Saat itu aku sedang duduk di kelas, mereka semua menatap layar-layar itu dengan serius.
Berteriak, dan selalu mengejek-ngejek. Entah mengapa mereka semua melakukan itu. Apa ini
semua adalah perilaku akhir zaman? Mungkin iya, mungkin tidak. Mereka menganggap yang
benar menjadi salah, dan yang salah menjadi benar.
Pelajaran berikutnya adalah Ekonomi, pelajaran yang paling tidak aku mengerti. Entah mengapa
diriku ini tidak menyukai tentang hitung-menghitung. Aku lebih suka untuk mengkhayal,
bercerita, dan menulis. Mungkin, ini adalah bakatku. Sering aku lari dari pelajaran tersebut,
dengan tertidur pada saat pertengahan pelajaran. Begitulah diriku.
Bell Pulang
Ram, ayo ikut gue kata Iwan mengajak.
Iya-iya.. sabar, gue piket dulu jawabku.
Lo piket cuma berdua? Cewek-cewek yang laen pada kemana? tanyanya heran.
Yaaa.. beginilah keadaannya. Akhir zaman jawabku dengan nada mengeluh.
Ya udah, gue tunggu di parkiran aja
Sip
Piket hanya berdua? Tak masalah bagiku. Mungkin mereka semua sedang asyik dengan media
sosialnya. Menatap layar-layar yang tak pasti. Bukannya menambah wawasan, melainkan
menambah musuh juga dosa. Saling ejek mengejek dalam dunia maya, yang berujung
kriminalitas. Indonesiaku, betapa pedihnya engkau. Yang dahulu sangat kuat persatuannya,
sakarang mudah untuk dipatahkan. Yang dahulu sangatlah ramah, sakarang mudah marah. Yang
dahulu tersenyum manis, lalu sekarang hanya bisa senyum sinis. Sungguh menyedihkan, andai
saja diriku ini bisa merubah semuanya. Mungkin, indonesiaku akan menjadi lebih baik.
Ni, gue duluan yaa? semuanya udah gue sapu kok.. kataku pada Neni.
Oh ya udah, ini tinggal bagian gue kok Ram. Lo duluan aja jawabnya.
Oke, makasih
Aku langsung bergegas ke parkiran. Dan di sana ada Iwan juga temannya Revi. Sepertinya
mereka sedang berbicara serius. Langkah demi langkah aku menuju mereka, setelah kupertegas
ternyata Revi mengeluarkan senjata tajam yang disembunyikan dalam tasnya.
Woy, lama amat kata Iwan.
Iya, baru aja selesai jawabku.
Ram, jadi kan lo ikut ? tanya Iwan.
Emangnya kita mau kemana sih? mau ngapain? aku berbalik tanya.
Hmmmm Iwan menghela napas.
Jadi gini Ram, lo tau kan kalo kita angkatan 16? kata Iwan.
Iya, kenapa emangnya? jawabku.
Lo emang gak tau Ram? kata Revi memutuskan pembicaraan.
Enggak emangnya ada apaan sih? lanjutku.
Gue langsung jujur aja deh Jadi, angkatan 15 itu nantang kita semua. Mereka jelek-jelekin
angkatan kita di BBM, Twitter, Facebook, bahkan sampe Instagram dan kita semua difitnah
Ram! Kata mereka, angkatan kita ada yang maling motor. Padahal, gue udah tanya sama
angkatan kita, kalo itu semua gak bener. Gue gak seneng Ram! jelas Iwan dengan nada marah.
Apaan si? Kok jadi begini
Gue gak seneng sama mereka! beraninya udah fitnah kita semua di Media Sosial! lanjut
Iwan.
Ini emang gak bisa dibiarin Ram! kata Revi.
Ya udahlah, gak usah pake ribut-ribut masa masih satu gedung, satu sekolah, berantem si
aneh lo pada omongin baik-baik, gak usah dengan amarah. Ujung-ujungnya, lo pada nyesel
deh kataku menenangkan mereka berdua.
Kalo lo emang gak mau ikut, ya udah! Jangan sok-sok nyeramahin kita dah! bentak Revi.
Ram, sorry kali ini gue gak mau mihak ke lo. Gue cuma gak mau nama angkatan kita kotor
di media sosial kata Iwan.
Ya udahlah terserah lo pada gue gak mau ikut-ikutan. Dan kalo terjadi apa-apa, jangan bawa
nama orang yang gak bersangkutan. Cukup orang-orang yang gak punya pikiran aja! kataku
lalu pergi.
Akhirnya mereka pun juga langsung pergi. Entah mereka pergi kemana, yang penting aku tidak
terlibat di dalamnya. Memang benar, ini mungkin akhir dari zaman. Sulit untuk menasehati
orang-orang seperti mereka. Benar dianggap salah, dan salah dianggap benar. Bahkan orang baik
seperti Iwan, bisa terpengaruh. Perkembangan zaman ini adalah awal dari kehancuran segala-
galanya.
Keesokan harinya
Awal pagi yang cerah untuk menuntut ilmu. Aku bergegas dengan semangat ke sekolah.
Kejadian kemarin, aku menganggap telah hilang dari pikiranku. Aku tidak akan memikirkan
mereka, cukup memikirkan diriku saja.
Selesai