukan aktivitas fisik berjalan. yang berat Aktivitas makan,

mandiri minum dan posisi kekiri dan

mengubah miring kekanan

68

VI. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Penampilan umum Kesadaran Klien tampak BB TB 2. Tanda-tanda vital TD Nadi RR S 3. Kulit Inspeksi Palpasi : Tidak ada oedema, Kulit kering. : turgor kulit elastis, akral hangat : 140/ 90 mmHg : 88 x/i : 22 x/i : 36,4 0C : klien nampak lemah : Compos Mentis : Lemah : 54 Kg : 155 Cm

4. Kepala/ rambut Inspeksi : Kepala simetris, distribusi rambut merata, warna rambut hitam dan sebagian ada yang berwarna putih, rambut agak ikal, tidak ada ketombe. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.

69

5. Mata Inspeksi : tidak ada gangguan fungsi penglihatan, miosis, isokor, konjungtiva An-anemis, sclera anikterik, palpebra terbuka, warna iris hitam, tidak ada kekeruhan lensa, oedema palpebra tidak ada. Palpasi 6. Telinga Inspeksi Palpasi : bersih, daun telinga simetris, secret tidak ada. : Tidak ada peradangan pada mastoid dan tidak ada nyeri tekan. 7. Hidung dan Sinus Inspeksi : Hidung bersih, bentuk simetris, tidak ada pembengkakan, peradangan. Palpasi 8. Mulut dan Tenggorokan Inspeksi : Membran mukosa lembab, pucat, gigi tidak lengkap lagi (gigi geraham 2 berkurang), tidak ada tanda radang, mulut bersih. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ada kesulitan menelan : Tidak ada nyeri tekan pada hidung. tidak ada seret, tidak ada : Tidak ada nyeri tekan pada mata.

70

9. Leher Inspeksi Palpasi : Trakea simetris : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid.

10. Thorak / Paru Inspeksi : Simetris, RR= 22 x/ i tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan ( cuping hidung). Palpasi Perkusi Auskultasi 11. Jantung Inspeksi Palpasi Auskultasi : Ictus kordis tidak terlihat : Ictus kordis teraba 1 jari LMCS RIC ke 5 : Bunyi jantung normal S1 dan S2 terdengar : Ekspansi paru simetris, tidak ada nyeri tekan : Resonan dikedua lapangan paru : Bunyi napas Vesikuler

jelas, tidak ada bunyi tambahan S3 & S4. 12. Abdomen Inspeksi :Bentuk simetris, tidak terdapat ada luka distensi bekas

abdomen(kembung),

operasi/jaringan parut, tidak ada penonjolan/ massa.

71

Auskultasi Palpasi

: Bising usus 13 x/ i : Tidak ada pembesaran limpa, hati, nyeri tekan daerah epigastrium sebelah kiri atas.

Perkusi 13. Genetalia Inspeksi

: Tympani diseluruh regio abdomen.

: Tidak terpasang kateter, tidak ada tanda-tanda radang.

14. Rektal Inspeksi 15. Ekstremitas Atas : Terpasang infus RL xx gtt/i bagian kiri, tidak ada odema. Bawah ROM : Tidak ada odema, pada ekstremitas kanan bawah. :Tidak ada keterbatasan retang gerak pada : tidak terdapat Hemoroid

ekstremitas atas dan bawah Kekuatan otot : 555 555 16. Vaskular perifer Capillary reffile Clubbing Perubahan warna : < 2 detik : tidak ada : tidak ada 555 555

72

17. Neurologis Kesadaran Status mental : Compos Mentis :Fungsi intelektual; klien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan dan mampu

memusatkan perhatian. Motorik VII. 1. Data Psikologis Status emosi : kondisi emosi klien saat dilakukan pengkajian adalah tenang, santai dan dapat diajak berbicara. 2. Kecemasan :Klien nampak tenang menghadapi penyakitnya, tidak ada panik, klien hanya bertanya tentang keadaannya. Tingkat ansietas ringan. 3. Pola koping : Klien tidak mau mengungkapkan perasaanya, tapi klien terlihat tenang, pasrah akan penyakitnya. Sumber koping klien adalah Keluarga yaitu setiap ada masalah selalu menceritakan masalah yang dihadapinya dengan keluarga. semangat untuk sembuh dan menjalani hidup. 4. Gaya komunikasi :klien mampu menjawab pertanyaan yang : klien tidak mengalami tremor/ kejang.

diberikan sesuai dengan jawaban dan mampu memusatkan perhatian. Klien mampu

73

berkomunikasi dengan baik kepada perawat atau orang lain.

VIII. Data sosial Hubungan klien dengan keluarga terjalin harmonis, begitu juga dengan

tetangga atau masyarakat sekitar tempat tinggalnya juga terjalin baik Kegiatan sosial yang diikuti klien sebelum sakit klien ikut aktif dalam kegiatan yang ada dilingkungan tempat tinggalnya. Klien adalah seoarang ibu rumah tangga. IX. Data Spiritual Klien mengatakan agama sangat berpengaruh dalam kehidupannya, menurut klien penyakit yang dialami oleh klien adalah cobaan dari Allah. Keluarga klien mengatakan selama sakit klien tidak pernah melakukan solat.

74

X.

Pemeriksaan Penunjang Tanggal 30 Juli 2012 Jenis Pemeriksaan Hematokrit Hemoglobin Leuktosit Trombosit Nilai 28 % 9,7% 12,1 360.600 sel/mm3 Gula (GDS) Kreatinin 2 0,5- 1,2 mg/dl Meningkat darah Sewaktu 91 Nilai Normal 40-45 % 12,3-18 4,0-10,0 / L 150.000-400.000 sel/mm3 70-110 mg/dl Normal Interpretasi Menurun Menurun Meningkat Normal

XI. Pengobatan Tanggal 30 juli 2012 IVFD RL 500 ml 20 tp Ondansentron 2x1 amp Ranitidin 2x1 amp/iv Clobazam 1x1 tab/oral Amlodipine 1x1 tab/oral Neurodex 2x1 mg/oral PCT 1x1 tab/oral Dexanta syr 3x1 sdm, Hidroclortiazid 1x1 tab.

75

Tanggal 31 Juli 2012 IVFD D5% 500 ml 20 tpm, dan IVFD RL 500 ml 20 tpm Ondansentron 2x1 amp Ranitidin 2x1 amp/iv Clobazam 1x1 tab/oral Amlodipine 1x1 tab/oral Neurodex 2x1 mg/oral PCT 1x1 tab/oral Dexanta syr 3x1 sdm, HCT 2x1/2 mg/oral Hidroclortiazid 1x1 tab. 3.2 Analisa Data No 1 Data DS : perutnya masih terasa nyeri dibagian kiri atas klien mengatakan terasa seperti diremas-remas Klien dirasakan mengatakan setiap saat nyeri dan nyeri gagal melindungi as.lambung mukosa inflamasi Interpretasi data Iritasi as.lambung Masalah Gangguan rasa nyaman nyeri

berlangsung lama Klien mengatakan skala nyeri 6

76

DO : 2 Ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit Saat dilakukan palpasi terjadi nyeri tekan pada perut kiri atas Klien terlihat memegang perut DS : klien mengeluh perut terasa mual Sekresi mukosa Klien mengatakan tidak nafsu meningkat makan Klien mengatakan di RS hanya HCl meningkat menghabiskan porsi makan DO : 3 Klien tampak lemah Porsi makan tidak dihabiskan Turgor kulit elastis BB 54, (BB sebelumnya 55) Iritasi as.lambung Gangguan pola tidur mukosa inflamasi kalau membuat gagal melindungi as.lambung Gangguan pemenuhan nutrisi mual, anoreksia Iritasi as.lambung Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DS : klien mengatakan tidurnya juga terganggu, Klien nyerinya mengatakan kambuh

tidak bisa tidur Klien mengatakan di RS tidur hanya 4- 5 jam DO: Klien Nampak lesu

nyeri

Gangguan pola tidur

77

3.3 Diagnosa Keperawatan No 1 Diagnosa Keperawatan Gangguan rasa nyaman : Tgl Ditemukan Paraf Tgl Teratasi Lilis Maini Paraf

nyeri 30-07-2012 Lilis Maini

berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi

2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi 30-07-2012 Lilis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 3 Gangguan pola tidur berhubungan 30-07-2012 Lilis Maini Maini

Lilis Maini

Lilis Maini

dengan adanya rasa nyeri, nausea

3.4 Intervensi Keperawatan N o 1 Diagnosa Keperawatan Gangguan setelah a. Catat lama, intensitas nyeri 24 lokasi, a. identifikasi karakteristik dan faktor nyeri yang Tujuan Intervensi Rasional

rasa nyaman : dilakukan nyeri berhubungan dengan mukosa lambung tindakan keperawatan selama 3x

berhubungan untuk memilih intervensi. b. meningkatkan pada relaksasi otot.

jam diharapkan b. Kompres masalah rasa hangat

yang teriritasi gangguan

daerah nyeri c. indikator keadekuatan volume sirkulasi rasa

nyaman : nyeri c. Observasi berkurang. Kriteria Hasil : a. Rasa TTV

nyeri d. Berikan posisi d. menurunkan

78

berkurang b. Keadaan klien tampak rileks c. Skala nyeri : 0- 3

yang nyaman e. Ajarkan teknik manajemen nyeri

nyeri. e. menurunkan stimulasi berlebihan dapat yang yang

mengurangi

rasa nyeri f. menghilangkan nyeri sampai berat sedang

d. TTV dalam f. Kolaborasi batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-80 x/mnt, RR : 16-20 x/mnt, S : 36-37 C) e. Tidak perilaku distraksi 2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji ada dalam pemberian analgetik

faktor a. menentukan intervensi tidak selanjutnya.

penyebab klien

nafsu makan b. dilatasi gaster dapat terjadi bila

selama 3x 24 b. Berikan jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil : a. Nafsu makanan yang hangat dalam porsi sedikit

pemberian makanan terlalu cepat.

tapi sering c. Hindari pemberian c. mengurangi pemberian asam

79

makan bertamba b. Mual muntah berkurang c. Makan habis 1 porsi d. Berat badan bertambah secara bertahap dan

makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung. d. Hilangkan bau-bau yang

lambung

yang

dapat menyebabkan mual dan muntah.

d. menurunkan stimulasi gejala

menusuk dari lingkungan.

mual dan muntah.

e. Tanyakan pada e. Dapat memberikan klien tentang makanan disukai pasien yang

makanan yang disukai atau

tidak disukai. f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic dan antibiotik. g. Kolaborasi dengan dokter ahli gizi. g. Menentukan makanan tepat. diit yang f. menghilangkan mual.

80

Gangguan pola tidur

Setelah dilakukan intervensi keperawatan

a. Observasi dan a. Untuk mengetahui diskusikan kemungkinan penyebab gangguan tidur. b. Berikan tidur lingkungan yang nyaman bagi pasien c. Bandingkan pola tidur c. Untuk mengetahui perbandingan jumlah tidur pasien di rumah dengan di RS b. meningkatkan tidur dan istirahat. intervasi apa yang akan dilakukan.

berhubungan dengan adanya rasa

selama 3x 24 jam diharapkan Kebutuhan istirahat terpenuhi. Kriteriahas il: a. Melaporkan peningkatan rasa sehat

nyeri, nausea

pasien saat ini dengan kebiasaan tidur sebelum dirawat.

dan merasa dapat istirahat

b. Tidur tidak d. Tingkatkan mengalami gangguan/te rbangun dini. relaksasi pada waktu tidur : pilih tindakan yang disetujui pasien misalnya memberikan musik lembut. yang

d. Teknik dapat untuk

relaksasi dilakukan

meningkatkan keinginan tidur

81

3.5 Implementasi No Dx Hari / Tanggal Selasa 31-072012 1 09.35 Wib 1. Mengkaji keluhan nyeri lokasi dan instensitas nyeri. Nyeri skala 6, lokasi pada perut kiri atas, nyeri berlangsung lama 10.00 Wib 2. Kompres hangat pada daerah nyeri Klien diberikan kompres air hangat diabantu keluarga di daerah perut bagian kiri atas 11.00Wib 3. Memberikan posisi yang nyaman Posisi klien semi fowler Implementasi Respon Hasil Paraf

11.30Wib

4. Mengajarkan teknik manajemen nyeri

menarik napas dalam saat terjadi nyeri TD: 140/90 mmHg, N: 88x/mnt, R: 22x/mnt, S: 360

12.00Wib

5. Mengukur TTV

12.30Wib

6. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik - Ranitidin 1 ampl

Ranitidin dapat diberikan, nyeri berkurang. Skala nyeri 4-5 tidak ada reaksi alergi obat

82

14.30Wib 7. Mengkaji keluhan nyeri lokasi dan instensitas nyeri.

Nyeri skala 6, lokasi pada perut kiri atas, nyeri berlangsung lama

17.30Wib

8. Mengukur TTV

TD: 140/90 mmHg, N: 84x/mnt, R: 22x/mnt, S: 36,50

20.00Wib

9. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik Ranitidin 1 ampl Hidroclortiazid 1x1 tab.

Ranitidin dan Hidroclortiazid dapat diberikan, nyeri berkurang. Skala nyeri 4-5 tidak ada reaksi alergi obat

22.00Wib

10. Mengganti Cairan infuse RL drip ondansentron 1 ampl

Cairan infuse terpasang RL pada ekstremitas kanan atas drip ondansentron

Selasa 31 -07-12 2 11.10 Wib 1. Mengkaji faktor penyebab Pengkajian dapat dilakukan klien tidak nafsu makan klien mengatakan penyebab tidak nafsu makan adalah karena perasaan mual dan perut yang sakit 11.20 Wib 2. Menganjurkan keluarga makanan pada Keluarga bersedia menuruti

memberikan anjuran yang hangat

83

dalam porsi sedikit tapi sering 11.30 Wib 3. Menganjurkan menghindari makanan untuk Keluarga bersedia menuruti pemberian anjuran yang dapat

merangsang peningkatan asam lambung. 11.30 Wib 4. Menganjurkan keluarga menghindarkan yang 12.30 Wib menusuk pada Keluarga bersedia menuruti untuk anjuran bau-bau dari

lingkungan 5. Menanyakan pada klien Klien mengatakan makanan tentang makanan yang yang disukainya adalah jenis sambal, berkuah dan makan roti. sedangkan makanan yang tidak disukai adalah makanan yang lembek seperti bubur dan santan yang terlalu kental

disukai atau tidak disukai.

13.00 Wib

6. Berkolaborasi

dengan Drip ondan 1 ampul

dokter untuk pemberian diberikan pd infuse RL, antiemetic tidak ada reaksi alergi, Ondansentron 1 amp dexanta syr sudah drip Dexanta syr 1 sdm diberikan. Mual berkurang klien tidak muntah

84

14.40 Wib

7. Menganjurkan sedikit tapi sering

makan Klien menuruti anjuran perawat

16.30 Wib

8. Menanyakan

tentang Klien mengatakan kalau

keluahan yang dirasakan perutnya terasa sakit dan klien 17.30 Wib 9. Memberikan tidak nafsu makan obat Klien meminum obat yang

Dexanta 1 syr sebelum diberikan perawat, dan makan 18.40 Wib 10. Menganjurkan keluarga menyajikan 22.00 Wib nyeri serta mual berkurang pada Keluarga menuruti anjuran untuk dari perawat makanan

yang disukai oleh klien 11. Mengganti cairan infuse Cairan infuse RL drip RL drip Ondansentron 1 Ondansentron terpasang ampl pada ekstremitas kanan atas. Mual berkurang Selasa 31-07-12 3 13.30 Wib 1. Menanyakan kepada klien Klien mengatakan tentang kemungkinan penyebab gangguan tidurnya adalah karena nyeri di perutnya 13.50 Wib 2. Memberikan lingkungan Pengunjung berkurang saat yang nyaman bagi pasien siang hari : membatasi pengunjung penyebab gangguan tidur.

85

saat siang 16.00Wib 3. Membandingkan tidur pasien saat pola Klien mengatakan sebelum ini dirawat dia tidak pernah

dengan kebiasaan tidur tebangun pada malam hari sebelum dirawat. 16.20 Wib 4. Meningkatkan saat lagi tidur. relaksasi tindakan yang disetujui pasien misalnya memberikan musik yang lembut 18.00 Wib 5. Memberikan Klobazam 1 tab Neurodek 1 tab obat Obat dapat diberikan pada klien dan tidak ada reaksi alergi terhadap obat, klien tanpak tenang. 19.20 Wib 6. Meganjurka klien untuk Klien mengangguk tanda banyak istirahat menegerti dan setuju terhadap apa yang diakatakan perawat 20.20 Wib 7. Menganjurkan pada Klien menuruti anjuran

pada klien waktu tidur

keluarga untuk membatasi perawat pengunjung kesembuhan klien 07.20 Wib 8. Menanyakan pada klien Klien menjawab tidurnya bagaimana malam tadi tidurnya belum nyenyak demi

86

Rabu 01-08-12 1 09.00 Wib 1. Mengkaji keluhan nyeri lokasi dan instensitas nyeri. 10.00 Wib 2. Mengompres hangat pada daerah nyeri Nyeri skala 6, lokasi pada perut kiri atas, nyeri berlangsung lama Klien diberikan kompres air hangat diabantu keluarga di daerah perut bagian kiri atas 11.45 Wib 3. Mengukur TTV TD: 130/90 mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt, S: 36,40 13.30 Wib 4. Mengajarkan teknik manajemen nyeri Mengajarkan tekhnik menarik napas dalam saat terjadi nyeri 15.00 Wib 5. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik 16.00 Wib Ranitidin 1 ampl Ranitidin dapat diberikan, nyeri berkurang. Skala nyeri 4-5 tidak ada reaksi alergi obat Klien mengatakan masih terasa nyeri pada daerah perut. Skala nyeri 5

6. Mengkaji keluhan nyeri lokasi dan instensitas nyeri.

17.30 Wib

7. Mengukur TTV

TD: 130/80 mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt, S:

87

36,40 C 18.30 Wib 8. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat Hidroklortiazid 1 tab 20.00 Wib 9. Melakukan dengan pemberian Analgetik ampl 20.30 Wib infuse RL 10. Mengganti Cairan Infus Cairan terpasang pada ekstremitas RL drip Ondansentron kanan atas, mual berkurang kolaborasi Obat telah diberikan dank untuk lien tidak mengalami obat reaksi alergi obat 1 Obat telah diberikan dan tidak ada reaksi alergi obat, klien tanpak tenang

dokter

Ranitidin

Rabu 01-08-12 15.00 Wib 1. Mengkaji faktor penyebab Pengkajian dapat dilakukan klien tidak nafsu makan klien mengatakan penyebab tidak nafsu makan adalah karena perasaan mual dan perut yang sakit 15.30 Wib 2. Menganjurkan pada keluarga memberikan makanan yang hangat dalam porsi sedikit tapi sering 16.20 Wib 3. Menganjurkan untuk menghindari pemberian makanan yang dapat Keluarga bersedia menuruti anjuran Keluarga bersedia menuruti anjuran

88

merangsang peningkatan asam lambung. 16.50 Wib 4. Menanyakan pada klien tentang makanan yang disukai atau tidak disukai. Klien mengatakan makanan yang disukainya adalah jenis sambal, berkuah dan makan roti. sedangkan makanan yang tidak disukai adalah makanan yang lembek seperti bubur dan santan yang terlalu kental 17.00 Wib 5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic Ondansentron 1 amp Drip 18.00 Wib 6. Mengkaji keluhan mual dan muntah 18.00 Wib 7. Memberikan obat Dexanta Syr 1 sdm sblm makan 18.30 Wib 8. Menganjurkan pada klien untuk menghabiskan makanan yang disediakan 20.30 Wib 9. Mengganti cairan infuse RL drip Ondamsentron Cairan infuse sudah diganti Klien hanya menghabiskan porsi makan Obat diberikan pada klien, obat diminum oleh klien Perut klien terasa mual Drip ondan 1 ampul diberikan pd infuse RL, mual berkurang

89

Rabu 3 01-08-12 14.30 Wib 1. Menanyakan kepada klien Klien tentang kemungkinan penyebab tidurnya adalah mengatakan gangguan karena

penyebab gangguan tidur.

nyeri di perutnya 15.20 Wib 2. Menganjurkan dan pasien pada Keluarga keluarga dan pasien untuk mengikuti anjuran perawat membatasi saat siang 16.00 Wib 3. Membandingkan tidur pasien saat pola Klien mengatakan sebelum ini dirawat dia tidak pernah saat lagi tidur yang disetujui misalnya pengunjung

dengan kebiasaan tidur tebangun pada malam hari sebelum dirawat. 16.15 Wib 4. Meningkatkan

relaksasi tindakan pasien pada klien waktu tidur lembut

memberikan musik yang

17.10 Wib

5. Menanyakan pada klien

Pasien belum bisa tidur apakah siang tadi klien siang bisa tidur

18.30 Wib

6. Memberikan obat Clobazam 1x1 tab Neurodek 1 tab

Pasien sudah diberi obat dan tidak ada reaksi alergi obat. Klien terlihat tenang

20.10 Wib

7. Menganjurkan pada klien Klien mau menuruti saran perawat untuk banyak istirahat

90

Kamis 1 02-08-12 08.30 Wib 1. Mengkaji keluhan nyeri lokasi dan instensitas nyeri. Nyeri skala 5, lokasi pada perut kiri atas, nyeri timbul mendadak timbul 09.00 Wib 2. Mengukur TTV TD: 130/90 mmHg, N: 78x/mnt, R: 20x/mnt, S: 36,50 10.00 Wib 8. Mengajarkan teknik manajemen nyeri Klien menarik napas dan hilnag

dalam saat terjadi nyeri

12.30 Wib

9. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik Ranitidine 1 ampl

Ranitidin dapat diberikan, nyeri berkurang. Skala

nyeri 4-5 tidak ada relaks

Kamis 02-08-12 2 10.30 Wib 1. Mengkaji faktor penyebab Pengkajian dapat dilakukan klien tidak nafsu makan klien mengatakan penyebab tidak nafsu makan adalah karena perasaan mual dan perut yang sakit 10.50 Wib 2. Menganjurkan keluarga pada Keluarga bersedia menuruti memberikan anjuran

91

makanan

yang

hangat

dalam porsi sedikit tapi sering. 11.00 Wib 3. Menganjurkan menghindari makanan untuk Keluarga bersedia menuruti pemberian anjuran perawat dapat

yang

merangsang peningkatan asam lambung. 11.30 Wib 4. Berkolaborasi dengan Drip ondan 1 ampul dokter untuk pemberian diberikan pd infuse RL, antiemetic Ondansentron 1 amp drip Kamis 02-08-12 3 09.30 Wib 1. Menanyakan kepada klien Klien tentang kemungkinan penyebab tidurnya bising 09.40 Wib 2. Memberikan lingkungan Pengunjung berkurang saat yang nyaman bagi pasien siang hari : membatasi pengunjung saat siang 10.10 Wib 3. Meningkatkan relaksasi tindakan yang disetujui pasien misalnya mencuci pada klien waktu tidur adalah mengatakan gangguan karena Dexanta Syr 1 sdm mual berkurang dank lien tidak ada muntah.

penyebab gangguan tidur.

92

3.6 Evaluasi No Dx I Hari/Tanggal Selasa, 31-07-12 S: Klien mengatakan perut bagian kiri atasnya masih terasa nyeri Klien mengatakan nyerinya terasa di remas Klien mengatakan skala nyeri masih dalam rentang 6 Klien mengatakan sudah melakukan teknik mengalihkan rasa nyeri dengan berbincang- bincang Klin mengatakan nyeri yang Catatan Perkembangan Paraf

dirasakannya timbul terus menerus Klien mengatakan sudah diberi

kompres air hangat O: Klien tampak meringis Klien tampak memegang perutnya yang sakit Terpasang kompres air hangat di daerah perut kiri atas TTV: TD : 140/90 ,ND : 88x/i ,RR : 22x/i, S : 36oC A : Intensitas nyeri belum teratasi skala nyeri masih sedang

93

P : Intervensi di lanjutkan II Selasa, 31-07-12 S: Klien mengatakan perutnya masih terasa mual Klien mengatakan hari ini hanya menghabiskan porsi Klien makan O: Klien tidak menghabiskan porsi mengatakan belum nafsu

makannya Konjungtiva an- anemis Klien Nampak lemah

A : Asupan nutrisi belum terpenuhi P : Intervensi dilanjutkan III Selasa, 31-07-12 S: Klien mengatakan tidurnya terganggu selama sakit Klien mengatakan hanya tidur 4-5 jam Klien mengatakan sering terbangun pada saat tidur O: Klien tampak lemah Klien tidak terlihat tidur siang

A : Gangguan tidur belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan

94

Rabu, 01- 07- 12

S: Klien mengatakan perut bagian kiri atasnya masih terasa nyeri Klien mengatakan nyerinya terasa di remas Klien mengatakan skala nyeri

berkurang, skala nyeri 5 Klien mengatakan sudah melakukan teknik mengalihkan rasa nyeri dengan mendengarkan musik menggunakan earphone Klin mengatakan nyeri yang

dirasakannya timbul terus menerus Klien mengatakan sudah diberi

kompres air hangat O: Klien tampak lebih rileks Klien sesekali tampak memegang perutnya yang sakit Terpasang kompres air hangat di daerah perut kiri atas TTV: TD : 130/90 ,ND : 80x/i ,RR : 20x/i, S : 36,4oC A : Intensitas nyeri berkurang skala nyeri masih sedang P : Intervensi di lanjutkan

95

II

Rabu, 01- 07- 12

S: Klien mengatakan perutnya masih terasa mual Klien mengatakan hari ini ada makan roti yang dibawah dari rumah Klien mengatakan hari ini hanya menghabiskan porsi Klien makan O: Porsi makan tidak dihabiskan Konjungtiva an- anemis Klien Nampak lemah mengatakan belum nafsu

A : Asupan nutrisi terpenuhi sedikit, klien menuruti anjuran perawat P : Intervensi dilanjutkan III Rabu, 01- 07- 12 S: Klien mengatakan tidurnya masih belum nyenyak Klien mengatakan malam tadi masih terbangun pada malam hari O: Klien tampak lemah Klien tidak terlihat tidur siang

A : Gangguan tidur belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan I Kamis, S: Klien mengatakan perut bagian kiri

96

02- 0- 12 -

atasnya masih terasa nyeri Klien mengatakan skala nyeri

berkurang, skala nyeri 5 Klien mengatakan sudah melakukan teknik mengalihkan rasa nyeri Klien mengatakan nyeri yang

dirasakannya timbul sewaktu- waktu O: Klien tampak lebih rileks TTV: TD : 130/80 ,ND : 78x/i ,RR : 20x/i, S : 36,5oC A : Intensitas nyeri berkurang skala nyeri masih sedang P : Intervensi di hentikan II Kamis, 02- 0- 12 S: Klien mengatakan perutnya masih terasa sedikit mual Klien mengatakan hari ini hanya menghabiskan 1/2 porsi Klien mengatakan selera makannya mulai meningkat O: Porsi makan tidak dihabiskan Konjungtiva an- anemis Klien Nampak lemah

A : Asupan nutrisi terpenuhi, klien menuruti anjuran perawat

97

P : Intervensi dihentikan klien pulang III Kamis, 02- 0- 12 S: Klien mengatakan susah untuk

memulai tidur Klien mengatakan malam tadi

tidurnya lebih nyenyak dari pada malam kemaren O: Klien tampak segar Klien tidak terlihat tidur siang

A : Gangguan tidur teratasi sebagian P : Intervensi dihentikan pasien pulang

98

BAB IV PEMBAHASAN

Dari hasil penerapan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny.R dengan masalah gastritis, selama empat hari di ruang Kenanga RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, mulai dari tanggal 30 Juli sampai dengan 02 Agustus 2012, akan membahas masalah keperawatan yang timbul yaitu nyeri secara teoritis dengan penerapan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.R dari pengkajian sampai dengan evaluasi. 4.1 Pengkajian Selama melakukan pengkajian terhadap pasien dan keluarga menggunakan teknik wawancara dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien, teknik pemeriksaan fisik pasien secara menyeluruh (head to too) serta studi dokumentasi yaitu melihat rekam medik pasien untuk melihat data-data penunjang yang berhubungan dengan masalah kesehatan pasien pada saat melakukan pengkajian tidak mengalami kesulitan maupun hambatan yang berarti dikarenakan adanya partisipasi dan peran aktif dari pasien dan keluarga guna memberikan informasi dan data-data yang diperlukan. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny.R pada tanggal 30 Juli 2012 diperoleh keadaan bahwa pasien mengalami nyeri ulu hati dan terasa mual . Pada pemeriksaan fisik kondisi pasien secara umum dalam keadaan

99

sedang. Kesadaran pasien compos mentis (E4V5M6), dan pada pemeriksaan tanda-tanda vital, tekanan darah (TD) pasien 140/90 mmHg, nadi perifer (N) 88 x/menit, respirasi (R) 22 x/menit, suhu tubuh (S) pasien 36 C. Pemeriksaan Head to Toe dalam batas normal kecuali pemeriksaan palpasi abdomen, terdapat nyeri tekan di perut kiri atas. Akan tetapi tentang nyeri terdapat kesenjangan yaitu nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Pada kasus Ny. R nyeri akut ini terjadi karena adanya erosi mukosa lambung. Saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan perubahan denyut jantung, frekuensi nafas dan tekanan darah, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pengukuran tanda-tanda vital saat dilakukan pengkajian yaitu tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88 kali permenit dan respirasi 22 kali permenit. Penulis berpendapat bahwa kejadian ini disebabkan karena nyeri masih bisa ditoleransi oleh Ny. R, hal ini dikarenakan pasien pernah mengalami nyeri yang sama. Dengan data riwayat penyakit terdahulu Pasien sebelumnya sudah pernah berkali- kali dirawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang sama. Tidak semua data pada tinjauan teoritis (Efffendi, 1999) ditemukan pada kasus Ny. R seperti tidak terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas dan juga bagian bawah. Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang pada tanggal 30 Juli 2012 didapatkan kesimpulan bahwa Ny. R menderita Gastritis kronis. Pemeriksaan laboratorium pasien pada tanggal 30 Juli 2012, didapatkan hasil

100

semua dalam rentang normal kecuali Hb, Ht, Leukosit, Kreatinin, Menurut teori Harisson (2000) pemeriksaan laboratorium pada gastritis harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan sel darah merah, dan kimia klinik . Namun pada kasus Ny. R ditemukan data laboratorium Ht terjadi peningkatan yaitu 28% dari nilai normal Ht 40-54 % hal ini mungkin disebabkan karena kondisi pasien yang mengalami keletihan. Sesuai dengan teori menurut Harisson (2000) faktor yang mempengaruhi penurunan yaitu kondisi fisik, makanan dan riwayat pengobatan, Lukosit mengalami peningkatan 12100 /mm3 dimana nilai normal dari leukosit adalah 4000- 10000/mm3, hal ini menandakan terjadinya infeksi, Hemoglobin pasien mengalami penurunan yaitu 9,7 gr/dl dimana nilai normal Hb adalah 12- 16 gr/dl hal ini menandakan jumlah darah dalam tubuh berkurang yang bisa terjadi karena masukan tubuh yan tidak adekuat, kelemahan fisik, dan terjadinya perdarahan. Kreatinn juga mengalami peningkatan yaitu 2 mg/dl dimana nilai normal dari kreatinin adalah 0,5- 1,2 mg/dl. Pada pemeriksaan diagnostik yang terdapat pada tinjauan teoritis (Doengoes, 2001) tidak seluruhnya diperiksa seperti pemeriksaan EGD, Amilase serum, Angiografi, Analisa gaster, Foto rontgen. Untuk pemeriksaan Angiografi vaskularisasi tidak dilakukan karena sarana dan prasarana pemeriksaan diagnostik tersebut belum tersedia di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu biasanya digunakan untuk menunjukkan sirkulasi kolateral dan kemungkinan isi perdarahan, Analisa gaster karena pasien tidak mengalami perdarahan pada lambung ataupun saluran pencernaan, EGD (Esofagogastriduodenoskopi) tes

101

diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas tidak dilakukan karena pasien tidak mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas. 4.2 Diagnosa Keperawatan Dalam menyusun prioritas masalah keperawatan, berpedoman pada kebutuhan dasar dari pasien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual berdasarkan teori kebutuhan dasar manusia menurut Abrahan A. Maslow. Secara teoritis terdapat tujuh diagnosa yang mungkin timbul pada pasien gastritis, namun pada kasus Ny.R ditemukan tiga diagnosa yang sama dengan teoritis. Untuk lebih jelasnya akan dibahas secara terperinci sebagai berikut : 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi, pada kasus ditemukan data bahwa perutnya masih terasa nyeri dibagian kiri atas, klien mengatakan terasa seperti diremas-remas, nyeri dirasakan setiap saat, dan berlangsung lama, skala nyeri 6 nyeri sedang dalam rentang 0-10, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit, saat dilakukan palpasi nyeri tekan pada perut kiri atas, klien Nampak memegang perutnya ,klien Nampak menahan nyeri dan tampak meringis, dari data tersebut lah yang memperkuat untuk diangkat sebagai suatu diagnosa, dan rasa nyaman pasien terpenuhi. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. klien mengeluh perut terasa mual, sehingga tidak nafsu makan, makanan dari RS hanya dihabiskan porsi, dengan

102

demikian diperlukan asupan nutrisi yang adekuat, sehingga dapat menyokong percepatan proses penyembuhan, maka mengangkat hal tersebut sebagai diagnosa keperawatan. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri, nausea, pada kasus diperoleh data klien mengatakan tidurnya juga terganggu, kalau nyerinya kambuh membuat tidak bisa tidur Klien mengatakan di RS tidur hanya 4- 5 jam, sehingga diangkat kasus gangguan pola tidur sebagai diagnosa keperawatan. Diagnosa yang ada di teori tetapi belum ditemukan pada kasus Ny.R adalah : 1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan. 2. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri. 3. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan berhubungan dengan informasi yang kurang. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik Diangnosa ini tidak ditegakkan karena tidak ditemukan data yang mendukung.

103

4.3 Perencanaan Keperawatan Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kriteria yang diharapkan, maka penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan teoritis. Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan ini disesuaikan dengan diagnosa yang ditemukan pada kasus, sehingga rencana yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana tindakan keperawatan merupakan untaian penetapan hal yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan. Perencanaan dibuat dan dijalankan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami dan dibutuhkan oleh pasien, bukan berdasarkan urutan teoritis. Pada kasus yang diangkat pada penelitian ini didapatlah tiga diagnosa keperawatan yang harus ditangani. Setelah ditetapkannya diagnosa keperawatan maka disusunlah rencana keperawatan sesuai dengan teori yang ada pada penyakit gastritis, namun tidak semua rencana tindakan yang ada pada teoritis itu dilakukan pada penelitian ini. Ada beberapa rencana yang ada pada teori tidak dilakukan seperti pada diagnosa yang tidak muncul maka tidak ada rencana perawatan yang dilakukan. Adapun rencana keperawatan yang dilakukan pada penelitian kali ini diantaranya yaitu mencatat lokasi, lama dan intensitas nyeri, kompres hangat pada daerah nyeri, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik manajemen nyeri, kolaborasi dalam pemberian analgetik, kaji factor penyebab klien tidak nafsu makan, berikan makanan hangat dalam porsi sedikit tapi sering,

104

hindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, hilangkan bau yang menusuk dari lingkungan, tanyakan pada klien tentang makanan yang disukai dan makanan yang tidak disukai, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antiemetic, observasi dan diskusikan kemungkinan penyebab gangguan tidur, berikan lingkungan yang nyaman bagi pasien, bandingkan pola tidur pasien saat ini dengan kebiasaan tidur sebelum dirawat. Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur. Tindakan yang tidak dilakukan adalah diagnosa yang tidak diangkat pada penelitian kali ini.

4.4 Pelaksanaan Keperawatan Setelah perencanaan tindakan keperawatan terhadap pasien ditetapkan, maka mulai menerapkan dalam bentuk tindakan keperawatan pada pasien (Ny.R), yang mengacu pada perencanaan tindakan keperawatan yang telah dibuat. Disamping itu penulis juga mempertimbangkan berbagai faktor yang mendukung atau faktor penghambat tercapainya tujuan, kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang lain, pasien dan keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Secara keseluruhan hampir semua intervensi keperawatan yang telah disusun dapat dilaksanakan sesuai dengan implementasi. Namun secara umum dalam melaksanakan keperawatan pada Ny.R tidak mengalami suatu hambatan yang berarti, karena tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang bersifat standar asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami penyakit gastritis, dan mendapat dukungan penuh dari pasien dan keluarga. Pada

105

kasus ini telah dilakukan penatalaksanaan nyeri dengan teknik relaksasi napas dalam, tetapi hasilnya kurang efektif ditandai dengan respon nyeri verbal maupun nonverbal pasien yang tidak berkurang. Skala awal nyeri pasien 6 tidak menunjukkan penurunan, tetapi tetap pada skala nyeri 6. Ini mungkin disebabkan karena kondisi lingkungan yang bising sehingga mengganggu pasien untuk berkonsentrasi dalam melakukan teknik relaksasi napas dalam. Hal ini sesuai dengan teori Potter dan Perry (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, lingkungan, ansietas, keletihan, pengalaman seselumnya, gaya koping, dan dukungan keluarga. Oleh karena napas dalam tidak mengurangi respon nyeri pasien, maka penulis melakukan teknik nonfarmakologi lain yaitu teknik distraksi. Distraksi merupakan pengalihan perhatian pasien ke hal yang lain dengan demikian dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Perry & Potter, 2006). Pada kasus ini, teknik distraksi yang dilakukan adalah dengan mengajak pasien berbincang-bincang dan terapi musik instrumental. Pasien dialihkan perhatiannya dari nyeri dan fokus terhadap musik yang didengarnya dengan menggunakan earphone. Terapi musik instrumental dilakukan selama 10 15 menit. Pada hari pertama respon nyeri pasien tetap yaitu dari skala awal nyeri 6 tetap pada skala 6. Hari kedua, skala nyeri terjadi penurunan menjadi 5 dan hari ketiga terjadi penurunan menjadi skala nyeri 4. Dengan teknik ini pasien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang. Rencana tindak lanjut untuk masalah ini yaitu memotivasi pasien untuk melakukan teknik nonfarmakologis yang telah diajarkan yaitu dengan teknik distraksi

106

(mendengarkan musik instrumental).Selain teknik di atas, masih ada teknik nonfarmakologi lain untuk mengatasi nyeri yaitu imajinasi terbimbing. Teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) yang merupakan teknik mengurangi nyeri dengan menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Brunner & Suddarth, 2005). Teknik ini dilakukan dengan mata terpejam, pasien diinstruksikan membayangkan setiap napas yang dihirup merupakan energi penyembuh yang dialirkan ke bagian nyeri sedangkan napas yang dihembuskan dapat membawa pergi nyeri dan ketegangan. Namun pada kasus ini, imajinasi terbimbing tidak memungkinkan dilakukan karena lingkungan yang tidak mendukung yaitu kondisi ruangan yang bising sehingga pasien tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam mempraktekkannya. Pelaksanaan dari perencanaan Askep kurang efektif karena keterbatasan waktu. 4.5 Evaluasi Keperawatan Dari tiga diagnosa yang ditegakkan dan untuk menilai keberhasilan digunakan evaluasi sumatif yaitu catatan perkembangan dari hasil tindakan, selama melakukan tindakan asuhan keperawatan dari tanggal 29 Juli sampai dengan 01 Agustus 2012, dan evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan untuk mengukur terhadap hasil pencapaian tujuan yang diharapkan. Adapun evaluasi sumatif yang penulis dapatkan setelah melakukan tindakan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :

107

1. Nyeri Hasil evaluasi dari tujuan yang ingin dicapai dalam jangka pendek nyeri dapat teratasi berdasarkan kriteria, pasien tampak tenang, ekspresi lebih rileks, skala nyeri 4, pasien dapat mobilisasi ringan di tempat tidur. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Hasil evaluasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh hanya teratasi sebagian dikarenakan pasien masih merasa mual dan terasa ingin muntah, nafsu makan mulai meningkat, porsi makan yang disajikan habis porsi tetapi pasien mengatakan berat badannya sepertinya menurun. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri, nausea Hasil evaluasi gagguan pola tidur dapat teratasi sebagian dimana pasien sudah dapat lebih rileks , dan nyeri pun sudah berkurang.

108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Faktor penyebab dari gastritis akut adalah obat- obatan seperti aspirin, alkohol, trauma pada lambung( seperti pengobatan dengan laser ), kelainan pembuluh darah pada lambung, luka akibat operasi/ bedah lambung. Sedangkan faktor penyebab gastritis kronis adalah autoimun pada anemia pernisiosa, adanya tumor pada lambung, stress, gastropati reaktif, infeksi khususnya pada pylori. Disebut gastritis kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas gastritis kronis ditandai oleh atrofi progresis epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang nyata. Gastritis kronis digolongkan menjadi dua kategori yaitu gastritis tipe A (atopik atau fundal) dan gastritis tipe B (antral). Gastritis kronis adalah inflamasi yang lama yang disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobacter Pylory (H.Pylory).

109

Masalah yang ditemukan dari penyakit gastritis adalah nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi akibat peningkatan produksi HCl dimana nyeri dapat disebabkan adanya tanda-tanda inflamasi pada mukosa gaster seperti: pusing, nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman pada abdomen (perut terasa perih, panas dan muntah-muntah). Pemeriksaan laboratorium, yang diperoleh yaitu pada pemeriksaan darah lengkap terjadi leukositosis yang menandakan terjadinya infeksi, penurunan Hb dan Ht yang menandakan terjadinya penurunan jumlah darah dalam tubuh pasien yang bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya bisa karena asupan nutrisi yang tidak adekuat, kurang istirahat dan bisa juga terjadinya perdarahan. Masalah keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus asuhan keperawatan pada Ny.R menurut konsep teori adalah sebagai berikut : 1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan. 2. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri. 3. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan berhubungan dengan informasi yang kurang. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik Dampak dari gastritis yang dialami oleh penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga.

110

Pada pengkajian tidak semua data ditemukan pada kasus sesuai dengan konsep teori, contohnya tidak terjadinya tekanan darah menurun, dan tidak terjadi perdarahan pada saluran pencerenaan. Ny. R datang ke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan keluhan nyeri uluh hati dan tidak mau makan dan tidur terganggu. Dari data yang didapat maka ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang teriritasi 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri, nausea Untuk mengatasi masalah yang dialami pasien, intervesi keperawatan direncanakan sesuai dengan teori yang mempertimbangkan prosedur dan kebijakan yang diterapkan di ruangan tempat pasien dirawat. Dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gastritis ini, diperlukan suatu kerjasama antar tim keperawatan, tim medis, tim ahli gizi, tim laboratorium, keluarga dan pasien itu sendiri, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan intervensi yang telah disusun. Dalam melakukan evaluasi adalah berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam intervensi keperawatan. Evaluasi yang didapatkan setiap diagnosa berbeda, hal ini disebabkan karena setiap diagnosa waktu pencapaian yang berbeda.

111

5.2 Saran 5.2.1 Bagi Pasien dan Keluarga Agar selalu proaktif dan berpartisipasi aktif dalam setiap tindakan keperawatan pasien yang mengalami gastritis yang berhubungan langsung dengan pasien dengan tetap menjaga kesopanan dan mematuhi peraturan yang berlaku di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Agar dapat meningkatkan proses belajar mengajar dan pelaksanaan praktek agar mutu pendidikan keperawatan di Propinsi Bengkulu lebih meningkat dan lebih maju dari propinsi lain dan dapat memfasilitasi mahasiswa maupun tenaga pengajar (dosen) untuk mengadakan seminar maupun pelatihan perawatan gastritis dan seminar tentang menjaga pola makan di lingkungan pendidikan. Kiranya dapat meningkatkan alat praktek laboratorium agar mahasiswa dapat melakukan praktikum dengan baik.

5.2.3

Bagi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Diharapkan pada pihak RS untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan untuk masyarakat khususnya tentang tindakan pencegahan terjadinya gastritis dengan cara mengadakan penyuluhan tentang cara menjaga pola makan, mengurangi stress agar terhindar dari penyakit gastritis. Serta diharapkan pihak RS dapat lebih meningkatkan jenis

112

pemeriksaan penunjang yang dapat meningkatkan tingkat keakuratan diagnose yang pada akhirnya akan mempercepat penanganan dan pengobatan pada pasien gastritis.

113

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2010. Gastritis. http://bluebear.student.umm.ac.id/2010/07/14/-gastritismagh. Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:04 WIB. Block, Joycer M and Esther Matassarin.1993.Medical Surgical Nursing. A Psychophy siologic Approach, Fourt Edition Book 2. Philladelpia : WB Sounders Company. Budiana. 2006. Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis. http://www.scribd.com/doc/41520350/Gambaran-Pengetahuan-KlienTentang-Gastritis/. Diakses tanggal 05 Januari 2012, 08:25 WIB. Carpenito, Lynda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan.Aplikasi pada praktek klinik. Ed. 6. Jakarta : EGC. Day,R.A dan A.L.Underwood.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta; Erlangga. Donges, Marylin. Et. Al.2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC. Evelyn.2002.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Hadi, Sujono.2002. GastroenteIrologi. Penerbit PT. Alumni, Bandung. Info@Puskom.Depkes.Go.Idinfo@puskom.depkes.go.id, Ingnatavius, Donna D. M. Linda Waikman.1995. Medikal Surgical Nursing.A. Nursing Proces Approcah. 2nd Edition. Philladelpia : WB Sounder company. Mansjoer,Arif.2003. Kapita Selekta Kedokteran. Ed3 .Jilid 2. Jakarta : FKUI. Nasrul, Effendi.1995. Pengantar Proses Keperawatan. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Price, A.S.2006. Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. edisi 6, Jakarta:EGC.

114

Priyanto, Agus.2006.Endoskopi Gastrointestinal.Jakarta: Salemba Medika Potter & Perry.2005.Fundamental Of Nursing Vol: 1.Jakarta : EGC Sopearman.2001.IlmyPenyakit Dalam. Jilid 11. Ed. 3. Jakarta : FKUI. Suddarth & Brunner.2005. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2. Jakarta EGC. Sudoyo, Aru W. Dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi IV. Pusat Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Tamsuri.2007.http//www.blgtopsites.com/outpost/252cc1boe3b30b95f599cf5cb46e6 7bo Wijoyo, M. Padmiarso. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Media Indonesia

Anda mungkin juga menyukai