Anda di halaman 1dari 10

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

Komunikasi Antarbudaya dalam Kehidupan Manusia


Dewi Widowati
(Dosen STIKOM Wangsajaya Banten)

Kata kunci : Antarbudaya; Etnosentrisme; Shock culture; Emphaty; Tolerance; Persepsi; Interdependency; Holistic; Gesture; Verbal & nonverbal; ongoing interaction; Convergence; Divergence Ketika kita bergaul dengan keragaman, Kita tidak melihat sesuatu sebagaimana adanya, Melainkan kita melihat sesuatu sebagaimana kita berada. Its good to be different. (Malik, 2002) Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta tidak ada yang sama. Kenyataan itu membuat manusia harus berpikir tentang apa makna dibalik perbedaan tersebut. Bila dunia diciptakan dan diisi dengan manusia-manusia yang sama, yang seragam, baik sifat, karakter, perilaku, maupun nilai-nilai yang dianut, profesi, status dan lain-lain, maka tidak akan ada riak gelombang kehidupan, tidak ada dinamika kehidupan. Kadang, perbedaan juga membuat suatu hubungan/relasi menjadi saling melengkapi, bahkan terkadang terasa indah. Berbicara tentang komunikasi antarbudaya tidak akan lepas dari membahas tentang dua konsep yang berbeda, tetapi pada akhirnya keduanya saling mendukung, bahkan ada saling

Dwei Widowati

25

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

ketergantungan (interdependency). Smith (1976) menyatakan bahwa komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan atau pernyataan Edward T.Hall (1959) yaitu komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi. Pada bahasan selanjutnya akan terlihat bagaimana dua konsep tersebut memang tidak dapat dipisahkan, layaknya cuplikan kalimat awal di atas. Konsep-konsep yang ada dalam komunikasi antarbudaya adalah konsep komunikasi dan konsep kebudayaan. Konsep komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui lambang-lambang yang berarti, yaitu lambg verbal (lisan dan tulisan) dan lambang non-verbal (isyarat/gesture) dengan maksud untuk merubah tingkah laku. Sedangkan konsep kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat, 2000). Ini berkaitan dengan berbagai perbedaan gagasan, ide, karya yang dibuat, dipelajari oleh manusia yang berada dalam kelompoknya masing-masing. Bila masuk dalam pemaknaan apa itu komunikasi antarbudaya, maka dapat diartikan bahwa komunikasi antarbudaya itu sendiri sebagai pengalihan informasi dari seseorang yang berkebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. (Liliweri, 2003). Bahkan, William B. Hart II (1996) menyatakan perlu dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Dengan demikian dianggap bahwa kebudayaan sangat mempengaruhi berjalannya interaksi yang terjadi antara mereka yang berbeda latarbelakang budaya. Sudah tentu ini menyangkut pada perbedaan ras, etnis, agama, profesi, status, nilai, norma, dll. Membahas tentang kebudayaan, maka kita tidak akan lepas berbicara tentang unsur-unsur kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 2001), yaitu religi, bahasa, mata pencaharian,
Dwei Widowati Komunikasi Antarbudaya

26

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

sistem organisasi sosial, sistem ilmu pengetahuan, sistem teknologi, dan kesenian. Semua unsur ini masing-masing akan memberikan makna tertentu bagi budaya tertentu, sehingga ini akan membuka peluang terjadinya perbedaan makna. Bila terjadi perbedaan makna dalam komunikasi antarbudaya, dan perbedaan tersebut dapat diterima oleh masing-masing budaya secara apa adanya, maka komunikasi yang terjadi diharapkan dapat efektif. Tetapi, bila budaya lain kita maknai dari kacamata budaya kita maka efek komunikasi justru sebaliknya. Inilah uniknya komunikasi antarbudaya, kelihatannya sulit untuk diterapkan, tetapi sebenarnya tidak, asalkan kita mampu dan mau ber-empati terhadap orang lain yang berbeda latarbelakang budayanya dengan kita. Jadi, bila terjadi sebuah komunikasi antarbudaya, maka akan terlihat di permukaan berbagai fenomena, baik itu yang timbul dari unsur-unsur kebudayaan itu sendiri maupun juga faktor psikologis yang mungkin saja muncul menyertai interaksi yang sedang berlangsung (ongoing interaction). Hal yang dialami dan sering terjadi bagi mereka yang sedang melakukan komunikasi antarbudaya adalah shock culture (gegar budaya atau keterkejutan budaya). Namun, hal ini biasanya hanya terjadi beberapa saat saja. Kelanjutan komunikasi tergantung pada tingkat bagaimana orang tersebut mampu dan mau untuk ber-empati dan berniat mengurangi tingkat ketidakpastian dalam komunikasi. Bila, salah satu peserta komunikasi mampu dan mau melanjutkan komunikasi, maka dengan sendirinya ia harus berusaha masuk pada level komunikasi orang lain yang diajak berkomunikasi, dimana masing-masing orang yang berkomunikasi tersebut berusaha menuju pada satu titik pemahaman (convergence) sehingga tercapai suatu tahap komunikasi yang efektif. Tetapi, bila tidak maka tentu saja ia akan menghentikan komunikasi (divergence) atau bisa dikatakan komunikasi menjadi tidak efektif. Gudykunst dan Kim (1994) menunjukkan bahwa orangorang yang kita kenal selalu berusaha mengurangi tingkat
Dwei Widowati Komunikasi Antarbudaya

27

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Tingkat ketidakpastian adalah keraguan kita akan perilaku dan sikap orang lain, seperti pertanyaan-pertanyaan yang kadang muncul dalam diri kita saat kita sedang berkomunikasi dengan orang lain, apalagi yang berbeda budaya, seperti misalnya : apakah saya terlihat aneh di depan dia? apakah dia nyaman berbicara dengan saya?. Menurut Gudykunst dan Kim, bahwa untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yaitu (1) pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non-verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi); (2) initial contact and imppression, atau tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut; misalnya anda bertanya pada diri sendiri; apakah saya seperti dia? Apakah dia mengerti saya? Apakah saya rugi waktu kalau berkomunikasi dengan dia?. (3) closure, mulai membuka diri anda yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Ditambahkannya pula bahwa teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan dia. Pertanyaan yang relevan adalah apa yang mendorong dia berkata, berpikir atau berbuat demikian?. Segala pertanyaan-pertanyaan inilah yang membuat munculnya tingkat ketidakpastian dalam suatu komunikasi antarbudaya. Tetapi, apabila kita dapat memahami dan dapat menjawabnya melalui ucapan dan perilaku yang tepat, maka kesepahaman akan terjadi. Berkomunikasi dengan orang yang berbeda latarbelakang budaya dengan kita akan memberi suatu nuansa yang unik. Contoh yang cantik dari sebuah komunikasi antarbudaya adalah dalam sebuah peristiwa penerbangan dari Denpasar (Bali) menuju Guam, di mana pramugari mengumumkan tata cara penggunaan pelampung penyelamat diri yang disampaikan dalam bahasa Inggris, Jepang, Cina dan

Dwei Widowati

28

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

Tagalog secara bergantian. Ketika ditanya kepada pramugarinya, mengapa tidak cukup hanya dengan menggunakan bahasa Inggris saja, ternyata maskapai penerbangan itu mempunyai semboyan Senyumlah kepada dunia, maka dunia akan tersenyum kepada Anda. Oleh karena itu pendekatan yang kami gunakan adalah menyapa para penumpang dengan bahasa mereka. Kami belajar dari pengalaman, kami selalu mengangkut mayoritas penumpang orang Jepang, Cina, dan Filipina. Karena itu kami menyapa dengan bahasa mereka, dan termasuk bagaimana penumpang merasa sedang menumpang sebuah pesawat miliknya sendiri.(Liliweri, 2003) Inilah indahnya sebuah komunikasi antarbudaya yang efektif. Ini baru dari unsur bahasa dalam kebudayaan, belum lagi bila mampu ber-empati dengan unsur-unsur yang lain. Sebenarnya kita mampu melakukannya, asal ada kemauan untuk menjalankannya, apalagi kita punya tantangan dengan beragamnya etnis di Indonesia. Its good to be different !. Budaya dan Komunikasi Gatewood (Liliweri:2003) mengatakan bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusiaan itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat, artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses social dari kehidupan manusia yang membudaya, maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi. Sehubungan dengan itu seperti yang disampaikan lebih lanjut oleh Edward T. Hall bahwa Komunikasi adalah kebudayaan, dan kebudayaan adalah komunikasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam komunikasi yang terjadi terdapat pertukaran symbol-simbol komunikasi, dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran symbol-simbol dapat eksis terjadi.

Dwei Widowati

29

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

Menurut Porter dan Samovar (1982), bahwa hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Dicontohkan seorang Korea, seorang Mesir, atau seorang Amerika belajar berkomunikasi seperti orang-orang Korea, orang-orang Mesir, atau orang-orang Amerika lainnya. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia mereka melalui kategorikategori, konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka. Ini menyebabkan timbulnya persepsi budaya. Persepsi budaya diartikan sebagai proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal (Porter & Samovar, 1982), yang didalamnya terdapat nilai, adat istiadat, status, agama, kebiasaan yang berbeda. Sehingga tentu saja untuk dapat mencapai komunikasi yang efektif atau yang memiliki kesamaan makna (common meaning) maka diperlukan saling pengertian di antara mereka yang melakukan komunikasi antarbudaya. Sebab apabila masing-masing tidak mau memahami budaya orang lain, maka pengertian tidak akan tercapai. Dalam hal ini diperlukan emphaty, dan toleransi dari masing-masing budaya agar kesepahaman akan mudah dicapai. Dengan emphaty dan toleransi yang tinggi, komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang berbeda budaya akan meminimalkan prasangka negatif. Sementara, budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh atau yang oleh Koentjaraningrat disebut holistic (2000). Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Di antaranya adalah perilaku verbal dan nonverbal dalam budaya-budaya tertentu. Terkadang hal ini dapat membuat geli yang mendengar atau mengalami, tetapi terkadang pula dapat memicu terjadinya konflik antaretnis. Dewasa ini

Dwei Widowati

30

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

kesalahpahaman-kesalahpahaman seperti itu masih sering terjadi ketika kita bergaul dengan kelompok-kelompok budaya yang berbeda. Masalah utamanya adalah kita cenderung menganggap budaya kita sebagai suatu kemestian, tanpa mempersoalkannya lagi, dan karenanya kita menggunakannya sebagai standar untuk mengukur budaya-budaya lain (Mulyana, 2003). Bila seseorang tidak menyetujui nilai-nilai kita, sebenarnya itu tidak berarti bahwa orang itu salah, bodoh atau sinting; alih-alih, secara kultural orang itu sedikit berbeda dari kita. Bila Anda langsung meloncat kepada kesimpulan tentang orang lain berdasarkan informasi terbatas yang anda miliki tentang kelompoknya, maka anda terperangkap dalam etnosentrisme. Komunikasi anda akan lebih berhasil bila anda menggunakan informasi tentang orang itu sebagai individu alih-alih berdasarkan informasi budaya (Hopper dan Whitehead, 1997:177). Ketika kita melakukan komunikasi dengan orang lain, maka kita dihadapkan pada bahasa-bahasa, aturan-aturan, nilai-nilai yang berbeda. Akan sulit bagi kita untuk memahami komunikasi mereka yang berbeda dengan kita apabila kita sangat etnosentrik. Artinya kita akan selalu menilainya berdasarkan pada budaya kita, dan itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Menurut Sumner, etnosentrisme, adalah ; memandang segala sesuatu dalam kelompok sendiri sebagai pusat segala sesuatu itu, dan hal-hal lainnya diukur dan dinilai berdasarkan rujukan kelompoknya (Gudykunst dan Kim, 1985:5). Bahasa merupakan lambang verbal yang paling rumit, halus dan berkembang. Telah diketahui bahwa manusia, berdasarkan kesepakatan bersama, dapat menjadikan suatu symbol bagi suatu hal lainnya. Kita menyebut bahasa sebagai bagi system kesepakatan kesepakatan tersebut. Misalnya kita berbicara bahasa Inggris begitu terlatih bahwa bila system saraf kita mengetahui kehadiran sejenis binatang tertentu, kita dapat menciptakan suara berikut : ada seekor angsa. Setiap orang
Dwei Widowati Komunikasi Antarbudaya

31

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

yang mendengar suara kita akan mengalami sejenis kejadian yang serupa dalam system sarafnya, bila melihat kearah yang sama. Itulah bahasa, bisa kita bayangkan dengan ribuan bahasa di dunia bagaimana rumitnya komunikasi antarbudaya yang terjadi di antara orang-orang yang terlibat didalamnya. Perbedaan-perbedaan ini hendaknya tidak menjadikannya sebagai penghalang untuk upaya melakukan komunikasi yang efektif. Justru hendaknya perbedaan ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan tentang ragam budaya yang patut dipelajari untuk dapat dipahami, sehingga apapun perbedaan itu tidak menjadikannya sebagai cikal bakal sebuah konflik. Keragaman Budaya di Indonesia Dengan kondisi wilayah negara Indonesia yang kepulauan, maka sudah barang tentu kita akan dihadapi dengan beragam etnis yang terdapat didalamnya. Bayangkan, Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, 485 suku bangsa dan 583 bahasa daerah. Kenyataan itu sangat fantastis. Dengan begitu beragamnya suku bangsa, bahasa, dan adat istiadat, kita tetap dipersatukan oleh satu bahasa, yaitu Bahasa Indonesia. Sehingga informasi atau pesan kebudayaan dari masingmasing suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda itu tetap bisa disimak. Sebagai contoh etnis Sunda dengan bahasa Sunda-nya, dan Etnis Betawi, Makassar, Bali, Madura, JawaSolo, Jawa-Yogyakarta, Jawa-Tegal, Padang, Kalimantan masing-masing dengan ciri khas bahasanya, tetapi dapat dipersatukan dengan adanya bahasa Indonesia. Kiranya Bhinneka Tunggal Ika menjadi satu kekuatan untuk mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hubungan yang terjadi di antara berbagai suku bangsa tersebut tentu saja melalui suatu proses komunikasi. Jika proses komunikasi ditinjau dari segi komunikasi antarbudaya, maka bukanlah semata-mata terjadi proses tukar menukar barang seperti di pasar, tetapi terjadi suatu proses tukar menukar segi

Dwei Widowati

32

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

kebudayaan. Hal itu meliputi bahasa, religi, sistem ilmu pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, sistem organisasi sosial dan kesenian. Menurut Gerhard Maletzke, komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh antropolog Edward Hall. Bidang ini sebenarnya bukan fenomena baru, komunikasi antarbudaya sudah ada sejak pertama kali orangorang berbeda budaya saling bertemu dan berinteraksi, meskipun studi yang sistematik mengenai bidang ini baru dilakukan selama 30 tahun terakhir. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda suku bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, maka komunikasi tersebut disebut komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi, apa makna pesan verbal dan non verbal menurut budaya bersangkutan, apa yang layak dikonumikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikan pesan-pesan tersebut. Dengan mengetahui ciri dasar budaya dari tiap-tiap suku bangsa, akan mengurangi keterkejutan budaya (gegar budaya atau shock culture), memberi kepada kita wawasan terlebih dahulu dan memudahkan kita untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain yang sebelumnya sulit kita lakukan. Dari interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi. Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang, ini yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi saling memahami. Dari sini kemudian akan timbul empathy dari diri kita terhadap orang-orang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan pengertian di antara orang-orang berbeda budaya akan mengurangi konflik yang selama ini sering terjadi. Konflik biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai-nilai antarbudaya. Hal

Dwei Widowati

33

Komunikasi Antarbudaya

ADZIKRA

Vol. 01. No. 02 (Juli - Desember) 2010

yang keramat bagi satu suku bangsa boleh jadi merupakan hal yang dianggap biasa bagi suku bangsa lainnya. Situasi seperti ini sebenarnya bisa dicari jalan keluarnya, yaitu dengan pemahaman yang mendalam mengenai budaya lain dan tahu strategi pendekatannya. Agak sulit memang untuk memahami secara detail sebanyak 485 suku bangsa yang tersebar di pulaupulau yang berbeda dan dibatasi oleh laut yang cukup luas. Tentu saja ini mempengaruhi pesan komunikasi yang hendak disampaikan. Tapi kita harus optimis mengenai perbedaan budaya di Indonesia. Karena pada dasarnya hal itu merupakan salah satu kekayaan dari Negara Republik Indonesia (NKRI). Dan ini adalah tantangan bagi kita, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang ilmu komunikasi.*

Dafatar Pustaka Gudykunst & Kim, Communicating with Strangers, Sage, Beverly Hills, 1994. Hall, E.T. The Silent Language. Anchor Press/Doubleday, NewYork, 1959. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000. Liliweri, Alo, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, Pusaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Mulyana, Deddy, Komunikasi Bandung, 2003. Antarbudaya, Rosdakarya,

Samovar, Larry and Porter, Richard E, Communication Between Cultures, Belmont, C.A Wadsworth, 1991.

Dwei Widowati

34

Komunikasi Antarbudaya

Anda mungkin juga menyukai