Anda di halaman 1dari 3

Berani Mengatakan yang benar-benar dan yang salah itu salah

Efek percaya diri dalam mengungkapkan kebenaran demi teman dekatnya


Misal:
Ada dua orang siswa yang berteman dekat, yaitu Intan dan Linda. Mereka berteman
dekat sejak dari sekolah menengah pertama (SMP), hubungan pertemanan yang mereka
miliki sangat dekat. Mereka sering menghabiskan waktu luang bersama-sama, melakukan
macam-macam kegiatan dan hobi-hobi mereka. Kedua siswa ini dikenal sebagai siswa-siswa
yang sopan dan cerdas. Tetapi ada perbedaan yang sangat mencolok dari kedua siswa ini,
Linda adalah anak yang ceria, periang dan aktif, sedangkan Intan adalah anak yang pendiam,
pemalu dan lebih pasif dari Linda. Intan sering merasa minder dan tidak percaya diri, apalagi
ketika ada yang membandingkan mereka berdua.
Pada suatu siang, setelah jam istirahat selesai, kedua siswa ini berlarian dari kantin
menuju kelas karena mereka takut terlambat masuk ke pelajaran selanjutnya. Ketika sedang
berlari-lari, Linda yang didorong oleh Intan tidak sengaja menyentuh sebuah vas bunga yang
terletak di meja khusus didepan ruangan kelas. Linda merasa ketakutan karena vas bunga itu
merupakan vas bunga kesayangan wali kelasnya. Wali kelas mereka adalah ibu Nana, guru
matematika yang ditakuti dan disegani oleh para siswa. Linda merasa ketakutan dan khawatir
bagaimana untuk mengakui kesalahannya kepada ibu Nana.
Seperti Linda, Intan pun merasa ketakutan atas kejadian tersebut karena didorong oleh
dirinyalah Linda bisa menjatuhkan vas bunga tersebut. Jadi secara tidak langsung, Intan
adalah orang yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
Intan bertindak sebagai protagonist, Ibu Nana dan Linda berperan
sebagai auxiliary ego (yang nantinya memperdalam perasaan yang
protagonist hadapi). Sebelum psikodrama dimulai, Intan, Linda dan Ibu
Nana

harus

memahami

peran

masing-masing

sehingga

akan

memunculkan insight dari penempatan peran ini. Anggota kelompok yang


lain mengamati sebagai penonton, yang nantinya akan memberikan
bantuan berupa umpan balik kepada para pemeran dalam psikodrama.

Sabtu siang, setelah jam istirahat..


Auxiliary ego (Linda)

: aduuuh kacau, kesenggol lagi vas bunga

kesayangannya ibu, pecah pula. Kamu juga sih tan, pake acara dorong-dorong
aku segala, pecah kan sekarang. Gimana nih?
Protagonist (Intan)

: uhhmmm, aduuuuh, aku ga tau, maafin aku yah

Auxiliary ego (Linda)

: waaah bagaimana kalau Ibu Nana melihatnya,

pasti beliau marah


Protagonist

: aku ga tahu, aku juga takut nih Lin

(Kemudian Ibu Nana datang menuju kearah kejadian)


Auxiliary ego (Ibu Nana)

: eheem ada apa ini? Yaa ampuuuuun, apa

yang kalian lakukan dengan vas ini!!?? Siapa yang melakukannya?


Protagonist

: eeehhhh aanuuu buuu, ituuu

Auxiliary ego (Ibu Nana)

: anu itu anu ini, apa sih! Bicara yang jelas

Auxiliary ego (Linda)

: begini bu, eehmmmm, ga sengaja jatuh bu

Protagonist

: iya bu, kedorong

Auxiliary ego (Ibu Nana)

: Siapa yang melakukannya?

Auxiliary ego (Linda)

: saya bu yang melakukannya, maaf bu

Auxiliary ego (Ibu Nana)

: aduh Linda, kamu juga sih terlalu aktif. Pecah

kan sekarang vas nya.


Protagonist

: aduuuh Linda, hhhmmmmm

Auxiliary ego (Linda)

: ssssttttt

Auxiliary ego (Ibu Nana)

: kalian berdua jangan berbisik-bisik. Atas

kejadian ini, baik disengaja maupu tidak, salah satu dari kalian harus ada yang
dihukum karena kelalaiannya. Jadi lebih baik kalian mengaku saja siapa yang
bersalah atas kejadian ini
Auxiliary ego (Linda)

: saya saja bu yang dihukum, jangan Intan

Auxiliary ego (Ibu Nana)

: baiklah kalau begitu, nanti siang pulang

sekolah temui ibu di kantor


(Didalam kelas, ketika pelajaran sedang berlangsung)
Protagonist

: Lin, seharusnya aku yang salah, kenapa kamu yang

menerima hukuman? Seharusnya aku yang menanggung hukuman tu karena


sudah mendorong kamu sampai menjatuhkan vas nya hingga pecah
Auxiliary ego (Linda)

: sudahlah santai saja

Protagonist

: tidak bisa Lin, aku yang salah. Aku juga yang harus

bertanggung jawab. Aku harus mengakui kalau aku yang salah, aku tidak boleh
mengorbankan sahabatku sendiri, maafkan aku
Auxiliary ego (Linda)
Protagonist

: jadi kamu mau apa?


: nanti aku yang akan berbicara dengan Ibu Nana

supaya aku saja yang dihukum


Auxiliary ego (Linda)
Protagonist

: memangnya kamu berani?


: uuhhhmmmmmmmmmm

Auxiliary ego (Linda)

: tuuuh kan, disini saja kamu bingung. Disini

saja kamu ga berani


Protagonist

: aku berani kok, nanti biar aku saja yang dihukum. Ini

salahku dan aku ga mau mengorbankan sahabatkku sendiri

Setelah muncul peran dan dialog antara protagonist dan auxiliary ego,
maka penonton (anggota kelompok yang lain) boleh ikut bermain peran.

Penonton (Siswa IV) : kamu bisa kok tan, kamu berani kok. Demi

sahabatmu sendiri
Penonton (Siswa V) : Iya tan, jangan takut, jujur demi kebaikan
bersama. Beranilah sekarang, daripada nanti kamu menyesal

karena sudah membiarkan sahabatmu menanggung hukumannya.


Penonton (Siswa VI) : Lagian juga, aku rasa Ibu Nana ga bakalan
ngehukum yang berat-berat kok, apalagi kalau kita sudah jujur dan

berani mengakui kesalahan kita.


Penonton (Siswa VII) : Semangat tan, demi persahabatan kamu
dan Linda. Bisa kok, Cuma sekedar bicara sama Ibu Nana, jangan
takut tan.

Setelah penonton (anggota kelompok yang lain) ikut memberikan


umpan balik, kemudian Linda dan Intan melanjutkan diskusi untuk
membahas

serta

menemukan

fomula

baru

untuk

menyelesaikan

permasalahan mereka dengan Ibu Nana dengan mengembil kesimpulan


serta umpan balik kelompok.

Anda mungkin juga menyukai